• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Film Komposit Polikaprolakton Resin Epoksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Film Komposit Polikaprolakton Resin Epoksi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. POLIMER

Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly berarti banyak dan meros berarti bagian atau unit. Polimer didefenisikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Struktur unit ulang biasanya hampir sama dengan senyawa awal pembentukan polimer yang di sebut monomer (Billmayer, 1984).

Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi. Polimer dapat dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, yaitu polimer linier, polimer bercabang, dan polimer ikatan silang. Berdasarkan sumbernya polimer digolongkan kedalam dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer sintetik diklarifikasikan dalam dua golongan berdasarkan sifat termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Yang termasuk termoplastik antara lain polikaprolakton (PCL), poli asam glikolat (PGA), poli asam laktat (PLA) dan polipropilen (PP) sedangkan silikon merupakan contoh golongan termoset. Perbedaan utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah termoplastik umumnya berstruktur linier dan termoset berstruktur tiga dimensi (Cown, 1991).

2.2. POLIMER BIODEGRADABEL

(2)

diantaranya yang benar-benar biokompatibel. Polimer biodegradabel seperti serum bovine albumin (BSA), human serum albumin (HSA), kolagen, gelatin, dan hemoglobin yang telah dipelajari untuk digunakan dalam sistem penyaluran obat. Akan tetapi penggunaan bahan-bahan tersebut sangat terbatas dan harganya relatif mahal, serta masih diragukan kemurniannya (Jalil, 1990).

Kebanyakan dari polimer biodegradabel yang dipelajari berasal dari golongan poliester. Diantara poli asam-α-hidroksi seperti PGA, PLA dan kapolimernya mempunyai sejarah cukup panjang sebagai bahan sintetik biodegradabel (Ashammakhi, 1997). Dalam bidang medis. Polimer ini digunakan sebagai benang bedah (Cutright, 1971), piring, perlengkapan ortopedik (Mayer dan hollinger 1995) dan transplantasi sel (Thomson, 1995).

Polimer biodegradabel merupakan bahan yang dapat yang didegradasi oleh mikroorganisme dan enzim. Pengguna beberapa polimer memberikan suatu pendekatan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik. Polimer biodegradabel dapat juga digunakan untuk aplikasi medis seperti implantasi jaringan dan sebagai penyalur obat dan juga untuk aplikasi dalam pertanian seperti jerami dan agrokimia. Polimer yang secara biologis terdegradasi mengandung gugus fungsi yang peka terhadap hidrolisis enzimatik dan oksidasi, di antaranya gugs hidroksil (-OH), gugus ester (-COO-) dan gugus karbonil (C=O). Poliester, seperti polikaprolakton, poli asam glikolat dan poli asam laktat merupakan contoh polimer ini. Kebutuhan polimer biodegradabel akan diciptakan untuk memperoleh waktu hidup tertentu dan kemampuan terdegradasi, sebagai contoh, polimer peka terhadap radiasi sinar ultraviolet (Stuart, 2003).

2.3 POLIBLEN

(3)

ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Blending kimia akan menghasilkan kopolimer. Interaksi yang terjadi dalam poliblen adalah ikatan Van Der Waals, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol (Rabek, 1983).

Polimer ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Poliblen komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam, dan polimer alam dengan polimer alam.

Poliblen yang dihasilkan berupa poliblen homogen dan poliblen heterogen. Pliblen homogen terlihat homogen dan transparan, mempunyai titik leleh tunggal dan sifat fisiknya sebanding dengan komposisi masing-masing komponen penyusunya. Sedangkan poliblen heterogen terlihat tidak jelas dan mempunyai beberapa titik leleh (Brown, 1988).

Di tinjau dari segi termodinamika, kinetika dan keseimbangan mekanik, suatu poliblen tidak mungkin homogen dalam satu fase. Kompabilitas poliblen tidak dapat ditentukam secara pasti. Kompatibilitas mempunyai sifat alami dalam pencampuran dua cairan. Pengertian kompatibilitas dapat digambarkan sebagai cairan yang dicampur untuk membentuk campuran satu fase dan homogen. Kompatibilitas dari poliblen ditunjukkan oleh seberapa dekat poliblen tersebut mendekati campuran fase tunggal dan pengukurannya relatif tergantung pada derajat heterogenitas poliblen itu sendiri (Rabek, 1980).

Kompatibilitas poliblen menggambarkan kekuatan antaraksi yang terjadi antara rantai polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk penentuan poliblen: 1. Lelehan Film

2.

. Film yang rapuh dan kusam menunjukkan tidak kompatibilitas.

Penampilan Poliblen

3.

. Sifat transparan dari sifat menunjukkan kompatibilitas, sedangkan penampilan yang rapuhmenunjukkan tidak kompatibilitas.

(4)

kompatibel. Jika poliblen menunjukkan hanya satu suhu transisi, sistem ini dinyatakan kompatibel.

4. Pengukuran mekanik-dinamik, ini adalah metode yang paling akurat (Rabek, 1983).

2.4. FILM

Film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang tidak dapat dimakan, dibentuk diatas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) dan atau sebagai bahan makanan atau aditif dan untuk meningkatkan penanganan yang terdapat pada makanan.

Film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki perneabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan sehari-hariyang selalu digunakan (Krochta. 1992).

Penggunaan film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlambat penurunan mutu, karena film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas.

(5)

Keuntungan penggunaan film untuk kemasan bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Selain film istilah lain untuk kemasan yang berasal dari bahan hasil pertanian adalah biopolimer, yaitu polimer dari hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku film kemasan tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik).

Bahan polimer diperoleh secara murni dari hasil pertanian dalam bentuk tepung, pati atau isolat. Komponen polimer hasil pertanian adalah polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat) dan lipid. Ketiganya mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer hasil pertanian adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (reneable) dan dapat dihancurkan secara buatan dan maupun alami yang terdegrasi (biodegradasi) (krochta.1994).

Komponen penyusun film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan film adalah antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna.

Komponen yang cukup besar dalam pembuatan film adalah plastisizer, yang berfungsi: :

- meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film - menghindari film dari keretakan

- meningkatkan permeabilias terhadap gas, uap air dan zat terlarut - meningkatkan elastisitas film.

Bahan penyusun film dibagi menjadi 3 katagori yaitu hidrokoloid (protein dan karbohidrat), lemak dan komposit dari dua atau tiga bahan. Ada beberapa keunggulan film dari pengemas lain, yaitu :

(6)

3. Mempertahankan kualitas saat pengirim dan penyimpanan 4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan

5. Memperpanjang umur simpanan

6. Mengurangi penggunaan pengemas sintetik (Nisperos. 1992).

Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat mekanik film adalah ketebalan, kuat tarik (tensiel strength), dan kemuluran (elongation) (Krisna. 2011).

Ketebalan merupakan sifat fisik film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidro koloid pembentuk film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan film mempengharui laju uap air, gas, dan senyawa volatile lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewatiuap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc. Hugh 1994).

Kekuatan peregangan film atau merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan pada saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangnya menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel.

Perpanjangan film atau elongation merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongation film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gortard et al. 1993).

2.5. Resin Epoksi

(7)

epiklorohidrin dan bisphenol-A, meskipun yang terakhir mungkin akan digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Pengeras terdiri dari monomer polyamine, misalnya triethylenetetramine (Teta). Ketika senyawa ini dicampur bersama.

kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan sangat silang, dan dengan demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi disebut “curing” dan dapat dikontrol melalui suhu, pilihan senyawa resin dan pengeras, dan rasio kata senyawanya, proses dapat berlangsung beberapa jam. Beberapa formulasi manfaat dari pemanasan selama masa berjalan, sedangkan yang lainnya hanya memerlukan waktu, dan suhu yang tetap.

Dalam bentuk asli yang di atas, resin epoksi adalah termasuk kelompok plastic thermosetting. Yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu resin epoksi tidak muda di daur ulang.

Resin epoksi mampu bereaksi dengan pengeras yang cocok untuk membentuk matriks silang dengan kekuatan besar dan daya ikat yang sangat baik untuk berbagai macam substrat. Hal ini membuat resin epoksi ideal untuk aplikasi perekat yang membutuhkan kekuatan tinggi. Beberapa karakteristik unik resin epoksi yaitu hampir tidak mengalami penyusutan selama proses curing, ketahanan kimia yang baik, kemampuan untuk mengikat substrat yang tidak berpori dan flesiabilitas yang besar (Goulding. 2003).

(8)

epoksi dan eerat kaca telah digunakan secara meluas dalam aliran listrik, pesawat udara, pipa saluran, perumahan, tangki dan peralatan atau perkakas.

Resin epoksi adalah senyawa yang mengandung lebih dari satu kelompok epoksida per molekul rata – rata. Resin epoksi komersial mengandung alifatik, siklo alifatik, atau tulang punggung aromatik dan lebih baik dari epikhlorohidrinatau dengan epoksidasi langsung olefin dengan peracid. Yang paling penting perantara untuk resin epoksi adalah diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA) yang disintesis dari bisphenol-A dan epikhlorohidrin dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut (crivello, J.V.1977)

O

R CH CH2

Gambar 2.1 Struktur Resin Epoksi

Gambar 2.2 Struktur kimia DGEBA (diglycidyl ether of bisphenol A)

(9)

namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik dan penahan panas yang baik (Darmansyah. 2010).

2.6. POLIKAPROLAKTON

Bahan polimer yang dapat terbiodegradasi di alam dapat dibuat melalui blending antara polimer sintetik yang sukar terbiodegradasi dengan polimer alam atau modifikasi struktur polimer sintetik yang sukar terbiodegradasi melalui pembentukan kopolimer. Beberapa polimer yang dapat terbiodegradasi di alam, seperti poli hidroksi butirat (PHB), polikaprolakton (PCL), poli valero lakton (PVL), dan poli asam laktat (PLA), dapat disintesis baik melalui polimerisasi pembukaan cincin monomer lakton dengan beberapa jenis katalis maupun melalui fermentasi (biosintesis). Masalah yang terjadi pada biosintesis adalah tidak dapat mengontrol struktur kimia polimer yang dihasilkan, karena pada sintesis secara fermentasi/ mikroba hanya menghasilkan struktur isotaktik dengan konfigurasi R 100 %. Melalui pembukaan cincin senyawa lakton dapat menghasilkan poliester dengan rendaman yang tinggi, akan tetapi memiliki berat molekul yang relatif rendah, sehingga masih banyak juga yang sangat terbatas untuk penggunaannya.

Polikaprolakton termasuk polimer sintetik yang bersifat biodegradabel. Polikaprolakton memiliki struktur linear (seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2), bersifat hidrofobik, dan dapat terdegradasi secara lambat oleh mikroba (Lu et al, 2009).

Polikaprolakton memiliki titik lebur (55-600C) dan temperatur transisi gelas yg rendah (-600C) selain itu memiliki kemampuan untuk membentuk campuran yang saling bercampur dengan sejumlah besar bahan polimer. Polikaprolakton memiliki kekuatan tarik yang rendah (sekitar 2 Mpa) tetapi memiliki perpanjangan putus yang sangat tinggi (<70 %) (Nair.2007).

(10)

Temperatur transisi gelas merupakan temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat-sifat pada suatu bahan polimer menjadi sifat-sifat yang lebih condong kepada karet (Stevens.2001).

karena laju degradasinya yang lambat, permeabilitasnya yang tinggi pada berbagai obat-obatan, tidak bersifat racun, dan sifat biokompatibilitasnya yang tinggi, polikaprolakton telah digunakan sebagai vancine/drug delivery vehicles dan scaffold untuk teknik jaringan (Nair. 2007).

Gambar 2.3 Struktur polycaprolactone (PCL)

Dan disini polikaprolakton juga telah banyak digunakan secara luas untuk berbagai aplikasi seperti sistem pengantar obat-obatan, teknik jaringan kulit, dan scaffolduntuk membantu pertumbuhan fibroblas dan osteoblas (Zhu et al.2002).

Polikaprolakton yang merupakan salah satu polimer sintetik yang bersifat biokompatibel dan biodegradabel telah digunakan sebagai matriks polimer yang dapat meningkatkan sifat-sifatnya di dalamnya seperti sifat mekanik, stabilitas termal, dan laju degrasi (Causin et al. 2011).

2.7. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

(11)

di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri.

Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik . Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya likukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen di kutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).

(12)

dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan tetap pada panjang gelombang tersebut.

Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti

bahwa gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980). Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan

karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007).

Sistim optik Spektrofotometer FTIR seperti pada gambar 2.4 dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak ( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai

retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor

terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red (FT-IR).

(13)

diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih trik.

Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

Gambar 2.3. Bagan FT-IR (Silverstains, 1967)

2.8. Thermal gravimetric Analysis (TGA) – Differential Thermal Analysis

(DTA)

(14)

Thermal gravimetric analysis (TGA) merupakan metode ekseperimental yang mengukur berat dari sampel dengan fungsi suhu atau waktu. Sampel dipanaskan dengan laju pemanasan yang konstan (pengukuran dinamis) atau ditahan pada suhu konstan (pengukuran isotermal), dan juga dapat diukur dalam keadaan program suhu non-linier seperti yang digunakan dalam pengukuran TGA sampel terkontrol (SCTA). Pemilihan suhu program tergantung kepada informasi yang akan digunakan dari sampel. Sebagai tambahan, keadaan atmosfer yang digunakan pada percobaan TGA mengambil peran yang penting. Perubahan keadaan atmosfer dapat dilakukan pada saat pengukuran. Hasil dari pengukuran TGA biasanya ditampilkan sebagai kurva TGA yang memplotkan massa atau persen terhadap suhu dan atau waktu. Tampilan alternatif yang dapat digunakan adalah kurva turunan pertama dari TGA terhadap suhu atau waktu. Kurva ini menunjukan laju perubahan massa dan dikenal sebagai turunan termo gravimetri atau kurva DTG (Bottom,2008).

Themal gravimetric analysis (TGA) memantau perubahan massa dari suatu zat sebagai fungsi temperatur atau waktu selama sampel dilektakkan pasa suatu program temperatur yang teratur. TGA sering digunakan untuk mengatur material polimer berdasarkan stabilitas termalnya dengan membandingkan kehilangan berat versus temperatur.

Kegunaan TGA kedua adalah menentukan laju kehilangan uap, diluent, dan monomer yang tidak bereaksi yang harus dihilangkan dari bahan polimer. Bahan polimer dapat dipirolisis dengan peralatan TGA untuk menetukan pengisi karbon hitam atau sisa material anorganik. Kegunaan penting lainnya dari TGA adalah membatu dalam interoretasi termogram DSC dan DTA. Sebagai contoh, aktifitas endotermik dalam kurva DSC yang terprogram dapat menunjukkan titik lebur polimer yang rendah, atau volatilisasi berat molekul meterial yang rendah.

(15)

selama percobaan. Aplikasi lain penting meliputi laju terdekat analisis batu bara, pemisahan kuantitatif dari komponen sampel utama dalam campuran multikomponen, penentuan komponen yang volatil dan menguap dalam material sampel, studi kinetik, dan reaksi oksidasi-reduksi (Patnaik, 2004).

Analisi TGA bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi dan seterusnya. Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini di sebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah. Dalam hal dalam logam yang merupakan zat padat polikristalin, sifat mekanis ini tergantung dari sifat patah bahan karena adanya cacat kristal. Karena itu, kekuatan mekanis teoritisnya yang diperkirakan dari energi ikatan antara ion (Wirjosentono, 1995).

DSC merupakan model yang lebih akhir dan telah menjadi metode pilihan untuk penelitian penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer. Dalam metode DSC dan DTA suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan biasanya dalam atmosfer nitrogen dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur . pemegang sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk analisis – analisis diatas 800oC, dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang diinginkan misalnya alumina bebas air (Stevens, 2001).

(16)

(jelas), sedangkan untuk material yang amorf, puncak –puncak tersebut tampak sebagai lereng (slope) atau bahkan tidak tampak sama sekali (Bandrup, 1985).

Analisa termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang prubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimi yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ditandai dengan beberapa puncak Tg , karena disamping

masing-masing kompenen masih merupakan fase terpisah, daerah antar muka mungkin memberikan Tg yang berbeda (Wirjosentono, 1995).

2.9. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang menerapkan prinsip difraksi elektron, yang prinsip kerjanya sama dengan misroskop optik,. Pada SEM, lensa yang digunakan merupakan lensa elektromagnetik, yaitu kumparan medan magnet dan medan listrik yang dibuat dengan adanya ytegangan tinggi sehingga elektron yang dilewati membelokkan seperti cahaya oleh lensa elektomagnetik tersebut.

Sebagai pengganti sumber cahaya digunakan suatu pemicu elektron (electron gun) yang berfungsi sebagai sumber elektron. SEM dapat menyediakan suatu hasil gambar dari permukaan, dan memberikan pembesaran yang cukup tinggi, serta kedalaman yang cukup baik.

Panjang gelombang (λ) dari sumber cahaya yang digunakan untuk

pencahayaan berpengaruh pada daya resolusi yang tinggi. Besarnya energi elektron (E) menetukan besarnya menetukan besarnya momentum (P) dengan rumus :

(17)

Besarnya momentum menetapkan nilai panjang gelombang sesuai dengan persamaan de Broglie

Λ = h / mv = h / p ... 2

Pada SEM, sampel diletakkan diruangan vakum, dimana sebelumnya udara yang ada dipompa keluar lalu suatu pemicu elektron akan memancarkan suatu sinar dari elektron berenergi tinggi. Sinar elektron ini turun melewati suatu lensa magnetik yang dibuat untuk memfokuskan elektron pada tempat yang tepat. Sinar elektron yang terfokus ini digerakkan keseluruh permukaan sampel dengan menggunakan deflection coil. Sinar elektron ini mengenai setiap permukaan pada sampel, sehingga elektron sekunder yang dihantam, akan terlepas dari permukaan sampel. Suatu detektor kemudian mengumpulkan elektron sekunder tersebut dan mengubahnya menjadi suatu sinyal yang dikirim ke layar. Hasil gambar yang terbentuk ini disusun dari elektron yang dipancarkan dari permukaan sampel tersebut (Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2010).

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makrospik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm di arahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbs elektron.

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan analisa permukaan, dimana alat yang biasa digunakan adalah SEM.

(18)

Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam suatu disket (Wirjosentonoi, 1995).

Dalam analisis SEM, suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermemfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 A. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fase dalam poli panduan yang tak dapat bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) beda dengan polimerik yang beraksi baik lingkuan bagian tubuhnya (Stevens, 2001).

2.10. Uji Kekuatan Tarik

(19)

Gambar 2.4 panjang spesimen

Saat dilakukan uji kekuatan suatu bahan, biasanya dilakukan perhitungan untuk pengaruh area yang membagi patahan dengan luas area :

Ϭ =

��

...

1

Di mana Ϭ menyatakan tegangan tarik utama, P menyatakan patahan, dan Ao merupakan luas area asal.

Satuan untuk tegangan adalah N /m2 (juga disebut Pascal, atau Pa) dalam sistem SI dan Ib/in2 (atau psi) dalam satuan yang sering digunakan di amerika serikat (roylance, 2008).

Perpanjangan tarik (ɛ) adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal. Sedangkan perbandingan tegangan terhadap perpanjangan disebut modulus tarik (E), yang merupakan ukuran ketahanan terhadap tarik. Karena perpanjangan tidak berdimensi, modulus mempunyai satuan yang sama dengan tegangan (Stevens, 2001).

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik

(�) menggunakan alat pengukuran tensiometer atau dynamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan specimen

(20)

=

�����

��

...

2

Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, Ao/A = I/Io dengan I dan Io masing – masing adalah panjang spesimen

setiap saat dan semula.

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan – regangan. Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh, atau liat (Wirjosentono, 1995).

Kekerasan (hardness) merupakan ukuran resistansi sebuah material terhadap reformik plastik yang terlokalisasi. Pengujian kekerasan merupakan sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji kualitas untuk material khususnya logam dan keramik. Pengujian ini dilakukan dengan menekan sebuah indenter ke atas permukaan material dengan beban dinamik atau statis yang menentukan tanggapan (response) material yang dalam hal ini berupa ukuran indentasi (Subaer, 2008).

Biasanya dalam uji tarik ini selalu menggunakan energi kinetik dan energi potensial. Dimana energi kinetik merupakan energi yang dimiliki benda karena benda bergerak, dengan rumus:

E

kin

= ½. m v

2

...

3

Dimana: m = massa benda (kg)

(21)

Sedangkan energi potensial merupakan energi yang dimiliki benda karena benda mempunyai kedudukan terhadap tanah, dengan rumus:

E

pot

= m.g.h ...

4

Dimana: m = massa benda (kg)

g = percepatan gravitasi bumi (m/det2) h = ketinggian (m)

Gambar

Gambar 2.2 Struktur kimia DGEBA (diglycidyl ether of bisphenol A)
Gambar 2.3 Struktur polycaprolactone (PCL)
Gambar 2.3. Bagan FT-IR (Silverstains, 1967)
Gambar 2.4 panjang spesimen

Referensi

Dokumen terkait

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat determinasi yang positif dan signifikan antara kompetensi profesional, motivasi kerjai, dan konsep diri

Berdasarkan uji statistic pada Tabel 3, terdapat hubungan antara kondisi lantai dengan kejadian infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di SD Barengan Kecamatan

Hasil dari penelitian ini adalah tekanan darah sebelum pemberian intervensi sebagian besar adalah prehypertension (39%), tekanan darah setelah pemberian intervensi

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Lokasi : IKK Kais, Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan. Satuan Kerja : PSPAM

Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, Kesultanan Sambas menjadi bagian dari Negara

Mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dengan yang lain atau warga negara satu dengan warga negara lainnya. Menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga

Karya ini merupakan tanggapan dari kegelisahan pengkarya terhadap tokoh Subali dimana dalam tradisi pedalangan tokoh Subali sering dipandang sebagai tokoh