• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan sarana dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan sarana dalam"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan sarana dalam berinteraksi sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain. Berdasarkan sifatnya lingkup komunikasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu komunikasi verbal yang berupa bahasa dan komunikasi nonverbal sebagai subtitusi pesan verbal, pelengkap pesan verbal, dan sebagai aksentuasi pesan verbal.

Salah satu bentuk komunikasi nonverbal adalah simbol. Simbol berupa artefak adalah hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan umum. Selain berfungsi estetik, artefak juga dapat menunjukkan status atau identitas diri seseorang, misalnya baju, topi, pakaian dinas, cincin, gelang, alat transportasi, alat rumah tangga, arsitektur, patung, dan lain sebagainya (Cangara, 1998:109).

Benda atau artefak sebagai media komunikasi nonverbal sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan dikenal dengan istilah simbol. Simbol merupakan suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman subjek kepada objek, artinya simbol memimpin komunikan untuk lebih memahami isi pesan yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan sifat simbol yang multi fungsi, yaitu selain sebagai media komunikasi juga dapat mengekspresikan emosi isi pesan yang tidak bisa disampaikan hanya dengan cara verbal. Dari uraian tersebut maka komunikasi simbolik adalah proses komunikasi yang menggunakan simbol atau lambang yang mengandung maksud tertentu dan yang memimpin

(2)

2

pemahaman terhadap simbol atau lambang tersebut serta sesuai dengan kesepakatan bersama.

Komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Setiap aktifitas tidak lepas dari komunikasi, termasuk aktifitas adat istiadat. Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal (Cangara, 1998:4).

Semua perilaku manusia disertai dengan simbol-simbol sebagai media dalam berkomunikasi sebagai bentuk interaksinya. Penggunaan simbol ini dalam ilmu komunikasi dikaji dalam komunikasi nonverbal. Berdasarkan pada fungsinya sebagaimana yang dikatakan oleh Mark L. Knapp dalam Devito (1997 : 177), bahwa komunikasi nonverbal yang disampaikan melalui simbol berfungsi sebagai subtitusi komunikasi verbal, untuk melengkapi pesan verbal, dan aksentuasi pesan verbal. Simbol merupakan salah satu inti dari sebuah adat istiadat yang dapat terlihat pada setiap suku bangsa yang ada di Indonesia termasuk suku Batak.

Suku Batak terbagi dalam berbagai sub suku yang didasarkan atas pemakaian bahasa Batak yang mempunyai perbedaaan di antara masing-masing sub suku, yaitu 1) Batak Karo di bagian utara Danau Toba, 2) Batak Pakpak atau Dairi di bagian barat Tapanuli, 3) Batak Toba di tanah Batak pusat dan di utara Padang Lawas, 4) Batak Simalungun di timur Danau Toba, 5) Batak Angkola/Mandailing di Angkola, Sipirok, Padang Lawas Tengah dan Sibolga bagian selatan (Antonius, 2006:180).

(3)

3

Suku Batak khususnya sub suku Batak Toba tersebar ke berbagai daerah sebagai perantau termasuk ke provinsi Sumatera Utara, hal ini ditandai dengan adanya masyarakat Batak Toba yang bekerja sebagai parengge-rengge (pedagang), supir angkutan kota, pegawai negeri, pegawai swasta, dan lain-lain.

Sebagai masyarakat perantau tentunya masyarakat Batak Toba juga harus memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan, meneruskan keturunan, dan mempertahankan silsilah. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui pranata perkawinan.

Sistem perkawinan masyarakat Batak Toba adalah bentuk keluarga yang berdasarkan monogami, yaitu satu suami dan satu istri dan garis keturunan ditarik berdasarkan garis ayah atau patrilineal. Sistem perkawinan masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari falsafah Dalihan Na Tolu. Secara harafiah arti kata Dalihan Na Tolu ialah “Tungku Nan Tiga”, yang merupakan lambang jika diasosiasikan dengan sistem sosial Batak yang mempunyai tiga tiang penopang, yaitu Hula-Hula atau pihak pemberi gadis (wife giving party), Dongan Tubu atau saudara semarga, dan Boru atau pihak penerima gadis (wife receiving party). Tiga tiang penopang inilah yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba (Siahaan, 1982:18).

Upacara perkawinan sampai saat ini masih tetap dilakukan oleh masyarakat Batak Toba, namun perkembangan zaman mengakibatkan pergeseran pandangan masyarakat akan nilai-nilai upacara perkawinan tersebut khususnya pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol adat sehingga mengakibatkan timbulnya perubahan tata cara pelaksanaan upacara adat perkawinan di setiap

(4)

4

daerah termasuk daerah perantauan. Apalagi ditambah dengan tingginya tingkat pendidikan yang menyebabkan meluasnya tingkat kognitif masyarakat, serta faktor agama dan status sosial yang banyak berperan dalam penentuan afeksi mereka terhadap upacara adat perkawinan serta simbol-simbol yang ada di dalamnya. Namun pada dasarnya pelaksanaan adat perkawinan itu tetap sama yaitu berdasarkan adat dalihan na tolu (tiga peranan penting dalam masyarakat adat Batak Toba) (Pasaribu, 2002:74-79).

Demikian halnya dengan masyarakat Batak Toba di perantauan khususnya masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai telah banyak melakukan pengurangan terhadap upacara perkawinan sehingga menjadi lebih ringkas, seperti pengurangan tahapan-tahapan tata cara upacara perkawinan, sebagian tahapan upacara sebelum dan sesudah perkawinan disatukan dengan upacara pelaksanaan perkawinan. Namun penggunaan benda adat yang menjadi pelengkap dalam melaksanakan upacara perkawinan masih tetap dilakukan, khususnya benda adat yang diberikan kepada pengantin dengan bantuan seorang Tokoh adat (Raja Adat/ parhata), yaitu seseorang yang sudah dituakan dan benar-benar mengerti tentang adat. Tokoh adat sangat diperlukan dan berperan penting dalam upacara-upacara adat Batak Toba termasuk upacara perkawinan Batak Toba.

Sianipar (1991 : 222-241) menyebutkan benda adat yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada pengantin adalah sebagai berikut :

1. Ihan atau Dekke (ikan mas), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis) merupakan simbol kesuburan/keturunan yang banyak.

(5)

5

2. Mandar Hela (sarung pengantin laki-laki), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis) supaya pengantin laki-laki tersebut rajin mengikuti acara-acara adat.

3. Ulos Hela (ulos pengantin), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ulos yang diberikan kepada pengantin disebut ulos hela artinya supaya pengantin laki-laki menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat melindungi keluarga.

4. Boras (beras), merupakan simbol sumber kehidupan, supaya pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik.

Penelitian ini penting dilakukan karena mengingat suku bangsa Batak Toba merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia yang banyak menggunakan simbol berupa benda adat dalam aktifitas adat istiadat termasuk adat perkawinan. Semua benda adat tersebut merupakan simbol komunikasi dan mengandung makna yang baik untuk pembinaan kehidupan rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat sehingga perlu dilestarikan serta dipahami.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi pasangan suami-istri yang tinggal di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, terhadap bentuk komunikasi simbolik yang digunakan sebagai pelengkap pesan verbal berupa nilai-nilai perkawinan yang diberikan kepada pengantin dalam upacara perkawinan adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, Dimana pada lingkungan ini populasi masyarakat Batak Toba yang banyak khususnya pasangan suami istri yang sudah melaksanakan upacara perkawinan adat Batak Toba. Persepsi timbul karena adanya stimulus, yaitu bentuk komunikasi simbolik yang digunakan dalam upacara perkawinan. Bentuk komunikasi simbolik yang digunakan dalam upacara

(6)

6

perkawinan adat Batak Toba dapat menimbulkan persepsi yang berbeda dari pasangan suami-istri yang telah melaksanakan upacara perkawinan tersebut termasuk pada pasangan suami istri yang telah melaksanakan upacara perkawinan adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

” Bagaimanakah persepsi pasangan suami-istri terhadap bentuk komunikasi simbolik yang digunakan pada upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai?”

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Hal ini juga berfungsi juga agar masalah yang diteliti dapat dilakukan dengan maksimal. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi pasangan suami istri terhadap bentuk komunikasi simbolik yang diberikan kepada pengantin dalam upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. 2. Subjek dari penelitian ini adalah dengan penentuan informan sebagai

berikut:

a. Informan yang dipilih sebagai informan utama adalah penduduk Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, yang

(7)

7

merupakan pasangan suami-istri yang bersuku Batak Toba dan telah melaksanakan upacara perkawinan secara adat Batak Toba. b. Informan kedua yang dipilih selain informan utama yaitu informan

pembanding yang berperan sebagai tokoh adat adalah penduduk Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.

3. Penelitian terbatas pada pasangan suami-istri di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, usia perkawinannya antara 5 tahun keatas.

4. Penelitian hanya sampai kepada persepsi pasangan suami istri terhadap empat bentuk komunikasi simbolik yang diberikan kepada pengantin dalam upacara perkawinan masyarakat Adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.

5. Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2011. 1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui empat bentuk komunikasi simbolik yang diberikan oleh pihak pengantin perempuan kepada pasangan pengantin pada upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba.

2. Untuk mengetahui persepsi pasangan suami-istri terhadap bentuk komunikasi simbolik yang digunakan pada upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba.

(8)

8 1.5. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Ilmu Komunikasi khususnya tentang bentuk komunikasi tradisional berupa simbol yang terdapat pada masyarakat adat.

2. Menjadi sumbangan pemikiran bagi penelitian sejenis. 2. Secara Praktis

1. Diharapkan generasi muda, khususnya generasi muda masyarakat Batak Toba mempelajari serta melestarikan kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional.

2. Dapat digunakan sebagai literatur bagi masyarakat Batak Toba untuk mengetahui persepsi mayarakat Batak Toba terhadap bentuk komunikasi simbolik atau benda adat.

1.6. Kerangka Teori

Untuk lebih memantapkan pembahasan masalah yang telah dikemukakan maka perlu kiranya didukung oleh kerangka teori. Menurut Hadari Nawawi setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah penelitian disorot

(9)

9 1.6.1 Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atua hubungan-hubungan yang diperoleh dangan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2004: 51). Gulo (1982: 207) mendefinisikan bahwa persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Bagi Atkinson, persepsi adalah proses saat kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Verbeek (1978), persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu fungsi yang manusia secara langsung dapat mengenal dunia riil yang fisik. Brouwer (1983; 21) menyatakan bahwa persepsi (pengamatan) ialah suatu replika dari benda di luar manusia yang intrapsikis, dibentuk berdasar rangsangan-rangsangan dari objek. Sedangkan Pareek (1996:13) memberikan definisi yang lebih luas ihwal persepsi ini; dikatakan “persepsi dapat di definisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra atau mata” (Sobur,2003: 465).

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal yang penting yang dialami setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatau berupa informasi ataupun segala rangsangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, dan selanjutnya di proses.

Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak

(10)

10

jelas pada definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot: “persepsi dapat didiefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”, sedangkan Rudolph F.Verderber: “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi, atau J. Cohen: “Persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representative objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana” (Mulyana, 2005: 168).

Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering merka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Manusia secara ilmiah ingin mengetahui dunia di luar dirinya dan seberapa tepat mereka menggambarkannya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama, yaitu:

1. Seleksi, adalah sutu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang

(11)

11

diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Reaksi, yaitu persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Tentulah ada faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya persepsi, yaitu:

1. Diri orang yang bersangkutan sendiri.

Apabila seorang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapannya.

2. Sasaran persepsi tersebut.

Sasaran itu mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat- sifat seperti itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan cirri-ciri lain dari sasaran persepsi turut menentukan cara pandang orang yang melihatnya.

3. Faktor situasi

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang.

I.6.2 Komunikasi Simbolik Perkawinan Batak Toba

Simbol merupakan suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman subjek kepada objek, artinya simbol memimpin komunikan untuk lebih

(12)

12

memahami isi pesan yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan sifat simbol yang mempunyai fungsi sebagai media komunikasi dan dapat mengekspresikan emosi isi pesan yang tidak bisa disampaikan hanya dengan cara verbal.

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, yang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 630) simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu.

Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan komunikasi simbolik adalah proses komunikasi yang menggunakan simbol atau lambang yang mengandung maksud tertentu dan yang memimpin pemahaman terhadap simbol atau lambang tersebut serta sesuai dengan kesepakatan bersama. Bentuk komunikasi simbolik yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah komunikasi simbolik yang menggunakan benda atau artefak sebagai media penyampaian pesannya. Benda atau artefak tersebut mempunyai sifat tertentu yang dapat mempresentasikan pesan yang ingin disampaikan. Adapun bentuk komunikasi simbolik yang digunakan pada perkawinan adat Batak Toba yaitu:

1. Dekke (ikan mas), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Dekke (ikan mas) merupakan simbol kesuburan/keturunan yang banyak, simbol restu dari orang tua pengantin perempuan,mata pencaharian yang baik serta simbol kasih sayang dari orang tua pengantin perempuan.

(13)

13

2. Mandar Hela (sarung pengantin laki-laki), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Sesuai dengan namanya mandar hela atau sarung ini diberikan kepada hela (menantu atau pengantin laki-laki), pemberian sarung ini mengandung pesan supaya pengantin laki-laki tersebut rajin mengikuti acara-acara adat.

3. Ulos Hela (ulos pengantin), simbol ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ulos yang diberikan kepada pengantin disebut ulos hela dan jenis ulos yang lazim diberikan berupa

ulos ragi hotang. Dilihat dari bentuk ulos ini yang terdiri dari ragi pangolat

(pembatas) melambangkan keperkasaan pengantin laki-laki, artinya supaya menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat melindungi keluarga, ragi

keturunan (keturunan) melambangkan supaya pengantin mempunyai keturunan

yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga.

4. Boras (beras), merupakan simbol sumber kehidupan, supaya pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik. Simbol kekuatan, supaya pengantin selalu sehat dan jiwanya selalu kuat dalam menghadapi hidup sehari-hari. Sebagai simbol kasih sayang dari keluarga dekat pengantin perempuan kepada pengantin.

I.6.3 Teori Interaksi Simbolik

Interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu simbol yang penting dan isyarat (decoding). Akan tetapi simbol bukanlah merupakan faktor-faktor yang telah terjadi namun meruakan suatu proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian ‘makna’. Penyampaian makna dan simbol inilah yang menjadi subject matter dalam interaksi simbolik.

(14)

14

Interaksi simbolik juga didefenisikan secara implicit melalui gerakan tubuh. Dalam gerakan tubuh ini akan terimplikasi ataupun terlihat seperti suara atau vokal, gerakan fisik, dan sebagainya yang mengandung makna. Hal-hal yang dicontohkan itu adalah simbol yang signifikan dari interaksi simbolik.

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Defenisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia hanya bertindak hanya berdasarkan defenisi atau penafsiran mereka atas objek-objek disekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini makna sikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah sesuatu medium yang netral yang memungkinkan kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial (Mulyana, 2001:68)

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara singkat interaksionalisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama individu merespons sebuah situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan,

(15)

15

termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu kewaktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.

1.8. Kerangka Konsep

Sebagai makhluk sosial dan juga makhluk komunikasi, manusia dalam menjalin suatu hubungan sosial dapat melalui berbagai bentuk interaksi sosial, salah satu interaksi tersebut adalah interaksi dengan menggunakan simbol sebagai media pengantar pesan, pelengkap pesan, aksentuasi pesan verbal, dan sebagai subtitusi pesan verbal tersebut. Manusia memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih canggih dibanding dengan makhluk lainnya, yaitu penggunaan simbol-simbol dalam menyampaikan maksud dan tujuan terhadap manusia lainnya, yang disertai dengan pemahaman makna simbolisasi tersebut. Inilah yang disebut dengan interaksi simbolik. Interaksi melalui simbol-simbol ini, dalam ilmu komunikasi dikaji sebagai komunikasi simbolik. Komunikasi simbolik ini merupakan landasan dari perilaku nonverbal yang diterapkan dalam aktifitas adat-istiadat masyarakat tertentu. Salah satunya adalah dalam masyarakat adat Batak Toba, yang menggunakan komunikasi simbolik dalam pelaksanaan upacara perkawinan.

Bentuk komunikasi simbolik berupa benda-benda adat yang digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba dapat berupa dekke (ikan mas), mandar hela (sarung pengantin laki-laki), ulos hela (ulos pengantin laki-laki), dan

(16)

16

boras (beras) (Sianipar,1991:222-241). Benda tersebut disampaikan terutama kepada kedua pengantin. Namun beberapa hal seperti seperti pengalaman, proses belajar, perhatian, dan pengetahuan dapat mempengaruhi tanggapan atau persepsi masyarakat Batak Toba terhadap bentuk komunikasi simbolik tersebut.

Adapun konsep-konsep yang akan diteliti adalah:

a. Persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Ihan atau Dekke(ikan mas) Ihan atau Dekke (ikan mas) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ihan atau Dekke (ikan mas) merupakan simbol kesuburan/keturunan yang banyak, simbol restu dari orang tua pengantin perempuan, mata pencaharian yang baik serta simbol kasih sayang dari orang tua pengantin perempuan.

b. Persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Mandar Hela(sarung pengantin laki-laki)

Mandar Hela (sarung pengantin laki-laki) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Sesuai dengan namanya mandar hela atau sarung ini diberikan kepada hela (menantu atau pengantin laki-laki), pemberian sarung ini mengandung pesan supaya pengantin laki-laki tersebut rajin mengikuti acara-acara adat.

c. Persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Ulos

Ulos Hela (ulos pengantin) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ulos yang diberikan kepada pengantin disebut ulos hela dan jenis ulos yang lazim diberikan berupa ulos ragi hotang. Dilihat dari bentuk ulos ini yang terdiri dari ragi

(17)

17

pangolat (pembatas) melambangkan keperkasaan pengantin laki-laki, artinya supaya menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat melindungi keluarga, ragi keturunan (keturunan) melambangkan supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga.

d. Persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Boras(beras)

Boras (beras) merupakan simbol sumber kehidupan, supaya pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik. Simbol kekuatan, supaya pengantin selalu sehat dan jiwanya selalu kuat dalam menghadapi hidup sehari-hari. Sebagai simbol kasih sayang dari keluarga dekat pengantin perempuan kepada pengantin. 1.9. Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (1986) menyatakan bahwa analisis data kualitatif tentang mempergunakan kata-kata selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas dan dideskriptifkan. Pada saat memberikan makna pada data yang dikumpulkan, maka penulis menganalisis dan menginterpretasikan. Karena penelitian yang bersifat kualitatif maka dilakukan analisis data pertama hingga penelitian terakhir secara simultan dan terus menerus. Selanjutnya interpretasi atau penafsiran dilakukan dengan mengacu kepada rujukan teoritis yang berhubungan atau berkaitan dengan permasalahan penelitian dalam Endah Rundika (2011: 15).

Proses analisis data diawali dengan mengevaluasi data-data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara mendalam, observasi, maupun tinjauan pustaka guna memastikan keakuratan data. Setelah itu data direduksi (edit),

(18)

18

ditafsirkan, dan diorganisasikan. Untuk kemudian dipaparkan sebagai hasil penelitian dan membuat kesimpulan.

Proses Analisis Data Kualitatif Fakta Empiris

Sumber: Kriyantono (Bungin, 2008:195)

Model Analisis Semiotik Ferdinand Saussure

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data semiotik Ferdinand Saussure di mana analisis semiotik Saussure berupaya menemukan makna tanda/simbol termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda/simbol tersebut (Rachmat, 2009:264). Pemikiran pengguna tanda/simbol merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda/simbol tersebut.

Dari model analisis semiotik Ferdianand, peneliti memilih semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam

Berbagai Data di Lapangan Analisis/klasifika si/kategorisasi ciri-ciri umum Pemaknaan/Interp retasi Ciri-ciri umum Kesahihan Data: -Kompetensi subjek -Authenticity -Intersubjectivity BERTEORI & KONTEKSTUAL

(19)

19

kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun temurun dipertahankan dan dihormati.

Model analisis semiotik dari Saussure dapat digambarkan sebagai berikut: SIGN

Composed of

Signifier Signification

Signified Referent

(Eksternal Reality) Sumber: Kriyantono (Bungin,2009:268)

Menurut Saussure, tanda terdiri dari:

1. Bunyi-bunyi dan gambar (Sounds and images), disebut ”Signifier”

Pada penelitian ini tanda atau gambar itu adalah ihan atau dekke(ikan mas), mandar hela (sarung pengantin laki-laki), ulos, dan boras(beras).

2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyi dan gambar (The concepts these sounds and images), disebut ”Signified” berasal dari kesepakatan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan konsep-konsep dari bunyi atau gambar adalah konsep atau makna dari gambar ihan atau dekke(ikan mas), mandar hela (sarung pengantin laki-laki), ulos, dan boras (beras) yang telah disepakati secara turun-temurun dalam perkawinan masyarakat adat Batak Toba.

(20)

20

Dalam penafsiran tentang makna dari setiap benda adat tersebut tentulah berbeda-beda dari setiap orang yang berkaitan langsung dengan benda tersebut. Seperti halnya pasangan suami istri masyarakat Batak Toba yang melakukan perkawinan adat Batak Toba akan menerima keempat benda adat tersebut. Mereka akan memberikan persepsi yang berbeda-beda tentang keempat benda adat tersebut sesuai dengan defenisi persepsi sebagai proses menerima, menyeleksi, mengartikan, dan memberikan reaksi kepada benda adat tersebut sebagai rangsangan panca indra atau mata.

Tanda atau sign adalah sesuatu yang berbentuk fisik (Any sounds image) yang dapat dilihat dan didengar yang biasanya merujuk kepada sebuah objek atau aspek dari realitas yang ingin disampaikan. Objek tersebut dikenal dengan ”referent”. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Syaratnya komunikator dan komunikan harus mempunyai bahasa atu pengetahuan yang sama terhadap sistem tanda. Dalam suatu proses komunikasi memerlukan sedikitnya dua unsur komunikasi yang menjadi pelaku utama dalam kelancaran proses komunikasi tersebut. Adapun unsur tersebut adalah komunikator dengan komunikan. Hubungannya dengan penelitian ini adalah proses komunikasi simbolik yang terjadi dalam upacara perkawinan adat Batak Toba yang disampaikan melalui tanda atau simbol yakni: ihan atau dekke (ikan mas), mandar hela (Sarung pengantin laki-laki), ulos, dan boras (beras) yang melibatkan unsur komunikator dengan komunikan. Siapa yang menyampaikan dan kepada siapa ditujukan makna dari komunikasi simbolik tersebut.

(21)

21

Pelaku komunikasi simbolik yang menjadi komunikator utama dalam upacara perkawinan adat Batak Toba adalah pihak pihak pengantin perempuan beserta unsur Dalihan Na Tolu dari pihak perempuan, dan yang menjadi komunikan utama adalah kedua pengantin. Adapun pesan-pesan simbolik yang melalui benda adat yang dikomunikasikan kepada kedua pengantin adalah sebagai berikut:

1. Ihan atau Dekke (Ikan Mas)

Ihan atau Dekke (ikan mas) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ihan atau Dekke (ikan mas) merupakan simbol kesuburan/keturunan yang banyak, simbol restu dari orang tua pengantin perempuan, mata pencaharian yang baik serta simbol kasih sayang dari orang tua pengantin perempuan

2. Mandar Hela (Sarung pengantin laki-laki)

Mandar Hela (sarung pengantin laki-laki) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Sesuai dengan namanya mandar hela atau sarung ini diberikan kepada hela (menantu atau pengantin laki-laki), pemberian sarung ini mengandung pesan supaya pengantin laki-laki tersebut rajin mengikuti acara-acara adat.

3. Ulos

Ulos Hela (ulos pengantin) adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau pihak hula-hula (pemberi gadis). Ulos yang diberikan kepada pengantin disebut ulos hela dan jenis ulos yang lazim diberikan berupa ulos ragi hotang. Dilihat dari bentuk ulos ini yang terdiri dari ragi pangolat (pembatas)

(22)

22

melambangkan keperkasaan pengantin laki-laki, artinya supaya menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat melindungi keluarga, ragi keturunan (keturunan) melambangkan supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga.

4. Boras (Beras)

Boras (beras) merupakan simbol sumber kehidupan, supaya pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik. Simbol kekuatan, supaya pengantin selalu sehat dan jiwanya selalu kuat dalam menghadapi hidup sehari-hari. Sebagai simbol kasih sayang dari keluarga dekat pengantin perempuan kepada pengantin.

Keempat tanda/simbol tersebut bisa dilihat dengan mata dan dikomunikasikan kepada kedua pengantin oleh pihak pengantin perempuan (pemberi gadis), dan pengantin akan menginterpretasikan tanda/simbol tesebut.

Referensi

Dokumen terkait

Vedam Subrahmanyam mengatakan, bahw dari keseluruhan metode pengereman kecepatan putar motor induksi yang disebutkan di atas, dianggap metode yang paling efektif

Panitia Pengadaan Barang / Jasa Dilingkungan Kementerian Agama Kabupaten

Siswa SMK PGRI 3 Salatiga membenarkan bahwa metode project based learning dan problem based learning sama-sama dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Sesuai

kepala madrasah menunjuk perwakilannya untuk mengikuti kegiatan tersebut tanpa di pungut biaya. Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan

Example of memorized pattern in a network with 30 coupled bistable units (panel a) and convergence to this state (panel c) from random initial configuration (panel b).. White

7: Multimedia Networking 7-17 Protocols for real-time interactive applications.  R eal- T ime P rotocol : A real-time interactive protocol that can be used for transporting

perubahan logo baru PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk dengan berupa bukti permohonan pendaftaran HAKI2. Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi pengertian Bisnis dan proses Bisnis, penjelasan kinerja, pengukuran, proses, analisa, dan identifikasi pada analisis proses bisnis,