Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 2, Mei 2016 P-ISSN : 0853-1943; E-ISSN : 2503-1600
154
PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (
Oreochromis niloticus
) TERHADAP
PENINGKATAN PENJANTANAN MENGGUNAKAN HORMON
METHYL TESTOSTERONE
(MT) ALAMI
Effect of Tilapia (Oreochromis niloticus) Age in Masculinization Process Using Methyl
Testosterone (MT) Natural Hormones
Rosmaidar1, Dasrul2, Uci Fitriani3*, Zuhrawati4, Hamny5, dan Dwinna Aliza6
1
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 4
Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
5Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 6
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh *Corresponding author: ci_ci_cweett@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh umur larva nila (Oreochromis niloticus) pada proses penjantanan ikan nila dengan pemberian hormon methyl testosterone (MT) alami. Dalam penelitian ini digunakan 270 larva nila yang dibagi dalam tiga kelompok umur yaitu umur 5 (PI), 10 (PII), dan 20 (PIII) hari, masing-masing perlakuan diulangi tiga kali. Perendaman dalam larutan MT alami dilakukan selama 20 hari, kemudian larva ikan nila dipelihara sampai umur 60 hari, dan dilakukan pengamatan jenis kelamin ikan. Rata-rata persentase ikan nila berjenis kelamin jantan setelah perendaman dengan hormon MTalami pada kelompok larva kelompok PI; PII; dan PIII masing-masing adalah 68,07; 66,47; dan 57,29% (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa umur larva tidak berpengaruh terhadap persentase keberhasilan proses penjantanan ikan nila.
____________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: larva ikan nila, jantanisasi, methyl testosterone alami
ABSTRACT
This research aims to know the influence of larvae of nile tilapia (Oreochromis niloticus) age on masculinization process by the administration of methyl testosterone (MT) natural hormones. This research used 270 nile tilapia larvae divided into 3 age of groups: 5 days (PI), 10 days (PII), and 20 days (PIII), with three repetitions. Larvae were dipped in MT natural hormone for 20 days then reared until age of 60 days, followed by observations of fish sex. The average percentage of male-sex of tilapia fish after dipping with methyl testosterone natural hormone on group PI, PII, and PIII were 68.07%, 66.47%, and 57.29%, respectively. It can be concluded that the age of larvae do not affect the percentage of masculinization process of nile tilapia fish.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: larvae tilapia, masculinization, methyl testosterone natural hormone
PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang telah lama dikenal oleh masyarakat dan telah dibudidayakan secara massal. Ikan nila sangat cepat mencapai
kedewasaannya sehingga asupan energi yang
seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dalam bentuk daging dan pertambahan biomasa digunakan sebagai perkembangbiakannya. Budidaya monoseks menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan ini karena memungkinkan ikan tumbuh seragam, dapat mencapai ukuran besar, tidak bereproduksi liar di kolam budidaya dan mengurangi tingkah laku keinginan seksual (Biswas et al., 2004). Budidaya monoseks telah terbukti efisien dalam memproduksi ikan nila dan dapat memperbaiki pertumbuhan biomassa ikan nila (Phillay dan Kutty, 2005). Selisih biomassa ikan nila antara monoseks dengan yang tidak saat panen dapat mencapai 30-50% (Mair et al., 1995).
Secara komersial, sex reversal pada nila umumnya ditujukan memproduksi ikan jantan secara massal. Hal ini disebabkan pertumbuhan nila jantan lebih cepat dibandingkan nila betina. Walaupun demikian, untuk
tujuan riset kadang-kadang diperlukan pembentukan betina pada kelamin jantan meskipun hasilnya belum sempurna. Terdapat beberapa cara untuk mengubah kelamin atau maskulinisasi ikan nila dan meningkatkan persentase individu jantan dalam populasi ikan tersebut, yaitu: (1) memisahkan jantan dan betina dengan cara seleksi manual, namun cara ini kurang efisien karena menghabiskan banyak waktu dan tenaga, (2) melakukan kawin silang (hibridisasi) antar spesies (Fitzsimmons, 2008), (3) manipulasi kromosom, tetapi cara ini hanya dapat dilakukan oleh ahli genetik dan memakan waktu lama, serta memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi dan biaya yang besar, dan (4) rangsangan dengan hormon steroid seperti methyl testosterone (MT).
Penerapan sex reversal pada nila dapat dilakukan dengan metode perendaman embrio, perendaman larva dan pemberian pakan (Supriyadi, 2005). Aplikasinya dilakukan secara oral dengan pemberian dosis tertentu dalam pakan larva (Guerrero dan Guerrero, 2004).
Jurnal Medika Veterinaria Rosmaidar, dkk
155 fenotipe atau sebaliknya zigot dengan genotipe XY
akan berkembang menjadi karakter betina secara fenotipe (Wichins dan Lee, 2002).
Penjantanan dengan rangsangan hormon perlu memperhatikan umur ikan. Shapiro (1987) menyatakan bahwa semakin muda umur ikan, peluang terbentuknya kelamin jantan semakin besar, dan semakin tua umur ikan peluang perubahan kelamin betina ke jantan makin berkurang. Penjantanan pada ikan berumur dua bulan (50 g) tidak akan berhasil karena pada saat itu organ kelamin sudah terbentuk sempurna. Hasil penelitian Nurlaela (2002) pada ikan nila merah umur 10 hari dengan menggunakan MT dosis 20 mg/ml selama 20 jam menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 82,22%. Komen et al. (1989) memperoleh ikan nila jenis kelamin jantan sebesar 92,7% setelah perendaman larva ikan nila 6-15 minggu setelah telur menetas pada hormon MT dosis 50 ppm selama 20 jam. Oleh karena itu, maskulininasi sebaiknya dilakukan pada umur 7-10 hari setelah telur menetas dan maksimal pada umur 17-19 hari (Suyanto, 17-1994; Irfan, 17-1996).
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh umur larva ikan nila pada proses jantanisasi menggunakan hormon MT alami terhadap persentase ikan nila jantan. Namun sampai saat ini pengaruh umur terhadap keberhasilan penjantanan pada ikan nila menggunakan hormon MT dengan dosis 0,25 gram /l air belum ada di laporkan.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan I, dengan perendaman larva ikan nila berumur lima hari dalam hormon MT alami selama 20 jam; perlakuan II, dengan perendaman larva ikan nila
berumur 10 hari dalam hormon MT alami selama 20 jam; dan perlakuan III, dengan perendaman larva ikan nila berumur 20 hari dalam hormon MTalami selama 20 jam. Pengamatan dilakukan pada hari ke-60 umur ikan. Masing-masing kelompok diulangi sebanyak tiga kali.
Pembuatan Larutan Hormon MT Alami
Hormon MT alami ditimbang sebanyak 0,25 g menggunakan timbangan digital, kemudian hormon tersebut dicampur dengan alkohol 70% dan air, lalu dihomogenkan. Kemudian dimasukkan batu aerator untuk menghilangkan bau alkohol dan dimasukkan ke dalam baskom.
Perendaman dan Pemeliharaan
Sebanyak 30 ekor larva ikan nila yang berumur 5, 10, dan 20 hari dimasukkan ke dalam baskom berisi air 1 liter yang telah dicampurkan dengan larutan MT alami dan direndam selama 20 jam. Kemudian, larva ikan dipindahkan ke dalam kolam pemeliharaan dan diberi makan pelet tiga kali sehari sampai 60 hari umur ikan. Pengamatan dilakukan setelah 60 hari umur ikan dengan parameter yang dievaluasi dalam penelitian adalah persentasi ikan berjenis kelamin jantan.
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis varian (Anava) satu arah dan dilakukan uji lanjut BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian diketahui bahwa umur larva ikan nila memengaruhi proses jantanisasi dengan menggunakan hormon MT alami disajikan dalam Tabel 1. Hasil pengamatan jenis kelamin ikan nila pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengamatan jenis kelamin ikan nila (a= Jenis kelamin ikan nila jantan, b= Anus, c= Jenis kelamin ikan nila betina)
Tabel 1. Rata-rata persentase keberhasilan pembentukan kelamin jantan setelah perendaman menggunakan hormon methyl
testosterone alami pada larva ikan nila berbeda umur
Umur larva ikan Ulangan Jumlah ikan Jumlah jenis kelamin Persentase ikan jantan
Awal Akhir Jantan Betina
5 hari (PI) 3 90 19 15 4 68,07a
10 hari (PII) 3 90 28 23 5 66,47a
20 hari (PIII) 3 90 33 23 10 57,29a
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 2, Mei 2016
156
Rata-rata persentase ikan nila berjenis kelamin jantan setelah perendaman dengan hormon MT alami pada kelompok perlakuan umur larva 5 hari (PI), yaitu
68,07%, kemudian diikuti oleh kelompok umur 10 hari (PII) sebesar 66,47%, dan kelompok umur larva 20 hari (PIII) sebesar 57,29% tidak berbeda secara nyata.
Hasil statistik menunjukkan bahwa umur larva tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap persentase ikan nila berjenis kelamin jantan. Hasil ini mengindikasikan bahwa perubahan jenis ikan nila menjadi jantan setelah perlakuan perendaman dalam MT tidak dipengaruhi oleh umur larva ikan nila sebelum perendaman. Rata-rata persentase ikan nila berjenis kelamin jantan setelah perlakuan perendaman dengan MT selama 20 jam pada ketiga kelompok perlakuan pada penelitian ini berkisar antara 57,29-68,07%. Hasil penelitian Nurlaela (2002) pada ikan nila
merah umur 10 hari dengan menggunakan
methyltestostern dosis 20 mg/ml selama 20 jam menghasilkan persentase kelamin jantan sebesar 82,22%. Komen et al. (1989) memperoleh ikan nila jenis kelamin jantan sebesar 92,7% setelah perendaman larva ikan nila 6-15 minggu setelah telur menetas pada hormon MT dosis 50 ppm selama 20 jam.
Faktor utama diduga menjadi penyebab rendahnya persentase jenis kelamin jantan ikan nila yang didapat dengan pemberian hormon MT alami dari testis sapi yaitu rendahnya kandungan bahan aktif dari hormon MT alami. Faktor lain yang diduga adalah pengaruh hormon lain yang ikut teraktivasi pada proses perubahan kelamin ikan disebabkan bahan yang digunakan masih berupa ekstrak kasar sehingga masih sangat memungkinkan terdapat hormon-hormon steroid lain (estrogen, progesteron, dan inhibin testosteron). Mozes (1977), menyatakan bahwa hormon-hormon kelamin jantan dan betina terdapat pada kedua jenis kelamin tersebut (testis dan ovarium) pada hewan jantan mengandung estrogen dalam jumlah kecil dan hewan betina mengandung sedikit androgen di dalam tubuhnya.
Pengarahan kelamin merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk memperoleh keturunan monoseks, baik jantan maupun betina. Dalam merangsang perubahan kelamin pada ikan, pemberian hormon steroid harus dimulai pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut tergantung pada saat terjadinya diferensiasi kelamin ikan (Yamazaki, 1983). Periode yang baik untuk memberikan perlakuan adalah pada stadium benih atau pada saat ikan mulai makan.
Benih yang digunakan dalam penerapan teknologi pembalikan kelamin (sex reversal) adalah benih berumur tujuh hari setelah menetas atau panjang total berkisar antara 9-13 mm, yakni ikan dengan ukuran dan panjang tersebut secara morfologis masih belum mengalami diferensiasi kelamin (Torrans dan Lowell, 1988). Berkaitan dengan hal tersebut, Hines dan Watts (1995) menyatakan, ketika benih berukuran 9 mm
merupakan saat yang baik memulai manipulasi diferensiasi seks dengan waktu pemberian perlakuan enam minggu. Walaupun demikian, keberhasilan perubahan jenis kelamin juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, dosis hormon yang digunakan, metode pemberian homon, lama perlakuan dan jenis ikan (Hines dan Watts, 1995).
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa umur larva tidak berpengaruh terhadap persentase keberhasilan proses keberhasilan penjantanan ikan nila.
DAFTAR PUSTAKA
Biswas, A.K., T. Morita, G. Yoshizaki, M. Maita, dan T. Takeuchi. 2004. Control of reproduction in nile tilapia Oreochromis niloticus by photo period manipulation. J. Aquaculture.
23(5):12-17.
Fitzsimmons, K. 2008. Tilapia Production, Innovations, and Markets.
8th intl. Symp. On Tilapia in Aquaculture. Cairo.
Guerrero, R.D. and L.A. Guerrero. 2004. Effects of Androstenedione and Methyl Testosterone on Oreochromis niloticus Fry Treated for Sex Reversal in Outdoor Net Enclosures.
www.nraes.org/publications.www.aq.arizona.edu.
Hines, G.A. and S.A. Watts., 1995. Non-steroidal chemical sex manipulation of tilapia. J. World Aquaculture Society.
26(4):17-29.
Irfan, M. 1996. Penggunaan Hormon Testosteron dengan Dosis Berbeda terhadap Pembentukan Individu Jantan, Mortalitas, dan Pertambahan Berat Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Komen, J., P.A.J. Lordder, F. Huskens, C.J.J. Richter, and E.A. Huisman. 1989. The effects oral administration of 17 alpha-metiltestosteron and 17 betha-estradiol an gonad development in common carp (Cyprinus carpio L.). Aquaculture. 92(6):127-142. Mair, G.C., J.S. Abucay, J.A. Beardmore, D.O.F. Skibinski. 1995.
Growth performance trials of genetically male tilapia ZGMT. derived from YY males in Oreochromis niloticus L.: on station comparisons with mixed sex and sex reversed male populations. J. Aquaculture. 43(5):123-131.
Mozes, R.T. 1977. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Nurlaela. 2002. Pengaruh Aromatase Inhibitor pada Perendaman Embrio terhadap Nisbah Kelamin Ikan Nila Merah (Oreochromis
sp.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Phillay, T.V.R and M.N. Kutty. 2005. Aquaculture Principles and Practices. Bleckwall Publishing, London
Shapiro, Y.D. 1987. Differentiation and evolution of sex change in fishes. Biosci. Ser. 37(7):490-496.
Sudrajat, A.O. and M. Sarida. 2007. Effectivity of Aromatase Inhibitor and 17 a-Methyltestosteron Treatments Inscale Production of Freshwater Prawn (Macrobrachiumrosenbergii de Man). Journal Aquacultura Indonesiana. 7(1):17-29. Supriyadi. 2005. Efektivitas Pemberian HCG dan 17-Metil
testosteron yang Dienkapsulasi di dalam Emulsi terhadap Perkembangan Gonad Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr.).
Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Suyanto. S.R. 1994. Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.
Torrans, L., F. Meriwether, and F. Lowell. 1988. Sex Reversal of
Oreochromis aureus by Immersionin Mibolerone. A Synthetic Steroid. J. World Aquaculture Society. 19(7):29-43.
Wichins, J.F. dan D.O.C. Lee. 2002.Crustacean Farming (Raching andCulture). Lowa State University Press, USA.
Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish.