• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETROGENESIS ANDESIT BASALTIK DI DAERAH KALI WADER DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETROGENESIS ANDESIT BASALTIK DI DAERAH KALI WADER DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

53

PETROGENESIS ANDESIT BASALTIK DI DAERAH KALI WADER DAN

SEKITARNYA, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI

JAWA TENGAH

Devy Risky Panji Wijaya1*, Agus Hendratno2

1

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., Jl. D. I. Panjaitan Kav. 9, Jakarta,

2

Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2 Yogyakarta *corresponding author: drpanjiwijaya@yahoo.com

ABSTRAK

Andesit di Daerah Kali Wader dan sekitarnya, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah terbentuk oleh aktivitas magmatisme Tersier kompleks gunungapi Kulon Progo. Kompleks gunungapi Kulon Progo memiliki tiga pusat erupsi. Batuan andesit di daerah penelitan berupa lava, breksi autoklastik, dan sebagai fragmen dari breksi vilkanik yang tersingkap sangat baik. Studi petrogenesis dilakukan untuk menentukan proses pembentukan andesit di daerah penetilian. Analisis petrografi menunjukkan bahwa andesit di daerah penelitian seluruhnya tersusun oleh plagioklas, klinopiroksen, gelas dan mineral opak serta beberapa mengandung olivin dan hornblenda. Batuan memiliki tekstur porfiritik dengan tekstur trakhitik dan intergranular. Analisis XRF menghasilkan data kandungan oksida utama. Analisis ICP-MS menghasilkan data unsur jejak. Data geokimia digunakan dalam penentuan nama batuan, seri magma, posisi tektonik dan proses yang berlangsung selama pembentukan batuan.

Andesit pada daerah penelitian berasal dari magma basalt yang terbentuk pada tatanan tektonik zona subduksi tepatnya pada island arc. Proses diferensiasi (asimilasi, fraksinasi kristalisasi dan percampuran magma) yang merubah komposisi magma asal menjadi andesit basaltik dengan seri magma kalk-alkali. Batuan berasal dari dua sumber gunungapi yang berada di sebelah tenggara dan timur laut daerah penelitian.

I.

PENDAHULUAN

Jawa tergolong ke dalam tatanan tektonik island arcs yang menghasilkan magmatisme kalk-alkalin. Sumber magma di Jawa berasal dari pelelehan sebagian baji mantel yang menghasilkan magma basaltik (Suparka et al., 1990 dan Atmadja, 1991 dalam Soeria-Atmaja et al., 1994). Salah satu aktivitas magmatisme terjadi di daerah Kulon Progo yang memiliki tiga pusat gunungapi, yaitu (1) Kulon Progo Selatan (Gunung Ijo) yang memiliki umur 29,6-25,4 jtl (Oligosen Atas), (2) Kulon Progo Utara (Gunung Gajah) yang memiliki umur 17,0±2,0 sampai 16,0±2,2 jtl (Miosen Bawah) dan (3) Menoreh yang memiliki umur 12,4±0,7 sampai 11,4±0,7 jtl (Miosen Atas; Setijadji dan Watanabe, 2009 serta Bronto, 2010). Andesit merupakan salah satu hasil aktivitas magmatisme yang terjadi di Kulon Progo selama Tersier. Andesit di daerah penelitian memiliki persebaran yang cukup

luas, termasuk ke dalam Formasi Andesit Tua. Andesit muncul sebagai lava. Lokasi penelitian berada di daerah Kali Wader dan sekitarnya, Kecamatan Bener dan Loano, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah (Gambar 1).

II.

GEOLOGI REGIONAL

Daerah Kulon Progo merupakan bagian dari zona Pegunungan Serayu Selatan bagian timur yang berupa pegunungan yang dibatasi oleh Purworejo dan sungai Progo. Pegunungan Kulon Progo ini merupakan suatu kubah yang berdiri sendiri dan terpisah dari Pegunungan Serayu Selatan. morfologi pegunungan Kulon Progo bagian tepinya terdiri dari batuan beku andesit, breksi vulkanik, dan sebagian besar ditutupi oleh batugamping. Bagian pusat dome berupa plato batugamping. Bentuk kubah yang ada diakibatkan oleh tenaga tektonik yang besar dan dalam, disertai pula adanya pengangkatan. Bagian utara dan timur dari Kulon Progo ini dibatasi oleh lembah sungai

(2)

54 Progo, bagian selatan dibatasi oleh dataran pantai samudra Indonesia, sedangkan bagian barat laut berhubungan dengan pegunungan Serayu Selatan (Bemmelen, 1949).

Stratigrafi rangkaian Pegunungan Kulon Progo mengacu pada hasil penelitian Juhri et al. (1977) dalam Subiyanto (1989). Terdapat empat formasi pada Tersier dan satu formasi pada Kuarter. Urutan batuan dari yang paling tua ke muda yaitu Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo dan Endapan Kuarter. Formasi Nanggulan merupakan batuan tertuadi Kulon Progo yang tersusun oleh batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung karbonatan, perselingan napal dan batugamping, batupasir dan tuf. Formasi ini berumur Eosen Tengah sampai Oligosen Atas berdasarkan studi forminifera planktonik oleh Hartono (1969) dalam Subiyanto (1989). Formasi Andesit Tua berada di atas Formasi Nanggulan dan di bawah Formasi Jonggrangan serta Formasi Sentolo secara tidak selaras. Formasi ini umumnya tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan sisipan lava andesit serta terobosan dasit, andesit porfir dan diorit porfir. Formasi ini berumur antar Oligosen Atas sampai Miosen Bawah. Formasi Jonggrangan pada bagian bawah tersusun oleh aglomerat napalan dan batulempung dengan lensa lignit di bagian bawah. Bagian atas formasi ini tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping kaya akan Globigerina dan napal. Formasi ini memiliki hubungan tidak selaras dengan Formasi Andesit Tua dan menjari dengan Formasi Sentolo. Formasi ini memiliki umur sekitar Miosen Tengah. Formasi Sentolo berada di atas Formasi Andesit Tua secara tidak selaras selain Formasi Jonggrangan. Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah saling menjari. Formasi Sentolo terdiri dari batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah terdiri dari konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi

batugamping berlapis bagus yang kaya akan Foraminifera. Formasi ini berumur Miosen Tengah-Pliosen. Endapan Kuarter terletak sepanjang aliran sungai dan dataran pantai. Endapan ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Endapan Aluvial dan Koluvial, Endapan Gumuk Pasir dan Endapan Vulkanik Merapi. Endapan Aluvial dan Koluvial tersusun oleh gravel, pasir, lanau, lempung dan endapan runtuhan dengan sortasi buruk hasil rombakan material yang lebih tua. Endapan Gumuk Pasir terletak di sepanjang garis pantai dengan komposisi magnetit yang memiliki konsentrasi 55% Fe3O4 dan 12,5% TiO2. Endapan Vulkanik Merapi berasal dari aktivitas Gunung Merapi yang aktif hingga saat ini.

Pegunungan Kulon Progo merupakan dataran tinggi yang dicirikan oleh adanya kompleks gunung api purba yang berada di atas batuan berumur Paleogen dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neogen. Bemmelen (1949) menyatakan bahwa Pegunungan Kulon Progo telah mengalami beberapa kali tektonik. Tektonik yang pertama terjadi setelah pembentukan Formasi Nanggulan, yaitu pada kala Oligosen–Miosen. Saat itu terbentuk Gunung api Gajah, Ijo dan Menoreh yang merupakan inti kubah Pegunungan Kulon Progo. Aktivitas vulkanik ini menyebabkan munculnya pola struktur utama utara barat laut-selatan tenggara (UBL-STG). Miosen Awal terjadi kenaikan muka air laut yang mengakibatkan terjadi penggenangan yang pada saat itu terendapkan Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo yang saling menjari. Semua daerah Kulonprogo mengalami pengangkatan pada Pleistosen Awal sehingga terbentuk morfologi tinggian berupa dome. Proses pengangkatan ini menyebabkan munculnya pola struktur utama barat-timur (B-T).

III.

METODE

DAN

LOKASI

SAMPEL

Sampel yang diambil di lapangan lebih dari 30 sampel, akan tetapi sampel yang dianalisis petrografi berjumlah 17 buah (14 batuan

(3)

55 beku, 1 batuan piroklastik, 1 batuan alterasi dan 1 batuan sedimen) dan yang dianalisis geokimia sebanyak 4 buah (semuanya batuan andesit basaltik). Lokasi pengambilan sampel dilakukan secara menyebar dan sistematis. Analisis yang dilakukan antara lain analisis geologi, analisis petrografi dan analisis geokimia. Analisis geologi dilakukan dengan mengambil data lapangan dengan pemetaan yang digunakan untuk mengetahui keadaan geologi dan persebaran dari andesit di daerah penelitian. Analisis petrografi digunakan untuk mengetahui komposisi dan presentase mineral serta pengamatan tekstur batuan. Komposisi serta presentase mineral dalam batuan menjadi dasar dalam pembagian tata nama dan klasifikasi batuan. Tekstur dalam batuan menjadi rekaman proses pembentukan batuan. Analisis petrografi dilakukan di Laboratorium Pusat Geologi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Analisis geokimia digunakan untuk mengetahui komposisi kimia batuan yang nantinya digunakan untuk penentuan nama batuan, seri magma, tatanan tektonik serta proses pembentukan batuan. Analisis geokimia yang dilakukan yaitu XRF (X-ray fluorescence spectrometry) dan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Emission Mass Spectometry). Analisis geokimia dilakukan di Intertek Utama Services Jakarta.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Keadaan Geologi

Morfologi daerah penelitian merupakan hasil dari proses volkanisme purba. Terdapat tiga pusat gunungapi yang membentuk daerah Kulon Progo. Pusat gunungapi di bagian selatan disebut dengan Gunung Ijo, pusat gunungapi di bagian tengah disebut dengan Gunung Gajah dan pusat gunungapi di bagian utara disebut dengan Gunung Menoreh (Bronto, 2010). Ketiga pusat gunungapi ini telah mengalami proses erosi yang cukup intensif sehingga bentuk kubah gunungapi sudah tak tampak lagi. Kenampakan gunungapi hanya tampak dari bentukan

lingkaran dari kaki gunungapi purba serta depresi di bagian tengah yang diperkirakan dulunya merupakan sebuah kawah. Diameter pusat gunungapi dari barat daya ke arah timur laut semakin membesar. Hal ini mengindikasikan bahwa batuan di Gunung Ijo memiliki komposisi yang paling asam sedangkan batuan di Gunung Menoreh memiliki komposisi paling basa. Daerah penelitian berada di kaki Gunung Menoreh. Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian dibagi berdasarkan hasil analisa citra DEM dari keseluruhan morfologi Kulon Progo. Satuan morfologi di daerah penelitian dibagi menjadi empat berdasarkan perbedaan morfologinya. Morfologi pertama berupa perbukitan yang melampar relatif barat barat daya-timur timur laut dengan lereng di sebelah tenggara lebih curam daripada lereng di sebelah barat laut yang mengindikasikan bahwa puncak gunungapi yang membentuk batuan di satuan ini berada di sebelah tenggara daerah penelitian. Morfologi kedua berupa perbukitan yang melampar relatif barat daya-timur laut dengan lereng di sebelah timur laut lebih curam daripada lereng di sebelah barat daya yang mengindikasikan bahwa puncak gunungapi yang membentuk batuan di satuan ini berada di sebelah timur laut daerah penelitian. Morfologi ketiga berupa bukit yang melampar utara-selatan.dengan relief yang lebih rendah. Morfologi keempat berupa dataran.

Secara stratigrafi, daerah penelitian tersusun oleh lima satuan (dari tua ke muda) yaitu satuan breksi vulkanik, satuan lava andesit basaltik 1, satuan lava andesit basaltik 2, satuan napal serta endapan pasir kerikilan-berangkalan (Gambar 2). Batuan andesit di daerah penelitian muncul sebagai lava dan fragmen pada breksi vulkanik. Lava di daerah penelitian dibedakan menjadi dua yaitu lava andesit basaltik 1 dan lava andesit basaltik andesit. Lava andesit basaltik 1 terbentuk lebih dahulu daripada lava andesit basaltik. Lava andesit basaltik 1 memiliki warna yang

(4)

56 lebih gelap dari lava andesit basaltik 2 (Gambar 3A dan B). Secara megaskopis, komposisi kedua lava ini tersusun oleh mineral plagioklas dan piroksen dengan ukuran kristal 0,5-2,2 mm. Terdapat kemunculan mineral lain seperti olivin dan hornblenda pada beberapa singkapan. Kedua lava ini memiliki struktur kekar lembaran dan kekar tiang, akan tetapi struktur breksi autoklastik hanya ditemukan di lava andesit basaltik 1.

IV.2. Petrografi

Analisis petrografi pada batuan andesit dilakukan pada 14 sampel. Berdasarkan analisis petrografi, semua andesit di daerah penelitian memiliki komposisi berupa plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas. Olivin dan hornblenda hanya ditemukan di beberapa batuan saja. Plagioklas yang ditemukan merupakan jenis andesin dan labradorit dengan kembaran albite dan carlsbad-albite. Plagioklas berperan sebagai fenokris dan massa dasar. Piroksen yang ditemukan merupakan jenis augit yang beberapa memiliki kembaran dan zoning. Piroksen berperan sebagai fenokris. Olivin hanya ditemukan pada sampel DRPW001B, DRPW005, DRPW011, DRPW015, DRPW032 dan DRPW096. Olivin berperan sebagai fenokris dan beberapa memiliki kembaran. Hornblenda hanya ditemukan pada sampel DRPW045, DRPW083, DRPW091 dan DRPW096. Hornblenda berperan sebagai fenokris. Mineral opak muncul baik sebagai fenokris atau inklusi pada mineral-mineral lain. Gelas berperan sebagai massa dasar.

Tekstur pada sampel andesit yang dapat diamati yaitu porfiritik, hipokristalin, trakhitik, intergranular, oscillatory zoning serta spongy cellular. Tekstur porfiritik ini terbentuk karena adanya dua tahap kristalisasi yang disebabkan oleh dua tahap pembekuan (lambat lalu cepat) pada magma. Tekstur hipokristalin menunjukkan bahwa terjadi proses pembekuan yang cukup cepat sehingga menyebabkan terbentuknya gelas (Williams et al., 1982). Tekstur trakhitik disebabkan oleh

adanya pembekuan aliran lava yang menyebabkan munculnya garis aliran berupa penyejajaran mineral yang umumnya berupa mikrolit feldspar (Gambar 3C). Tekstur intergranular terbentuk saat rasio nukleasi piroksen relatif tinggi sehingga butir kristal piroksen akan terkonsenterasi diantara kristal plagioklas (Hibbard, 1995 dan Winter, 2001; Gambar 3D). Fenner (1926) dalam Johannsen (1939) menyatakan bahwa oscillatory zoning terjadi karena beberapa hal, antara lain 1) merupakan rekaman perubahan komposisi magma karena faktor eksternal dan proses diferensiasi yang terjadi pada jarak tertentu, 2) kristal terbentuk pada bagian magma yang lebih kalsik dan terbawa lagi ke bagian magma yang lebih sodik dan 3) pelepasan volatil selama erupsi magma yang merubah tingkat kelarutan cairan menuju derajat tertentu sehingga mempengaruhi rasio albit-anortit (Gambar 3E). Tekstur khusus spongy cellular menandakan terjadi proses percampuran magma (Hibbard, 1995; Gambar 3F).

IV.3. Geokimia

Analisis geokimia dilakukan pada empat sampel. Selain menggunakan data hasil analisis geokimia, penelitian ini juga menggunakan data tambahan dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari Subiyanto (1989) dengan kode sampel G1,G2,G3 dan K7; Soeria-Atmadja, et al. (1994) dengan kode sampel WP50D dan WP51 serta Setijadji, et al. (2006) dengan kode sampel 040822-04B dan 041215-01 (Tabel 1 dan 2).

Jenis batuan yang ada di daerah penelitian termasuk ke dalam jenis andesit basaltik (Gambar 4). Sampel DRPW011 dan DRPW032 memiliki nama yang bervariasi antara basalt-andesit basaltik. Hal ini disebabkan kandungan SiO2 batuan ini berada disekitar batas antara basalt dan andesit basaltik. Komposisi andesit basaltik pada lokasi penelitian semakin ke arah utara menjadi semakin asam. Hal ini disebabkan oleh proses diferensiasi yang semakin meningkat ke arah utara. Batuan di lokasi penelitian memiliki komposisi yang lebih

(5)

57 basa dari semua sampel yang di ambil baik itu yang berasal dari Gunung Ijo, Gunung Gajah dan Gunung Menoreh.

Seri magma batuan yang ada di daerah penelitian termasuk ke dalam kalk-alkali (Gambar 5). Magma yang memiliki seri kalk-akali merupakan penciri kuat dari magma yang terbentuk dari zona penunjaman (Wilson, 1989). Kandungan Al2O3 pada batuan di lokasi penelitian secara umum lebih besar dari sampel yang di ambil baik itu yang berasal dari Gunung Ijo, Gunung Gajah dan Gunung Menoreh.

Penentuan tatanan tektonik dengan diagram kandungan Ti/Y dan Zr/Y (Pearce dan Gale, 1977 dalam Rollinson, 1993) menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada zona batas lempeng (Gambar 6A). Zona batas lempeng ini masih terlalu umum. Diagram kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993) menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada tatanan tektonik island arc (Gambar 6B). Diagram lain seperti diagram kandungan Y dan Cr serta Nb/Y dan Ti/Y (Pearce, 1982 dalam Rollinson, 1993) serta diagram kandungan Y, 2Nb, Zr/4 (Meschede, 1986 dalam Rollinson, 1993) menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada tatanan tektonik dengan terminologi lain berupa volcanic-arc (Gambar 6C-E). Volcanic-arc merupakan deretan gunungapi yang dihasilkan oleh proses subduksi salah satunya pada tatanan tektonik island arc. Diagram kandungan Ti/100 dan V (Shervais, 1982 dalam Rollinson, 1993), diagram kandungan Ti/100, Zr,3Y; Ti/100,Zr,Sr/2 serta Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993) serta diagram kandungan Hf/3,Th,Ta; Hf/3,Th,Nb/16 dan Zr/117,Th,Nb/16 (Wood, 1980 dalam Jenner, 1996 dan Pearce, 1996) menunjukkan bahwa batuan di lokasi penelitian merupakan batuan yang terbentuk pada tatanan tektonik island arc dengan seri magma kalk-alkali atau CAB (Gambar 6F dan Gambar 7).

Proses diferensiasi magma berupa fraksinasi kristalisasi dapat dijelaskan dengan diagram Harker. Diagram Harker yang pertama

menggunakan SiO2 sebagai pembanding dengan oksida utama yang lain (Gambar 10). Hasil plotting menunjukkan bahwa hubungan positif muncul antara SiO2 dengan Na2O dan K2O. Hubungan positif ini terjadi karena adanya proses kristalisasi feldspar yang normal. Hubungan negatif muncul antara SiO2 dengan TiO2, Al2O3, Fe2O3total, MgO dan CaO. Hubungan negatif ini menunjukkan terjadinya proses fraksinasi kristalisasi normal dari mineral olivin dan piroksen. Terdapat satu hubungan lain yaitu dengan munculnya puncak (peak) konsentrasi yaitu pada plotting antara SiO2 dengan P2O5. Hal ini terjadi karena proses pembentukan mineral apatit dan setelah mencapai titik jenuh akan mengalami fraksinasi. Beberapa plotting menunjukkan bahwa sampel DRPW011, DRPW032 dan DRPW062 memiliki kecenderungan pola yang menerus dengan sampel yang berasal dari Gunung Gajah. Sampel DRPW096 memiliki kecenderungan pola yang menerus dengan sampel yang berasal dari Gunung Menoreh. Diagram Harker yang lain menggunakan SiO2 sebagai pembanding dengan unsur jejak incompatible dan compatible (Gambar 9 dan 10). Unsur jejak incompatible merupakan unsur jejak dengan koefisien partisi (D) ≤ 1 serta akan cenderung terkonsentrasi di fase cair selama proses pelehan dan kristalisasi. Sedangkan, unsur jejak compatible merupakan unsur yang memiliki koefisien partisi (D) > 1 serta cenderung tetap berada dalam sisa fase padatan selama proses pelelehan sebagian dan terdiferensiasi dalam padatan kristalisasi selama proses fraksinasi kristalisasi. Hasil plotting menunjukkan bahwa unsur-unsur incompatible umumnya memiliki hubungan yang positif sedangkan unsur-unsur compatible umumnya memiliki hubungan negatif dengan SiO2. Hal tersebut menunjukkan adanya proses fraksinasi kristalisasi. Hubungan antara Sr dan SiO2 yang bervariasi menunjukkan bahwa terjadi fraksinasi kuat Sr oleh feldspar. Unsur Cr dan Ni sangat dipengaruhi oleh pengurangan atau penambahan dari fase feromagnesian seperti

(6)

58 olivin. Kandungan Cr yang rendah yaitu hanya sekitar 10-85 ppm menunjukkan bahwa telah terjadi fraksinasi spinel atau klinopiroksen. Kandungan Ni yang sangat rendah juga menunjukkan bahwa telah terjadi fraksinasi olivin. Kandungan Cr dan Ni yang sangat rendah ini juga menunjukkan bahwa magma induk bukan peridotit melainkan basalt. Pengurangan unsur V dan Ti sesuai bertambahnya kandungan SiO2 menunjukkan terjadi oksidasi oksida Fe-Ti (ilmenit atau titanoferous magnetit). Hal ini juga akan menimbulkan kenaikan konsentrasi pada Zr dan Hf karena kedua unsur tersebut menggantikan Ti pada sphene dan rutil (Wilson, 1989 dan Harahap, 2011).

Plotting dan pemodelan dengan diagram laba-laba dilakukan dengan normalisasi terhadap chondrite (Sun, 1980 dan Thompson, 1982 dalam Wilson, 1989), MORB (Pearce, 1983 dalam Wilson, 1989 dan Pearce, 1996) dan primitive mantle (Sun dan McDonough, 1989 dalam Jenner, 1996; Gambar 11). Bentuk tonjolan (spike) dari low field strength elements (Rb, K, Ba, Th) menunjukkan adanya kontaminasi oleh kerak sehingga memperkaya unsur-unsur tersebut. Gambar 11C memperlihatkan bahwa unsur Nb, Zr, Hf dan Ti mengalami pengurangan konsentrasi. Bentuk lembah (through) dari unsur Ti menunjukkan adanya fraksinasi titanoferous magnetit. Unsur Zr dan Hf berasosiasi dengan sphene dan rutil sehingga pengurangan kedua unsur ini juga menandakan bahwa sphene dan rutil mengalami fraksinasi. Anomali negatif dari unsur Nb ini merupakan ciri terkuat dari batuan yang terbentuk pada tatanan tektonik island arc dengan seri magma kalk-alkali yang menunjukkan bahwa sumber magma juga telah mengalami pengkayaan oleh unsur incompatible dan sudah mengalami pengurangan secara kandungan kimia. Sampel batuan DRPW032 dan DRPW062 secara umum memiliki pola yang sama sehingga dapat disimpulkan berasal dari proses pembentukan yang sama. Sampel DRPW011 secara umum memiliki pola yang sama dengan sampel

DRPW032 dan DRPW062. Perbedaan yang dapat terlihat yaitu kandungan Ta yang lebih tinggi. Sampel DRPW011 memiliki pola Ta-Sr yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa sampel DRPW011 terbentuk di lokasi yang lebih dekat dengan sumber erupsi karena Ta kurang terdeferensiasi. Sampel DRPW096 memiliki pola Rb-Ba, Th-U, Sr-Zr; pola Th-K, Ta-Sr, Sr-Zr; pola Th, Nb-P dan pola Rb-Ba-Th, P-Zr yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua proses pembentukan batuan yang berbeda. Proses tersebut yaitu proses yang membentuk batuan sampel DRPW011, DRPW032, DRPW062 dan proses yang membentuk batuan sampel DRPW096.

Diagram perbandingan antara 1/Zr*100 dengan unsur-unsur lain dapat menunjukkan hubungan batuan dengan pusat erupsi (Gambar 12). Hasil plotting menunjukkan bahwa sampel DRPW011, DRPW032 dan DRPW062 berasal dari pusat erupsi Kulon Progo Utara sedangkan sampel DRP096 berasal dari pusat erupsi Menoreh. Pusat erupsi sendiri diketahui berdasarkan penelitan dari Setijadji dan Watanabe (2009) yang mengatakan bahwa di daerah penelitian terdapat tiga pusat erupsi yaitu pusat erupsi Kulon Progo Selatan dengan umur 25,4-29,6 jtl (Oligosen Atas), pusat erupsi Kulon Progo Utara dengan umur 17,0±2,0 sampai 16,0±2,2 jtl (Miosen Bawah) dan pusat erupsi Menoreh dengan umur 11,4±0,7 sampai 12,4±0.7 jtl (Miosen Atas; Gambar 6.18). Hubungan batuan dengan pusat erupsi Kulon Progo Selatan tidak dapat ditentukan karena tidak adanya data unsur Zr pada sampel pusat erupsi Kulon Progo Selatan. Hasil plotting menunjukkan bahwa pada semua proses di kedua pusat erupsi menunjukkan pengurangan Rb dan Ba yang menandakan bahwa penggantian unsur K oleh Rb dan Ba semakin berkurang. Plotting dengan unsur Sr menunjukkan hal yang berbeda pada kedua pusat erupsi yang menunjukkan bahwa proses penggantian Ca oleh Sr pada pusat erupsi Kulon Progo Utara lebih tinggi daripada pusat

(7)

59 erupsi Menoreh. Plotting dengan unsur Y menunjukkan hal yang berbeda pula yang menunjukkan bahwa pembentukan mineral aksesoris pada pusat erupsi Kulon Progo Utara lebih rendah daripada pusat erupsi Menoreh (Wilson, 1989).

IV.4. Petrogenesis Andesit Basaltik di Daerah Penelitian

Andesit pada daerah penelitian terbentuk pada tatanan tektonik island arc. Magma pada tatanan tektonik ini terbentuk karena pelelehan sebagian dari kerak samudra pada subducted slab. Pelelehan ini disebabkan oleh adanya proses pelepasan air pada kedalaman sekitar 110 km. Sewaktu proses pelelehan berlangsung, terjadi proses pengkayaan unsur jejak low field strength. Hal ini yang menjadi salah satu ciri magmatisme di zona subduksi. Magma yang dihasilkan pada proses ini adalah magma basalt olivin toleitik (Winter, 2001). Magma basalt olivin toleitik tersebut mengalami proses diferensiasi magma selama magma naik ke permukaan. Proses tersebut antara lain proses asimilasi, percampuran magma dan fraksinasi kristalisasi. Proses asimilasi ditunjukkan oleh peningkatan unsur jejak low field strength dan munculnya tekstur oscillatory zoning pada plagioklas serta kandungan K2O yang lebih dari 1% dan Al2O3 yang lebih dari 15% (Primulyana dan Prambada, 2011). Proses percampuran magma ini ditunjukkan oleh adanya tekstur oscillatory zoning dan spongy cellular pada plagioklas. Proses fraksinasi kristalisasi ditandai oleh peningkatan kandungan oksida Na2O, K2O dan unsur jejak incompatible serta penurunan oksida TiO2, Fe2O3total, MgO, CaO dan unsur

jejak compatible. Proses diferensiasi ini menghasilkan batuan andesit basaltik dengan seri magma kalk-alkali.

Magma tersebut mencapai ke permukaan dan membentuk busur gunungapi (volcanic arc). Gunungapi inilah yang membentuk batuan yang ada di daerah penelitian. Batuan beku yang terbentuk adalah andesit basaltik. Batuan beku pada lokasi penelitian berupa lava. Pembentukan batuan beku di lokasi penelitian dipengaruhi oleh dua pusat sumber erupsi. Pusat erupsi Kulon Progo Utara atau Gunung Gajah terletak di sebelah tenggara lokasi penelitan yang membentuk breksi vulkanik dan lava andesit basaltik tipe 1. Pusat erupsi Menoreh atau Gunung Menoreh terletak di sebelah timur laut lokasi penelitian yang membentuk lava andesit basaltik tipe 2 (Gambar 13).

V.

KESIMPULAN

Batuan pada daerah penelitian berasal dari magma basalt. Magma tersebut terbentuk pada tatanan tektonik zona subduksi tepatnya pada island arc (busur kepulauan). Magma basalt ini mengalami proses diferensiasi (asimilasi, fraksinasi kristalisasi dan percampuran magma) sehingga merubah komposisi magma asal menjadi andesit basaltik yang bersifat lebih asam dengan seri magma kalk-alkali. Andesit basaltik berasal dari dua sumber gunungapi yang berada di sebelah tenggara atau Gunung Gajah (Pusat erupsi Kulon Progo Utara) yang menghasilkan batuan yang lebih basa dan timur laut daerah penelitian atau Gunung Menoreh (Pusat erupsi Menoreh) yang menghasilkan batuan yang lebih asam.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. v., 1949, The Geology of Indonesia, Vol.1A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam.

Bronto, S., 2010, Geologi Gunung Api Purba, Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung.

(8)

60

Harahap, B. H., 2011, Magma Genesis in Kabanjahe Regional Continental Margin Arc of Sumatra, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 2 Juni 2011: 105-127, Bandung.

Hibbard, M. J., 1995, Petrography to Petrogenesis, Prentice Hall, Inc., New Jersey.

Jenner, G. A., 1996, Trace Element Geochemistry of Igneous Rocks: Geochemical Nomenclature and Analytical Geochemistry, in Wyman, D. A., ed., Trace Element Geochemistry of Volcanic Rocks: Applications for Massive Sulfide Exploration, Geological Association of Canada, Short Course Notes, v. 12, p. 51-77.

Johannsen, A., 1939, A Descriptive Petrography of the Igneous Rocks, Volume I : Introduction, Texture Classifications and Glossary, 2nd ed., The University of Chicago Press, Chicago.

Kitsopoulos, K., 2010, Immobile Trace Elements Discrimination Diagrams with Zeolited Volcaniclastics from the Evros – Thrace – Rhodope Volcanic Terrain, Bulletin of the Geological Society of Greece, Proceedings of the 12th International Congress, Patras.

Pearce, J. A., 1996, A User’s Guide to Basalt Discrimination Diagrams, in Wyman, D. A., ed., Trace Element Geochemistry of Volcanic Rocks: Applications for Massive Sulfide Exploration, Geological Association of Canada, Short Course Notes, v. 12, p. 79-113.

Rollinson, H. R., 1993, Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation, Interpretation, Longman Group UK Ltd., Essex.

Setijadji, L. D., Kajino, S., Imai, A., Watanabe, K., 2006, Cenozoic Island Arc Magmatism in Java Island (Sunda Arc, Indonesia): Clues on Relathionships between Geodynamics of Volcanic Centers and Ore Mineralization, Journal of Resource Geology, vol. 56 no. 3, 267-292, New York.

Setijadji, L. D., Watanabe, K., 2009, Updated Age Data of Volcanic Centers in the Southern Mountains of Central-East Java Island, Indonesia, International Conference Earth Science and Technology, Yogyakarta.

Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polves, M., Priadi, B., 1994, Indonesian Island Arcs: Magmatism, Mineralization and Tectonic Setting: Tertiary Magmatic Belts in Java, pp. 226-244, Penerbit ITB, Bandung.

Subiyanto, 1989, Calc-Alkaline Volcanic Rocks and Related Soils from West Progo, Yogyakarta (Java, Indonesia), Thesis, Rijksuniversiteit Gent International Training Centre for Post Graduate Soil Scientists, Gent.

Williams, H., Turner, F. J., Gilbert, C. M., Petrography: An Introduction to the Study of Rocks in Thin Sections, 2nd ed., W. H. Freeman and Company, New York.

Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis, Springer, Dordrecht.

Winter, J. D., 2001, An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology, Prentice-Hall Inc., New Jersey.

Zulkarnain, I., 2008, Petrogenesis Batuan Vulkanik Daerah Tambang Emas Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu, Berdasarkan Karakter Geokimianya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 2 Juni 2008: 53-73, Bandung.

(9)

61

GAMBAR

Gambar 1. Peta indeks lokasi penelitian

(10)

62

Gambar 3. A) Kenampakan singkapan lava andesit basaltik 1, B) Kenampakan singkapan lava andesit 2, C) Tekstur trakhitik, D) Tekstur intergranular, E) Oscillatory zoning, F) Spongy cellular

Gambar 4. Klasifikasi batuan vulkanik berdasarkan: A. kandungan SiO2 dan Na2O+K2O (Le Maitre et al., 1989 dalam Rollinson, 1993), B. kandungan Nb/Y dan Zr/TiO2 (Winchester dan Floyd, 1977 dalam Jenner, 1996), C. kandungan Nb/Y dan Zr/Ti (Pearce, 1996) serta D. kandungan Co dan Th (Hastie, 2007 dalam Kitsopulos, 2010)

Gambar 5. Penentuan seri magma berdasarkan: A. kandungan Al2O3 dan Alkali Index (AI = [Na2O+K2O]/[(SiO2-43)x0.17]); Middlemost, 1975 dalam Wilson, 1989), B. kandungan SiO2 dan K2O (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993), C. kandungan Y dan Sr/Y (Defant dan Drumont, 1990 dalam Zulkarnain, 2008) serta D. kandungan SiO2 dan K2O/Na2O (Ishihara dan Murakami, 2004 dalam Setijadji, 2006)

A

1 mm 1 mm

1 mm

1 mm

C

D

E

F

B

(11)

63 Gambar 6. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan: A. kandungan Ti/Y dan Zr/Y (Pearce dan Gale, 1977 dalam Rollinson, 1993); B. kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993); C. kandungan Y dan Cr serta D. Nb/Y dan Ti/Y (Pearce, 1982 dalam Rollinson, 1993); E. kandungan Y, 2Nb, Zr/4 (Meschede, 1986 dalam Rollinson, 1993); F. kandungan Ti/100 dan V (Shervais, 1982 dalam Rollinson, 1993)

Gambar 7. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan: A. kandungan Ti/100, Zr,3Y; Ti/100,Zr,Sr/2 serta Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993) serta B. kandungan Hf/3,Th,Ta; Hf/3,Th,Nb/16 dan Zr/117,Th,Nb/16 (Wood, 1980 dalam Jenner, 1996 dan Pearce, 1996)

Gambar 8. Diagram Harker (SiO2 dengan oksida utama)

Gambar 9. Diagram Harker (SiO2 dengan unsur jejak incompatible)

(12)

64 Gambar 10. Diagram Harker (SiO2 dengan unsur jejak compatible)

Gambar 11. Spider diagram: A. Sample/Chondrites (Sun, 1980 dalam Wilson, 1989), B. Sample/Chondrites (Thompson, 1982 dalam Wilson, 1989), C. Sample/MORB (Pearce, 1983 dalam Wilson, 1989), D. Sample/Primitive Mantle (Sun dan McDonough, 1989 dalam Jenner, 1996), E. Sample/MORB (Pearce, 1996)

Gambar 12. Plotting diagram 1/Zr*100 dengan unsur-unsur lain untuk penentuan hubungan batuan dengan pusat erupsi (Tatsumi dan Eggins, 1995)

Gambar 13. Letak lokasi penelitian, pusat erupsi (oleh Setijadji dan Watanabe, 2009 dan Bronto, 2010) dan sampel geokimia (modifikasi Bronto, 2010

Gambar

Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian
Gambar 3. A) Kenampakan singkapan lava andesit basaltik 1, B) Kenampakan singkapan lava andesit  2, C) Tekstur trakhitik, D) Tekstur intergranular, E) Oscillatory zoning, F) Spongy cellular
Gambar 9. Diagram Harker (SiO 2  dengan unsur  jejak incompatible)
Gambar  12.  Plotting  diagram  1/Zr*100  dengan  unsur-unsur  lain  untuk  penentuan  hubungan  batuan dengan pusat erupsi (Tatsumi dan Eggins,  1995)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa radikal bebas pada masing-masing sampel lemak nabati dan lemak hewani yang telah dipanaskan, tingkat kerusakan lemak terbesar terjadi pada sampel minyak

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan sekilas mengenai Kaskus sebagai media yang digunakan oleh komunitas kamera plastic dan toycamera atau Klastic Yogyakarta dalam

Daurah secara khusus dan umum beliau mengarahkan supaya diadakan dalam masa satu hari atau dua, di antara topik yang di bahas dalam daurah ini ialah beberapa

Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Dinas Pariwisata Kota Samarinda belum mendapatkan hasil yang signifikan dalam Penyelenggaraan Event Festival Mahakam Ke XVIII tahun

O Bapa yang terkasih, Allah Yang Maha Tinggi, kami anak- anakMu yang hina ini bersujud di hadapan Kemuliaan TahtaMu di Surga.Kami mohon agar Engkau membebaskan

Hal ini menunjukkan bahwa PKB memiliki jumlah massa yangb banyak dan menunjukkan bahwa faktor kyai sangat berpengaruh, karena PKB memperoleh suara terbanyak atas nama

'alam hal pembinaan hubungan baik antar rumah sakit, RSU' 'r. Soegiri amongan berupaya men%egah adanya persaingan yang tidak sehat dengan mengadakan kerja sama dan koordinasi

Peneliti berpandangan ada keterkaitan antara gaya belajar dengan metode pembelajaran; dimana gaya belajar konvergen memiliki interaksi yang lebih kuat dengan metode