xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dismenore merupakan keluhan ginekologis yang paling sering dialami oleh wanita yang mengalami menstruasi. Dismenore menyebabkan ketidak nyamanan dalam aktivitas fisik sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidak hadiran berulang disekolah ataupun ditempat kerja sehingga dapat mengganggu produktivitas.1 Sebanyak 40% sampai 70% wanita pada masa reproduksi mengalami dismenore, dan sebesar 10% mengalaminya hingga mengganggu aktifitas sehari-hari.2 Di Amerika Serikat, dismenore dilaporkan sebagai penyebab utama ketidakhadiran berulang siswa wanita di sekolah.3 Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti untuk kejadian dismenore.
Prevalensi dan keluhan secara umum diantara wanita usia muda, dismenore primer diperkirakan muncul pada 40 – 50% diantara mereka, pada keadaan yang berat mengakibatkan ketidakhadiran di tempat kerja dan sekolah sebesar 15% dan pada keadaan yang ringan tidak membutuhkan pengobatan sebesar 30%.4 Suatu penelitian terhadap 1546 wanita di Kanada melaporkan, wanita menderita dismenore dalam kelompok nyeri sedang-berat sebesar 60%. Dari sejumlah 60% tersebut, 50% mengalami keterbatasan aktifitas serta 17% absen dari sekolah atau pekerjaannya.5
xx Prevalensi dari dismenore primer mengalami penurunan dengan bertambahnya usia: prevalensi tertinggi pada kelompok usia 20 sampai 24 tahun dan mengalami penurunan secara progresif setelah usia tersebut.4,6
Tanda dari dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi yang tidak berhubungan dengan proses patologi secara makroskopik sementara dismenore sekunder mengimplikasikan nyeri menstruasi dengan patologi organ panggul.1 Penyebab dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi miometrium akan menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin. Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat sementara suplai darah ke uterus, yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan rasa nyeri.
Menstruasi merupakan proses reproduksi yang melibatkan respon inflamasi pada endometrium manusia. Mediator inflamasi seperti prostaglandin (PG), chemokine dan sitokine berhubungan dengan kejadian menstruasi. Telah diketahui prostaglandin merupakan pengatur yang penting pada fungsi reproduktif wanita.7
Salah satu bentuk prostaglandin yang berperan pada proses terjadinya dismenore adalah prostaglandin F2α.. prostaglandin F2α ini disintesa dari asam arakidonat oleh enzim cyclo-oxygenase. Peningkatan prostaglandin F2α ini
xxi mengakibatkan peningkatan kontraksi miometrium yang mengakibatkan iskemia uteri dan berujung kepada nyeri. Pada wanita dismenore kadar prostaglandin F2α ini dapat terdeteksi pada plasma maupun darah haid.8
Penelitian yang dilakukan oleh Dawood pada tahun 2006 melaporkan pada dismenore primer terjadi peningkatan sekresi prostaglandin, ini dapat mengakibatkan kontraksi uterus yang abnormal. Kontraksi ini dapat menurunkan aliran darah di uterus, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia.4,8,9
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: adakah perbedaan kadar prostaglandin F2α menstrual fluid pada dismenore primer, sekunder dan non dismenore.
1.3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian ini adalah ada perbedaan kadar prostaglandin F2α pada dismenore primer, dismenore sekunder dan non dismenore.
xxii
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisa perbedaan kadar prostaglandin F2α pada dismenore primer, dismenore sekunder dan non dismenore.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik faktor resiko dari penderita dismenore
2. Untuk mengetahui karakteristik faktor resiko yang paling berpengaruh pada dismenore primer dan sekunder
3. Untuk mengetahui kadar prostaglandin F2α menstrual fluid pada dismenore primer, dismenore sekunder dan non dismenore.
4. Untuk mengetahui hubungan skor nyeri dengan kadar prostaglandin F2α.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan tentang hubungan prostaglandin F2α dengan dismenore.
2. Dapat memberikan solusi penanganan kasus-kasus dismenore.