• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Feses Sapi

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak, baik

berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing

(urine). Itulah sebabnya pupuk kandang terdiri dari dua jenis yaitu padat dan cair

(Lingga, 2001).

Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi.

Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami

proses dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut

memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak

dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau

pengomposan terlebih dahulu (Risnandar, 2012).

Hal lain yang perlu diperhatikan dari pupuk kandang adalah adanya istilah

pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang

penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan dari

pupuk panas ini ialah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai

secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Sementara pupuk

dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat sehingga

tidak terbentuk panas. Kotoran ternak sapi merupakan pupuk dingin, yang

memiliki kadar hara kotoran padat (feses) yaitu Nitrogen = 0,40%,

Fosfor = 0,20%, Kalium = 0,10%, dan Air 85% sedangkan urine memiliki kadar

hara yaitu Nitrogen = 1,00%, Fosfor = 0,50%, Kalium = 1,50%, dan Air 92%

(2)

MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang

Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi

yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan

MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri

yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan

sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat

digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida

organik terutama sebagai fungisida (Syaifudin et al., 2010).

Tanaman pisang memiliki banyak manfaat terutama yang banyak

dikonsumsi masyarakat adalah buahnya, sedangkan bagian tanaman pisang yang

lain, yaitu jantung, batang, kulit buah, dan bonggol jarang dimanfaatkan dan

dibuang begitu saja menjadi limbah pisang. Bonggol pisang ternyata mengandung

gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap, mengandung karbohidrat

(66%), protein, air, dan mineral-mineral penting. Bonggol pisang mempunyai

kandungan pati 45,4% dan kadar protein 4,35%. (Kesumaningwati, 2015).

Bonggol pisang mengandung mikrobia pengurai bahan organik. Mikrobia

pengurai tersebut terletak pada bonggol pisang bagian luar maupun bagian dalam.

Jenis mikrobia yang telah diidentifikasi pada MOL bonggol pisang antara lain

Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus niger. Mikrobia inilah yang biasa

menguraikan bahan organik. Mikrobia pada MOL bonggol pisang akan bertindak

(3)

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam Bonggol Pisang

No. Kandungan Gizi Bonggol Basah Bonggol Kering

1. Kalori (kal) 43,00 425,00

Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan

mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan

pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang

mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang

menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan

mikroorganisme. (Suprihatin, 2010).

Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik

secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan

perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir

(Pujaningsih, 2005).

Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan

kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh

mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Hasil fermentasi bahan organik berupa

(4)

gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik

lainnya (Triyanto, 2005).

Jenis-Jenis Tanah

Tingkat kesuburan tanah di setiap daerah di Indonesia beraneka ragam, ada

yang subur dan ada yang tidak subur. Perbedaan keadaan tanah ini disebabkan

oleh terjadinya perlakuan yang berbeda terhadap tanah-tanah di setiap daerah.

Degradasi lahan atau penurunan kesuburan tanah dapat terjadi akibat pemberian

pupuk pada lahan secara tidak benar. Sehubungan dengan hal tersebut, alternatif

lain yang dapat dilakukan adalah praktek pertanian akrab lingkungan atau

pertanian berwawasan lingkungan, dengan menitikberatkan pada penggunaan

pupuk organik yang dapat memperbaiki, meningkatkan serta mempertahankan

produktivitas lahan secara berkelanjutan (Rahman, et al., 2013).

Tanah Andisol.

Andisol adalah tanah-tanah berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik)

ada horizon kambik, bulk density kurang dari 0,85 g/cm3 dan banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkan (Wijaya, 2011).

Tanah andisol umumnya dijumpai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian

750 sampai 3.000 m dpl. Namun demikian hasil penelitian terakhir terhadap

geografi tanah-tanah andisol di Indonesia menunjukkan bahwa tanah-tanah

tersebut tidak hanya dijumpai di dataran tinggi, namun dijumpai juga di dataran

rendah. Tanah andisol dijumpai di Pulau Sumatera mulai dari dataran rendah

sampai dataran tinggi, yaitu mulai ketinggian 20 m sampai lebih dari 1.800 m dpl.

(5)

Talamau Sumatera Barat, di Kaki Gunung Sibayak di daerah Perkebunan

Tembakau Deli dan Perkebunan Tebu Sei Semayang Sumatera Utara

(Sukarman dan Dariah, 2014).

Tanah andisol mempunyai ketebalan kurang lebih 50 cm, berwarna coklat

keabu-abuan gelap (dark grayish brown) sampai hitam. Kandungan debu tinggi,

namun profil dapat didominasi oleh pasir halus, porositas tanah tinggi dan sering

adanya bulk density rendah dapat terjadi adanya horison (B) transisi yang

berwarna kecoklatan, tapi translokasi liat tidak banyak. Horison yang berwarna

gelap mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (Kaunang, 2008).

Rata-rata ada 57 unsur yang teranalisis dari tanah andisol. Kadar unsur

yang sangat beragam dan nilai maksimum/ nilai minimum berkisar antara 2 dan

300. Nilai maksimum/ minimum Si, Al dan Fe agak sempit antara 2 dan 4.

Kandungan rata-rata dari 12 unsur (C, N, Na, Mg, Al, Si, P, K, Ca, Ti, Mn dan Fe)

lebih dari 1g/kg, sedangkan unsur lainnya kurang dari 1g/kg. Banyak faktor,

seperti tipe batu tephra, kadar bahan non kritalin, dan aktivitas biologi, dapat

mempengaruhi tingginya nilai maksimum/ minimum dari 57 unsur yang

dikandung tanah-tanah abu vulkanik (Mukhlis, 2011).

Sifat kimia dari tanah andisol ditandai dengan reaksi tanah agak masam

sampai netral (pH 5,0-6,5). Kejenuhan basa sekitar 20-40%, kapasitas tukar kation

sekitar 20-30 me/100g, kandungan C dan N tinggi tetapi rasio C/N rendah,

kandungan Kalium (K) sedang, Kandungan fosfor (P) rendah, berat jenis <0,85%

dan pada kapasitas lapang kelembapan tanah 15% dan kandungan bahan organik

(6)

Kawasan Gunung berapi di Indonesia yang mempunyai tanah Andisol

umumnya merupakan daerah pertanian yang subur, dengan kepadatan penduduk

relatif tinggi, meskipun daerah tersebut bersifat rawan bencana letusan gunung.

Andisol merupakan tanah muda yang terbentuk dari bahan vulkanik, dicirikan

oleh dua sifat khusus yaitu warna hitam akibat tingginya kandungan bahan

organik dan sifat andik yang disebabkan kandungan mineral amorf. Tanah

Andisol mengadung unsur hara yang cukup tinggi, berasal dari abu letusan

gunung, disamping dari unsur yang dikandung bahan organik. Kesuburan tanah

Andisol secara fisik juga didukung oleh kemampuannya yang tinggi dalam

memegang/mengikat air, disamping porositas dan drainase yang menguntungkan

untuk perkembangan tanaman. Sebagian besar penyebaran tanah Andisol berada

pada dataran tinggi dan sedikit di dataran menengah dan rendah

(Sukarman dan Dariah, 2014).

Fosfor merupakan unsur yang menjadi faktor pembatas paling utama pada

tanah Andisol karena suplainya sangat rendah. Unsur P diserap sangat kuat oleh

mineral Al dan Fe nonkristalin yang menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi

tanaman. Hal tersebut dikenal dengan istilah retensi P (Shoji and Takahasi, 2002).

Permasalahan utama pada andisols adalah retensi fosfat yang tinggi

(retensi fosfat > 85%) sehingga ketersedian fosfat bagi tanaman cukup rendah.

Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk, sebagian didalam tanah

diserap oleh bahan amorf menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk memenuhi

kebutuhan tanaman akan unsur ahara P, biasanya petani memberi pupuk P jauh

(7)

Andisol memiliki kapasitas retensi fosfat yang tinggi dan biasanya

memiliki retensi fosfat >85%. Retensi fosfat organik pada tanah Andisol terjadi

karena adanya pertukaran ligan yaitu ligan humus dengan ligan fosfat, sehingga

terjadi pengikatan Al-fosfat yang berakibat dalam pembebasan asam humik

(Neall, 2009).

Fosfor merupakan unsur hara makro yang esensial bagi pertumbuhan

tanaman, karena merupakan komponen struktur yang tidak dapat disubsitusi oleh

unsur hara lain. Kekurangan unsur P dapat dapat menunjukkan gejala menurunnya

sintesis protein, seperti lambatnya pertumbuhan bibit. Fosfor memiliki fungsi

antara lain mendorong pertumbuhan akar tanaman. Kekurangan unsur P umumnya

menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil (Prabowo, 2011).

Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara

makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen

dan kalium, tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Fosfor,

seperti ortho-fosfat memegang peranan penting, mungkin alasannya adalah bahwa

unsur ini masuk pembentuk nucleus dan essensial dalam pembelahan sel dan

penting pula dalam perkembangan jaringan meristem (Hutagalung, 2012).

Fosfor (P) merupakan unsur hara penentu pertumbuhan bagi tanaman

pertanian. P selalu menjadi pembatas pertumbuhan tanaman di Andisol karena

suplainya selalu rendah. Unsur P diserap kuat oleh bahan alumunium dan besi

non-kristalin sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Mukhlis 2011).

Tanah Aluvial

Tanah aluvial adalah jenis tanah yang berasal dari pasir atau lumpur yang

(8)

lembah. Unsur hara yang terkandung dalam tanah aluvial sangat bergantung pada

asal daerahnya dan tanah ini berwarna kelabu. Persebaran tanah aluvial ini banyak

terdapat pada daerah Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa. Pemanfaatannya

dipergunakan untuk daerah persawahan (Miswati, 2015).

Tanah aluvial merupakan tanah endapan dibentuk dari lumpur dan pasir

halus yang mengalami erosi tanah. Banyak terdapat di dataran rendah, disekitar

muara sungai, rawa-rawa, lembah maupun di kanan kiri aliran sungai besar. Tanah

ini banyak mengandung pasir dan liat, tidak banyak mengandung unsur-unsur zat

hara. Ciri-cirinya berwarna kelabu dengan struktur yang sedikit lepas-lepas dan

peka terhadap erosi. Kadar kesuburan sedang hingga tinggi tergandung bahan

induk dan iklim (Sari, 2015)

Tanah aluvial merupakan tanah yang berasal dari endapan baru,

berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat

epipedon okrik, histis atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60%

(Wijaya, 2011).

Tanah aluvial berwarna kelabu muda bersifat fisik keras dan pijal jika

kering dan lekat jika basah. Kaya akan fosfor yang mudah larut dalam sitrat 2%

mengandung 5% CO2 dan tepung kapur yang halus dan juga berstruktur pejal

yang dalam keadaan kering dapat pecah menjadi fragmen berbentuk persegi

sedang sifat kimianya sama dengan bahan asalnya. Kadar fosfor aluvial

ditentukan oleh banyak sedikitnya cadangan mineral yang mengandung fosfor dan

tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu

peredaran fosfor dalam tanah, bentuk bentuk fosfor tanah, dan ketersedian fosfor

(9)

Permasalahan tanah aluvial adalalah kandungan pH pada tanah aluvial

tergolong rendah (5,3-5,8), terjadinya keracunan alumunium yang sangat tinggi,

kandungan alumunium terlarut dalam jumlah cukup banyak. Kandungan

alumunium terlarut dalam jumlah cukup banyak. Terdapatnya fosfor (P)

terarbsorbsi relatif rendah. Pengolahan Tanah aluvial dapat dilakukan dengan

pemberian pupuk fosfor (P) dapat meningkatkan ketersedian hara dalam tanah.

Kapur pertanian dan pupuk kandang sangat dianjurkan untuk meningkatkan

produktivitas tanah aluvial (Sari, 2015).

Pupuk Organik

Para ahli lingkungan khawatir terhadap pemakaian pupuk mineral yang

berasal dari pabrik karena akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya

berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Hal ini terjadi karena bahan makan

kita adalah hewan yang mengkonsumsi tanaman atau berupa tanaman yang

mengambil hara dari tanah. Pencemaran air tanah juga disebabkan oleh

pemupukan yang berlebihan. Berdasarkan hal tersebut, makin berkembang alasan

untuk mengurangi penggunaan pupuk mineral dan agar pembuatan pabrik-pabrik

pupuk didunia dikurangi atau dihentikan sama sekali agar manusia terhindar dari

petaka polusi. Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik

merupakan usaha untuk dapat mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan

pupuk anorganik. Dengan sistem ini, diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada

masukan dari luar sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup

yang tertutup (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pupuk organik merupakan hasil akhir dari penguraian sisa-sisa tanaman,

(10)

Pupuk organik merupakan pupuk lengkap karena mengandung unsur makro dan

mikro meskipun dalam jumlah sedikit. Pupuk organik ini diolah dari bahan baku

berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan

alam lainnya yang diproses secara alamiah selama 4 bulan (Winata et al, 2012).

Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan

sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai

dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan dicirikan oleh hasil bagi C/N

yang menurun. Bahan-bahan mentah yang biasa digunakan seperti ; merang, daun,

sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

bagi C/N yang melebihi 30 (Repository USU, 2010).

Rasio C/N adalah perbandingan C (karbon) dan N (Nitrogen). Bila bahan

organik yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan terlebih dahulu

(langsung diberikan ke tanah) maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah.

Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dalam tanah biasanya

berjalan cepat karena kandungan air dan udarannya cukup. Akibatnya CO2 dalam

tanah meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman.

Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya terhadap air

menjadi kecil serta struktur tanahnya menjadi kasar dan berserat

(Lingga dan Marsono, 2001).

Pada teknis pembuatan pupuk dari kotoran ternak memerlukan bio

activator untuk mengoptimalkan peran mikroorganisme dekomposer agar proses

perombakan berjalan cepat. Selain itu kotoran ternak setelah terinkubasi

merupakan bahan yang mengandung banyak unsur hara. Keuntungan penambahan

(11)

dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melarutkan P yang tidak

tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat nitrogen udara,

menghasilkan berbagai enzim dan hormon bagi senyawa bioaktif untuk

pertumbuhan (Umifatmawati, 2010).

Pupuk organik sangat bermanfaat untuk peningkatan produksi pertanian

baik kualitas maupun kuantitas, dapat mengurangi pencemaran lingkungan, dan

meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik

dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat

mencegah degradasi lahan. Penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan

tanaman dapat bervariasi, dan berfungsi penting terhadap perbaikan sifat fisika,

kimia biologi tanah serta lingkungan (Hapsari, 2013).

Indigofera zollingeriana

Klasifikasi tanaman Indigofera sp. (Herdiawan dan Krisnan, 2014) adalah

sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae;

Class : Dicotyledonae; Family : Rosales; Subfamily : Leguminosainosae;

Genus : Indigofera; Spesies : Indigofera zollingeriana

(12)

Sekitar tahun 1900, tanaman indigofera sp dibawa oleh kolonial eropa ke

Indonesia. Tanaman Indigofera sp tergolong leguminosa merupakan tanaman dari

kelompok kacangan dengan genus indigofera berbentuk pohon dengan ukuran

sedang. Tumbuh tegak, jumlah cabang banyak, akar dapat menembus tanah cukup

dalam. Ciri khas tanaman ini adalah warna daun hijau terang pada bagian

permukaan dan umur 12 bulan berbunga dengan bunga berwarna ungu. Pada umur

12 bulan tinggi tanaman dapat mencapai 2 meter. Dapat tumbuh dengan baik pada

daerah sampai ketinggian 1200 m dari permukaan laut, tahan terhadap tanah yang

kurang subur dan tahan terhadap musim kemarau yang panjang

(Badan Litbang Pertanian, 2011).

Menurut Ngo van Man et al. (1995) laju pertumbuhan Indigofera sp. pada

tanah masam dengan pH 4,5-5,0, lebih cepat sebesar 9,8 cm per dua minggu, dari

pada Leucaena sp. sebesar 7,8 cm per dua minggu. Sedangkan laju pertumbuhan

tanaman paling lambat adalah, Desmodium dan Flemingia congesta berturut-turut

sebesar 4,8 dan 4,5 cm per dua minggu.

Pertumbuhan I. zollingeriana pada tanah latosol coklat pH 6,8 (netral)

dengan kondisi kapasitas lapang (kontrol) dan cekaman kekeringan sedang

(moderate drought stress) tidak ada perbedaan. Laju pertumbuhan mengalami

sedikit penurunan selama cekaman kekeringan berat (severe drought stress) pada

umur tanaman enam bulan, sehingga dikategorikan tanaman toleran terhadap

cekaman kekeringan (Herdiawan dan Krisnan 2014). Indigofera sp. memiliki

toleransi yang luas terhadap tanah masam, salin, genangan dan cekaman

(13)

Salah satu bahan pakan yang berpotensi sebagai bahan pakan sumber

protein adalah daun Indigofera sp. Tanaman Indigofera sp. memiliki produktivitas

yang tinggi dan kandungan nutrien yang cukup baik, terutama kandungan

proteinnya yang tinggi. Produksi bahan kering tanaman Indigofera sp. yang

dipotong pada umur 60 hari dengan tinggi potongan 1,0 m adalah sebesar 31,2

ton/ha/tahun, yang merupakan produksi yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan umur pemotongan yang lebih tua atau yang lebih muda. Kemudian pada

umur pemotongan 60 hari dihasilkan kandungan protein kasar yang lebih tinggi

tinggi jika dibandingkan dengan umur pemotongan 90 hari atau 30 hari.

Pemberian 30-45% Indigofera sp. dalam ransum kambing yang berbasis rumput

dengan kualitas rendah menghasilkan respon yang optimal terhadap konsumsi,

kecernaan pakan dan pertambahan bobot hidup kambing (Palupi et al., 2014).

Tanaman Indigofera yang berkayu (pohon) dapat dimanfaatkan sebagai

tanaman model dalam system alley cropping di daerah dengan kontur curam.

Dengan demikian tanaman ini dapat menekan run off dan erosi. Atau dapat pula

ditanam mengelilingi tanaman pangan sebagai companion crop pada daerah yang

miring (Suharlina, 2012).

Legum pohon Indigofera memiliki prodiktivitas yang tinggi dan

kandungan nutrisi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang tinggi.

Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen,

fosfor, kalium dan kalsium. Nilai nutrisi tepung daun indigofera adalah sebagai

berikut: protein kasar 27,97%; serat kasar 15,25%, Ca 0,22% dan P 0,18%.

(14)

mengandung pigmen yang cukup tinggi seperti xantofil dan carotenoid

(Simanihuruk dan Sirait, 2009).

Indigofera sp. adalah tanaman leguminosa pohon tropis dan dilaporkan

memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk ternak ruminansia. Kandungan

protein kasar beberapa spesies Indigofera dilaporkan tergolong tinggi berkisar

antara 22-29%, sedangkan kandungan serat (NDF) tergolong rendah yaitu antara

22-46%. Secara in vitro kecernaan BK dan BO juga tergolong tinggi yaitu

berturut-turut 66-74% dan 68-79% pada berbagai interval dan intensitas

pemotongan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecernaan in vitro BO beberapa

spesies Indigofera berkisar antara 60-71%. Namun demikian, kandungan nutrisi

saja pada dasarnya bukanlah merupakan indikator yang memadai untuk

menjelaskan secara utuh kualitas nutrisi suatu bahan pakan. Hal ini disebabkan

oleh karena ketersediaan nutrisi dari bahan tersebut berfluktuasi dan merupakan

fungsi dari berbagai faktor antara lain palatabilitas, konsumsi serta efisiensi

esktraksi nutrien selama proses pencernaan dalam tubuh ternak

(Tarigan dan Ginting, 2011).

Produktivitas Tanaman

Tujuan penelitian merupakan dasar penentuan jenis parameter yang akan

diamati. Adapun hal yang akan diamati untuk produktivitas adalah sebagai

berikut :

1. Tinggi Tanaman

Tinggi Tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik

sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk

(15)

atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang

paling mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi

tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman

yang mengalami kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari tanaman yang

mendapat cahaya cukup (Sitompul dan Guritno, 1995).

2. Diameter Batang

Batang berperan menopang tegaknya tanaman, semakin besar diameter

batang berarti tanaman akan semakin kokoh. Pertambahan ukuran tubuh tanaman

diakibatkan pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran

sel (repository.unib.ac.id, 2014).

3. Produksi Berat Segar

Berat segar tanaman adalah berat suatu tanaman yang belum melewati

tahapan proses pengeringan. Produksi segar diperoleh dengan melakukan

penimbangan hasil panen dalam keadaan segar tanpa dilakukan pengeringan pada

hasil pemotongan pada setiap perlakuan.

4. Produksi Berat Kering

Berat kering tanaman adalah berat suatu tanaman setelah melewati tahapan

proses pengeringan. Berat kering tanaman mengindikasikan pola tanaman

mengakumulasi produk dari proses fotosintesis, selain itu merupakan integrasi

dengan faktor lingkungan lainnya. Prinsip pengeringan adalah bahwa aktivitas

metabolisme harus segera dihentikan yang berarti bahwa suhu maksimum

pengeringan harus dicapai dalam jangka waktu yang singkat merata pada semua

(16)

Perbedaan berat kering tanaman diduga karena perbedaan unsur hara yang

diberikan. Berat kering tanaman yang dihasilkan berkaitan dengan metabolisme

Gambar

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam Bonggol Pisang
Gambar 1. Tanaman legum pohon Indigofera zollingeriana

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan. Saluran Irigasi Desa

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan. Saluran Irigasi Desa

Lampiran : Surat Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah TA.. Asli

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan. Saluran Irigasi

Siswa melakukan verikasi data rekam jejak prestasi akademik (nilai rapor) yang diisikan oleh Kepala Sekolah atau yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah dengan

Lapangan “JAN” pada tugas akhir yang berjudul “Perenc anaan Pattern Full Scale untuk Secondary Recovery dengan Injeksi Air Pada Lapangan JAN lapisan X1 dan lapisan X2”

Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan

Penelitian ini menggunakan Saraline dan Smooth Fluid sebagai perbandiangan serta oil water ratio 80/20 dan 75/25 sebagai bahan dasar dalam lumpur yang dianalisa dalam