• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Ultisol

Tanah Ultisols termasuk ke dalam tanah marginal dan umumnya belum

tertangani dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol akan dihadapkan pada berbagai

kendala pada sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah ini umumnya jelek, yaitu

mempunyai permeabilitas tanah yang sangat rendah, drainase buruk, ruang pori

makro yang sangat sedikit sehingga aerasi tanah sangat rendah. Sifat tanah Ultisol

umumnya jelek dan kurang menunjang untuk pengembangan di bidang pertanian

seperti aerasi buruk, stabilitas agregat yang kurang stabil, laju infiltrasi dan

permeabilitas lambat, serta daya pegang air (water holding capacity) rendah

(Bondansari dan Bambang, 2011).

Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 5 –

3,10). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar

6,10 – 6, 80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari

bentuk tersedia menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam kelarutan logam seperti

Al, Fe, dan Mn sangat tinggi. Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol

menyebabkan unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi

tanaman (Damanik, dkk, 2010).

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah

permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran

permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah

Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini

(2)

bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi

miskin bahan organik dan hara (Prasetyo dan Sudikarta, 2006).

Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia Ultisol sebelum diberi

perlakuan menunjukkan bahwa tanah ini bertekstur liat dengan permeabilitas

lambat. Sedangkan sifat kimia mencirikan pH rendah (4,59), C-organik sangat

rendah (0,86%), N-total dan KTK masing-masing sangat rendah dengan nilai

0,09% dan 4,13 me/100 g, sedangkan kejenuhan Al termasuk tinggi (41,29%)

dengan kandungan Aldd sebesar 2,30 me/100 g dan Hdd sebesar 1,69 me/100 g.

(Wahyudi, 2009).

Unsur Hara Fosfor dalam Tanah

Unsur P adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting

dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang

yang melebihi 0,01 % dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid

tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik

rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan

P dalam organik bervariasi dari 20–80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung

tempatnya. P tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara efektif oleh tanaman,

karena P dalam tanah dalam bentuk P terikat di dalam tanah, sehingga petani

harus terus melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat

kandungan P yang cukup memadai. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam

bentuk-bentuk Al—P dan Fe—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P akan

bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa Ca-P yang sukar larut

(3)

Terdapat dua bentuk P dalam tanah, yakni P anorganik dan P organik.

Sumber utama P anorganik adalah hasil pelapukan dari mineral - mineral apatit,

dari pupuk - pupuk buatan dan dekomposisi bahan organik. Sebagian besar fosfat

anorganik tanah berada dalam persenyawaan kalsium (Ca-P), Alumunium (Al-P),

dan besi (Fe-P) yang semuanya sulit larut di dalam air. P organik tanah berada

dalam tiga grup senyawa, yaitu : fitin dan turunannya, asam nukleat, dan

fosfolipida. Kadar P organik tanah dijumpai lebih besar pada lapisan tanah atas

(top soil) dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (sub soil). Hal ini terjadi

karena pada lapisan atas terdapat penumpukan sisa- sisa tanaman atau bahan

organik (Damanik dkk., 2010).

P sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya

berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber P di dalam tanah mineral

cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan P. P lebih mudah larut

pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH

tinggi, kelarutannya menurun. Oleh karena itu, P tidak sesuai diaplikasikan pada

tanah yang alkalis. Kadar Ca yang tinggi dalam tanah akan menghambat kelarutan

P. Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan maupun air irigasi disebabkan karena

P bereaksi dengan ion dan membentuk senyawa yang tingkat kelarutannya rendah.

Bahkan sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk tanaman atau terfiksasi

oleh senyawa lain (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tanaman menyerap hara P dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4--,

HPO4-2, dan PO4-3 dimana jumlah dari masing - masing bentuk sangat tergantung

pada pH tanah. Pada tanah - tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai

(4)

Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi

fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dan

reductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan pada tanah

masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kelarutan senyawa P anorganik secara langsung mempengaruhi

ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH

tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka P akan terikat

oleh Fe dan Al. Ketersediaan P umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada

tanah dengan pH diatas 7, maka P akan diikat oleh Mg dan Ca (Mallarino, 2000).

Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan

tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan P

dalam larutan adalah dua faktor yang sangat menentukan besaran serapan P

tanaman. Pengambilan P oleh tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar dan

sifat tanah dalam menyediakan P. Sebaran akar didalam tanah sangat penting

dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan

P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005).

Bahan organik di dalam tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui

dekomposisinya yang menghasilkan asam organik dan CO2. Asam organik akan

menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion

Al, Fe dan Ca dalam larutan tanah. Dengan demikian konsentrasi ion Al, Fe dan

Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang sehingga diharapkan P tersedia akan

lebih banyak. Dengan kata lain, kecepatan pelepasan P dari bentuk tidak tersedia

menjadi bentuk tersedia adalah sangat bergantung pada pH tanah dan bahan

(5)

Pupuk Fosfat (SP-36)

Definisi pupuk di PP No. 8 tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 yaitu, pupuk adalah

bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi

keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan pupuk

anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau

biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Firmansyah,

2011).

Pupuk SP-36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (granular) yang

dibuat dari batuan fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat yang

komponen utamanya mengandung unsur hara P berupa mono kalsium fosfat, Ca

(H2PO4). Pupuk SP-36 memiliki syarat mutu yang sesuai seperti pada Tabel 1.

(Badan Standartrisasi Nasional, 2005).

Tabel 1. Syarat Mutu Pupuk SP-36

Uraian Satuan Persyaratan Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5

- P2O5 total % min. 36

Catatan : Semua persyaratan kecuali kadar air di hitung atas dasar bahan kering (adbk).

SP-36 mengandung 36% P dalam bentuk P2O5. Pupuk ini terbuat dari

fosfat alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Sifatnya agak

sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai

pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis dan tidak

bersifat membakar (Novizan, 2005). Menurut Syafruddin, dkk, (2002) Pemberian

hara P pada tanah Ultisol dalam bentuk SP36 sama baiknya dengan TSP,

(6)

Kendala dalam pemupukan P pada tanah bereaksi masam ialah fosfat akan

bereaksi dengan ion-ion aluminium (Al) dan atau besi (Fe) menjadi senyawa

aluminium-fosfat dan atau besi-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman.

Sebaliknya, pada tanah bereaksi basa senyawa fosfat akan terikat oleh ion kalsium

menjadi senyawa kalsium-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada lahan

bereaksi masam, penjenuhan senyawa fosfat dapat diupayakan agar fosfat dapat

tersedia (Zuchri, 2009).

Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk

sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama

pemupukan, berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Besarnya

kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat,

temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi (Novriani, 2010).

Aplikasi pupuk SP-36 dan aplikasi pupuk kandang serta interaksi pupuk

SP-36 dengan pupuk kandang berpengaruh terhadap nilai serapan P-tanaman.

Setiap pupuk yang digunakan dapat meningkatkan serapan P-tanaman seiring

penambahan dosis pupuk SP-36. Pada perlakuan pupuk kandang ayam

peningkatan yang signifikan terjadi pada dosis 100-150 kg/ha pupuk SP-36,

(Siregar., dkk, 2015).

Unsur hara fosfor (P) merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan

tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam

tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup

untuk pertumbuhannya secara normal, oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup

tinggi. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer

(7)

dalam tanaman lainnya yang membantu mempercepat perkembangan akar dan

perkecambahan. Unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar, kemudian

berpengaruh pada pertumbuhan bagian di atas tanah. Kekurangan unsur P dapat

menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti: lambatnya pertumbuhan

bibit dan daun berwarna keunguan (Winarso, 2005).

Bahan Organik

Bahan organik sebagai salah satu bahan pembentuk tanah berperan

dalam memperbaiki, mempertahankan, ataupun meningkatkan sifat-sifat, baik

sifat fisika, kimia, maupun biologi tanah mineral. Hal ini disebabkan karena bahan

organik setelah mengalami pelapukan akan membentuk senyawa antara yang agak

stabil dan bersifat koloid, yang sangat reaktif. Sifat koloid inilah yang membuat

bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Diantaranya yang

utama terhadap sifat fisik tanah adalah membentuk dan memantapkan aggregat

tanah. (Yulnafatmawita, dkk, 2012).

Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang

terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat

unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk

pertumbuhan tanaman. Unsur hara N tidak diperoleh dari hasil pelapukan batuan,

melainkan sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain

unsur N, hampir semua unsur hara seperti P, K, Ca dan S serta unsur hara mikro

diperoleh dari pelapukan bahan organik (Kasno, 2009).

Pengadaan biomasa sebagai sumber bahan organik tanah secara insitu

sangat terbatas. Dukungan kesuburan tanah untuk pertumbuhan tanaman semusim

(8)

dalam dan permanen memiliki penyanggaan relatif lebih baik. Untuk mendukung

produksi pangan yang merupakan kebutuhan pokok dengan berbasis pada

tanaman semusim banyak menghadapi hambatan. Tanpa pengkayaan bahan

organik yang memiliki kandungan hara lengkap, kesuburan dan produktivitas

tanah sulit ditingkatkan. Masalah yang dihadapi jumlah bahan organik yang harus

diberikan cukup besar, karena kandungan hara pada bahan organik relatif rendah

dan laju pelapukan cepat serta mudah tercuci (Subowo,2010).

pemberian bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam tanah akan

menghasilkan asam-asam organik melalui proses mineralisasi bahan organik yang

akan membentuk senyawa khelat dengan Al bebas dalam tanah, sehingga Al yang

dapat dipertukarkan menurun dan terdapat hubungan antara Al-dd terhadap pH

tanah, yaitu dengan penurunan Al-dd maka akan meningkatkan pH. Hal ini

disebabkan Al3+ merupakan logam yang dapat mengikat P dan membuat pH

menjadi masam (Siregar, 2016).

Pupuk Kandang Ayam

Pupuk kandang ayam adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran

ternak ayam yang memiliki kandungan unsur hara P2O5 (%) paling banyak

dibandingkan pupuk kandang lainnya (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).

Bila dihitung dari bobot badannya, kotoran ayam lebih besar dari kotoran

ternak lainnya, dimana setiap 1.000 kg/tahun bobot ayam hidup, dapat

menghasilkan 2.140 kg/tahun kotoran kering. Sedangkan kotoran sapi dengan

bobot badan yang sama menghasilkan kotoran kering hanya 1.890 kg/tahun.

Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara yang dihasilkan dimana tiap ton

(9)

sapi dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,6 kg P dan 13,7 kg

K. Dengan demikian dapat dikatakan pemakaian pupuk kotoran unggas akan jauh

lebih baik dari pada kotoran ternak lainya (Wulandari., dkk, 2011).

Pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya bahan makanan

(unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari dalam tanah. Selain itu,

pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan

kimia tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain

pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah,

sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah (Sutejo, 2002).

Pupuk kandang dapat dikatakan selain mengandung unsur makro (N, P,

dan K) juga mengandung unsur hara mikro (Ca, Mg, dan tembaga) yang semua

membentuk pupuk, menyediakan unsur atau zat makanan bagi kepentingan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang memiliki sifat yang

lebih baik dibandingkan pupuk alam lainnya maupun pupuk buatan. Walaupun

cara kerjanya kalau dibandingkan dengan cara kerja pupuk buatan dapat dikatakan

lambat karena harus mengalami proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat

diserap oleh tanaman (Sutejo, 2002).

Kompos T. diversifolia

T. diversifolia merupakan tanaman legum, banyak tumbuh sebagai semak

di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar

hampir di seluruh dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai kompos oleh petani di

Kenya, namun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan (Hartatik, 2007).

T. diversifolia dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun kompos

(10)

hara pupuk kandang. Pemanfatannya dapat memperbaiki kesuburan tanah,

meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5, dan K2O5 total pada tanah dan

meningkatkan hasil pada beberapa komoditas hortikultura dan tanaman pangan

yaitu jagung, tomat, selada, dan caisim, namun tidak berpengaruh terhadap hasil

kangkung. Penggabungan pemberian pupuk NPK dengan T. diversifolia

meningkatkan produksi jagung dan selada dibandingkan dengan pupuk NPK saja

(Purwani, 2012).

Penambahan pupuk organik berupa kompos T. diversifolia pada tanah

dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, serapan air tanah dan

mengurangi run off yang mengakibatkan erosi tanah. T. diversifolia merupakan

sejenis gulma yang dapat tumbuh di sembarang tanah, namun menggandung unsur

hara yang tinggi terutama N, P, K, yaitu 3,5% N ; 0,38% P ; dan 4,1% K yang

berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan

kandungan P, Ca dan Mg tanah dan dapat meningkatkan kesuburan

tanah/produktivitas lahan (salah satunyameningkatkan bahan organik)

(Hartatik, 2007).

Konsentrasi P di daun T. diversifolia sangat tinggi (0,27 - 0,38% P).

Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di

tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan

perkebunan, yang hanya sebesar 0,15 - 0,20% P (Wanjau, dkk, 2002). Pemberian

T. diversifolia pada Tanah Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan

dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan

hara P, Ca, dan Mg tanah (Hartatik, 2007).

(11)

Jagung (Zea maysL.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras.

Disamping itu, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak.

Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat sekitar 5,16% per

tahun sedangkan untuk kebutuhan pakan ternak dan bahan baku industri naik

sekitar 10,87% per tahun (Roesmarkam dan Yuwono, 2002).

Sentra produksi jagung masih didominasi di Pulau Jawa (sekitar 65%).

Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan program Gema Palagung

(Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Program tersebut cukup efektif,

terbukti dengan adanya peningkatan jumlah produksi jagung dalam negeri tetapi

tetap belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga masih dilakukan

impor jagung (Purwono dan Hartono, 2007).

Takaran pupuk untuk tanaman jagung pada tanah ultisol per hektar adalah

urea 200 kg, SP-36 150 kg, dan KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali,

masing-masing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan

pupuk kandang, SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam (Sihotang,

2010 dalam Pangaribuan, 2012).

Tanaman jagung relatif membutuhkan hara untuk dapat tumbuh optimal,

sehingga pemberian pupuk merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan

budidaya jagung. Pengaruh pemupukan P sangat nyata pada lahan-lahan bertanah

podsolik yang ditunjukkan oleh tingginya efisiensi pemupukan. Berdasarkan

penelitian Widowati dan Setyorini (2016) menyatakan bahwa takaran pupuk P

pada tanaman jagung dengan hasil jagung tertinggi adalah 200 kg/ha TSP dan

(12)

kg/ha TSP. Menurut Yetti, dkk (2012) Pemberian berbagai macam kompos

dengan dosis 10 ton/ha di tanah Ultisol memperlihatkan pertumbuhan dan

produksi jagung manis yang lebih baik seperti tinggi tanaman, berat kering

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhir masa vegetatif aplikasi pupuk SP-36 berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah, C-Organik tanah, Al-dd, tetapi berpengaruh sangat nyata meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui pengaruh pemberian kapur, titonia dan pupuk kandang ayam terhadap perbaikan sifat kimia Oxisol untuk tanaman

Penggunaan Aspergillus niger dapat meningkatkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman dan juga perlu dicari sumber pupuk organik yang potensial dalam hal menyediakan unsur hara

Sedangkan unsur kalium merupakan hara makro yang sangat penting bagi jagung manis, karena kalium dapat mempengaruhi metabolisme gula dan kekurangan kalium dapat menyebabkan

Asam humat dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan ketersediaan dan pengambilan unsur hara bagi tanaman melalui kemampuannya mengikat, menjerap

Pupuk organik mengandung unsur hara makro yang rendah tetapi juga mengandung unsur mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman

Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih. besar daripada jenis

Interaksi pemberian kombinasi kompos Tithonia diversifolia dan pupuk kandang ayam dengan pupuk SP-36 nyata meningkatkan Serapan P serta pertumbuhan tanaman jagung