• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi

Menurut Nurmianto (1996, p1) istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu Ergon yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum alam, sehingga ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan perancangan. Ergonomi disebut juga “human factors”, karena didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang system dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Tujuan utama dari ergonomi adalah upaya memperbaiki performan kerja manusia seperti keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan menghasilkan suatu produk yang nyaman, enak di pakai oleh pemakainya. Disamping itu diharapkan juga mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human errors).

(2)

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas rancang bangun ataupun rancang ulang. Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja, bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat, dan lain-lain. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi dan juga sebagai desain perangkat lunak.

Selain itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, seperti mengurangi rasa nyeri dan ngilu dan mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja serta kelelahan yang dialami pekerja. Penerapan faktor ergonomi yang tidak kalah penting adalah untuk desain dan evolusi produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan mudah diterapkan dan dimengerti pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan resiko dan bahaya dalam penggunaannya.

Terdapat dua pendekatan umum yang dapat dilakukan dalam menghadapi suatu permasalahan yang berhubungan dengan ergonomi. Pendekatan tersebut adalah:

- Preventif : menerapkan ergonomi sejak awal, mulai dari proses desain hingga pada pelaksanaan operasionalnya secara berkelanjutan. Pendekatan ini sangat baik karena dapat mengurangi biaya dan juga performa yang dihasilkan sudah baik dari awal.

- Korektif : melibatkan ergonomi, ketika masalah telah ditemukan seperti kelelahan operator ketika melakukan kerja secara terus menerus, kecelakaan kerja, dsb.

(3)

2.1.2 Dasar Keilmuan Ergonomi

Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar “common sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang tidak dipahami oleh masyarakat awam. Agar mendapatkan suatu perancangan pekerjaan maupun produk yang optimum membutuhkan pendekatan ilmiah daripada hanya dengan menggunakan “trial and error”. Menurut numianto (1996, p5) dasar keilmuan dari ergonomi dibagi menjadi :

- Kinesiologi :

mekanika pergerekan manusia. - Biomekanika :

aplikasi ilmu mekanika teknik untuk analisis system kerangka-otot manusia.

- Antropometri :

kalibrasi tubuh manusia.

Ergonomi dikelompokan dalam empat bidang penyelidikan, yaitu : - Penyelidikan tentang tampilan :

Tampilan merupakan suatu perangkat untuk menyajikan informasi tentang lingkungan dan dikomunikasikan ke manusia dalam bentuk lambang, angka, tanda-tanda, dsb.

(4)

Mengukur kekuatan dan kelelahan yang terjadi pada manusia ketika melakukan suatu pekerjaan.

- Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja :

Hal ini berguna untuk mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh manusia.

- Penyelidikan tentang lingkungan kerja :

Dengan cara menyelidiki kondisi lingkungan fisik dan fasilitas kerja.

2.1.3 Faktor-faktor dalam Ergonomi

Dalam penerapan ergonomi, penting untuk secara langsung mengikutsertakan pembahasan tentang system dan faktor-faktor yang berpengaruh secara menyeluruh agar tidak perlu adanya studi lanjut. Faktor-faktor tersebut adalah:

- Acces : masalah utama untuk desain alat transportasi. - Restraint : pemasangan sabuk pengaman.

- Visibility : untuk para pejalan kaki.

- Seating : memberikan penyangga punggung, lengan, beban merata untuk distribusi berat tubuh.

- Display : hal penting antara lain adalah visibility, lighting, clarity. - Controls : mudah dijangkau dan mudah diidentifikasi.

- Lingkungan : cukup ventilasi, hindari pengaruh panas langsung yang berlebihan dan hindari bentuk yang meruncing.

(5)

Aspek-aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut: ƒ Sikap dan Posisi Kerja

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang favourable, diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu :

- Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.

- Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan.

- Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau dalam posisi miring.

- Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam periode yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas tingkat siku yang normal.

• Anthropometri dan Dimensi Ruang Kerja

Anthropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia. Data anthropometri akan sangat bermanfaat dalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja.

Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Didalam menentukan dimensi ruang kerja

(6)

perlu diperhatikan antara lain jarak jangkau yang bisa dilakukan operator, batasan ruang yang cukup untuk ruang gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

• Kondisi Lingkungan Kerja

Situasi dan lingkungan kerja bervariasi, di antaranya dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan dan lain-lain; akan tetapi stress akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan terus berkumulasi dan secara tiba-tiba dapat menyebabkan hal yang fatal. Oleh karena itu, sangat penting mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan fisik kerja yang memiliki potensial bahaya.

• Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja

Perancangan sistem kerja harus memperhatikan prosedur-prosedur untuk mengekonomikasikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja.

• Energi Kerja yang Dikonsumsikan

Energi kerja yang dikonsumsikan pada saat seseorang melaksanakan kegiatan merupakan faktor yang kurang diperhatikan, karena dianggap tidak penting bila mana dikaitkan dengan performans kerja yang ditunjukkan. Meskipun enersi dalam jumlah besar harus dikeluarkan untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa pada mental manusia.

(7)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja manusia bisa berasal dari dirinya sendiri (intern) atau mungkin dari pengaruh luar (extern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu:

¾ Temperatur

Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh.

Produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24-27 derajat celcius.

¾ Kelembaban (Humidity)

Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini akan sangat dipengaruhi oleh temperatur udaranya.

¾ Siklus Udara (Ventilation)

Udara di sekitar kita dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan terus bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara di sekitar kita dapat dirasakan juga dengan sesaknya pernafasan kita dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena mempengaruhi kesehatan tubuh dan mempercepat proses kelelahan.

(8)

Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi yang cukup (melalui jendela) akan menggantikan udara yang kotor dengan yang bersih.

¾ Pencahayaan (Lighting)

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek-obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang akan mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah.

¾ Kebisingan (Noise)

Kebisingan merupakan salah satu bentuk kebisingan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita.

¾ Bau-bauan

Adanya bau-bauan juga dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat mengganggu konsentrasi orang bekerja.

¾ Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)

Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami di mana apabila frekuansi ini beresonansi dengan frekuansi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain:

(9)

ƒ Mempengaruhi konsentrasi kerja ƒ Mempercepat datangnya kelelahan

ƒ Gangguan-gangguan pada anggota tubuh, seperti mata, syaraf, otot-otot dan lain-lain.

¾ Warna

Yang dimaksud di sini adalah untuk tembok ruangan dan interior yang ada di sekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat obyek, juga memberikan pengaruh yang lain pula terhadap manusia seperti:

ƒ Warna merah bersifat merangsang

ƒ Warna kuning memberikan kesan luas terang dan leluasa ƒ Warna gelap memberikan kesan leluasa dan lain-lain.

2.2 Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Terdapat banyak metode dalam analisa postur dan pergerakan kerja, salah satunya adalah dengan metode REBA atau Rapid Entire Body Assessment.

(10)

Rapid Entire Body Assessment merupakan suatu metode yang ditemukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney , seorang ahli ergonomi yang berasal dari Inggris, yaitu sebuah metode untuk menilai postur tubuh seseorang akan resiko sikap tubuh seseorang ketika melakukan pekerjaannya (Cuergo.web,2002).

Berdasarkan Nexgen Ergonomic, inc (Web, 2002) metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan suatu metode yang secara spesifik didesain untuk menganalisa postur tubuh pekerja khususnya dibidang kesehatan dan industri. REBA didesain untuk mengevaluasi suatu pekerjaan yang menyebabkan ketidaknyamanan anggota tubuh dalam bekerja (punggung, leher, pundak, lengan atas, lengn bawah, pergelangan tangan, kaki).

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik sebaiknya kita menggunakan software REBA daripada menghitung nilai REBA dengan manual. oftware ini akan mengintegrasikan proses analisa postur dan pergerakan kerja mulai dari proses perhitungan sudut, proses penentuan range sudut, coupling, beban yang diangkat sampai ke level resiko dan tindakan perbaikan. Selain itu juga terdapat fasilitas database untuk menyimpan postur yang telah dihitung dan juga fasilitas cetak.

2.2.1 Kelebihan metode REBA

Berdasarkan Nexgen Ergonomi, Inc (Web, 2002) metode REBA ini memiliki kelebihan-kelebihan yaitu :

- Dapat digunakan untuk menganalisa postur tubuh yang stabil ataupun yang tidak stabil.

(11)

- Metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pekerja yang menyebabkan ketidaknyamanan.

- Merupakan metode analisa yang peka terhadap resiko kerangka otot dalam berbagai pekerjaan.

- Skor akhir REBA (Grand score) dapat digunakan untuk menganalisa stasiun kerja yang membutuhkan perbaikan dengan segera.

- Teknik penilaian dengan membagi-bagi tubuh kedalam segmen-segmen yang spesifik dengan memberi kode secara individual, dengan mengacu pada bidang pergerakan.

2.2.2 Langkah-langkah melakukan metode REBA

Langkah-langkah sistematis untuk melakukan metode REBA adalah : - Pengambilan data postur tubuh pekerja dengan menggunakan video. - Penentuan sudut-sudut dari postur tubuh pekerja.

Postur tubuh pekerja dibagi menjadi dua, yaitu :

- Bagian A yang terdiri dari batang tubuh, leher, dan kaki - Bagian B yang terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan.

- Penentuan berat benda yang diangkat - Perhitungan nilai REBA

(12)

2.2.3 Perhitungan REBA

Pada prinsipnya perhitungan REBA dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai yang telah dihitung pada bagian A dan juga pada bagian B sehingga didapatkan nilai C, nilai pad bagian C kemudian ditambahkan dengan aktivitas yang lainnya sehingga mendapatkan nilai akhir REBA.

Gambar 2.1 REBA Scoring

(13)

- Bagian A

ƒ Batang Tubuh / Punggung

Batang tubuh atau punggung dapat melakukan gerakan berputar, menekuk, keseamping, dan juga membentuk sudut <-20o sampai dengan >60o ketika melakukan pekerjaan. Namun gerakan yang terbaik dengan ditandai nilai REBA terkecil adalah ketika posisi batang tubuh netral, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Pergerakan Batang Tubuh

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.3 Nilai Pergerakan Batang Tubuh

(14)

ƒ Leher

Leher dapat melakukan pergerakan memutar kesamping, menunduk dan membentuk sudut <-20o hingga 20o ketika melakukan pekerjaan. Namun posisi leher yang terbaik dengan ditandai nilai REBA terkecil adalah ketika posisi leher membentuk sudut 0o - 20o, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.4 Pergerakan Leher

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.5 NIilai Pergerakan Leher

(15)

ƒ Kaki

Kaki dapat melakukan pergerakan stabil, tidak satabil, membentuk sudut antara 30o hingga 60o dan juga lebih dari 60o ketika melakukan suatu pekerjaan. pergerakan kaki stabil apabila kedua kaki mendapatkan tumpuan yang baik, dan dikatakan tidak stabil apabila salah satu kaki atau bahkan kedua kaku tidak mendapatkan tumpuan yang baik. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.6 Pergerakan kaki

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.7 Nilai Pergerakan Kaki

(16)

- Bagian B

ƒ Lengan Atas

Lengan atas dapat membentuk sudut <-20o sampai dengan >+20o ketika melakukan pekerjaan, selain itu lengan atas juga dapat terangkat dan disangga dengan baik. Namun posisi lengan atas terbaik dengan ditandai nilai REBA terkecil ketika lengan tidak terangkat dan disangga dengan baik, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.8 Pergerakan Lengan Atas

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.9 Nilai Pergerakan Lengan Atas

(17)

ƒ Lengan Bawah

Lengan bawah dapat membentuk sudut 0o sampai dengan 100o ketika melakukan pekerjaan, semakin kecil sudut yang dibentuk maka posisi lengan bawah semakin baik dengan ditandai nilai REBA terkecil. seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.10 Pergerakan Lengan Bawah

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.11 Nilai Pergerakan lengan bawah

(18)

ƒ Pergelangan Tangan

Pergelangan tangan dapat membentuk sudut <-15o sampai dengan >+15o ketika melakukan pekerjaan, selain itu lengan atas juga dapat melekuk dan berputar. Namun posisi pergelangan tangan terbaik dengan ditandai nilai REBA terkecil ketika lengan tidak berputar ketika melakukan pekerjaan, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.12 Pergerakan Pergelangan Tangan

Sumber : Nexgen Ergonomic, Inc (Web, 2002)

Gambar 2.13 Nilai Pergerakan Pergelangan Tangan

(19)

- Bagian C

untuk nilai bagian A, setelah menentukan besarnya nilai dari pergerakan masing-masing bagian tubuh yang sesuai (batang tubuh, leher, dan juga kaki) ditambahkan berat benda yang bervariasi antara 0 kg sampai dengan >10 kg. Untuk Besarnya nilai ditunjukan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Perhitungan Nilai Bagian A

Sumber : Cornell REBA.pdf (Web, 2002)

Untuk nilai bagian B, setelah menentukan besarnya nilai dari pergerakan masing-masing bagian tubuh yang sesuai (lengan atas, lengana bawah, dab pergelangan tangan) ditambahkan dengan pegangan atau coupling yang bervariasi

(20)

mulai dari good sampai acceptable, untuk besarnya nilai ditunjukan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Perhitungan Nilai Bagian B

Sumber : Cornell REBA.pdf (Web, 2002)

Nilai pada bagian C didapatkan dengan menjumlahkan nilai bagian A dan nilai bagian B. Nilai bagian C yang telah didapat dijumlahkan kembali dengan activity score untuk mendapatkan nilai grand score. Grand score inilah yang dipergunakan untuk melihat apakah stasiun kerja tersebut perlu diperbaiki segeraa atau tidak.Untuk besarnya nilai ditunjukan pada tabel dibawah ini.

(21)

Tabel 2.3 Perhitungan Nilai Bagian C

Sumber : Cornell REBA.pdf (Web, 2002)

Tabel 2.4 Nilai Total REBA

(22)

2.3 Anthropometri

2.3.1 Pengertian Anthropometri

Istilah Anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri”yang berarti ukuran. Menurut Nurmianto (1996, p50), Anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik ukuran tubuh manusia, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari ata tersebut untuk penangan masalah desain.

Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda antara satu dengan lainnya. Secara luas, antropometri akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data Anthropometri akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :

ƒ Perancangan area kerja. ƒ Perancangan peralatan kerja. ƒ Perancangan produk konsumtif. ƒ Perancangan lingkungan kerja fisik.

Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa data anthropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut. Dengan ini, maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut.

(23)

Secara umum, sekurang-kurangnya 90% : 95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya. Contohnya adalah kursi mobil, di mana dirancang secara fleksibel, dapat digerakkan maju-mundur dan sudut sandarannya dapat pula dirubah untuk menciptakan posisi yang nyaman.

Pada dasarnya peralatan yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya terutama untuk produk-produk yang berorientasi ekspor.

2.3.2 Data Anthropometri

Pada umumnya ukuran dan dimensi tubuh manusia berbeda-beda, hal ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia, menurut Nurmianto (1996, p48) faktor-faktor tersebut adalah :

ƒ Jenis Kelamin

Dimensi ukuran tubuh laki-laki pada umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk bagian-bagian tertentu seperti pinggul dan lain sebagainya.

(24)

ƒ Suku/ bangsa (ethnic)

Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara lainnya.

ƒ Umur

Ukuran tubuh manusia berbeda-beda menurut usia, semakin bertambah dewasa, semakin bertambah pula ukurannya sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecendrungan menurun, antara lain disebabkan karena berkurangnya elastisitas tulang belakang.

ƒ Jenis Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan khusus, seperti : buruh pelabuhan harus memiliki postur tubuh yang relative besar dibandingkan dengan buruh pabrik pada umumnya.

ƒ Pakaian

Jenis pakaian juga berdasarkan iklim atau musim yang berbeda tiap tempat terutama daerah yang memiliki empat musim.

ƒ Kehamilan

Faktor ini jelas mmepunyai pengaruh perbedaan yang berarti dibandingkan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan anailisis perancangan produk dab analisis perancangan kerja.

(25)

ƒ Cacat Tubuh

Suatu perkembangan yang menggembirakan yaitu dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk penderita cacat sehingga mereka ikut merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomic dalam masyarakat.

ƒ Posisi tubuh (posture)

Posisi tubuh (posture) berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh sebab itu posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Ada 2 cara pengukuran tubuh yaitu:

• Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) Pada pengukuran ini, tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini adalah “static anthropometry”. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/ panjang lutut pada saat berdiri/ duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percentile tertentu seperti 5-th dan 95 th percentile.

(26)

• Pengukuran Dimensi Fungsional Tubuh (Functional Body Dimensions)

Pada pengukuran ini dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Cara pengukuran semacam ini akan menghasilkan data “dynamic anthropometry”. Anthropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja.

Data anthropometri baru dapat ditentukan apabila tersedia nilai rata-rata dan jug standar deviasi yang berdistribusi normal. Untuk nilai persentil dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.5 Perhitungan persentil

(27)

2.3.3 Prinsip Perancangan dengan Data Anthropometri

Agar rancangan suatu produk nantinya dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka diperlukan prinsip-prinsip yang diambil dalam aplikasi data anthropometri, yaitu antara lain:

a. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim

Pada prinsip ini, rancangan produk dibuat agar dapat memenuhi 2 sasaran produk, antara lain :

• Dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil apabila dibandingkan dengan rata-ratanya.

• Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut, maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :

• Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau 99-th percentile.

• Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan adalah berdasarkan nilai percentile yang paling rendah (1-th, 5-th,10-th percentile) dari distribusi data anthropometri yang ada.

(28)

Secara umum, aplikasi data anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum dan 95-th percentile untuk dimensi minimum.

b. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Di Antara Rentang Ukuran Tertentu

Pada prinsip ini, rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil dimana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.

c. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-rata

Pada prinsip ini, rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang beukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan sendiri.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data anthropometri adalah :

ƒ Tetapkan anggota tubuh yang akan melakukan perancangan yang akan dilakukan.

ƒ Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut.

(29)

ƒ Tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.

ƒ Terapkan prinsip ukuran yang harus diikuti (misal: apakan rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel ataukah ukuran rata-rata).

ƒ Tentukan persentil yang akan digunakan untuk perancangan dan nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai.

2.3.4 Metoda Pengukuran Anthropometri

ƒ Metoda Ukur Dengan Anthropometer

Dalam metoda ini, pengukuran dilakukan dengan mengunakan data anthropometri, dimana ketika kita akan merancang produk, digunakan perhitungan yang sudah baku yaitu dengan menggunakan percentile, baik percentile besar (90-th, 95-th, 99-th) maupun percentile kecil (5-th,10-th) tergantung dengan produk yang akan kita desain. Contoh: Mendesain sebuah pintu. Data rata-rata tinggi orang Indonesia sudah tersedia sehingga kita tinggal menghitungnya saja yaitu dengan menggunakan percentile besar (95-th) sehingga orang yang memiliki tinggi di atas rata-rata pun dapat melewati tinggi pintu tersebut apalagi untuk orang yang pendek.

(30)

ƒ Metoda Ukur Tukang Jahit

Dalam metoda ini, pengukuran dilakukan dengan mengukur satu persatu sumber data, setelah itu baru kita olah menjadi data yang dapat digunakan sebagai patokan untuk membandingkan sesuatu. Setelah diolah menjadi data, ukuran dari sumber data tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk membuat fasilitas kerja yang sama di tempat yang lain. Apabila kita mengukur dengan menggunakan metode ini, ketika kita mendesain sesuatu produk harus sesuai dengan pengguna produk tersebut (pemakainya).

2.4 Kuisioner Nordic Body Map

Kuisioner Nordic merupakan kuisioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuisioner ini dikembangkan oleh Kuorinka (1987) dan Dickinson (1992). Kuisioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama yaitu :

-Leher - Punggung bagian bawah

-Bahu - Tangan & Pergelangan tangan -Punggung bagian atas - Pantat & Pinggang

-Siku - Lutut

-Tumit & kaki

Responden yang mengisi kuisioner diminta untuk memberikan tanda ada tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut.

(31)

2.5 Prinsip Desain Tempat Kerja

ƒ Menentukan ketinggian permukaan kerja berdasarkan ketinggian siku.

Ketinggian permukaan kerja seharusnya berdasarkan kenyamanan pekerja ketika melakukan kerja. Lengan atas bergantung kebawah secara natural dan siku membentuk sudut 90o sehingga lengan depan paralel dengan lantai. Apabila permukaan kerja terlalu tinggi maka akan menyebabkan bahu mengalami cidera. Dan apabila permukaan kerja terlalu rendah maka akan menyebabkan punggung mengalami cidera.

Gambar 2.14 Menentukan Ketinggian Permukaan Kerja

Sumber : Niebel (2003, p187)

ƒ Sesuaikan ketinggian permukaan kerja berdasarkan performa kerja.

Untuk perakitan yang melibatkan pengangkatan komponen berat, sebaiknya apabila menurunkan permukaan kerja sebesar 8 inch (20cm) agar otot punggung lebih kuat. Dan untuk perakitan yang melibatkan pengamatan yang lebih detail, sebaiknya apabila meninggikan permukaan kerja sebesar 8 inch (20cm) agar benda

(32)

lebih dekat kepada garis optimum pandangan sebesar 15o. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.15 Rekomendasi Dimensi Stasiun Kerja Berdiri

Sumber : Niebel (2003, p188)

ƒ Menyediakan kursi yang nyaman bagi operator.

Posisi duduk yang salah menyebabkan beban statis pada kaki dan akibatnya energi yang dikeluarkan tidak sedikit. Pada saat duduk, pelvis memutar kebelakang sehingga beban pada lumbar bertambah. Maka dari itu penting untuk menyediakan sandaran pada kursi untuk mensuport lumbar. Cara lain untuk mengurangi beban adalah menjaga sudut yang dibentuk antara pinggul dan paha agar tidak terlalu besar.

(33)

Gambar 2.16 Six Basic Seating Postures

Sumber : Niebel (2003, p187)

ƒ Melengkapi kursi yang dapat disesuaikan

Sebaiknya kursi dilengkapi pengatur, agar pekerja dapat mengatur sendiri ketinggian kursi yang sesuai dengan ukuran tubuh mereka. Kursi yang terlalu tinggi menyebabkan ketidaknyamanan pada bagian paha. Sedangkan kursi yang terlalu rendah menyebabkan lutut tidak nyaman, dan membuat sudut yang dibentuk punggung bertambah.

(34)

Gambar 2.17 Postur Tulang Belakang Berdiri dan Duduk

Sumber : Niebel (2003, p190)

ƒ Membuat stasiun kerja lebih fleksibel

Stasiun kerja sebaiknya didesain agar dapat digunakan dalam posisi duduk dan berdiri. Dikarenakan postur tubuh manusia tidak di desain untuk duduk dalam waktu yang lama. Postur tubuh yang kaku juga mengurangi aliran darah ke otot sehingga menyebabkan fatique.

ƒ Menempatkan seluruh alat dan material dalam area kerja yang normal

Pada setiap gerakan, jarak sangat berpengaruh. Semakin besar jarak yang ditempuh, semakin besar tenaga, waktu dan kontrol yang dikeluarkan. Maka dari itu penting untuk mengurangi jarak. Selain itu ada baiknya seluruh alat dan material

(35)

ditempatkan pada tempat yang pasti agar dapat mengurangi waktu mencari alat teresebut.

Gambar 2.18 Jarak Normal dan Maksimum Area Kerja

Gambar

Gambar 2.1 REBA Scoring
Gambar 2.3 Nilai Pergerakan Batang Tubuh
Gambar 2.4 Pergerakan Leher
Gambar 2.7 Nilai Pergerakan Kaki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan permasalahan tersebut Tim IbM menawarkan solusi dengan bantuan DP2M Dikti memberikan bantuan modal usaha berupa bahan-bahan baku untuk menambah dagangan kedua mitra usaha

Just in Time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok (supplier ) secara tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh

Prinsip kerjan pompa hidram merupakan peroses perubahan energi kinetis aliran air menjadi tekanan dinamik dan sebagai akibatnya menimbulakan palu air sehingga terjadi

Pada analisis kali ini akan dilakukan penelitian untuk mencari nilai parameter yang paling baik menggunakan beberapa metode alternatif yang merupakan penurunan dari

Gerakan Infaq Beras Jakarta menjadi jembatan amal sholeh dimana gerakan ini hanya untuk menjembatanin antara OTA (Orang Tua Asuh) yang ingin berdonasi atau berinfaq untuk

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum- hukum, rumus,

Berdasarkan data hasil penelitian dari ketiga partisipan terlihat bahwa faktor yang berperan dalam proses terbentuknya harga diri pada mantan pecandu narkoba yang bekerja di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan debt default terhadap penerimaan opini audit going concern pada