• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LARUTAN JERUK NIPIS DAN GULA PADA DOSIS BERBEDA SEBAGAI BAHAN PENYEMPROT TERHADAP DAYA TETAS TELUR ITIK TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LARUTAN JERUK NIPIS DAN GULA PADA DOSIS BERBEDA SEBAGAI BAHAN PENYEMPROT TERHADAP DAYA TETAS TELUR ITIK TEGAL"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LARUTAN JERUK NIPIS DAN GULA PADA

DOSIS BERBEDA SEBAGAI BAHAN PENYEMPROT

TERHADAP DAYA TETAS TELUR ITIK TEGAL

(Skripsi)

Oleh

RAHMAD QUANTA JUMLI PUTRA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

(2)

ABSTRAK

PENGARUH LARUTAN JERUK NIPIS DAN GULA PADA DOSIS BERBEDA SEBAGAI BAHAN PENYEMPROT TERHADAP

DAYA TETAS TELUR ITIK TEGAL

Oleh

Rahmad Quanta Jumli Putra

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji pengaruh larutan penyemprot jeruk nipis dan gula pada dosis 5% dan 10% terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal, (2) menentukan jenis larutan penyemprot terbaik pada dosis yang berbeda terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal.

Penelitian dilaksanakan pada 11 Desember 2015--09 Januari 2016 bertempat di Jl. Beruang No 12 Kedaton, Bandar Lampung. Penelitian menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola tersarang 2x2. Sebagai petak utama adalah jenis larutan (jeruk nipis dan gula) dan dosis larutan (5% dan 10%) sebagai anak petak. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali ulangan dengan satu satuan percobaan terdiri dari 3 butir telur itik tegal. Rata-rata bobot awal berkisar antara 72±1,8 g/butir dengan koefesien keragaman ± 2,45%. Peubah yang diamati adalah waktu pipping dan daya tetas telur itik tegal. Data yang diperoleh dari percobaan ini dianalisis sesuai dengan asumsi sidik ragam pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan: (1) jenis larutan penyemprot jeruk nipis dan gula pada dosis 5% dan 10% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal; (2) belum didapatkan jenis larutan penyemprot terbaik pada dosis yang berbeda terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal.

(3)

ABSTRACT

EFFECT OF LIME AND SUGAR SOLUTION DOSAGE AS SPRAYER SUBTSANCE ON TEGAL DUCK EGGS HATCHABILITY

By

Rahmad Quanta Jumli Putra

The aim of this research was to: (1) investigate the effect of lime and sugar solution at 5% and 10% dosage as sprayer substance of tegal duck eggs on pipping time and hatchability, (2) find out the best effect of kind and dosage solution sprayer to tegal duck eggs pipping time and hatchability.

The research was conducted from 11th December 2015--9th January 2016 at Beruang St, 12 Kedaton, Bandar Lampung. Research using a completely

randomized design (CRD) with 2x2 of nested model. The main block is the kind solution (Lime and Sugar) and the partial block is dosage solution (5% and 10%) with 5 replication. Every unit experimental consist of 3 eggs with average weight at 72±1,8 g/egg with coefficient variation ± 2,45%. The parameter measured were pipping time and hatchability. Research data were analyzed by using Anova assumption at level 5%.

The result shows that: (1) lime and sugar solution at 5% and 10% dosage give no significant effect (P>0,05) on tegal duck eggs pipping time and hatchability, (2) the treatment kind solution (lime and sugar) with dosage solution 5% and 10% not to give contribution yet on the tegal duck eggs pipping time and hatchability. Key words: dosage, hatchability of tegal duck eggs, lime, pipping time, and sugar.

(4)

PENGARUH LARUTAN JERUK NIPIS DAN GULA PADA DOSIS BERBEDA SEBAGAI BAHAN PENYEMPROT TERHADAP

DAYA TETAS TELUR ITIK TEGAL

Oleh

RAHMAD QUANTA JUMLI PUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukamenanti, Kedaton, Bandar Lampung pada 13 Juni 1994. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putra pasangan Bapak Sofli Husin (Alm) dan Ibu Jum’ati Barmawi.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar pada 2006 di SD Negeri 3 Gedong Air, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. SMP Negeri 4 Bandar Lampung, diselesaikan pada 2009. Pada 2012 penulis menyelesaikan pendidikan SMA Negeri 9 Bandar Lampung, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bratasena Adiwarna, Dente Teladas, Tulang Bawang pada Januari--Maret 2016 dan Praktik Umum di BBPTU-HPT Baturraden pada Juli--Agustus 2015. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Peternakan pada 2013--2014 dan Duta Fakultas Pertanian periode 2014--2015. Penulis juga menjadi asisten dosen pada mata kuliah Kimia, Biokimia, Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum, Produksi Ternak Daging, Produksi Ternak Unggas, Manajemen Usaha Ternak Unggas, Manajemen Usaha Ternak Perah, Bahasa Inggris, dan Teknologi Penetasan.

(8)

Nikmat tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?

Qs Ar Rahman: 13

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan ,Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan

Qs. Al Insyirah: 5-6

Berapa kalipun anda gagal. Kesempatan untuk berhasil

ada pada saat anda bangkit lagi

Mario Tesguh

Lihatlah seluruh kejadian dari dua sudut pandang yang

berbeda

(9)

Sebagai bukti rasa penghargaanku yang tertinggi kupersembahkan

karya kecil bagi mereka yang selalu hadir dan mendukung dalam

perjalanan hidup menuju keberhasilanku.

Mendiang ayah, mama, kakak, serta saudara-saudaraku yang

selalu memberikan do’a, dukungan dan selalu menjadi motivasi

dan inspirasi untuk ku. Betapa bahagianya hati ini melihat

mereka tersenyum manis penuh kebahagian .

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Larutan Jeruk Nipis dan Gula Pada Dosis Berbeda sebagai Bahan Penyemprot terhadap Daya Tetas Telur Itik Tegal”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S--selaku Pembimbing utama--atas bimbingan, nasehat, dan arahannya ;

2. Ibu Dr. Ir. Riyanti, M.P.--selaku Pembimbing anggota--atas bimbingan, arahan, dan sarannya ;

3. Ibu Ir. Khaira Nova M.P.--selaku Pembahas--atas kritik dan saran serta motivasinya;

4. Ibu Veronica Wanniatie S.Pt., M.Si.--selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan, saran, nasihat dan bantuanya;

5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang diberikan;

(11)

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, saran, dan motivasi yang diberikan;

8. Ayah dan Mama tercinta atas segala dukungan, doa, kasih sayang, nasehat, serta semua yang telah diberikan kepada penulis;

9. Kiai, Sanjungan, Abai, Abang, Pengadep, Ses Zahra dan Khansa serta keluarga besarku atas segala perhatian dan dukungan yang diberikan; 10. Lusiana Ayu selaku tim penelitian, Eli Anggora, Emak Hesti, Mba Yeni,

Lisa, Yogie Renaa dan Salamun atas bantuan dan saran selama proses penelitian;

11. Mba ina, acil, sinting, iis jamet, tante ertha, middun, uli, winddi, eva, tika yang menjadi rekan bertukar pendapat selama proses penyusunan skripsi; 12. Teman-teman Peternakan angkatan 2012, 2013 sahabat seperjuangan selama

kuliah atas kebersamaan, bantuan, perhatian, motivasi, dan semangat yang diberikan;

13. Anna, Bedel, Teteh Ghaisa, Tanti, Juwita dan Doni selaku rekan Duta FP Unila 2014/2015 serta Taufik, Lova, Ita, Elshinta, dan Nita selaku rekan KKN BAW atas kekeluargaan dan kecerian yang telah diberikan.

Semoga semua yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan harapan penulis karya ini dapat bermanfaat. Aamiin

Bandar Lampung, Juni 2016 Penulis

(12)

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Itik Tegal ... 7

B. Demineralisasi Kalsium Kerabang oleh Jeruk Nipis dan Air Gula ... 9

(13)

ii

2. Demineralisasi kalsium oleh air gula ... 11

C. Tata Laksana Penetasan Menggunakan Mesin Tetas ... 11

1. Suhu ... 12

2. Kelembapan ... 13

3. Sirkulasi ... 14

4. Pemutaran telur (Turning) ... 15

D. Lama Pipping ... 16

E. Daya Tetas ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 19

1. Bahan penelitian ... 19 2. Alat penelitian ... 20 C. Rancangan Penelitian ... 21 1. Rancangan lingkungan ... 21 2. Rancangan perlakuan ... 21 3. Rancangan respon ... 22 D. Pelaksanaan Penelitian ... 22

(14)

iii

1. Pengumpulan telur tetas ... 22

2. Pembuatan larutan penyemprot ... 22

3. Pelaksanaan proses penetasan ... 23

E. Parameter Penelitian ... 24

1. Lama pipping ... 24

2. Daya tetas ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Gambaran Umum Peternakan Itik ... 26

B. Pengaruh Larutan Jeruk Nipis dan Gula pada Dosis Berbeda .... terhadap Lama Pipping ... 28

C. Pengaruh Larutan Jeruk Nipis dan Gula pada Dosis Berbeda ... terhadap Daya Tetas Inkubasi ... 32

D. Pengaruh Larutan Jeruk Nipis dan Gula pada Dosis Berbeda ... terhadap Daya Tetas Fertil ... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Kandungan zat nutrisi bahan pakan ... 27 2. Rata-rata lama pipping telur itik tegal yang disemprot dengan larutan .

larutan jeruk nipis dan air gula pada dosis yang berbeda ... 28 3. Rata-rata persentase daya tetas inkubasi telur itik tegal yang

disemprot dengan larutan jeruk nipis dan air gula pada dosis berbeda ... 32 4. Rata-rata persentase daya tetas fertil telur itik tegal yang disemprot

dengan larutan jeruk nipis dan air gula pada dosis berbeda ... 36 5. Kandungan ransum itik petelur Peternakan Eko Jaya ... 48 6. Rata-rata fertilitas telur itik tegal selama penelitian ... 48 7. Analisis ragam pengaruh larutan jeruk nipis dan larutan gula pada

dosis berbeda sebagai bahan penyemprot terhadap lama pipping ... telur itik tegal ... 48 8. Data transformasi arcsin pengaruh larutan jeruk nipis dan gula pada

dosis berbeda sebagai bahan penyemprot terhadap daya tetas inkubasi telur itik tegal ... 49 9. Analisis ragam pengaruh dosis larutan jeruk nipis dan larutan gula

sebagai bahan penyemprot terhadap daya tetas inkubasi telur itik tegal ... 49 10.Data transformasi arcsin pengaruh larutan jeruk nipis dan gula pada

dosis berbeda sebagai bahan penyemprot terhadap daya tetas fertil telur itik tegal ... 50 11.Analisis ragam pengaruh larutan jeruk nipis dan larutan gula pada

dosis berbeda sebagai bahan penyemprot terhadap daya tetas fertil ... telur itik tegal ... 50 12.Lama pipping telur selama penelitian ... 51

(16)

v 13.Posisi turning telur tetas ... 52 14.Rata-rata suhu dan kelembapan mesin tetas... 53

(17)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Itik tegal pada pemeliharaan intensif ... 8

2. Tata letak telur tetas penelitian ... 54

3. Tata letak telur tetas di dalam mesin tetas ... 54

4. Hasil candling telur tetas fertil ... 55

5. Hasil candling telur tetas infertil ... 55

6. Proses pembuatan larutan jeruk nipis dan gula ... 56

7. Proses penyemprotan larutan jeruk nipis dan gula ... 56

(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu sentra pengembangan ternak unggas. Dalam skala menengah, usaha peternakan itik banyak berkembang di Kabupaten Pringsewu, khususnya di Desa Tulung Agung, Kecamatan Gading Rejo. Telur itik sebagai hasil utama dari usaha peternakan itik menjadi komoditas ekonomi bagi banyak peternak di Kecamatan Gading Rejo. Hal ini karena harga jual telur itik yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan telur ayam ras.

Dalam proses pengadaan bibit, saat ini peternak di Desa Tulung Agung, Kecamatan Gading Rejo sudah mengenal penetasan secara buatan. Penetasan buatan tersebut sudah banyak dikenal peternak melalui pengalaman pelatihan secara langsung bagi para anggota gabungan kelompok tani. Penetasan buatan selain dirasa lebih efisien juga merupakan solusi karena sifat itik tidak dapat mengerami telur dalam jumlah banyak.

Tingkat keberhasilan proses penetasan dipengaruhi oleh faktor internal serta faktor eksternal. Faktor internal yang banyak berpengaruh yaitu tingkat daya tunas (fertilitas) dari telur yang ditetaskan. Disisi lain, faktor eksternal seperti

(19)

2

manajemen pengaturan suhu dan kelembapan menjadi hal esensial yang turut memegang peran penting dalam proses penetasan telur unggas.

Kelembapan mesin tetas dibutuhkan agar pertumbuhan embrio berjalan normal serta membantu proses pelapukan kerabang telur. Beberapa peternak itik yang sudah melakukan proses penetasan buatan di Desa Tulung Agung belum memerhatikan kebutuhan kelembapan mesin tetas. Namun menjelang proses akhir penetasan, peternak memberikan bantuan dalam proses pelapukan kerabang dengan menggunakan cairan jeruk nipis. Penggunaan cairan jeruk nipis tersebut belum didasari atas kajian ilmiah melainkan hanya pengalaman harian yang dilakukan oleh peternak.

Selain mengunakan jeruk nipis, proses pelapukan kerabang diduga dapat dibantu juga dengan menggunakan gula, mengingat bahwa gula merupakan salah satu penyebab kerusakan kalsium gigi. Dapat dianalogikan bahwa kerusakan kalsium gigi juga akan terjadi pada kalsium kerabang akibat erosi air gula. Kerusakan tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap peningkatan daya tetas telur itik tegal.

Penggunaan zat penyemprot pada dasarnya harus dikaji berdasarkan dosis takar yang tepat. Penggunaan beberapa jenis bahan penyemprot pada proses penetasan diharapkan akan memberi dampak positif bila diketahui dosis pemakaian yang tepat. Sampai saat ini informasi mengenai pengaruh penambahan zat penyemprot dengan dosis takar yang sesuai pada proses penetasan belum terungkap secara lengkap. Oleh karena itu, maka penting dilakukan penelitian untuk mengkaji

(20)

3

pengaruh jenis bahan penyemprotan pada dosis berbeda terhadap daya tetas telur itik tegal.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengkaji pengaruh larutan penyemprot jeruk nipis dan gula pada dosis 5% dan 10% terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal: 2. menentukan jenis larutan penyemprot terbaik pada dosis yang berbeda

terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan petunjuk kepada peternak itik tegal dan masyarakat mengenai jenis bahan dan dosis penyemprot yang terbaik terhadap daya tetas.

D. Kerangka Pemikiran

Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai

menetas. Penetasan telur itik dapat dilakukan secara alami atau buatan (Yuwanta, 1993). Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan dengan penetasan alami, dengan kapasitas yang lebih besar. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan daya tetas telur karena temperaturnya dapat diatur lebih stabil tetapi memerlukan biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).

(21)

4

Penetasan buatan pada dasarnya memberikan kondisi yang sesuai dengan proses penetasan secara alami. Keberhasilan proses penetasan buatan akan banyak dipengaruhi oleh proses tata laksana yang dijalankan. Tata laksana yang dimaksud disini dapat terkait dengan pengaturan suhu dan kelembapan relatif mesin tetas. Kesesuaian kebutuhan suhu mesin tetas sangat dibutuhkan agar terjadi pertumbuhan embrio di dalam telur tetas , sedangkan kesesuaian kelembapan relatif umumnya akan memengaruhi perkembangan embrio yang normal.

Ningtyas dkk. (2013) menyatakan bahwa suhu optimal dalam proses penetasan telur itik tegal adalah 38--39oC. Sama pentingnya dengan pengaturan kesesuain suhu mesin tetas, pengaturan kelembapan mesin tetas turut pula diperhatikan. Menurut Kurtini dan Riyanti (2014), kelembapan yang baik di dalam mesin tetas untuk penetasan ayam yaitu 55--60%. Setelah beberapa telur mulai pipping dan menetas 10% kelembapan harus dinaikkan menjadi 60--75 % dan suhu diturunkan 1--2 oF.

Kerabang telur itik yang memiliki karakteristik tebal serta bentuk anatomis paruh itik yang tumpul menjadikan embrio itik mengalami kesulitan dalam meretakan kerabang telur. Kombinasi jenis bahan penyemprot dan dosis larutan penyemprot yang baik diduga dapat membantu dalam proses meretakkan kerabang telur itik sehingga dapat berpengaruh terhadap lama pipping dan daya tetas.

Penggunaan cairan penyemprot air dan vitamin B pada penetasan itik khaki

campbell telah dilakukan oleh Widyaningrum dkk. (2013). Dalam riset yang telah

(22)

5

menghasilkan daya tetas yang optimal yaitu sebesar 54,17% serta kematian embrio sebesar 45,83%. Disisi lain, Ulya (2015) mendapatkan daya tetas telur ayam arab yang disemprot dengan larutan jeruk nipis 10% sebesar 64,91%.

Jeruk nipis memiliki kandungan asam dengan derajat keasaman (pH) yang cukup rendah yaitu 2,0 (Satriya, 2013). Senyawa asam seperti asam klorida dapat

mendegradasi rantai kompleks mineral, sehingga komponen mineral akan terpisah dari komponen lain (Osborne dan Vogt, 1978). Mineral dalam cangkang yang sebagian besar berupa CaCO3 dapat dihilangkan dengan asam klorida encer.

Peranan asam klorida adalah mereduksi kalsium karbonat sehingga akan terpisah dengan komponen khitin protein dari cangkang dan menghasilkan senyawa kalsium klorida (CaCl2), karbondioksida serta air (Martati dkk., 2002).

Pelapukan kalsium kerabang juga dapat terjadi akibat erosi air gula. Gula

merupakan zat pemanis alami yang biasanya dijumpai pada soft drink. Konsumsi

soft drink dapat menyebabkan demineralisasi penyusun enamel gigi (kalsium)

yang secara langsung dikenal dengan istilah erosi (Prasetyo, 2005). Kandungan gula di dalam soft drink dapat dimanfaatkan oleh bakteri kariogenik yang akan membentuk asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan demineralisasi kalsium gigi (Brown dan Dodds, 2008). Dengan terbentuknya asam laktat tersebut maka dapat dianalogikan bahwa kalsium kerabang akan ikut tereduksi hingga terjadi pelapukan kerabang.

Penelitian mengenai penyemprotan menggunakan air gula pada kerabang saat ini belum dilakukan. Akan tetapi, karena proses demineralisasi kalsium gigi oleh

(23)

6

gula yang terkandung di dalam soft drink maka dapat diduga fungsi air gula sebagai bahan penyemprot dalam melarutkan kerabang hampir sama dengan penggunaan air jeruk nipis.

Dampak terkikisnya kalsium kerabang tersebut akan menyebabkan kerabang telur menjadi lebih lunak. Dengan demikian, embrio akan lebih mudah melakukan

pipping pada kerabang. Semakin lunak kondisi kerabang telur akan berdampak

semakin cepat embrio untuk meretakkan kerabang telur, begitu pula sebaliknya. Peretakan pada telur itik akan terjadi pada umur 26 hari hingga menjelang akhir penetasan. Waktu terjadinya pipping pada kerabang dapat dijadikan indikasi bahwa embrio segera akan menetas.

Penggunaan dosis larutan penyemprot jeruk nipis 10% berdasarkan Ulya (2015) yang dapat memberikan daya tetas telur ayam arab sebesar 64,91%. Namun, dalam penggunaan dosis larutan penyemprot sebesar 5% belum ditemukan literatur yang mendukung. Penggunaan dosis 5% dan 10% sebagai bahan penyemprot diduga akan memberikan kontribusi pada waktu pipping kerabang sehingga embrio akan mudah memecahkan kerabang dan dapat meningkatkan daya tetas.

E. Hipotesis

1. Jenis larutan (jeruk nipis dan gula) penyemprot pada dosis 5% dan 10% memiliki perbedaan terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal. 2. Terdapat jenis larutan yang terbaik pada perlakuan dosis larutan penyemprot

(24)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Itik Tegal

Prihatman (2000) menyatakan bahwa Itik tegal merupakan salah satu jenis itik petelur unggul yang diternakkan khususnya di Indonesia. Sahara dkk. (2009) menyatakan bahwa itik tegal (Anas javanica) banyak berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian utara. Bentuk badan itik tegal adalah merupakan contoh itik Indian Runner. Ciri- ciri Itik tegal:

a. saat berjalan tegak; b. leher panjang dan bulat;

c. tubuh langsing dengan kepala kecil; d. mata bersinar terang;

e. warna bulu bervariasi dari cokelat (jarakan), totol- totol cokelat, hitam dan putih;

f. mulai bertelur umur 6 bulan.

Itik tegal memiliki tubuh lebih besar dari itik mojosari, dengan kaki lebih panjang dan tubuhnya menyerupai botol. Jika sedang berjalan tubuhnya membentuk sudut 45o, produksi telur dapat mencapai 279 butir/ ekor/ tahun (Riswara, 2014). Itik tegal memiliki tingkat produksi telur yang tinggi dengan kebutuhan ransum yang

(25)

8

sedikit. Pada pemeliharaan itik tegal dengan sistem intensif, produktivitas dapat mencapai 54,9%. Produksi ini bervariasi dipengaruhi oleh umur itik, ransum, dan sistem pemeliharaan (Subiharta dkk., 2006). Warna kerabang telur itik tegal biasanya hijau kebiru- biruan. Namun, diantara individu dari populasi itik menghasilkan warna kerabang dengan intensitas yang berbeda-beda (Sopiyana dkk., 2006). Dalam sistem pemeliharaan tradisional, itik tegal akan mengalami

molting (rontok bulu) pada usia 17 bulan (Suswoyo, 1990).

Gambar 1. Itik tegal pada pemeliharaan intensif

Subiharta dkk. (2010) menyatakan bahwa fertilitas pada telur itik tegal dengan perkawinan inseminasi buatan sebesar 74,39%. Rosidi dkk. (2013) menyatakan bahwa penggunaan 2,86% tepung retikulum sapi sebagai feed additive pakan dapat memertahankan daya tunas (fertilitas) itik tegal hingga 100%, namun daya tetas yang dihasilkan hanya sebesar 55,83%. Suryana dkk. (2012) menyatakan bahwa perbandingan itik jantan-betina sejumlah 1:10 akan menghasilkan fertilitas telur itik yang optimal yakni sebesar 96,38%.

(26)

9

Srigandono (1986) meyatakan bahwa pada itik petelur mengalami fase hidup sebagai berikut

a. fase pertama (starter ) umur : 0 sampai 2 minggu;

b. fase kedua (grower) umur : 3 sampai 20 minggu, yang dibagi; b.1 grower I umur : 3 sampai 10 minggu;

b.2 grower II umur : 11 sampai 20 minggu; c. fase produksi (layer) umur : > 20 minggu

Andhoko (2013) menyatakan bahwa itik petelur fase starter dipelihara pada usia 5 hingga 8 minggu, pemeliharaan itik grower pada 8 hingga 20 minggu, dan pemeliharaan itik fase layer pada 20 minggu ke atas. Masa produksi ideal itik petelur adalah selama 1 tahun produksi dengan rata-rata produksi telur antara 200--300 butir/tahun.

Sinurat (2000) menyatakan bahwa itik petelur pada fase layer membutuhkan protein ransum sebesar 17--19% dengan kandungan energi 2.700 kkal/kg. Srigandono (1986) menyatakan bahwa itik petelur yang sedang berproduksi membutuhkan protein ransum sebesar 18% dengan kandungan energi sebesar 2.650 kkal/kg.

B. Demineralisasi Kalsium Kerabang oleh Jeruk Nipis dan Air Gula

Demineralisasi adalah proses yang bertujuan mengurangi kadar mineral yang terdapat dalam limbah cangkang kepiting maupun udang- udangan. Mineral yang

(27)

10

paling banyak terkandung di dalam limbah udang yaitu CaCO3 sebesar 77%

(Martati dkk., 2002). Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan komponen

anorganik yang turut menyusun kerabang telur (98,5%) (Kurtini dkk., 2014). Disamping terkandung di dalam kerabang dan limbah udang, kalsium juga merupakan komponen utama penyusun enamel gigi (Prasetyo, 2005).

1. Demineralisasi Kalsium oleh Jeruk Nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantiifolia) adalah salah satu jenis jeruk dengan bentuk bola pingpong berdiameter 3,5--5 cm dengan warna kulit luar hijau atau kekuning- kuningan. Jeruk nipis mengandung senyawa kimia yang bermanfaat yaitu asam sitrat, asam amino (triptofan dan lisin), glikosida, vitamin B1 dan vitamin C (Cancer Chemoprevention Research Center, 2014).

Jeruk nipis memiliki kandungan asam dengan derajat keasaman (pH) yang cukup rendah yaitu 2,0 (Satriya, 2013). Senyawa asam seperti asam klorida dapat mendegradasi rantai kompleks mineral, sehingga komponen mineral akan terpisah dari komponen lain (Osborne dan Vogt, 1978). Mineral dalam kerabang yang sebagian besar berupa CaCO3 dapat dihilangkan dengan asam klorida encer.

Peranan asam klorida adalah mereduksi kalsium karbonat sehingga akan terpisah dengan komponen khitin protein dari cangkang udang dan menghasilkan senyawa kalsium klorida (CaCl2), karbondioksida dan air (Martati dkk., 2002). Reaksi

penguraian kalsium kerabang oleh asam sitrat diilustrasikan sebagai berikut CaCO3(s) + 2C6H8O7(aq) Ca(C6H7O7)2(aq) + CO2(g) + H2O(l) (Poly, 2013).

(28)

11

2. Demineralisasi Kalsium oleh Gula

Gula adalah suatu zat karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan dapat langsung diserap tubuh untuk menjadi energi (Darwin, 2013). Minuman olahan umumnya mengandung gula yang larut air dalam jumlah berlebih dan memiliki keterkaitan yang kuat terhadap kejadian karies gigi pada anak- anak (Sumini dkk., 2014). Tahap awal karies gigi terjadi akibat penurunan derajat keasaman (pH) gigi yang mana akan mengakibatkan demineralisasi email gigi (Andlaw dan Rock, 2012).

Gula merupakan zat pemanis alami yang biasanya dijumpai pada soft drink. Konsumsi soft drink dapat menyebabkan demineralisasi enamel gigi yang secara langsung dikenal erosi (Prasetyo, 2005). Kandungan gula di dalam soft drink dapat dimanfaatkan oleh bakteri kariogenik yang mana akan terbentuk asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan demineralisasi kalsium gigi (Brown dan Dodds, 2008). Reaksi penguraian kalsium kerabang oleh asam laktat diilustrasikan sebagai berikut

CaCO3(s) + 2C3H6O3(aq) Ca(C3H5O3)2(aq) + CO2(g) + H2O(l) (Damayanti, 2013)

C. Tata Laksana Penetasan Menggunakan Mesin Tetas

Menurut Kurtini dkk. (2014), penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai menetas. Lama menetas berbeda untuk setiap jenis unggas, telur ayam selama 21 hari, telur itik 28 hari, telur kalkun 30 hari, dan telur puyuh selama 17 hari. Srigandono (1986) menyatakan bahwa lama penetasan telur itik

(29)

12

ialah 28 hari, sedang telur itik muscovy dan angsa masing- masing 33--35 hari dan 28--32 hari.

Penetasan telur itik dapat dilakukan secara alami atau buatan (Yuwanta, 1993). Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan dengan penetasan alami, dan kapasitas DOC yang dihasilkan lebih besar. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan daya tetas telur karena suhunya dapat diatur lebih stabil tetapi memerlukan biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).

Menurut Kurtini dan Riyanti, (2014), terdapat beberapa faktor penting dalam sistem kerja mesin tetas, antara lain adalah pengaturan suhu, kelembapan,

sirkulasi udara, dan pemutaran telur di dalam mesin tetas. Suhu dan kelembapan dalam mesin tetas harus stabil untuk mempertahankan kondisi telur agar tetap baik selama proses penetasan.

a. Suhu

Ningtyas dkk. (2013) menyatakan bahwa suhu optimal dalam proses penetasan telur itik tegal adalah 38--39oC. Srigandono (1986) menyatakan bahwa bila proses penetasan itik menggunakan inkubator still air, maka usahakan suhu mesin tetas pada kisaran 101--103oF (38,5--41oC). Embrio tidak toleran terhadap

perubahan suhu yang drastis. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian embrio ataupun abnormalitas embrio. Jika suhu terlalu rendah maka

(30)

13

perkembangan organ- organ embrio tidak berkembang secara proposional (Susila, 1997).

Rakhman (1985) menyatakan bahwa jika suhu di dalam mesin tetas di bawah normal maka telur akan menetas lebih lama dari waktu yang ditentukan dan apabila suhu di atas normal, maka waktu menetas lebih awal dari waktu yang ditentukan. Menurut Rarasati (2002), suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan telur mengalami dehidrasi atau kekeringan, sehingga DOD yang dihasilkan akan lemah, akibatnya DOD akan mengalami kekerdilan dan mortalitas yang tinggi.

b. Kelembapan

Menurut Kurtini dkk. (2014), kelembapan berfungsi untuk mengurangi kehilangan cairan dari dalam telur selama proses penetasan, membantu pelapukan kulit telur pada saat akan menetas sehingga anak unggas mudah memecahkan kerabang telurnya. Sebayang (2013) menyatakan bahwa proses penetasan telur itik/bebek membutuhkan kelembapan 65 sampai 70% pada 25 hari pertama pengeraman dan selanjutnya 80--85% sampai telur menetas. Air ini penting bagi lingkungan dalam sebutir telur agar dimungkinkan pembuangan sisa-sisa metabolik embrio dan berperan sebagai suatu regulator panas, seperti suatu radiator mobil yang memindahkan panas melalui air. Kelembapan relatif (relative humidity) untuk mesin penetas atau periode 18 hari pertama harus dijaga pada 50--55 % dan 3 hari setelahnya (21 hari dikurangi 3 hari) atau pada hari ke 19 --21 sebelum telur menetas (proses penetasan telur ayam), kelembapan udara harus dinaikkan menjadi 60--65%.

(31)

14

Priyono (2009) menyatakan bahwa kelembapan relatif di dalam penetasan merupakan hal yang penting untuk menjaga kandungan air di dalam telur. Kelembapan relatif ditujukan untuk menjaga air di dalam telur tidak menguap terlalu banyak melalui pori-pori telur. Jasa (2006) menyatakan bahwa

kelembapan yang baik di dalam penetasan adalah berkisar antara 60% untuk menetaskan telur ayam atau 5--10% lebih tinggi untuk menetaskan telur itik atau saat akan menetas kelembapan dinaikkan menjadi 70% untuk menetaskan telur itik.

Kelembapan yang terlalu tinggi menyebabkan DOC yang ditetaskan menetas terlalu dini dan akan lengket pada kerabang telur, sedangkan kelembapan yang terlalu rendah menyebabkan laju penguapan terlalu cepat sehingga embrio kekurangan air dan terlambat untuk menetas (Nuryati dkk., 2002).

c. Sirkulasi udara

Ketersediaan oksigen dapat dicapai dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik. Selama proses penetasan embrio membutuhkan oksigen untuk perkembangan dan mengeluarkan karbondioksida melaui pori-pori kerabang telur sehingga di dalam mesin tetas harus tersedia cukup oksigen. Kebutuhan karbondioksida dalam proses penetasan tidak lebih dari 0,5% dan kebutuhan oksigen tidak kurang dari 21% (Paimin, 2003).

Kandungan CO2 dalam penetasan jangan lebih dari 0,5%. Kandungan CO2

(32)

15

menyebabkan anak ayam atau anak itik tidak menetas. Untuk menghindarkan terjadinya hal tersebut (CO2 lebih dari 0,5%), hendaknya penetasan diusahakan

jauh dari jalan raya atau jauh dari jalan yang ramai dengan kendaraan bermotor (Jasa, 2006).

d. Pemutaran telur (Turning)

Kurtini dan Riyanti (2014) menyatakan bahwa tujuan dari pemutaran telur yaitu agar embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel membran, khususnya pada minggu pertama inkubasi. Dengan pemutaran telur yang baik akan membantu

mengoptimalkan pertumbuhan embrio. Srigandono (1997) menyatakan bahwa posisi normal badan embrio terletak mengikuti sumbu panjang sebutir telur dengan paruh berada di bawah sayap kanan. Ujung paruh menghadap ke rongga udara yang terletak di ujung tumpul telur. Harianto (2010) menyatakan bahwa jangan membalik telur sama sekali pada 3 hari terakhir menjelang telur menetas, karena pada saat itu embrio di dalam telur sedang bergerak pada posisi

penetasannya.

Bachari dkk. (2006) menyatakan frekuensi pemutaran telur 12 kali/ hari memengaruhi bobot tetas anak ayam. Disamping itu peningkatan frekuensi pemutaran telur turut meningkatkan daya tetas sebesar 1,67%, menurunkan mortalitas masing- masing sebesar 1,67% serta meningkatkan persentase anak normal sebesar 2,09%.

(33)

16

D. Lama Pipping

Pipping ialah retaknya kerabang telur akibat aktivitas mematuk dari embrio.

Proses pipping biasanya terjadi pada masa kritis kedua yaitu 3 hari menjelang akhir penetasan (Kurtini dan Riyanti, 2014).

Proses pipping akan sangat dipengaruhi oleh kelembapan mesin tetas. Semakin tinggi sebaran kelembapan maka semakin memberikan proses pipping yang lebih sempurna, yang pada gilirannya memberikan tingkat daya tetas yang meningkat. Dengan kelembapan yang tinggi maka embrio akan mudah menyerap Ca dan P yang ada di kerabang yang dapat digunakan sebagai pembentuk tulang, sehingga pada proses pipping (meretaknya kerabang) dapat berjalan dengan sempurna (Sudjarwo, 2012).

Pada akhir proses penetasan, embrio ayam membutuhkan 12--18 jam untuk keluar dengan sempurna dari kulit telur (Kurtini dkk., 2014). Bila embrio banyak yang mati sesudah telur retak, maka kemungkinan penyebabnya adalah kelembapan di mesin hatcher terlalu rendah dan terjadi fluktuasi suhu di mesin setter (Suryani dan Santosa, 2002). Bila telah terjadi keretakan pada kerabang tetapi embrio tidak mau menetas kemungkinan disebabkan oleh kelembapan mesin yang kurang atau terlalu tinggi pada awal penetasan (Srigandono, 1986).

(34)

17

E. Daya Tetas

Daya tetas telur adalah hasil telur yang fertil sampai dapat menetas dan dihitung pada akhir penetasan (North dan Bell, 1990). Selain itu, daya tetas juga dapat diukur dengan menghitung jumlah telur yang menetas berdasarkan jumlah telur yang diinkubasi serta dinyatakan dalam persen (Kurtini dan Riyanti, 2014). Daya tetas telur berdasarkan jumlah telur yang diinkubasi disebut juga dengan hasil tetas. Persentase hasil tetas umumnya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase daya tetas (Ningtyas dkk., 2013).

Daya tetas selalu berhubungan dengan fertilitas telur. Semakin tinggi fertilitas telur maka daya tetas akan relatif menjadi tinggi begitu pula sebaliknya (Hasnelly dkk., 2013). Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh cara

penyimpanan, lama penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas, pemutaran selama penetasan dan tempat penyimpanan (Raharjo, 2004).

Telur yang disimpan dalam kantung plastik PVC (polyvinylidene chloride) dapat tahan lebih lama, kira- kira 13--21 hari dibandingkan dengan telur yang tidak disimpan dalam kantung plastik PVC. Biasanya telur yang disimpan dalam kantung plastik ini daya tetasnya juga lebih tinggi daripada telur yang disimpan dalam ruang terbuka (Nugroho dan Manyun, 1986).

Menurut Kurtini dan Riyanti (2014), faktor-faktor yang memengaruhi daya tetas: 1. Breeding

a. Inbreeding : perkawinan yang memunyai hubungan darah yang dekat berkali-kali tanpa seleksi yang efektif akan menurunkan daya tetas.

(35)

18

b. Crossbreeding : daya tetas hasil persilangan yang hubungan darahnya jauh akan meningkatkan daya tetas.

c. Letal dan semiletal gen : suatu gen yang dapat menyebabkan kematian atau

abnormalitas, hal ini dapat menurunkan daya tetas.

2. Persentase produksi telur : semakin baik produksi individu, daya tetas juga semakin baik.

3. Tata laksana

a. Sistem kandang : pemeliharaan unggas pada kandang yang terlalu ekstrim panas/dingin sangat berpengaruh terhadap daya tetas yang dihasilkan. Suhu 85°F (29,4oC) dalam kandang daya tetas tidak baik.

b. Ransum : ransum berpengaruh baik pada fertilitas maupun daya tetas. Kualitas ransum dicirikan oleh keseimbangan yang serasi antara protein, energi, vitamin, mineral, dan air. Ca, Mn, dan Se adalah beberapa mineral penting yang diperlukan untuk perkembangan embrio normal.

Sutiyono dan Krismiati (2006) menyatakan bahwa daya tetas dipengaruhi oleh penyiapan telur, genetik, suhu dan kelembapan mesin tetas, umur induk,

kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi, dan fertilitas telur. Ningtyas dkk. (2013) menyatakan bahwa suhu penetasan 38--39oC pada itik tegal memiliki daya tetas dan hasil tetas masing- masing 62% dan 49,5%. Subiharta dan Yuwana (2012) menyatakan bahwa penggunaan bak air alumunium dan posisi telur horizontal menghasilkan daya tetas itik tegal yang tinggi yaitu sebesar 84,19%.

(36)

19

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu pada 11 Desember 2015 -- 9 Januari 2016, bertempat di Jl. Beruang 12, Sukamenanti, Kedaton, Bandar Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

(1) telur itik tegal dengan bobot rata-rata 72±1,8 g (KK 2,45%) dengan bentuk oval. Jumlah telur yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 butir dengan umur simpan 1 hari. Telur tetas berasal dari induk itik tegal yang berumur ± 78 minggu dengan sex ratio sebesar 1:10 dan dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Ransum yang diberikan terdiri dari jagung, dedak, dan konsentrat petelur dengan kandungan protein kasar ransum sebesar 15,88% (Tabel 5).

(2) alkohol 70% digunakan untuk desinfeksi telur tetas;

(3) jeruk nipis berwarna hijau dan gula curah sebagai bahan penyemprot; (4) desinfektan digunakan untuk desinfeksi perlengkapan mesin tetas; (5) air digunakan untuk mengatur kelembapan di dalam mesin tetas;

(37)

20

(6) formalin digunakan untuk fumigasi telur dan mesin tetas;

(7) kalium permangat digunakan untuk fumigasi telur dan mesin tetas.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini :

(1) satu buah mesin tetas tipe meja dengan kapasitas tampung maksimal 100 butir telur;

(2) empat buah egg tray karton untuk meletakkan telur tetas;

(3) satu buah thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan di dalam mesin tetas;

(4) satu buah timbangan digital dengan merek Cook master electronic kitchen scale No : GP KS043 dengan ketelitian 1 g untuk menimbang telur serta menimbang kebutuhan gula;

(5) satu buah candler untuk meneropong telur tetas; (6) kapas untuk membersihkan telur;

(7) dua buah nampan plastik sebagai wadah air; (8) karton untuk penyekat telur;

(9) satu buah gelas ukur pyrex untuk mengukur jumlah cairan jeruk nipis; (10) satu buah saringan teh untuk menyaringan cairan jeruk nipis dari biji jeruk

nipis;

(11) empat buah sprayer sebagai alat penyemprot;

(12) jam digital sebagai alat pengukur lama keretakan kerabang (pipping); (13) alat tulis untuk mencatat data.

(38)

21

C. Rancangan Penelitian 1. Rancangan Lingkungan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola tersarang 2 x 2, dengan jenis bahan penyemprot (air jeruk nipis dan air gula) sebagai petak utama dan dosis (5% dan 10%) sebagai anak petak (Steel dan Torie, 1980). Telur yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Peternakan Eko Jaya dengan umur induk itik tegal pada umur 78 minggu. Induk itik tegal diperlihara secara semi intensif dengan sex ratio jantan berbanding betina sebesar 1:10. Ransum yang diberikan terdiri atas dedak, jagung, dan konsentrat petelur dengan kandungan protein kasar ransum sebesar 15,88%.

2. Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan perlakuan jenis bahan sebagai petak utama (notasi P) yaitu air jeruk nipis (P1) dan air gula (P2), sedangkan dosis larutan (notasi D) yaitu 5% (D1) dan 10% (D2) sebagai anak petak , masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, setiap satu satuan percobaan terdiri dari 3 butir telur itik tegal sehingga diperoleh 4 perlakuan:

1. P1D1 : air jeruk nipis dengan dosis 5% sebagai bahan penyemprot telur 2. P1D2 : air jeruk nipis dengan dosis 10% sebagai bahan penyemprot telur 3. P2D1 : air gula dengan dosis 5% sebagai bahan penyemprot telur

4. P2D2 : air gula dengan dosis 10% sebagai bahan penyemprot telur (Steel dan Torie, 1980).

(39)

22

3. Rancangan Respon

Peubah yang diamati adalah lama pipping dan daya tetas telur itik tegal. Hasil data dianalisis sesuai dengan asumsi sidik ragam pada taraf nyata 5%. Jika terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata antar larutan maupun antar dosis pada suatu peubah tertentu (P ˂ 0,05), maka analisis dilanjutkan dengan uji t pada taraf nyata 5%, untuk data persentase jika hasil yang diperoleh <30 atau >70

ditransformasi dengan Archin (Steel dan Torrie, 1980).

D. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengumpulan telur tetas

Telur tetas dikumpulkan dengan dilakukan seleksi terlebih dahulu. Seleksi telur tetas meliputi kebesihan dan warna kerabang, bentuk telur, dan bobot telur. Telur tetas ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 1 g. Setelah telur diseleksi, telur tetas disimpan ke dalam egg tray untuk kemudian dibawa ke dalam mesin tetas. Telur tetas yang kotor dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol. Telur tetas ditempatkan secara horizontal di dalam mesin tetas, karena pemutaran telur dilakukan secara manual.

2. Pembuatan larutan penyemprot

Jeruk nipis yang telah disediakan dibelah dua kemudian disaring dengan menggunakan saringan teh untuk mendapatkan cairan jeruk nipis tanpa biji dan padatan lain. Setelah itu cairan jeruk nipis ditampung dan diukur volume yang didapat. Masing- masing perlakuan menggunakan 2,5 ml larutan penyemprot dalam satu kali penyemprotan sehingga dibutuhkan 75 ml larutan penyemprot

(40)

23

untuk masing- masing perlakuan. Larutan jeruk nipis 5% didapat dengan mengukur 3,75 ml larutan jeruk nipis yang kemudian ditambahkan air sebanyak 71,25 ml. Larutan jeruk nipis 10% didapat dengan mengukur 7 ml larutan jeruk nipis yang kemudian ditambahkan air sebanyak 68 ml. Larutan gula 5% didapat dengan menimbang 3,75 g gula pasir yang kemudian dilarutkan ke dalam 71,25 ml air. Larutan gula 10% didapat dengan menimbang 7 g gula pasir yang kemudian dilarutkan ke dalam 68 ml air.

Pemilihan dosis larutan 10% didasari oleh Ulya (2015) yang menyatakan bahwa penyemprotan larutan jeruk nipis 10% pada telur ayam arab menghasilkan daya tetas (inkubasi) dan daya tetas (fertil) masing- masing 46,25% dan 64,91%.

3. Pelaksanaan Proses Penetasan

a. Melakukan sanitasi terhadap mesin tetas. Seluruh perlengkapan mesin tetas dibersihkan dengan menggunakan deterjen dan kemudian dikeringkan. Mesin tetas telah dinyalakan dan diatur suhu dan kelembapannya agar stabil dengan bantuan thermohygrometer. Melakukan fumigasi mesin tetas dengan mencampurkan 2,58 ml larutan formalin dengan 1,29 g kalium permangat. b. Membuat sekat. Sekat telur tetas dibuat dengan menggunakan karton agar

tidak terjadi kontaminasi antar larutan penyemprot.

c. Menimbang dan menandai telur. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot awal telur tetas dan sebagai penanda sisi depan dan belakang.

(41)

24

d. Memasukkan telur tetas ke mesin tetas dengan posisi horizontal untuk mempermudah pemutaran telur. Hal ini dilakukan karena proses pemutaran telur masih secara manual.

e. Melakukan fumigasi telur tetas dengan mencampurkan 0,86 ml formalin dengan 0,43 g kalium permangat.

f. Peneropongan. Peneropongan dilakukan saat umur telur tetas 7 hari dan umur 21 hari untuk mendapatkan data fertilitas. Peneropongan dilakukan dengan menggunakan candler dan dilakukan pada area yang gelap. g. Pengontrolan harian. Pengontrolan harian dilakukan terhadap suhu,

kelembapan, dan pemutaran telur. Pemutaran telur dimulai pada hari ke 4 sampai hari ke 25. Pemutaran telur dilakukan 3 kali/ hari yaitu pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, dan 17.00 WIB.

h. Menyemprot telur. Telur disemprot pada 3 hari menjelang akhir penetasan. Larutan penyemprot terdiri atas larutan jeruk nipis 5%, larutan jeruk nipis 10%, larutan gula 5% dan larutan gula 10%.

i. Mengamati lama waktu terjadinya keretakan dari kerabang (pipping) telur pasca dilakukan penyemprotan.

j. Menempatkan DOD yang telah menetas pada kotak yang telah diberi penghangat, kemudian menghitung daya tetas telur yang didapat.

E. Parameter Penelitian 1. Lama Pipping

Lama pipping diartikan dengan sejumlah waktu yang dibutuhkan embrio untuk meretakkan kerabang telur. Lama pipping diamati dengan munculnya keretakan

(42)

25

pada kerabang telur setelah dilakukannya penyemprotan cairan jeruk nipis dan cairan gula. Lama pipping dari masing- masing perlakuan diukur dalam menit dan kemudian dirata- rata antarsatuan percobaan.

2. Daya Tetas

Daya tetas diartikan sebagai banyaknya jumlah telur yang menetas berdasarkan telur yang fertil dan dinyatakan dalam persen (Kurtini dan Riyanti, 2014). Selain itu, daya tetas juga dapat diketahui dengan banyaknya jumlah telur yang menetas berdasarkan jumlah telur yang diinkubasi (Ningtyas dkk., 2013)

Jumlah telur yang menetas

Daya tetas = x 100%

Jumlah telur yang menetas Daya tetas =

Data fertilitas digunakan sebagai data sekunder untuk mendapatkan daya tetas telur itik tegal.

Jumlah telur yang diinkubasi

(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Larutan penyemprot jeruk nipis dan gula pada dosis 5% dan 10% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal.

2. Belum didapatkan jenis larutan penyemprot terbaik pada dosis yang berbeda terhadap lama pipping dan daya tetas telur itik tegal.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan dosis larutan jeruk nipis dan air gula sebagai penyemprot telur itik tegal, sehingga diketahui pengaruh dosis larutan penyemprot telur tetas terbaik pada waktu pipping dan daya tetas.

(44)

41

DAFTAR PUSTAKA

Anfas. 2008. Manfaat vitamin B Kompleks. http://bioalami.blogsopt.com/ 2008/07/manfaat-vitamin-b-komples.html. diakses pada 5 April 2016

Andhoko, A. 2013. Belajar Beternak Bebek. Anggaandhoko.blogspot.co.id /2013/10/belajar-beternak-bebek.html. diakses pada 22 Desember 2015

Andlaw, R.J dan W.P Rock. 2012. Perawatan Gigi Anak. Widya Medika, Jakarta

Anonim. 2010. How Long do Duck take. http://www.backyardchickens.com /t/343252/how-long-do-ducks-take. diakses pada13 April 2016

Bachari, I, I. Sembiring, S. Tarigan. 2006. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung. Jurnal Agribisnis Peternakan 2 (3) : 101--105

Baruah, K.K, P.K. Sharma dan N.N Bora. 2001. Fertility, Hatchability and Embryonic Mortality in Ducks. J. Indian Veterinary 78 : 529--530

Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara, Jakarta

Brown, J.P dan M.W.J. Dodds. 2008. Dental Caries and Associated Risk Factors. In : Cappelli DP and Mobley CC. Prevention and Clinical Oral Health Care, Missouri : Mosby Elsevier

Cancer Chemoprevention Research Center. 2014. Jeruk Nipis (Citrus

aurantiifolia). ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=183. diakses pada 30

Oktober 2015

Damayanti, E. 2013. Penetapan Kadar Kalsium Laktat secara Komplekstometri. http://eldadamayan.blogspot.co.id/2013/05/penetapan-kadar-calsium-laktat-secara.html. diakses pada 31 Mei 2016

(45)

42

Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Perpustakaan Nasional, Sinar Ilmu

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Gunawan, A. 2012. Asam, Basa, dan Garam. https://unitedscience.wordpress.com /ipa-1/bab-2-asam-basa-dan-garam/. diakses pada 5 April 2016

Hansnelly, Z. Rinaldi, dan Suwardih. 2013. Penangkaran dan Perbibitan Ayam Merawang di Bangka Belitung. Lokakarya Nasional Inovasi teknologi dalam mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitunng

Harianto. A. 2010. Manajemen Penetasan Telur Itik. http://Itik Mojosari. Cara mudah menetaskan telur-itik. Html. diakses pada 27 Oktober 2015

Hendritomo, H.I. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Mikroba terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri, Jakarta

Henneth. 1992. Experiment in General Chemistry. Harcout Brace College Publisher, United States of America

Jayasamudera, D. J. dan Cahyono. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta

Jasa, L. 2006. Pemanfaatan Mikrokontroler Atmega 163 Pada Prototipe Mesin Penetasan Telur Ayam. Teknologi Elektro. 5 (1): 30-36

Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas Edisi Revisi. Aura, Bandar Lampung

Kurtini, T. dan R. Riyanti. 2014. Teknologi Penetasan. Aura, Bandar Lampung

Martati, E., T. Susanto, Yunianta dan Z. Efendi. 2002. Optimalisasi Proses Demineralisasi Cangkang Ranjungan (Portunus pelagicus) kajian suhu dan waktu demineralisasi. Jurnal Tek. Pert 3 (2): 120--128

(46)

43

Machmud, N.A., Y. Retnowati, dan W.D. Uno. 2014. Aktivitas Lactobacillus

bulgaris pada Fermentasi Susu Jaguung (Zea mays) dengan Penambahan

Sukrosa dan Laktosa. Repository hasil penelitian Universitas Negeri Gorontalo : 1--10

Maghfiroh, F., T. Kurtini, dan K.Nova. 2015. Pengaruh Dosis Vitamin B Kompleks sebagai bahan Penyemprotan Telur Itik Tegal terhadap Fertilitas, Susut tetas, Daya tetas, dan Kematian embrio. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3 (4) :256--261

Mohanty, S.R., S.K. Sahoo, L.K Babu, C.R. Pradhan, B. Panigrahi, dan

S.K. Joshi. 2015. Effect of Feeding Different Levels of Protein on Egg Weight, Egg Quality, Fertility, Hatchability, and Fatty Acid Profile of Eggs In Khaki Campbel Duck During Laying Period. Indian Veterinary Journal 92 (7) : 25--30

Munif, M. 2009. Uji daya mikroorganisme dan antiseptic.

http://bionivike.blogspot.co.id/2009/12/uji-daya-mikro-organisme-dan-anti.html. diakses pada 26 Mei 2016.

Ningtyas, M.S., Ismoyowati dan I.H. Sulistyawan. 2013. Pengaruh Temperatur terhadap Daya Tetas dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1): 347-352

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Edisi ke-4. By Van Nestrod Rainhold. New York

Nugroho dan I.G.T. Manyun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offest, Semarang

Nuryati, T., Sutarto, M. Khamin, dan P.S. Hardjosworo. 2002. Sukses Menetaskan Telur. Edisi ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta

Osborne, D.R. dan P. Voght. 1978. The Analysis Nutrient in Food. Academic Press. London

Paimin, F.B. 2003. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Edisi ke-16. Penebar Swadaya. Jakarta

Pitojo, S. 1996. Petunjuk Pengendalian dan Pemantauan Keong Mas. Trubus Agriwidya, Jakarta.

(47)

44

Prasetyo, E.A. 2005. Keasaman Minuman Ringan Menurunkan Kekerasan Permukaan Gigi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J) 38 (2) : 60-63

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ternak Itik. Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta

Priyono. 2009. Pengelolaan Mesin Tetas Pada Usaha Penetasan Telur Itik Komersial. http://www.ilmupeternakan.com/2009/07/pengelolaan-mesin-tetas-pada-usaha_17.html. diakses pada 28 Oktober 2015

Poly, C.D. 2013. Asam Sitrat. http://makalahbioproses.blogspot.co.id/

2013/06/makalah-bioproses-asam-sitrat.html. Diakses pada 31 Mei 2016

Raharjo, P. 2004. Ayam Buras. Agromedia, Yogyakarta

Rakhman, B. 1985. Pengaruh Bobot Tetas Terhadap Mortalitas, Bobot Akhir, Laju Pertumbuhan Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor

Rarasati. 2002. Pengaruh Frekuensi Pemutaran pada Penetasan itik Terhadap Daya Tetas, Kematian Embrio dan Hasil Tetas. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto

Ricklefs, R.E dan J.M. Strack. 1998. Embryonic Growth and Development. Oxford Univ Press, New York.

Riswara, A. 2014. Beternak Itik Tegal. https://riezwara.wordpress.com/2014/09/ 14/beternak-itik-tegal/. diakses pada 28 Oktober 2015

Rosidi, T. Yuwanta, Ismaya, dan Ismoyowati. 2013. Reproduction Performance of Post-Molting Tegal Ducks Given Cattle Reticulum Meal. Animal Production 15 (3): 159-165

Sahara, E., M. Susanti, dan E. Raudati. 2009. Pemuliaan dan Teknologi Pengolahan Produk Ternak Itik dan Puyuh. Paradigma Indonesia. Yogyakarta

Satriya, D.E. 2013. Pengaruh Perendaman Larutan Jeruk Nipis (Citrus

aurantiifolia swingle) terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Hybrid. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

(48)

45

Sebayang, E. 2013. Kegagalan Dalam Penetasan. http://ericksebayang.blogspot. co.id/2013/06/kegagalan-dalampenetasan-tinjauan.html. diakses pada 28 Oktober 2015

Sinurat, A.P. 2000. Penyusunan Ransum Ayam Buras dan Itik. Pelatihan Proyek Pengembangan Agribisnis Peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, Jakarta

Sopiyana, S., A.R. Setioko, dan M.E. Yusnandar. 2006. Indentifikasi Sifat-Sifat Kualitatif dan Ukuran Tubuh pada Itik Tegal, Itik Magelang, dan Itik Damiaking. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Steel, R dan J. Torrie. 1980. Principles and Procedure of Statistic, A Biometrical Approach 2nd Ed. Mc-Graw Hill Book Company, United States of

America

Subiharta, D.M. Yuwana, A. Hermawan. Dan Hartono. 2006. Produktivitas Ternak Itik di Daerah Sentra Pengembangan pada Pemeliharaan Intensif. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing

Subiharta. 2010. Manajemen Penetasan Telur Itik Tegal. Bahan Pelatihan pada Kegiatan FEATI (Farmer Empowerment Trought Agricultural Technology and Inovation)

Subiharta dan M. Yuwana. 2012. Pengaruh Penggunaan Tempat Air dan Letak Telur di Dalam Mesin Tetas yang Berpemanas Listrik pada Penetasan Itik Tegal. Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo, Madura

Sudjarwo, E. 2012. Penetasan Telur Unggas. http://edhysudjarwounggas.lecture. ub.ac.id/. diakses pada 9 November 2015

(49)

46

Sumini, B. Amikasari, dan D. Nurhayati. 2014. Hubungan konsumsi makanan manis dengan kejadian karies gigi pada anak prasekolah di TK B RA Muslimat PSM Tegalredjo Desa Semen Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan. Jurnal Delima Harapan 3 (2) : 20--27

Suryana, Sholih, N.H. H Kurniawan, Suprijono, dan R. Qomariah. 2012. Pengaruh Perbandingan Jantan- Betina terhadap Fertilitas, Daya Tetas Telur Itik Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

Suryani, T dan Santosa. 2002. Pembibitan Ayam Ras, Penebar swadaya, Jakarta

Susila, A.B. 1997. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur dan Berat Telur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas, Mortalitas, dan Berat DOD Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara, Medan

Suswoyo, I. 1990. Comparison of Extensive and Intensive Systems of Duck Farming in Cetral Java. Tesis. University of Melbourn, Melbourn

Sutiyono, S. R dan S. Krismiyati. 2006. Fertilitas dan Daya Tetas Telur dari Ayam Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung yang Diencerkan dengan Bahan Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

Ulya, K. 2015. Performa Penetasan Ayam Arab dengan Penambahan

Penyemprot Air Jeruk Nipis. https://materikuliahsite.wordpress.com /2015 /11/04/performa-penetasan-ayam-arab-dengan-penambahan-penyemprot-air-jeruk-nipis/. diakses pada 4 November 2015

Widyaningrum, A.E, E.Sudjarwo, dan Achmanu. 2013. Pengaruh Jenis Bahan dan Frekuensi Penyemprotan Terhadap Daya Tetas, Bobot Tetas, dan Dead Embryo Telur Itik Khaki Campbell. Repository Skripsi dan Thesis Universitas Brawijaya : 12--24

Yuwanta, T. 1993. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Gambar

Gambar 1. Itik tegal pada pemeliharaan intensif

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh financial distress, komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap ketepatwaktuan publikasi laporan

Dari penelitian tersebut dalam disimpulkandari pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Tulang Bawang dalam mendayagunakan dana zakat

3.. mendapatkan nomer HP Singapura pada semua toko 7-Eleven disana. Dapatkan layanan jelajah / roaming agar anda dapat mengangkat telepon tersebut dari Malaysia / Indonesia,

Email: b up ati@

Populasi dalam penelitian ini berupa Infinite Populasi hal ini disebabkan karena karyawan kontrak pada Bank Syariah merupakan suatu kelompok objek yang berkembang terus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Pada gastritis terjadi respons inflamasi baik akut maupun kronik. Terjadi aktivasi sitokin-sitokin yang menyebabkan terjadinya inflamasi mukosa.. IL-6 dan IL-8 mukosa