• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Realis Implementasi Regulasi terkait Mutu dalam Penyelenggaraan Program JKN di Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Realis Implementasi Regulasi terkait Mutu dalam Penyelenggaraan Program JKN di Provinsi Jawa Timur"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Realis Implementasi Regulasi terkait Mutu

dalam Penyelenggaraan Program JKN di Provinsi

Jawa Timur

Disusun Oleh:

(2)

ARTIKEL PENELITIAN TOPIK MUTU – PROVINSI JAWA TIMUR

Evaluasi Realis Implementasi Regulasi terkait Mutu

dalam Penyelenggaraan Program JKN di Provinsi Jawa

Timur

Christiana Sandra 1, Puti Aulia Rahma2, Hanevi Djasri2

1Universitas Jember, 2PKMK FK KMK UGM

Latar Belakang: Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dijalankan berdasar berbagai

kebijakan. Kebijakan program JKN terkait mutu layanan kesehatan yang sudah ada di Indonesia saat ini adalah tentang kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan (KBKP), kendali mutu dan kendali biaya (KMKB), dan pengendalian kecurangan (fraud) layanan kesehatan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana penerapan

kebijakan JKN terkait mutu; yaitu KBPKP, KMKB, dan pengendalian kecurangan (fraud); dapat berjalan atau tidak berjalan dalam konteks yang beragam.

Metode: Penelitian dilakukan dengan pendekatan realist evaluation (RE). Pendekatan ini

bertujuan untuk memahami mekanisme apa yang terjadi dan dalam konteks seperti apa sebuah program dapat berjalan atau tidak. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur dengan total 10 responden dari kelompok Dinas Kesehatan, FKTP, FKTRL, dan BPJS Kesehatan.

Hasil: Sebagian besar komponen kebijakan KBPKP telah berjalan di Provinsi Jawa Timur. Situasi

ini didorong oleh adanya sumber daya yang memadai untuk memenuhi komponen program. Komponen kebijakan KMKB dan anti fraud belum diterapkan optimal dengan alasan tidak adanya pembagian peran yang jelas antar tim dan tidak ada kebijakan yang berlaku.

Kesimpulan: Sebagian besar komponen kebijakan mutu dalam program JKN di Provinsi Jawa

Timur belum berjalan. Kendala yang ditemui diantaranya disebabkan oleh keterbatasan sumber daya, tidak ada komitmen dan arahan pimpinan, serta pembagian tugas yang kurang jelas antar komponen.

Kata Kunci: Evaluasi Realis; Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen; Kendali Mutu Kendali Biaya;

Pencegahan Fraud

Latar Belakang

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah menginjak tahun ke tujuh. Program ini berjalan sebagai penerapan amanah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU SJSN (2004) Pasal 2 menyatakan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 3 menyatakan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. UU BPJS (2011) di Pasal 2 menyatakan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas: kemanusiaan; manfaat; dan keadilan sosial bagi

(3)

seluruh rakyat Indonesia. Pasal 3: BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Sayangnya, dari berbagai amanah tentang pelaksanaan program JKN ini, masih minim anjuran terkait mutu layanan kesehatan.

Di Indonesia juga belum terdapat kerangka mutu nasional yang sudah berjalan yang mencakup seluruh dimensi mutu layanan kesehatan yang dianjurkan World Health Organization (WHO). Kebijakan terkait mutu layanan kesehatan yang sudah ada di Indonesia saat ini adalah tentang kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan (KBPKP), kendali mutu dan kendali biaya (KMKB), dan pengendalian kecurangan layanan kesehatan (anti fraud). Kebijakan-kebijakan ini pun baru menyangkut satu dari enam dimensi mutu WHO, yaitu efisiensi.

Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan (KBPKP) merupakan salah satu sistem pembayaran dalam program jaminan kesehatan nasional pada FKTP untuk meningkatkan pelayanan yang efektif dan efisien sehingga mutu layanan yang diberikan dapat terjaga. Penerapan KBPKP ini dinilai berdasarkan rata-rata pencapaian indikator komitmen pelayanan di FKTP selama 3 (tiga) bulan dan menjadi dasar pembayaran kapitasi 3 (tiga) bulan berikutnya. Penilaian terhadap FKTP melalui KBPKP dilihat berdasarkan pencapaian indikator yang meliputi beberapa aspek: Pertama adalah Angka Kontak yang merupakan indikator untuk mengetahui tingkat aksesabilitas dan pemanfaatan pelayanan primer di FKTP oleh peserta berdasarkan jumlah peserta JKN (per nomor identitas peserta) dengan nilai rata-rata ≥150 per mill. Indikator kedua adalah Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik untuk mengetahui kualitas pelayanan di FKTP, sehingga sistem rujukan terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensi FKTP dengan nilai rata-rata <5%. Selanjutnya yang menjadi indikator ketiga adalah Rasio Peserta Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) Rutin Berkunjung ke FKTP, yang merupakan indikator untuk mengetahui kesinambungan pelayanan penyakit kronis yang disepakati oleh BPJS Kesehatan dan FKTP terhadap peserta Prolanis dengan nilai rata-rata ≥50%, dan indikator tambahan untuk FKTP, yaitu indikator kunjungan rumah. Regulasi tentang KBPKP diatur dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Kinerja Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Penyelenggaraan program JKN memerlukan upaya kendali mutu dan kendali biaya untuk menjamin agar iuran yang telah dibayarkan oleh peserta JKN-KIS dikembalikan dalam bentuk pelayanan yang efektif dan efisien. Untuk itu, harus ada lembaga independen yang memantau penyelenggaraan program JKN, kinerja Faskes dan pemberi pelayanan, kepuasan peserta, dan memantau kinerja BPJS Kesehatan sehingga Permenkes 71 tahun 2013 memerintahkan BPJS Kesehatan membentuk Tim KMKB dan memfasilitasi tim ini dalam menjalankan perannya. Tim KMKB terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar

(4)

klinis yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk: sosialisasi tentang kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik, utilization review, audit medis, dan pembinaan etika dan disiplin profesi. Berdasarkan fungsi dan tugasnya, maka penelitian ini akan mengevaluasi efektifitas dan keberlanjutan kebijakan penerapan KMKB dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga dihasilkan angka kepuasan peserta dan Faskes.

Kecurangan atau fraud menjadi salah satu resiko dalam berjalannya program JKN. Fraud disinyalir berperan terhadap hilangnya dana kesehatan untuk layanan yang tidak bermutu. Di Indonesia, potensi kecurangan JKN di FKRTL sebesar 400 M (KPK, 2015). Di FKTP angka kecurangan mencapai 1 T (BBC, 2018). Fraud tidak hanya menimbulkan kerugian dari aspek finansial tetapi juga dari sisi keselamatan pasien. Misalnya pada kasus kateterisasi jantung yang tidak perlu pada 750 pasien yang menyebabkan 2 orang pasien meninggal dunia (NHCAA, 2016).

Di Indonesia saat ini kebijakan yang mengatur tentang pengendalian fraud adalah Permenkes (PMK) No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam PMK ini disebutkan empat komponen pengendalian kecurangan yang terdiri dari:

a. Penerapan kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan (fraud), meliputi:

a. Pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance dan Good Clinical Governance.

b. Pelaksanaan pencegahan, deteksi dan penyelesaian terhadap kecurangan.

c. Penerapan manajemen risiko kecurangan (fraud risk management) b. Pengembangan budaya pencegahan kecurangan (fraud), antara lain

meliputi:

a. Membangun budaya integritas, nilai etika, dan standar perilaku. b. Memberikan edukasi kepada seluruh pihak terkait Jaminan

Kesehatan tentang kesadaran anti kecurangan (fraud). c. Pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan

kendali biaya, antara lain melalui kegiatan:

a. Pembentukan tim kendali mutu dan kendali biaya

b. Penerapan konsep manajemen mutu dalam pelayanan kesehatan. d. Pembentukan tim pencegahan kecurangan (fraud) dalam program

Jaminan Kesehatan. Tujuan

(5)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana penerapan kebijakan JKN terkait mutu; yaitu KBPKP, KMKB, dan pengendalian kecurangan (fraud); dapat berjalan atau tidak berjalan dalam konteks yang beragam.

Metode Penelitian

Universitas Jember dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan – Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK – FKKMK UGM) didanai oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) melaksanakan evaluasi realis untuk melihat penerapan kebijakan JKN terkait mutu layanan kesehatan. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan total 10 responden, dengan rincian: 4 responden dari kelompok Dinas Kesehatan, responden dari Bidang Pelayanan Kesehatan dan Bidang Pembiayaan, 3 responden dari FKTP (wilayah Jember dan Malang), 2 responden dari Rumah Sakit, serta 1 responden BPJS Kesehatan Cabang Jember.

Realist Evaluation (RE) merupakan kajian yang dikembangkan oleh Pawson dan

Tilley (1997), sebuah pendekatan berbasis teori untuk mengevaluasi intervensi sosial dan kesehatan yang kompleks. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami mekanisme apa yang terjadi dan dalam konteks seperti apa sebuah program dapat berjalan atau tidak. Penelitian realis tidak hanya melihat program apa yang bekerja, tetapi juga melihat alasan mengapa pihak-pihak terkait mau menjalankan program ini. Evaluasi realis membantu menjelaskan hubungan kompleks antara mekanisme yang diaktivasi oleh komponen program, konteks yang mempengaruhi agar sebuah program dapat berjalan, serta keluaran yang dihasilkan baik keluaran yang diharapkan maupun tidak. Hasil penelitian realis dapat menunjukkan bahwa program bekerja (menghasilkan hasil yang diharapkan), bila program dapat memunculkan ide dan kesempatan (mekanisme), dalam konteks tertentu (Pawson dan Tilley, 1997, Pawson 2002).

Umumnya kajian realis dilakukan dalam tiga fase. Fase pertama dilakukan untuk mengidentifikasi program teori, yaitu teori tentang: bagaimana program diharapkan bekerja, dalam konteks seperti apa, dan untuk menghasilkan keluaran yang bagaimana. Data untuk membangun program teori awal dapat berasal dari penelitian sebelumnya, pengetahuan, pengalaman, dan asumsi pembuat program mengenai bagaimana program tersebut seharusnya berjalan (Better Evaluation, 2020). Data ini kemudian diolah dalam bentuk konfigurasi Contexts – Mechanisms – Outcomes (CMO). CMO ini merupakan konfigurasi hipotesis mengenai hubungan kausal antara konteks yang berbeda, berbagai mekanisme yang mungkin timbul, serta berbagai keluaran yang dihasilkan. Fase kedua merupakan tahap pengujian

(6)

hipotesis melalui pengumpulan data mengenai penerapan program dalam kehidupan sehari-hari. Fase ketiga, atau terakhir, merupakan tahapan perbaikan program teori. Keseluruhan program teori diperbaiki melalui analisis dan interpretasi untuk menghasilkan pernyataan mengenai bagaimana, mengapa, dan untuk siapa program akan (atau tidak akan berjalan) serta dalam konteks yang seperti apa (Cheyne et al., 2013).

Pada kajian ini, tahapan yang dilakukan pada masing-masing fase adalah sebagai berikut: (a) fase satu: identifikasi teori program. Identifikasi teori program dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literatur terkait berbagai komponen program pada masing-masing kebijakan. Literatur yang dikaji berasal dari buku, media massa online, maupun dari penelitian yang dipublikasi secara open access. Tahap selanjutnya pada fase pertama ini adalah penyusunan hipotesis dalam bentuk Context – Mechanism – Outcome (CMO) yang dapat dilihat pada tabel 1; (b) fase dua: pengujian teori program. Teori program yang sudah dibangun kemudian diuji dengan penelitian kualitatif melalui wawancara kepada pelaksana program dengan latar belakang konteks yang beragam; dan terakhir (c) fase tiga: perbaikan teori program. Pada tahap ini hipotesis diperbaiki dengan konfigurasi CMO baru yang menggambarkan temuan di lapangan. Tahapan pelaksanaan evaluasi, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan evaluasi realis.

Fase 1

Fase 2

Fase 3

Identifikasi Teori Program

 Kajian literatur terkait berbagai komponen program pada

masing-masing kebijakan

Penyusunan hipotesis dalam bentuk konfigurasi Context – Mechanisme – Outcome (CMO)

Pengujian Teori Program

 Dilakukan penelitian kualitatif melalui wawancara kepada

pelaksana program dengan berbagai latar belakang konteks.

Perbaikan Teori Program

 Dilakukan analisis dan interpretasi hasil wawancara untuk

(7)

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan evaluasi realis.

Tabel 1. Konfigurasi CMO untuk berbagai komponen program dari masing-masing kebijakan JKN terkait mutu

Kebijakan & Komponen

Kebijakan

Context Mechanism Outcome

Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBPKP): 1. Angka Kontak Aspek komitmen sdm

nakes, peralatan dan koneksi p care serta komitmen pimpinan berperan penting terhadap ketercapaian target indikator angka kontak (Nurlaily, 2019) 1. FKTP melakukan evaluasi kunjungan peserta JKN baik kunjungan sehat maupun kunjungan sakit untuk mencari upaya peningkatan kunjungan. 2. Disiplinnya petugas lapangan melakukan input data PCare saat kunjungan PIS PK, dan Home Care (Chandra dkk., 2020). Target angka kontak tercapai

(8)

2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik (RRNS) 1. Adanya tenaga kesehatan yang kompeten, 2. Fasilitas kesehatan ditunjangan peralatan yang memadai (Candra dkk, 2020) FKTP merasa mampu menuntaskan 144 diagnosa yang harus ditangani (Candra dkk, 2020) Target rujukan non spesialistik tercapai 3. Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP Pemantauan status kesehatan, reminder peserta prolanis melalui sms dan kualitas pelayanan dapat menyebabkan tercapainya target indikator Prolanis (Meiriana, dkk., 2019) Peserta prolanis memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan dan pengecekan rutin ke FKTP (Chandra dkk., 2020) Target peserta prolanis yang berkunjung ke FKTP tercapai

Kendali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB): 1. Sosialiasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi

Ada rapat koordinasi melalui organisasi profesi masing-masing (Hasri, 2020) TKMKB merasa bahwa tugas pembinaan etika dan disiplin profesi dan kewenangan klinis merupakan tugas organisasi profesi (Hasri, 2020) Dilaksanakan sosialiasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi 2. Utilization Review TKMKB memperoleh dan mereview laporan UR dari BPJS Kesehatan (Hasri, 2020) TKMKB memiliki persepsi Dilaksanakan utilization review walaupun

(9)

bahwa proses UR dilakukan dengan cara mereview laporan UR yang telah dibuat oleh BPJS Kesehatan (Hasri, 2020) belum secara mandiri

3. Audit Medis Audit medis dapat dilakukan secara rutin

dalam upaya

mempertanggungjawabk an mutu pelayanan klinisnya di rumah sakit (Datusanantyo, R.A, 2013) Audit yang dilakukan oleh rumah sakit adalah audit internal yang merupakan kegiatan sistemik dan dilakukan oleh peer yang terdiri dari kegiatan review, surveillance dan assesment terhadap pelayanan medis (PMK No 496 Tahun 2005 Tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit) Dilaksanakan audit medis 4. Pembinaan Etika dan Disiplin Profesi Kepada

Ada rapat koordinasi melalui organisasi profesi masing-masing (Hasri, 2020) TKMKB merasa bahwa tugas pembinaan etika dan disiplin Dilaksanakan pembinaan etika dan Disiplin Profesi Kepada

(10)

Tenaga Kesehatan profesi dan kewenangan klinis merupakan tugas organisasi profesi (Hasri, 2020) Tenaga Kesehatan

Pencegahan Kecurangan (Fraud) JKN: 1. Penyusunan

Kebijakan dan Pedoman

Pimpinan organisasi memiliki pemahaman yang memadai terkait fraud (Agrawal dkk., 2013). Pimpinan berkomintmen mengendalika n fraud dalam organisasi (Delloitte, 2019). Terdapat kebijakan dan pedoman pengendalian kecurangan JKN yang disosialisasika n dengan baik. 2. Pengembanga n Budaya Pencegahan

Pimpinan beserta jajaran memberi contoh perilaku beretika dan berintegrasi (Doody, 2010) Pegawai terdorong untuk senantiasa mencontoh perilaku etik yang ditunjukkan pimpinan (Filabi, 2018) Dilaksanakan pengembanga n budaya pencegahan kecurangan JKN 3. Pengembanga n Pelayanan Kesehatan Berorientasi Kendali Mutu dan Kendali Biaya

Pimpinan organisasi yang menciptakan budaya kerja yang mendukung akuntabilitas dan kepatuhan terhadap standar (Price & Norris, 2009; Rowe & Kellam, 2011 Cit. Laursen, 2013). Ada upaya untuk menjamin pelayanan kesehatan memenuhi standar dan persyaratan mutu dengan tetap memperhatika n biaya Dilaksanakan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan biaya

(11)

layanan (Manghani, 2016; Business Dictionary, 2020) 4. Pembentukan Tim Pencegahan Kecurangan JKN Pimpinan organisasi memiliki pemahaman yang memadai terkait fraud (Agrawal dkk., 2013). Pimpinan memilih anggota tim dan membagi tanggung jawab terhadap program anti fraud kepada anggota tim (Torpey dan Sherrod, 2011). Dibentuk tim pencegahan kecurangan JKN yang dapat bekerja optimal 5. Penyelesaian kecurangan Terdapat budaya integritas yang dibangun dalam organisasi (KPMG, 2014) Mendorong kesadaran setiap staf untuk bergerak dan melaporkan tindakan-tindakan yang mengarah kepada fraud (KPMG, 2014) Dilaksanakan prosedur penyelesaian kecurangan 6. Pemberian sanksi administratif

Ada kebijakan terkait pemberian sanksi administratif (KPMG, 2014) Mendorong pimpinan dan jajaran untuk memperhatika n dan menjadikan penanganan kasus fraud Diberikan sanksi administratif bagi pelaku yang terbukti melakukan fraud

(12)

sebagai prioritas (KPMG, 2014) 7. Pembinaan dan pengawasan

Ada keteladanan yang

dibangun dalam

organisasi (IIA et. al., 2020) Mendorong pihak terkait berupaya untuk menjamin kebijakan anti fraud berjalan (IIA et. al., 2020). Dilaksanakan pembinaan dan pengawasan sesuai anjuran PMK No. 16/ 2019 Hasil

Proses penelitian di lakukan pertama kali dengan mengurus perijinan. Perijinan ke Dinas Kesehatan, FKTRL dan FKTP berjalan dengan lancar, namun perijinan ke BPJS Kesehatan harus menunggu ijin dari BPJS Pusat. Proses perijinan ini menghabiskan waktu hampir 1 tahun. Proses wawancara berjalan lancar ketika perijinan telah disetujui.

Hasil penelitian untuk masing-masing kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBPKP) Hasil studi evaluasi penerapan kapitasi berbasis pemenuhan komitmen di Jawa Timur menunjukkan bahwa secara umum FKTP telah berkomitmen dalam mencapai target indikator KBPKP namun dalam pelaksanaannya masih terjadi berbagai hambatan. Pencapaian target indikator yang telah ditetapkan dalam regulasi KBPKP masih sulit dicapai oleh FKTP khususnya pada indikator contact rate, sedangkan pencapaian indikator rujukan non spesialistik dan prolanis relatif tercapai. Sulitnya mencapai target indikator contact rate karena petugas kesehatan di puskesmas tidak sempat meng-entry data kontak sehat dan kontak sakit pada aplikasi P Care. Entry data menjadi beban tambahan bagi petugas puskesmas dan pada kegiatan kunjungan sehat petugas kesehatan tidak mencatat kartu BPJS peserta kunjunganrsebut berbeda dengan di klinik swasta, pencapaian ke 3 indikator plus 1 indikator tambahan selalu tercapai. Kegiatan rujukan non spesialistik dan prolanis tidak menjadi hambatan baik di puskesmas maupun di klinik swasta. Indikator kunjungan rumah justru dapat membantu indikator contact

(13)

rate karena dapat menaikkan angka kunjungan sehat yang dilaksanakan oleh faskes.

Berikut kutipan hambatan pelaksanaan KBKP di FKTP puskesmas: “Hambatan, karena gini, kami kan mengumpulkan angka ini kan dari posyandu. Kunjungan ke sekolah, tapi kadang-kadang lupa tidak menanyakan kartu BPJS nya jadi ya sudah terlewat aja.”

Berikut kutipan pencapaian indikator KBKP di klinik swasta :

“Sejauh ini tidak ada masalah. Karena KBPK kan dilihat dari 3 aspek, prolanis, kontrak treat, dan rujukan non spesialis itu selama dua tahun ini klinik kami termasuk kategori aman. Artinya kita memang bisa menjalankan.”

Konfigurasi CMO berdasar hasil penelitian adalah sebagai berikut: Kebijakan &

Komponen Kebijakan

Context Mechanism Outcome

1. Angka Kontak a. Petugas

kesehatan di puskesmas tidak sempat meng-entry data kontak sehat dan kontak sakit pada aplikasi P Care. b. Entry data menjadi beban tambahan bagi petugas puskesmas. a. Kewajiban semua staf menyentuh P Care, agar familiar dengan menu-menu yang ada di P Care sehingga tidak malas untuk memasukkan data kontak sehat dan kontak sakit ke dalam P Care b. Indikator kunjungan rumah justru dapat membantu indicator Indikator angka kontak belum tercapai

(14)

contact rate karena dapat menaikkan angka kunjungan sehat yang dilaksanakan oleh faskes. 2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik (RRNS) a. FKTP memberikan sosialisasi terkait penyakit yang bisa ditangani di FKTP dan di FKTRL b. Sosialisasi melalui media massa dan elektronik semakin digencarkan untuk meningkatkan pengetahuan peserta JKN Faskes dan peserta JKN puas dengan pelayanan yang diterima dari fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan Pencapaian indikator rujukan rawat jalan non spesialistik relatif tercapai c. Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP a. FKTP menggunakan aplikasi Whatsapp untuk mengingatkan setiap saat lansia untuk datang Prolanis b. FKTP membangun hubungan kekeluargaan dengan lansia dan anggota keluarga lansia Faskes dan peserta JKN puas dengan pelayanan yang diterima dari fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan Pencapaian indikator prolanis relatif tercapai

(15)

2. Kebijakan Kendali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB):

Kebijakan KMKB teknis belum optimal berjalan di Jawa Timur. Lima tugas TKMKB teknis telah berjalan yaitu: 1) melakukan pertemuan pembahasan implementasi JKN yang mencakup aspek pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, 2) memberikan rekomendasi apabila terjadi perbedaan pemahaman antara BPJS Kesehatan dengan FKRTL dalam hal penerapan mutu pelayanan medis, 3) melakukan audit medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 4) meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan, dan 5) melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan. Kendala pelaksanaan tugas antara lain: adanya dokter yang memberikan penanganan yang berbeda untuk pasien dengan diagnosis yang sama, clinical pathway belum terlaksana sesuai prosedur yang telah ditetapkan di Rumah Sakit.

Berikut kutipan terkait pembentukan TKMKB di FKTRL :

“Tim kendali mutu dan biaya itu 2015. Dibentuk oleh RS dulu, SK dibuat RS. Mulai tahun 2016 bulan apa gitu di SK kan BPJS”

Berikut kutipan terkait pelaksanaan audit medis oleh TKMKB : “Audit medis itu dilakukan komite medis, dilakukan berkala tapi hanya kalau ada permasalahan. Kalau ada ketidaksepahaman dengan BPJS, RS juga mengumpulkan kasus nya tadi mungkin orang yang berobat disini dari identitas resume medis diagnosis kemudian dibawa ke BPJS untk perselisihan itu agar hilang”

Berikut kutipan pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan etika : “Jadi gini kita kan ga bosan memberikan sosialisasi tapi kan tidak hanya diberikan tim pengendali mutu dan biaya. Sosialisasi itu kan pelayanan antar bidang kalo dari sisi pelayanan yang menjelaskan ya bidang pelayanan dari sisi keuangan berarti sisi klaim bagaimana. Nah kalo pelayanan ada pelayanan ada penunjang, dari penunjang itu yang dapat

(16)

diketahui berapa sih obat yang dibutuhkan pemeriksaan yang dibutuhkan. Nah dari itu kalo clinical pathwaynya jalan sebenarnya ga ada masalah. Ada masalah kalo clinical pathwaynya tidak jalan juga dari kendali biayanya yang lebih menjadi malas karena apa dokter menyatakan kalo saya dibatasi pelayanan ini jadi tidak bermutu. Ini butuh ini, maka teteap diberikan wlaupun ruginya sudah banyak dan pasien ini tidak ada indikasi untuk dirujuk ya sudah itu resiko rumah sakit”

Konfigurasi CMO berdasar hasil penelitian adalah sebagai berikut: Kebijakan &

Komponen Kebijakan

Context Mechanism Outcome

1. Sosialiasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi Sosialisasi dilaksanakan 1x, tidak dilakukan secara berkala Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan di FKRTL di daerah terbatas pada tingkat tenaga kesehatan belum sampai pada peserta JKN Kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur namun belum maksimal 2. Utilization Review a. Tim KMKB melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan Peserta JKN belum memahami jenis perawatan dan jenis penyakit yang tercover dalam BPJS Pelayanan kesehatan kepada Peserta belum sesuai dengan mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan secara efisien

(17)

b. Tim KMKB meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan 3. Audit Medis Tim KMKB

melaksanakan kegiatan dan rapat koordinasi secara berkala

Audit medis dilakukan jika terdapat komplain dari pasien terkait pelayanan tenaga kesehatan yang dianggap tidak sesuai, dan apabila terjadi kasus kematian Ibu dimana angka ini cukup tinggi terjadi di Jatim Tim KMKB melakukan audit medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku 4. Pembinaan Etika dan Disiplin Profesi Kepada Tenaga Kesehatan Tim KMKB menunggu feedback dari BPJS Kesehatan jika ada klaim yang kurang tepat

Respon yang lambat dari BPJS

menyebabkan TKMKB merasa was was dan harus

mempersiapkan bukti konkret yang dapat

Tim KMKB melaksanakan kegiatan ini pada kasus tertentu saja

(18)

menunjang klaim tersebut

3. Kebijakan Pencegahan Kecurangan (Fraud) JKN:

Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa penerapan kebijakan pencegahan kecurangan JKN berlum berjalan optimal.

Tim anti Fraud di FKTL telah terbentuk namun bekerja hanya memverifikasi dan mengklarifikasi dokumen sebelum dikirim ke BPJS. Tim tersebut dibentuk oleh BPJS. Dalam hal fraud, telah ada upaya deteksi dini fraud di tingkat FKRTL melalui kegiatan verifikasi dan klarifikasi dokumen pasien saat mendaftar dan dokumen resume medis sebelum dikirimkan ke BPJS. BPJS juga melaksanakan tim audit yang langsung turun ke lapangan mengambil sampel beberapa puskesmas. Tim audit tersebut bekerja setahun sekali, biasanya yang dipakai sampling adalah claim persalinan. Menanyakan langsung kepada ibu yang telah melahirkan, apakah benar telah melakukan persalinan di tanggal yang tertera.

Tim anti fraud di FKTRL bekerja merujuk pada kebijakan Permenkes 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kebijakan terkait fraud ini hanya disosialisasikan dengan cara men-share file di grup whattsapp agar dapat dibaca oleh seluruh staf. Belum ada upaya pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya. Budaya pencegahan anti fraud lebih ditekankan pada tim medis yang disampaikan secara berkala oleh komite medis. Tata kelola manajemen di faskes juga lebih tertata dengan adanya kebijakan terkait fraud, karena staf akan berusaha bekerja sesuai jalur yang telah ditetapkan sehingga dapat dikatakan fraud merupakan upaya deteksi dini jika ada hal yang mengarah pada kecurangan.

Baik BPJS maupun Dinas Kesehatan Jember belum melakukan monitoring dan evaluasi terkait fraud di faskes. Namun jika ada

(19)

perselisihan terkait kecurigaan fraud dari BPJS terhadap faskes, dinas kesehatan menjembatani hal tersebut sehingga jelas duduk perkara. Hasil sampai saat ini belum ditemukan kecurangan di faskes, hanya berupa kesalahan-kesalahan saat memasukkan data ke dalam P Care. Fraud yang dilakukan oleh peserta pernah sekali didapati oleh FKTP dan FKTRL pada tahun 2016 yaitu pasien menggunakan identitas kartu peserta BPJS. Pasien tersebut belum tercover BPJS, sedang sakit dan tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan. Salah satu perangkat desa merasa kasihan dan meminta pasien tersebut menggunakan kartu BPJS miliknya. Hal ini terjadi karena kartu BPJS tidak terdapat foto pemilik kartu. Pelaporan kejadian Fraud ini tidak pernah dilaksanakan karena pihak faskes menemukan kecurangan tersebut saat pasien mendaftar dan belum sampai mendapat pelayanan. Kebijakan terkait fraud tersebut dapat meningkatkan kepuasan provider, karena tim medis lebih taat prosedur (SOP) sehingga tim medis juga tidak takut melakukan tindakan asal sesuai dengan prosedur.

Berikut kutipan terkait kebijakan dan pedoman anti fraud:

“Seharusnya ada hanya selama ini pelaksanaannya sesuai dengan yang dibutuhkan. Kebijakan dari pemerintah pusat saja. Jadi lebih ini agar tidak fraud, karena kalo sudah masuk BPJS itu bisa lebih lama dan bisa jadi RS yang mengembalikan ke BPJS.”

Berikut kutipan pelaksanaan deteksi dini fraud di FKTRL:

“Apa ya kan tim fraud itu mencegah adanya kecurangan kalo kita biasanya lebih kesesuaian dengan berkas klaim dan diagnosa. Sehingga berkas sebelum ke BPJS dilihat sudah tidak ada.”

Konfigurasi CMO berdasar hasil penelitian adalah sebagai berikut: Kebijakan &

Komponen Kebijakan

(20)

1. Penyusunan Kebijakan dan Pedoman

Tidak ada arahan untuk membentuk kebijakan dan pedoman di daerah Pemerintah tingkat Kabupaten maupun RS menggunakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Belum ada kebijakan dan pedoman yang disusun 2. Pengembangan Budaya Pencegahan Tenaga medis akan berusaha bekerja sesuai jalur yang telah ditetapkan sehingga dapat dikatakan fraud merupakan upaya deteksi dini jika ada hal yang mengarah pada kecurangan

Tim fraud dan komite medis melakukan sosialisasi terkait fraud secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan tenaga medis Upaya pencegahan fraud dilaksanakan secara tepat 3. Pengembangan Pelayanan Kesehatan Berorientasi Kendali Mutu dan Kendali Biaya Belum ada kegiatan pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan kendali biaya Belum ada kegiatan pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan kendali biaya Belum ada kegiatan pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan kendali biaya 4. Pembentukan Tim Pencegahan Kecurangan JKN RS memiliki tim fraud yang beberapa anggotanya juga anggota komite medis Tim fraud membantu pencegahan fraud di faskes karena ada kasus penggunaan kartu BPJS bukan milik peserta BPJS Tim sudah terbentuk namun belum bekerja optimal sesuai amanat PMK No. 36/ 2015

(21)

Pembahasan

1. Kebijakan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBPKP) Di era JKN-KIS, kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh FKTP sangatlah penting, mengingat FKTP merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan, sekaligus sebagai gatekeeper pelayanan kesehatan. Bila kualitas FKTP tidak ditingkatkan, angka rujukan akan terus meningkat, sehingga bisa terjadi penumpukan pasien di rumah sakit (Direktur BPJS, 2017). Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan (KBPKP) merupakan salah satu sistem pembayaran dalam program jaminan kesehatan nasional pada FKTP untuk meningkatkan pelayanan yang efektif dan efisien sehingga mutu layanan yang diberikan dapat terjaga. Penerapan KBPKP ini dinilai berdasarkan rata-rata pencapaian indikator komitmen pelayanan di FKTP selama 3 (tiga) bulan dan menjadi dasar pembayaran kapitasi 3 (tiga) berikutnya.

Pelaksanaan pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan secara umum belum memberikan daya ungkit dalam meningkatkan kinerja FKTP. Berdasarkan hasil penelitian di Provinsi Jawa Timur bahwa kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan menjadi beban bagi FKTP sehingga sulit mencapai target Indikator Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan. FKTP di Kabupaten Jember dan Kota Malang, hanya ada beberapa puskesmas yang mencapai target sehingga kapitasinya tetap pada 100%, namun lebih dari ¾ puskesmas tidak mencapai target indikator KBPKP akibatnya FKTP dikurangi kapitasinya menjadi 92,5%. Capaian target indikator yang telah ditetapkan dalam pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan sulit dicapai oleh FKTP khususnya pada indikator contact rate, sedangkan pencapaian indikator rujukan non spesialistik, prolanis dan home visit relatif tercapai. Tidak tercapainya indikator contact rate dikarenakan tingginya beban kerja petugas puskesmas dalam melaksanakan program layanan dalam gedung maupun luar gedung sehingga petugas tidak memiliki waktu yang cukup untuk entry data kontak sehat dan kontak sakit pada aplikasi P Care.

Pada FKTP yang telah mencapai target indikator kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan dikarenakan adanya monitoring dan evaluasi terhadap petugas pelaksana program baik layanan dalam gedung (Klinik) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Puskesmas dan adanya kontrol yang rutin dari kepala Puskesmas dalam proses entry data di P Care. FKTP berupaya untuk meningkatkan komitmen utk memenuhi ke-4 indikator tersebut dengan mensosialisasikan pada masyarakat agar selalu

(22)

membawa Kartu Kepesertaan JKN setiap kunjungan ke Posyandu, Posbindu dan seluruh kegiatan diluar gedung Puskesmas.

Ketersediaan sumber daya merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pencapaian indikator-indikator KBK. Sumber daya ini diantaranya dalam bentuk sumber daya manusia dan sumber daya dana (Nofriyenti dkk., 2019). Sumber daya manusia yang memadai, sangat membantu dalam proses kunjungan rumah, sehingga membantu tercapainya target angka kontak. Dukungan lain yang dapat membantu tercapainya angka kontak adalah aplikasi P-Care yang stabil saat digunakan untuk menginput data (Unso dkk., 2019). Sumber daya dana, misal melalui pengelolaan BLUD, dapat membantu FKTP mengoptimalkan pelaksanaan program yang sudah direncanakan (Nofriyenti dkk., 2019).

2. Kebijakan Kendali Mutu dan Kendali Biaya (KMKB)

Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) merupakan ujung tombak dalam upaya kendali mutu dan biaya program JKN. Dalam penyelenggaraan JKN, BPJS Kesehatan membentuk TKMKB yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi dan pakar klinis. Upaya kendali mutu dan biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan melalui (1) Pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, (2) Pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan, dan (3) Pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta.

Secara umum, Kendali Mutu dan Kendali biaya dilakukan oleh Tim Koordinasi yang berada di BPJS Kesehatan Tingkat Cabang dan Tim Teknis yang yang berada di Rumah Sakit. Tugas dari TKMKB dari BPJS Kesehatan yaitu melakukan (1) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, (2) utilization review dan audit medis, (3) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan. Sedangkan untuk kasus tertentu, Tim Kendali Mutu dan Biaya dapat meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis ke fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan. Penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh Fasilitas Kesehatan dilakukan melalui: (1) Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi; (2) Utilization review dan audit medis; (3) Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan (4) Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

(23)

Mekanisme pelaksanaan tugas TKMKB dibantu oleh komite medis. Audit medis dilakukan oleh komite medis bagian sub komite mutu sedangkan audit klinis dilakukan oleh komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien PMKP. TKMKB teknis fokus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan di rumah sakit dengan cara mengumpulkan, menyajikan dan melaporkan data ke direktur. Data diperoleh dari bangsal-bangsal dengan cara menanyakan apa permasalahan dan kendala yang ada di bangsal, penyakit-penyakit apa, dan biasanya dengan kepala rawat inapnya.

TKMKB di Provinsi Jawa Timur berjalan karena mendapat dukungan dari pihak manajemen dan kerjasama dari komite medis. Namun dalam meningkatkan mutu dan mengendalikan biaya TKMKB mengalami hambatan dari sisi dokter spesialis karena mereka memiliki keilmuan masing-masing sehingga agak sulit diseragamkan. Kendala pelaksanaan tugas TKMKB adalah personil TKMKB adalah orang-orang sibuk di organisasi profesi sehingga terjadi kesulitan untuk mengatur waktu. Namun, TKMKB mendapat dukungan dari BPJS Kesehatan dalam bentuk mengingatkan kembali plan of action yang telah disusun kepada ketua TKMKB, menerima usulan narsum, dan menyediakan akses data.

Independensi dan kewenangan merupakan salah satu kunci untuk membantu mengoptimalkan peran TKMKB. Untuk meningkatkan independensi ini diperlukan koordinasi dan fasilitasi BPJS Kesehatan dalam mengkomunikasikan tentang tugas KMKB. TKMKB juga perlu mendapat keleluasaan akses terhadap informasi tentang mutu layanan kesehatan rumah sakit karena konteks tidak adanya sistem dari tingkat daerah sampai ke pusat untuk melaporkan dan mempublikasikan hasil kinerja TKMKB. Selain itu, TKMKB juga perlu diberikan anggaran independen untuk memberi keleluasaan dalam pelaksanaan kegiatan KMKB (Hasri, 2019). 3. Kebijakan Pencegahan Kecurangan (Fraud) JKN

Salah satu kebijakan yang diberlakukan dalam program JKN adalah kebijakan terkait pencegahan kecurangan JKN (fraud). Kebijakan ini diluncurkan mengingat fraud merupakan salah satu resiko yang akan muncul dalam program asuransi kesehatan. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada April 2015. Harapannya, pada tahun 2019 nanti, implementasi kebijakan anti fraud yang merata oleh semua stakeholder, dapat membantu menghemat dana yang dikelola BPJS Kesehatan.

(24)

Di Jawa Timur, tim anti fraud di FKRTL dan FKTP telah terbentuk namun hanya bekerja memverifikasi dan mengklarifikasi dokumen sebelum dikirim ke BPJS Kesehatan. Kegiatan lain yang sudah dilakukan adalah sosialisasi kebijakan anti fraud, deteksi dini, dan penyelesaian kecurangan JKN. Namun, kegiatan-kegiatan ini belum dalam bentuk yang sesuai anjuran PMK No. 36/ 2015. Sosialisasi kebijakan anti fraud dilakukan dengan men-share file di grup whattsapp agar dapat dibaca oleh seluruh staf FKRTL. Kegiatan deteksi dini dilakukan melalui kegiatan verifikasi dan klarifikasi dokumen pasien saat mendaftar dan dokumen resume medis sebelum dikirimkan ke BPJS. Jika ada perselisihan terkait kecurigaan fraud dari BPJS terhadap faskes, dinas kesehatan menjembatani hal tersebut sehingga jelas duduk perkara.

Proses pengendalian kecurangan akan berjalan baik bila tercipta atmosfir yang mendukung. Atmosfir kerja yang penuh etika ini harus diciptakan oleh pimpinan organisasi (tone of the top). Gaya kepemimpinan yang penuh integritas akan mendorong jajaran di bawahnya untuk berperilaku dan bekerja dengan penuh integritas (ACFE, 2015). Dalam konteks pencegahan kecurangan JKN, integritas di daerah harus mulai ditunjukan ditingkat pemimpin tertinggi sektor kesehatan di daerah, yaitu Kepala Dinas Kesehatan. Sedangkan di tingkat faskes, Kepala FKTP maupun direktur RS harus mencotohkan integritas agar sistem pecegahan kecurangan JKN berjalan. Komitmen pimpinan untuk pengendalian fraud juga harus dibuktikan dalam bentuk kebijakan.

Referensi

Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). (2015). Tone At The Top: How Management Can Prevent Fraud In The Workplace. Diunduh di //www.dmcpas.com/2015/ pada 4 Januari 2018.

Better Evaluation, 2020, Realist Evaluation, diakses di

https://www.betterevaluation.org/en/approach/realist_evaluation.

British Broadcasting Corporation (BBC). (2018). ICW: "Sekitar Rp1 triliun dana BPJS menguap karena dipotong kepala daerah". Diakses di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43048536 pada 25 Oktober 2018. Business Dictionary, 2020, http://www.businessdictionary.com/definition/cost-containment.html.

(25)

Chandra, Hasri, ETB., Rahma, PA., & Djasri, H. (2020). Realist Evaluation Kebijakan Mutu Layanan Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Daerah Istimewa

Yogyakarta, diakses di

https://kebijakankesehatanindonesia.net/datakesehatan/file/Artikel-Mutu-DIY.pdf

Cheyne, H., Abhyankar, P., dan McCourt, C., 2013, Empowering change: Realist evaluation of a Scottish Government programme to support normal birth,

Midwifery, 1110 – 1121.

Deloitte, Fraud policies – Why you need one and what it should look like, diunduh dari

https://www2.deloitte.com/nz/en/pages/finance/articles/fraud-policies-why-you-need-one.html#, pada 17 Maret 2020.

Doody, Helena, 2020, Developing an Anti-Fraud Culture, diakses di

http://www.the-financedirector.com/features/feature81325/index.html, pada

17 Maret 2020.

Filabi, Azish, 2018, Organizational Culture Drives Ethical Behaviour: Evidence From Pilot Studies, diakses di

https://www.oecd.org/corruption/integrity-forum/academic-papers/Filabi.pdf, pada 18 Maret 2020.

Hasri, E.T., 2019. Policy Brief: Strategi Optimalisasi Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM

Hasri, ETB., Wulan, S., & Djasri, H., 2020, Evaluasi Kebijakan Kendali Mutu dan Kendali Biaya, Pencegahan Kecurangan dan Kapitasi Berbasis Komitmen dalam Era JKN di Provinsi Bengkulu Menggunakan Pendekatan Realis Evaluasi, diakses di https://kebijakankesehatanindonesia.net/datakesehatan/file/artikel-mutu-bengkulu.pdf

IIA, AICPA, dan ACFE, 2020, Managing the Business Risk of Fraud: A Practical Guide, diakses di

https://na.theiia.org/standards-guidance/Public%20Documents/fraud%20paper.pdf, pada 1 April 2020.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015). Laporan Hasil Kajian Pembangunan Alat Diagnostik dan Petunjuk Pelaksanaan Pencegahan Fraud/ Korupsi Di FKRTL Berdasarkan Permenkes 36/ 2015.

KPMG, 2014, Fraud risk management. Developing a strategy for prevention,

detection, and response, diakses di

(26)

https://assets.kpmg/content/dam/kpmg/pdf/2014/05/fraud-risk-management-strategy-prevention-detection-response-O-201405.pdf, pada 1 April 2020.

Manghani, Kishu, 2011, Quality assurance: Importance of systems and standard operating procedures, Perspesctive in Clinial Research, 2(1), 34 – 37.

NHCAA, 2016, The Challenge of Health Care Fraud, diakses di

https://www.nhcaa.org/resources/health-care-anti-fraud-resources/the-challenge-of-health-care-fraud/, pada 27 Maret 2020.

Nofriyenti, Syah, N.A., Akbar, A., 2019. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Indikator Angka Kontak Komunikasi dan Rasio Peserta Prolanis di Puskesmas Kabupaten Padang Pariaman, Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2).

Pawson, R., 2002. Evidence-based policy: in search of a method. Evaluation 8, 157– 181.

Pawson, R., Tilley, N., 1997. Realistic Evaluation. Sage, London.

Torpey, Dan, dan Sherrod, Mike, 2011, Who Owns Fraud?, Fraud Magazine, diakses

di https://www.fraud-magazine.com/article.aspx?id=4294968975, pada 18

Maret 2020.

Unso, M.R., Kolibu, F.K., Maramis, M.R.R., 2019, Analisis Pemenuhan Indikator Dalam Sistem Kapitasi Berbasis Komitmen (Kbk) Terhadap Pembayaran Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Di Puskesmas Tuminting Kota Manado, Jurnal

Gambar

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan evaluasi realis.
Gambar 1. Tahapan pelaksanaan evaluasi realis.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,28 persen; kelompok perumahan, air,

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan SBU Bidang Arsitektur yang masih

Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya wadah yang dapat mewadahi kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam bidang seni musik yaitu perancangan

Menetapkan : KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA TENTANG URAIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PADA DINAS KESEHATAN

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, pemberitaan akan kenaikan harga secar mulut ke mulut atau melalui media sosial juga berdampak pada terjadinya

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Ketua maupun Wakil Ketua yang berkaitan langsung dengan tugas seksi kebersihan dan lingkungan hidup.. Penyusunan

Citra Maharlika Maharlika Nusantara Corpora Tbk, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH PENGENDALIAN INTERN PENJUALAN TUNAI TIKET

GUNUNG MAS, KALTENG - Dukungan untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yaitu Joko Widodo dan Jusup Kalla terus mengalir seperti dari Kabupaten Gunung Mas (Gumas) Tim