• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada masa ini, telah menempatkan internet menjadi layaknya sebuah kebutuhan pokok bagi kalangan umum. Hal ini dikarenakan sifat berita internet yang global, sehingga kita dapat terkoneksi ke seluruh jaringan di dunia, berkomunikasi dengan siapapun dan dimanapun, mendapatkan pengetahuan informasi atau sesuatu yang kita butuhkan dengan cepat. Di Indonesia kesadaran masyarakat akan internet sudah berkembang sangat pesat. Terutama bagi mereka para pelajar, mahasiswa, pengajar dan masyarakat umum lainnya.

Di Indonesia internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat pengguna layanan ini. Informasi melalui internet dapat mereka peroleh dari warung-warung internet yang ada. Diwarung internet ini masyarakat dapat menyewa berupa fasilitas yaitu berupa perangkat komputer yang telah terhubung pada akses internet. Warung internet (selanjutnya akan disebut dengan warnet) merupakan salah satu dari kemudahan yang dapat di nikmati oleh masyarakat pengguna layanan ini. Bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap informasi melalui internet ini membuat pengusaha penyedia warnet semakin bertambah, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya jumlah warnet yang ada pada saat ini.

Melihat semakin maraknya kegiatan usaha warnet tersebut maka diperlukanlah peran serta pemerintah untuk membina, menata serta melakukan pengawasan secara intensif terhadap setiap kegiatan usaha warnet tersebut melalui kebijakan pemberian izin usaha warnet. Adanya kebijakan mengenai perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk menciptakan suatu kondisi bahwa setiap kegiatan pembangunan sesuai dengan peruntukannya, disamping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pembangunan.

(2)

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan pelaksanaan pembangunan di daerah maka akan dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri, melalui penyelenggaraan izin usaha tersebut, maka pemerintah daerah yang dalam penelitian ini adalah Pemerintah kota Medan diharapkan dapat menata segala persoalan yang berkaitan dengan kegiatan usaha warung internet tersebut.

Warnet yang merupakan salah satu bidang usaha yang ada di Kota Medan, merupakan suatu bidang usaha yang tidak terlepas dari berbagai macam persoalan. Jumlah warnet di kota Medan ini sudah terbilang banyak, dari data Diskominfo Medan, jumlah warnet yang terdata sekitar 806 warnet. Namun, dari jumlah tersebut, sampai bulan juli 2013 baru 356 yang terdata pada Dinas Kominfo yang sudah memiliki izin. Maka dari itu diperlukan penataan serta pengawasan yang teratur dari pemerintah kota Medan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut, guna memberikan perlindungan bagi kepentingan umum dan menjadikan kegiatan usaha warung internet sebagai sarana yang tertib, aman dan nyaman serta dapat bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu maka pemerintah kota Medan dalam hal ini membuat kebijakan Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2011 yang mengatur tentang penyelenggaraan perizinan usaha warung internet. Melalui penyelenggaraan, penataan serta pengaturan dalam pemberian izin usaha warnet, akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam kegiatan usaha warnet, serta untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian/pengawasan usaha warnet dan meningkatkan pelayanan terhadap usaha warnet yang aman, nyaman dan sehat.

Namun dalam pelaksanaan peraturan walikota tentang pemberian izin usaha warnet tersebut, pemerintah kota Medan dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika harus dapat bersikap tegas terhadap warnet-warnet yang

(3)

Rabu, 2013-05-08 05:30:00 Wib

KOMINFO MEDAN GELAR RAZIA, PULUHAN WARNET TERJARING Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Medan dibantu aparat kepolisian dari Polresta Medan dan Kodim menggelar razia usaha warung internet (warnet) yang beroperasi sampai 24 jam,tidak memiliki izin, tidak memblockir situs porno, dan ketentuan bilik yang menyalah aturan, Rabu (08/05/2013) dini hari. Razia kali ini dipusatkan di daerah Jalan Bilal – Jalan Gagak Hitam dan Jalan Amal. Tim Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Medan yang diketuai langsung Oleh Kabid Postel Arbani Harahap S.Sos MM melakukan razia warung internet (warnet) yang tidak memiliki izin usaha serta pelanggaran lainnya di daerah- daerah tersebut. Di dalam razia puluhan Warnet terjaring Tim Kominfo dan Aparatur Negara. Tim pertama mendatangi Ayu Net di Jalan Bilal, di warnet tersebut tim menemukan warnet ini melanggar izin operasional karena saat tim mendatangi warnet jam menunjukkan pukul 00:30 WIB, kemudian tim memeriksa kesalahan lainnya, ternyata warnet ini tidak memiliki izin, oleh tim langsung didata dan diminta untuk membuat izin dari Dinas Kominfo. Dari Jalan Bilal tim bergerak menuju Beib Net, Sky Net dan Days Net Jalan Gagak Hitam, disana tim memeriksa surat izin operasional warnet, ternyata ketiga warnet tersebut hanya memiliki surat izin operasional rekomendasi yang tidak ada izin tetap untuk itu tim menghimbau kepada pemilik untuk mengurus izin resminya. Kepala Dinas Kominfo Kota Medan Drs Darussalam Pohan MAP yang ikut turun dalam razia tersebut mengatakan, berdasarkan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Medan No 28 tahun 2011 tentang Perizianan Usaha Warung Internet, pengusaha warnet wajib memiliki izin, beroperasi sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB pada hari biasa, dan sampai pukul 02.00 WIB pada hari libur . Selanjutnya, kata Darussalam Pohan, “pengelola warnet juga wajib memblokir situs porno, perjudian. Bagi yang mengunakan sekat pebatas/bilik komputer, ketinggiannya juga tidak boleh melebihi di atas 150 centimeter serta pada siang hari pemilik warnet tidak diizinkan untu anak sekolah yang masih berseragam sekolah masuk dan bermain internet. Pengelola yang melanggar Perwal ini akan dijatuhi sanksi pencabutan izin usaha atau pencopotan koneksi internetnya agar membuat pemilik warnet yang tidak mematuhi peraturan tersebut jera dan tidak

melanggar”, kata Kadis Kominfo. (berita pemkomedan.go.id)

Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa terdapat permasalahan dalam pelaksanaan Peraturan Walikota N0 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet di kota Medan. Banyaknya pengusaha warnet yang belum memiliki izin usaha serta melakukan banyak pelanggaran menandakan bahwa belum maksimalnya pemerintah kota Medan dalam melakukan kegiatan pengawasan, penataan dan pembinaan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut serta belum adanya kesadaran dari pengusaha warnet untuk mematuhi peraturan tersebut.

(4)

Internet, memiliki peran melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang komunikasi dan informatika untuk melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian/pengawasan dan pemberian izin terhadap kegiatan usaha warnet di kota Medan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum terhadap usaha warnet yang aman, nyaman dan sehat serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang bagaimana “Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usana Warung Internet di Kota Medan”

I.2 .Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet di Kota Medan?

I.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

I.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara Ilmiah : bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Praktis : sebagai bahan masukan bagi Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yang sesuai untuk diterapkan dalam perizinan usaha warung internet. 3. Secara Akademis : bermanfaat untuk menambah pengetahuan teoritis dan

(5)

I.5.Kerangka Teori

Menurut Kerlinger (Singarimbun, 2008: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002: 92). Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.5.1.Kebijakan Publik

I.5.1.1.Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Parsons (Wayne Parsons, 2005:3) kata “publik” berisi kegiatan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik itu dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan kata “kebijakan” menurut Heclo (Wayne Parsons, 2005:14) adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan (policy) adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Heclo mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat mengenai apakah kebijakan itu merupakan tindakan yang diniatkan (intended) atau tidak. Sebuah kebijakan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi ia tetap dilaksanakan dalam implementasi atau praktik administrasi.

(6)

lakukan atau tidak dengan tujuan untuk mengatur masyarakat di suatu wilayah. Ini sama seperti pendapat Thomas R. Dye (Indiahono, 2009:17), yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Maknanya adalah Dye hendak menyatakan bahwa apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan. Interpretasi dari kebijakan menurut Dye harus dimaknai dengan dua hal penting, yaitu: pertama, kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua, kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Selain Dye, James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik haruslah diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik.

Menurut Charles O. Jones (Tangkilisan, 2003:3) kebijakan publik terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

1. Goals atau tujuan yang diinginkan,

2. Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan,

membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, dan

5. Efect yaitu dampak dari program baik disengaja maupun tidak dan primer maupun sekunder.

I.5.1.2.Bentuk dan Macam Kebijakan

(7)

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan pembuatnya:

1. Pusat: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di pusat dan digunakan untuk mengatur seluruh warga negara dan wilayah Indonesia.

2. Daerah: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di daerah dan digunakan untuk mengatur daerahnya masing-masing.

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan tujuannya:

1. Law Order adalah Kebijakan mengenai hukum dan tatanan hukum. Adapun bentuk kebijakan ini umumnya berupa undang-undang atau peraturan-peraturan yang diumumkan oleh pemerintah.

2. Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan penguasa dalam mendistribusikan sumber daya yang dimilikinya dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan oleh negara. Misalnya perijinan usaha, kekuasaan kepada kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain.

3. Re-Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap pelaksanaan tata pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan negara secara umum. Bentuk kebijakan ini umumnya berupa kewajiban pembayaran pajak bagi warga negara.

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan wujud nyata nya:

1. Gerakan (contohnya): Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA), Gerakan Penghijauan.

2. Peraturan perundangan: Peraturan Walikota No 23 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

3. Pidato atau pernyataan pejabat publik: Pidato Presiden 4. Program: Program KB

(8)

I.5.1.3.Proses Kebijakan Publik

Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik, Dunn (Tangkilisan, 2003:7) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik yang mencuat ke permukaan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn problem structuring memiliki empat fase yaitu: pencarian masalah, pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat,

b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan,

c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada,

d) Terjadinya kegagalan pasar, dan

e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik.

2. Policy formulation: adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui psoses peramalan (forecasting)untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

(9)

a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas.

b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan dipilih untuk menilai alternatif yang akan direkomendasikan.

c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria yang relevan agar efek posisi alernatif lebih besar dari efek yang terjadi.

4. Policy implementation: adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan dapat diukur.

5. Policy assessment atau penilaian kebijakan: pada tahap ini semua proses implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut berjalan, biasanya dalam bentuk penelitian/ riset dan rekomendasi. dan evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan. Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai sasaran.

I.5.2.Implementasi Kebijakan

I.5.2.1.Pengertian Implementasi Kebijakan

(10)

akan berhasil dan terwujud bilamana tidak diimplementasikan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dalam arti luas dapat diartikan sebagai alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002: 102) menyebutkan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan yang besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program pada tujuan kebijakan yang diinginkan.

Menurut Jones (Tangkilisan, 2003:17) terdapat tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu:

1. Penafsiran: yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi: merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan: berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lainnya.

I.5.2.2.Model-Model Implementasi Kebijakan

(11)

A. Model Van Meter dan Van Horn (1975)

Teori ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah:

a. Hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi.

b. Seberapa jauhkah tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiapjenjang struktur, masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah dalam organisasi yang bersangkutan.

c. Seberapa pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam organisasi (masalah kepatuhan).

Dari pandangan tersebut maka Van Meter dan Van Horn membuat tipologi kebijakan menurut:

a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan terjadi.

b. Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.

(12)

1. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi.

2. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan.

3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karaktersitik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

(13)

Gambar 1. Model implementasi van meter dan van horn

B. Model Merilee S. Grindle (1980)

Merilee S. Grindle (Arpansiregar-wordpress) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.

Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).

2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).

3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).

4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

5. Para pelaksana program (program emplementation).

6. Sumber daya yang dikerahkan (resources commited).

(14)

2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved).

3. Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).

4. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness).

Tujuan

Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle Melaksanakan kegiatan

(15)

C. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)

Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi. Mazmanian dan Sabatier (Arpansiregar-wordpress) mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel, yaitu:

1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) sering disebut dengan variabel independen. Indikatornya adalah:

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

2. Karakteristik kebijakan/ undang-undang (ability of statute to structure implementation) sering disebut dengan istilah variabel intervening, indikatornya adalah:

a. Kejelasan isi kebijakan.

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan

tersebut.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)

sering disebut dengan istilah dependen. Indikatornya adalah:

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups).

(16)

Gambar 3. Model implementasi Mazmanian dan Sabatier

D. Model George C. Edward III (1980)

George Edward III (Winarno, 2002: 126) melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap implementasi kebijakan. Menurut George Edward III, dalam pendekatan studi implementasi harus dimulai dengan suatu pernyataan abstrak seperti yang dikemukakan sebagai berikut:

a. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

Karakteristik Masalah

1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2.Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi

4. Derajat perubahan prilaku yang diharapkan

Daya Dukung Peraturan

1.Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2.Perhatian pers terhadap masalah kebijakan

3.Dukungan publik

4.Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama

5.Dukungan kewenangan

6.Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana

Proses implementasi

Keluaran kesesuaian keluaran dampak dampak yang

Kebijakan keluaran aktual diperkirakan

dari organisasi kebijakan dengan keluaran

pelaksana kelompok sasaran kebijakan

(17)

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, George Edward III mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam keberhasilan implementasi, yaitu:

1. Komunikasi (communication).

Implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga pelaku kebijakan mengetahui secara tepat apa yang menjadi isi, tujuan, kelompok sasaran kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat menyiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan secara efektif dan sesuai dengan tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan. Komunikasi implementasi mencakup beberapa hal yaitu: (a) transformasi informasi, (b) kejelasan informasi, dan (c) konsistensi informasi.

2. Sumber Daya (resource)

(18)
(19)

Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

3. Disposisi (sikap)

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

4. Struktur Birokrasi (bereaucratic structure)

(20)

Gambar 4 Model implementasi george edward III

I.5.2.3.Variabel yang Relevan dengan Implementasi Peraturan

Walikota Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung

Internet

Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan, perlu diketahui variabel-variabel atau faktor-faktor penentunya. Menurut Solichin (Solichin, 2004:70) semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang relatif operasional, yang mampu menghubungkan kausalitas antar variabel yang menjadi fokus masalah. Oleh karena itu, maka variabel yang akan dipakai dalam penelitian implementasi Perwal No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet adalah:

1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang

Pada dasarnya suatu kebijakan diformulasikan dengan maksud untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Kebijakan tersebut dirumuskan secara rinci dan disusun secara jelas sesuai dengan kepentingannya. Kejelasan isi kebijakan berarti isi dan tujuan dari suatu kebijakan mudah dipahami implementor dan dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata. Adapun kejelasan isi kebijakan yang dimaksud mencakup hal-hal berikut:

a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).

b. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).

(21)

e. Para pelaksana program (program implementators).

2. Disposisi (sikap implementor)

Kecenderungan/sikap yang dimiliki oleh implementor yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Adapun kecenderungan yang dimaksud mencakup hal-hal berikut:

a. Tingkat komitmen implementor terhadap pencapaian tujuan kebijakan.

b. Respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.

c. Kognisi, yaitu pemahaman implementor terhadap isi kebijakan. 3. Komunikasi dan Koordinasi

Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari distorsi implementasi, untuk itu perlu adanya ketepatan waktu dalam penyampaian informasi, kejelasan informasi yang disampaikan dan adanya konsistensi dalam penyampaian informasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan yang lebih mendasar, yaitu bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling terkait dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan/lembaga terkait dalam sistem administrasi guna pencapaian tujuan implementasi kebijakan.

4. Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu aspek penting dari organisasi adalah adanya standart prosedur operasional (SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

5. Sumber daya

(22)

dan peralatan yang dipakai, sedangkan sumber daya non materiil meliputi staff/personil yang memadai serta keahlian-keahlian yang tepat untuk melaksanakan tugas-tugasnya, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, serta informasi mengenai program/kebijakan yang akan diimplementasikan.

I.5.3.Gambaran Umum Perundang-Undangan di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum, oleh karena itu segala hal mengenai tata cara kehidupan bernegara diatur secara jelas berdasarkan hukum yang berlaku, termasuk dalam menentukan suatu kebijakan selalu ada dasar hukumnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini adalah jenjang/ tingkatan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden e. Peraturan Menteri f. Peraturan Daerah

Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah jenis peraturan walikota yaitu Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

I.5.3.1.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor

27/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang Pengamanan Pemanfaatan

Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet

Maksud dilaksanakannya peraturan pengamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet ini adalah untuk mendukung terciptanya pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet di Indonesia yang relatif bebas dari ancaman dan gangguan. Adapun tujuan dari peraturan menteri komunikasi dan informatika(kominfo) ini adalah:

a. untuk mendukung terlaksananya proses penegakan hukum.

(23)

c. Terlaksananya koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di dalam maupun luar negeri.

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam peraturan ini adalah: mensosialisasikan kepada seluruh pihak yang terkait untuk melakukan kegiatan pengamanan pemenfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, melakukan pemantauan, pengawasan dan peringatan terhadap ancaman dan gangguan pada jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet di Indonesia, dan mendukung proses penegakan hukum. Untuk dapat melaksanakan ruang lingkup pengamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet ini maka perlu serahkan tugasnya pada suatu lembaga yang mampu bekerjasama dan berkoordinasi dengan unsur-unsur pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi dan para penyelenggara usaha telekomunikasi. Dengan adanya peraturan menteri tentang pengamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet ini, maka diharapkan dapat tercipta pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet yang aman dan nyaman di Indonesia.

I.5.3.2.Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang

Perizinan Usaha Warung Internet

Adapun keberadaan Peraturan Walikota ini adalah sebagai bagian dari petunjuk pelaksanaan dan tugas pembantuan dari Peraturan Menteri Informatika Nomor 27/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang pengamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet. Adapun maksud pembentukan Peraturan Walikota ini adalah untuk membina, mengatur, mengendalikan dan mengawasi setiap kegiatan usaha warung internet. Sedangkan tujuan pembentukan peraturan walikota ini adalah:

a. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam kegiatan usaha warung internet.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap usaha warnet yang tertib, aman, nyaman dan sehat.

(24)

pendirian usaha warung internet. Standarisasi kelayakan usaha warung internet berdasarkan peraturan walikota tersebut terdiri dari 2 (dua) aspek, yaitu:

1. Aspek keamanan dan kenyamanan; adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah:

a) menggunakan program komputer meliputi sistem operasi maupun pendukung sistem operasi yang memiliki lisensi.

b) memblokir situs porno, perjudian atau situs yang tidak sesuai dengan norma agama, sosial, kesusilaan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

c) menjaga keadaan dokumen elektronik yang tersimpan dalam perangkat komputer agar tidak terdapat data elektronik yang melanggar norma agama, sosial, kesusilaan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

d) bagi yang menggunakan sekat pembatas/bilik komputer, tidak melebihi ketinggian diatas 150 cm, untuk memudahkan pengawasan dan mencegah terjadinya penyelewengan funsi.

e) memiliki penerangan yang memadai dan nyaman untuk mendukung aktivitas di lingkungan warnet.

f) memiliki kamar kecil, tempat pembuangan sampah, saluran pembuangan limbah dan ketersediaan air bersih dalam jumlah yang memadai dan senantiasa terjaga kebersihannya.

2. Aspek tanggung jawab sosial; Adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah: a. ikut mendorong peningkatan dan kebutuhan masyarakat tentang

pemanfaatan internet yang tepat guna dan bertanggung jawab. b. membatasi jam buka yaitu pada hari minggu s/d jumat buka mulai

(25)

c. tidak membenarkan anak usia sekolah (yang memakai seragam sekolah) menggunakan fasilitas warung internet pada jam pelajaran terkecuali ada persetujuan dari pihak sekolahmaupun orang tua. Sedangkan untuk perizinan pendirian usaha warung internet adalah kewajiban bagi setiap orang atau badan yang menyelenggarakan usaha warnet supaya mengurus dan memperoleh izin dari Kepala Daerah yang didelegasikan kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan. Masa berlaku izin tersebut adalah selama usaha warnet masih berjalan dan wajib didaftar ulang setiap dua tahun sekali terhitung sejak diterbitkannya izin tersebut.

Adapun sanksi yang diatur mengenai pemilik izin yang melanggar ketentuan dalam peraturan walikota ini adalah berupa pencabutan izin usaha sedangkan bagi pengusaha warnet yang tidak memiliki izin akan diambil tindakan tegas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

I.6.Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (2008:33), konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah lewat keputusan bersama dengan aktor-aktor politik untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

2. Implementasi Kebijakan

(26)

operasional dalam kurun waktu tertentu. Adapun indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang 2. Disposisi implementor

3. Komunikasi dan koordinasi 4. Struktur birokrasi

5. Sumber daya

I.7.Operasionalisasi Konsep

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti adalah: 1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang

Adapun yang dimaksud dengan isi kebijakan dalam penelitian ini adalah: a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan

b. Jenis manfaat yang dihasilkan c. Derajat perubahan yang diinginkan d. Para pelaksana program

e. Sumber daya yang dikerahkan 2. Disposisi implementor

Kecenderungan sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: a. Gambaran komitmen implementor terhadap tujuan kebijakan b. Respon implementor terhadap kebijakan

c. Kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan 3. Komunikasi dan koordinasi

a. Seberapa besar kerjasama dan dukungan antar berbagai instansi dalam pelaksanaan kebijakan

4. Struktur birokrasi

a. Prosedur standart operasional (SOP) atau Petunjuk pelaksana/petunjuk teknis (Juklak/Juknis)

5. Sumber daya

(27)

I.8.Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitain dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI PENUTUP

Gambar

Gambar 1. Model implementasi van meter dan van horn
Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Gambar 3. Model implementasi Mazmanian dan Sabatier
Gambar 4 Model implementasi george edward III

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

PUSAT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK KELOMPOK KERJA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

Seksi Angkutan udara, kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara - Kantor Otoritas Bandar Udara wilayah V -

Edital disponível no setor de licitação da prefeitura, maiores informações (38) 3831-1297.. Advá Mendes Silva –

[r]

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : “ Untuk mengetahui peningkatan minat belajar siswa pada mata pelajaran produktif Pekerjaan Sosial Pokok