• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Lokasi Parkir Kosong Menggunakan Algoritma Probabilistic Neural Network (PNN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Lokasi Parkir Kosong Menggunakan Algoritma Probabilistic Neural Network (PNN)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Citra Digital

Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor computer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna. Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap atau citra raster. Jenis citra yang kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini yang disebut grafik vektor. Citra digital dihaslkan dari citra analog melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri dari sampling dan quantization. Sampling adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit

(pixel), sedangkan quantization adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat (G.W. Awcock,1996). Citra digital

dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah brightness level dari citra pada koordinat tersebut.

Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna, yaitu merah, hijau dan biru (Red, Green, Blue – RGB). Pada aplikasi pengolahan citra digital pada umumnya, citra digital dapat dibagi menjadi 3, color image, black and white dan binary image.

2.1.1. Color image atau RGB (Red, Green, Blue)

(2)

berbeda pada gambar, dimana variasi warna ini cukup untuk gambar apapun. Karena jumlah bit yang diperlukan untuk setiap pixel, gambar tersebut juga disebut gambar-bit warna. Color image ini terdiri dari tiga matriks yang mewakili nilai-nilai merah, hijau dan biru untuk setiap pikselnya (Kusumanto dan Tompunu, 2011).

2.1.2. Black and white

Citra digital black and white (grayscale) setiap pikselnya mempunyai warna gradiasi mulai dari putih sampai hitam. Rentang tersebut berarti bahwa setiap piksel dapat diwakili oleh 8 bit atau 1 byte. Rentang waktu pada black and white sangat cocok digunakan untuk pengolahan file gambar. Salah satu bentuk fungsinya digunakan dalam kedokteran (X-ray). Black and white sebenarnya merupakan hasil rata-rata dari color image, dengan demikian maka persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

1BW(x,y) = � , +� , +� , (2.1) Dimana IR(x,y) = nilai piksel Red titik (x,y), IG(x,y) = nilai piksel Green titik (x,y), IB(x,y) = nilai piksel Blue titik (x,y) sedangkan IBW(x,y) = nilai piksel Black and white

titik (x,y) (Kusumanto dan Tompunu, 2011).

2.1.3. Binary image

Setiap piksel hanya terdiri dari warna hitam atau putih, karena hanya ada dua warna untuk setiap piksel, maka hanya perlu 1 bit per piksel (0 dan 1) atau apabila dalam 8 bit (0 dan 255), sehingga sangat efisien dalam hal penyimpanan. Gambar yang direpresentasikan dengan biner sangat cocok untuk teks (dicetak atau tulis tangan), sidik jari (finger print), atau gambar arsitektur. Binary image merupakan hasil pengolahan dari black and white image, dengan menggunakan fungsi sebagai berikut:

IBin(x,y) = { , < �

, � (2.2)

dan dalam bentuk floating point

IBin(x,y) = { , < �

, � (2.3)

(3)

2.2. Pengolahan Citra

Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah penggunaan algoritma computer untuk melakukan pengolahan citra pada citra digital. Pengolahan citra telah menjadi fitur penting untuk mengambil sebuah informasi yang cocok di berbagai profesi (Bhat, 2014). Citra yang dimaksud adalah gambar diam (foto) maupun gambar bergerak (berasal dari webcam). Sedangkan pengertian digital berarti pengolahan citra/gambar dilakukan secara digital mengunakan computer. Secara matematis, citra merupakan fungsi continue dengan intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Agar dapat diolah dengan computer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi dari fungsi continue menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi citra. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel atau elemen terkecil dari sebuah citra

Suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 0 x M-1

0 x N-1 0 f(x,y) G-1 Dimana :

M = jumlah piksel baris (row) pada array citra N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra G = nilai skala keabuan (graylevel)

Besarnya nilai M,N dan G pada umumnya merupakan perpangkatan dari dua.

(4)

2.3. Pre-processing

Pre-processing adalah salah satu tahapan awal dalam penelitian ini yang terdiri dari

proses saturation, grayscaling dan thresholding. Tujuan dari proses ini adalah agar data yang digunakan mudah untuk diinterpretasikan untuk dianalisis. Selain itu, agar data yang digunakan sesuai dengan aplikasi yang dibangun sehingga hasilnya optimal. Contoh dari pre-processing diantaranya adalah mengubah citra RGB (Red, Green, Blue), binerisasi citra, cropping citra, resize citra, edge detection atau edge enhancement dan thinning (Abdillah G et al, 2016).

2.4. Saturation

Saturation adalah tingkat kepekatan/konsentrasi suatu warna. Semakin tinggi nilai

saturasi, semakin pekat warna tersebut. Warna merah adalah warna dengan nilai saturasi tinggi. Warna merah muda adalah warna dengan nilai saturasi rendah. Warna putih adalah warna dengan tingkat saturasi 0.

2.5. Grayscale

Proses awal yang banyak dilakukan dalam image processing adalah mengubah citra berwarna menjadi citra gray-scale, hal ini digunakan untuk 10 menyederhanakan model citra. Seperti telah dijelaskan di depan, citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik yaitu R- layer, G-layer dan B-layer. Sehingga untuk melakukan proses-proses selanjutnya tetap diperhatikan tiga layer di atas. Bila setiap proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan mengubah 3 layer di atas menjadi 1 layer matrik gray-scale dan hasilnya adalah citra gray-scale. Dalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada adalah derajat keabuan (Santi, 2011).

Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan b menjadi citra gray-scale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi:

I (x,y) = � , + ( , )+ ( , )3 (2.6) Keterangan:

I (x,y) = nilai intensitas citra grayscale

(5)

G (x,y) = nilai intensitas warna hijau dari citra asal B (x,y) = nilai intensitas warna biru dari citra asal

Atau dapat menggunakan persamaan:

I = ( 0,299 x R(x,y)) + ( 0,587 x G(x,y)) + (0,144 x B(x,y)) (2.7) (Taylor & Francis, 2007)

2.6. Thresholding

Suatu teknik ekstraksi yang biasanya dipakai adalah metode thresholding. Metode ini sederhana dan kriteria similaritasnya didasarkan pada jangkauan nilai-nilai grey yang termasuk pada fitur yang bersesuaian, yang digunakan sebagai threshold untuk memisahkannya dari latar data citra. Output dari thresholding adalah citra biner yang akan menunjukkan foreground objek (Sezgin & Sankur, 2004). Thresholding biasanya diterapkan untuk peta monochrome dimana elemen-elemen peta berbeda sekali dengan latar umum atau pada citra grey. Secara umum proses thresholding terhadap citra grayscale bertujuan menghasilkan citra biner, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

g(x,y) = { �� � , �

�� � , < � (2.8)

Dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai threshold. Nilai T ditentukan dengan menggunakan metode thresholding global dan

thresholding local (Kumaseh, M.R et al, 2013).

2.6.1. Thresholding Global

Thresholding global adalah metode dengan seluruh pixel pada citra dikonversi menjadi hitam dan putih dengan satu nilai thresholding (Kumaseh, M.R et al, 2013).

2.6.2. Thresholding local

Thresholding Local menggunakan operasi ambang tunggal yaitu batas pembaginya

(6)

Menghitung nilai T dengan mengambil nilai :

T1 = median {f(x,y),(x,y)∈W} (2.9) T2 = a {f , , , ∈W+ i {f , , , ∈W} (2.10) T3 = ∑ ∑ , ∈ � ,

�� – C (2.11)

Dengan W menyatakan blok yang diproses, Nw menyatakan banyaknya pixel pada setiap blok W dan C menyatakan suatu konstanta yang ditentukan secara bebas. Bila C = 0 berarti nilai rata-rata setiap pixel pada blok bersangkutan (Kumaseh, M.R et al, 2013).

Gambar 2.1. Lokasi Parkir Sebelum Dilakukan Proses Thresholding

Gambar 2.2. Lokasi Parkir Setelah Proses Thresholding

(7)

2.7. Feature Extraction

Ekstraksi fitur digunakan untuk mengekstrak fitur baru dari fitur asli yang ditetapkan melalui beberapa pemetaan fungsional dengan menyimpan sebanyak mungkin informasi yang ada di dalam data (Khalid, Samina, Tehmina & Shamila, 2014). Ekstraksi fitur objek-objek citra secara umum didasarkan pada dua karakteristik pixel yaitu similaritas dan perbedaan kedekatan nilai-nilai pixel. Dengan kata lain bagaimana diskontinuitas nilai pixel abu-abu diperlakukan dan kapan perubahan nilai intensitas yang didasarkan pada kriteria tertentu sesuai atau tidak untuk mengindikasikan suatu batas di antara fitur-fitur citra yang berbeda (Murinto & Hartati, 2009).

Untuk mengenali atau mengklasifikasikan obyek dalam gambar, seseorang harus terlebih dahulu ekstrak beberapa fitur gambar dan kemudian menggunakan fitur ini di dalam pola untuk memperoleh classifier final kelas. Ekstraksi fitur bertujuan untuk mencari daerah fitur yang signifikan pada gambar tergantung pada karakteristik intrinsic dan aplikasi. Wilayah tersebut dapat didefinisikan dalam lingkungan global atau local dan dibedakan oleh bentuk, tekstur, ukuran, intensitas dan sifat statistik. Metode ekstraksi fitur local menjadi intensitas sesuai dan struktur berbasis. Intensitas metode berbasis analisis pola intensitas lokal untuk menemukan daerah yang memenuhi keunikan yang diinginkan atau stabilitas kriteria. Struktur berbasis metode mendeteksi struktur gambar seperti tepi, garis, sudut, lingkaran, dan elips. Ekstraksi fitur cenderung untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang dapat membentuk representasi yang baik dari objek sehingga dapat membedakan di kategori objek dengan variasi toleransi (Buana, 2017). Adapun tujuan dari ekstraksi fitur adalah memperkecil jumlah data, mengambil informasi yang penting dari data yang diolah dan mempertinggi presisi pengolahan. Ekstraksi fitur terbagi menjadi 3 yaitu ekstraksi fitur warna, ekstraksi fitur tekstur dan ekstraksi fitur bentuk.

2.7.1. Ekstraksi fitur berdasarkan warna

Fitur warna merupakan salah satu fitur yang sering digunakan dalam pengolahan citra. Beberapa model warna yang digunakan dalam pengolahan citra yaitu RGB (Red, Green, Blue), HSV (Hue, Saturation, Value) dan Y, Cb, Crr (Luminance dan

Chrominance). Fitur warna memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:

(8)

Secara signifikan, ukuran histogram warna lebih kecil dari pada citra itu sendiri

 Kesederhanaan komputasi

Perhitungan histogram mempunyai kompleksitas A(X,Y) untuk citra yang berukuran X x Y. kompleksitas untuk kesesuaian citra tunggan adalah linear, A(n), dimana n adalah jumlah warna yang berbeda.

 Ketahanan

Histogram warna tidak sensitive terhadap perubahan dari resolusi gambar, histogram dan oklusi. Histogram warna tidak berubah juga terhadap rotasi gambar dan perubahan yang kecil jika diskalakan.

 Kesederhanaan implementasi

Pembentukan histogram adalah pemindai citra, membentuk histogram menggunakan komponen warna sebagai indeks dan nilai warna sebagai resolusi histogram.

 Efektifitas

Adanya relevansi yang tinggi antara citra query dan citra ekstrak. Ekstraksi fitur warna dilakukan dengan mengekstraksi karakteristik dari salah satu elemen warna pada proses fitur warna. Pada proses ini, hasil citra setelah proses resizing akan dipisahkan setiap elemen-elemen warnanya sehingga didapatkan matriks

HSV (Hue, Saturation, Value) dari citra asli yang di resize. Setelah elemen-elemen dipisahkan maka akan dihasilkan elemen pertama adalah hue, elemen kedua saturation dan kegita value (Praida, 2008).

2.7.2. Ekstraksi fitur berdasarkan tekstur

Tekstur merupakan karakteristik dari suatu citra yang terkait dengan tingkat kekasaran (roughness), ganularitas(granulation), dan keteraturan (regularity) susunan structural piksel. Tekstur tidak memiliki kemampuan untuk menemukan bersamaan citra namun dapat digunakan untuk mengklasifikasikan citra bertekstur dan non-tekstur serta dapat dikombinasikan dengan fitur lainnya. Seperti warna untuk menghasilkan informasi yang lebih efektif (Murinto, 2014).

(9)

 Makrostruktur

Tekstur makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodic pada suatu daerah citra, biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah untuk direpresentasikan secara matematis.

 Mikrostruktur

Pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas, sehingga tidak mudah untuk memberikan definisi tekstur yang komprehensif.

Secara intuitif tekstur menyatakan ciri dari permukaan objek yang menggambarkan pola visual. Ciri ini berisi informasi tentang komposisi struktur permukaan, seperti awan, daun, batu bata dan kain. Selain itu juga menjelaskan hubungan antara permukaan untuk lingkungan sekitarnya (Crouse et al, 1998), sehingga tekstur menjadi salah satu fitur yang penting.

Ciri tekstur antara lain meliputi kehalusan (smoothness), kekasaran (coarseness) dan keteraturan (regularity). Penggunaan fitur tekstur telah banyak digunakan secara luas oleh peneliti dalam menyelesaikan masalah pengenalan pola (pattern recognition) dan computer vision. Secara umum, representasi tekstur dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu structural dan statistic.

2.7.3. Ekstraksi fitur berdasarkan bentuk

Bentuk merupakan salah satu fitur citra yang dapat digunakan untuk mendeteksi objek atau batas wilayah. Untuk mendapatkan nilai fitur bentuk dapat menggunakan konversi citra RGB menjadi grayscale memiliki intensitas warna 0-255 untuk setiap pikselnya. Ekstraksi fitur berdasarkan bentuk dikategorikan pada teknik yang digunakan yaitu:

 Berdasarkan batas (Boundary-based)

Mempresentasikan bentuk daerah dengan menggunakan karakteristik eksternal.

 Berdasarkan daerah (Region-based)

 Menggunakan karakteristik internal.

(10)

Proses ini dilakukan sebelum proses ekstraksi fitur bentuk untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek didalam citra dan mendapatkan bentuk dasar citra (Febriani, 2008). Dalam penelitian ini untuk deteksi tepi menggunakan operator sobel.

2.8. Invariant Moment

Invariant moment sering digunakan sebagai fitur dalam pemrosesan citra, pengenalan

bentuk maupun klasifikasi. Moment dapat memberikan karakteristik suatu objek yang merepresentasikan bentuknya secara unik. Hasil dari metode ini terdapat tujuh nilai pada setiap objek citra. Nilai-nilai tersebut bersifat independen terhadap translasi, rotasi dan perskalaan. Secara tradisional, moment invariant dihitung berdasarkan informasi yang diberikan oleh boundary bentuk dan daerah interiornya (Prokop & Reeves, 1992). Moment digunakan untuk membentuk moment invariant yang didefinisikan secara kontinu namun untuk implementasi praktis, moment dihitung secara diskrit. Perhitungan invariant moment diambil dan diringkas dari (Hu, 1962) sebagai berikut. Diberikan sebuah fungsi f(x,y) moment didefinisikan oleh:

= ∑ ∑ � , merupakan kolom, dan f(x,y) merupakan nilai intensitas citra. Selanjutnya moment pusat untuk suatu citra dinyatakan pada persamaan 2.14.

= ∑ ∑ − x

y � ,

(11)

(2.14) Dimana nilai moment pusatxmerupakan hasil pembagian dari nilai moment pusat dan sedangkan nilai moment pusat ydiperoleh dari hasil pembagian dari nilai moment pusat dan yang dinyatakan pada persamaan 2.15.

x = dan y= (2.15)

Setelah mendapatkan nilai , , , , , dan untuk setiap objek, maka masuk ke tahap normalisasi nilai moment pusat dengan menggunakan persamaan 2.16.

=

� (2.16)

Dimana merupakan nlai momenti dimensi dan � diperoleh dari hasil penjumlahan p dan q dibagi dengan 2 dan ditambah 1 yang dinotasikan pada persamaan berikut.

� = + + (2.17)

=

Maka akan diperoleh nilai normalisasi moment pusat dari setiap objek

, , , , , dan . Setelah itu masuk ke dalam persaman 2.18 untuk mendapatkan tujuh nilai invariant moment untuk setiap objek.

� = +

� = + + (2.18)

� = − + +

� = − + +

� = − − [ − − + ] + −

+ [3 + - + ]

� = − [ + − − ] + + −

� = − − [ − − + ]– −

+ [3 + - + ]

(12)

2.9. Algoritma Identifikasi

Dalam proses ini menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN) untuk menentukan lokasi parkir mana saja yang kosong. Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan algoritma klasifikasi dan merupakan suatu algoritma ANN yang menggunakan fungsi probabilistic, tidak membutuhkan dataset yang besar dalam tahap pembelajarannya, serta memiliki kelebihan yaitu dapat mengatasi permasalahan yang ada pada Back-Propagation(BP) yaitu dapat mengatasi waktu pelatihan yang lama, terjebak pada global minimum.

2.10. Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan jenis khusus dari jaringan saraf radial

yang biasanya digunakan untuk masalah klasifikasi serta identifikasi. Tipe jaringan ini sangat bagus untuk digunakan untuk sistem yang memiliki sedikit data training (Lotfi & Benyettou, 2014). Perbedaan paradigma jaringan neural terdapat pada penggunaan aturan pembelajaran yang berbeda, tetapi kesemuanya memiliki cara yang sama dalam menentukan pola statistic yaitu dari suatu kumpulan sampel pelatihan kemudian mengklasifikasi pola-pola baru berdasarkan statistic tersebut.

Metode saat ini seperti backpropagation menggunakan pendekatan heuristic untuk menemukan pendekatan statistic yang mendasari pola kelas obyek. Pendekatan heuristik biasanya melibatkan banyak modifikasi terhadap parameter sistem yang

secara bertahap meningkatkan kinerja sistem. Selain membutuhkan waktu komputasi lama untuk pelatihan, pendekatan adaptif yang dapat meningkatkan backpropagation terbukti rentan menuju nilai minimum yang salah (local minima). Untuk memperbaiki pendekatan ini, metode klasifikasi berdasarkan prinsip-prinsip statistic yang telah mantap berusaha ditemukan (Setiawan & Wiweka, 2012).

Hal ini akan ditunjukkan bahwa jaringan yang dihasilkan, walaupun struktur yang serupa dengan backpropagation dan perbedaan utama dalam fungsi aktivasi sigmoid diganti dengan statistik turunan kesatu, memiliki fitur unik yang mudah menemukan kondisi tertentu yang memenuhi keputusan yang dapat diimplementasi oleh Probabilistic Neural Network (PNN) secara asimtut mendekati keputusan Bayes yang

(13)

Memahami paradigma dasar algoritma ini, penting untuk memulai pembahasan tentang strategy keputusan Bayes dan estimator nonparametik dari fungsi probabilitas densitas. Kemudian ditunjukkan bagaimana memetakan teknik statistik pada tipe struktur jaringan neural umpan-maju dengan banyak pemroses sederhana (“neuron”) yang bisa berfungsi secara parallel. Akurasi keputusan tertentu tergantung pada keakuratan dengan estimasi menggunakan fungsi probabilitas densitas PDF (Portable Document Format). Membuat sebuah famili fungsi untuk estimasi fungsi f(X) seperti

di bawah ini.

� � = ∑�= � − � (2.19)

Misal XA1, …,Xai, …, X-an adalah variabel acak terikat identic terdistribusi sebagai suatu variabel acak X yang mana fungsi distribusi F(X) = P[x X] pasti kontinyu. Kondisi Parzen pada fungsi bobot �(y) sebagai berikut:

���−∞< <+∞|� | < ∞ (2.20)

Di mana sup menunjukkan supremum.

∫ |�−∝+∝ |� <∝ (2.21)

lim|�(y)|=0 (2.22)

dan

∫ �−∝+∝ � = (2.23)

Pada persamaan (2.19), = (n) dipilih sebagai fungsi dari n sedemikian sehingga:

lim →∝ = (2.24)

Terbukti bahwa fungsi estimasi fn(X) konsisten dalam mean kuadrat yang berarti bahwa:

E|fn(X)- f (X)|2 0 as n →∝ (2.25) Konsistensi yang terdefinisi menyebutkan bahwa ekspektasi kesalahan semakin kecil dengan estimasi berdasarkan pada kumpulan data yang lebih besar, sangat penting karena hal itu berarti bahwa distribusi yang benar akan didekati dengan cara yang halus. (Setiawan & Wiweka, 2012). Hasil Parzen bisa dikembangkan untuk estimasi dalam kasus khusus dimana kernel multivariasi adalah hasil dari kernel univariasi. Dalam kasus tertentu kernel Gaussian, estimasi multivariasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

(14)

Dimana :

i = jumlah pola

m = jumlah pola pelatihan

XAi = pola pelatihan ke ith dari kategori A

� = parameter perata p = dimasi ukuran ruang

Perhatikan bahwa fA(X) adalah penjumlahan sederhana dari distribusi Gaussian multivariasi yang kecil yang terpusat pada setiap sampel pelatihan. Namun, jumlahnya tidak terbatas untuk menjadi Gaussian. Hal ini dapat terjadi, pada kenyataannya, estimasi fungsi probabilitas densitas yang halus. Ada kesamaan yang nyata antara jaringan analog parallel yang mengklasifikasi beberapa pola menggunakan probabilitas densitas (PDF) dan jaringan neural umpan maju yang digunakan dengan algoritma pelatihan yang lain (Swain, 1978).

2.11. Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyempurnakan, menggabungkan, dan bahkan menemukan teknik rekomendasi baru untuk mengatasi permasalahan yang terus berkembang. Penulis menggunakan penelitian yang telah dibuat sebelumnya sebagai rujukan maupun pertimbangan algoritma dan metode yang tepat untuk digunakan dalam permasalahan penelitian ini. Penulis menggunakan beberapa metode rekomendasi yang penulis gunakan diantaranya:

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Hilal Al-Kharusi dan Ibrahim Al-Bahadly pada tahun 2014 yaitu sistem menggabungkan beberapa proses citra untuk menghasilkan citra yang dapat dideteksi dengan mudah lokasi mana saya yang kosong dan yang terisi mobil dengan perbedaan warna merah berarti terisi mobil dan biru yang berarti kondisi parkir kosong. Kelemahan dari penelitian ini adalah terhadap kondisi cuaca yang dapat berubah rubah tapi masalah ini dapat ditingkatkan dengan penyaringan gambar dalam kualitas yang tinggi, jadi kamera dapat mendeteksi parkir yang kosong di kondisi cuaca yang bagus ataupun buruk.

(15)

ini adalah membutuhkan waktu untuk untuk memisahkan ke beberapa frame dan sistem yang dibuat belum bekerja secara real-time.

Pada tahun 2012 Jian Zhu, Hongbing Cao dan Haitao Liu membuat Parking Space Detection. Mereka membuat sebuah sistem yang dapat mendeteksi lokasi parkir

kosong dari sebuah gambar dan sebuah sensor untuk mendeteksinya. Penulis mengusulkan untuk menggunakan algoritma lain yang dapat menggabungkan informasi dari sensor dan gambar sehingga parkir dapat lebih mudah dideteksi.

Nicholas True pada tahun 2007 pernah membuat sebuah sistem untuk mendeteksi lokasi kosong di gambar statis. Dengan menggunakan Support Vector Machine dan K-Nearest Neighbor sistem ini menghasilkan tingkat akurasi yang cukup tinggi.

Penggunaan Algoritma Support Vector Machine menghasilkan tingkat akurasi yang lebih tinggi. Dengan mengkombinasikan color histogram dan vehicle feature detection sistem ini menghasilkan hasil yang bagus.

Harish Bhaskar, Naoufel Werghi dan Saeed Al-Mansoori pada tahun 2011, dalam implementasi nya menggunakan CCTV untuk menentukan lokasi kosong, penempatan CCTV diletakkan diatas gedung agar dapat melihat seluruh lokasi parkir. Mereka menggunakan metode Scale Invariant Feature Transform (SIFT) menghasilkan hasil yang cukup akurat.

Metode yang penulis ajukan adalah menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN). Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada jumlah data set

untuk training, penelitian ini juga akan menampilkan jumlah lokasi parkir yang kosong di daerah tersebut. Sistem ini juga akan dibuat secara real-time berbeda dengan penelitian terdahulunya yang masih dilakukan secara manual dengan cara memasukkan foto.

(16)

No Judul Peneliti Tahun Metode 2 Vacant Parking Space

Detection in Static Images

Nicholas True 2007 Support Vector Machine (SVM) 3 Intelligent Parking

Management System Based on Image Processing

Hilal Al-Kharusi & Ibrahim Al-Bahadly

2014 Space Detection

4 Rectangular Empty Parking Space Detection Using Sift Based Classification

Harish Bhaskar & Naoufel Werghi

2011 Scale Invariant Feature Transform (SIFT)

5 Parking Lots Space Detection Qi Wu & Yi Zhang

Gambar

Gambar 2.2. Lokasi Parkir Setelah Proses Thresholding
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pihak Indonesia harus melindungi warga negaranya dalam menyelesaikan kasus yang behubungan dengan ketenagkerjaan yang melibatkan perwakilan diplomatik atau konsuler Amerika

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian Analisis Biaya Konstruksi di Pusat Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan

Analisis: menganalisis hasil penelitian dengan membandingkan perbedaan level stock Work In Process (WIP), line stop , dan efisiensi produksi sebelum dan sesudah

Penelitian pembelajaran IPA di kelas IVB SDN 1 Kaliwadas dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Hal tersebut dikarenakan target di dalam pembelajaran baru tercapai

Berdasarkan hasil analisis temuan penelitian mengenai pengetahuan konseptual siswa yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan gaya kognitif field

Berdasarkan kepustakaan tidak ada pengaruh pemberian antibiotika terhadap hasil pemeriksaan Tubex TF ® dan PCR, karena pada Tubex TF ® yang berperanan adalah imunoglobulin

Semakin tinggi tegangan elektroda ada keeenderungan laju korosi menurun eukup banyak, menjadi minimumnya sebesar 0,035 ropy, hal ini karena semakin tinggi tegangan elektroda maka