• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KRIMINOLOGI, TINDAK PIDANA, DAN PENYALAHGUNAAN SENJATA TAJAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KRIMINOLOGI, TINDAK PIDANA, DAN PENYALAHGUNAAN SENJATA TAJAM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI KRIMINOLOGI, TINDAK PIDANA, DAN PENYALAHGUNAAN SENJATA TAJAM

2.1 Tinjauan Mengenai Kriminologi 2.1.1 Pengertian Kriminologi

Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi kriminologi adalah ilmu atau ilmu pengetahuan tentang kejahatan1. Istilah kriminologi untuk pertama kali digunakan oleh P. Topinand (1897), ahli antropologi Perancis. Sebelumnya kriminologi menggunakan istilah antropologi kriminal2.

Beberapa sarjana terkemuka memberikan definisi kriminologi sebagai berikut:

1. E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial

2. W.A Bonger, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya

3. Wood, menyatakan istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasaran teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan para penjahat

                                                                                                               

1 Susanto. I.S. 2011. Kriminologi. Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 1. 2 Abdussalam H.R, 2007, Kriminologi, Restu Agung, Jakarta, hal. 4.

(2)

4. Noach, menyebutkan kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut oran-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.

2.1.2 Ruang Lingkup Kriminologi

Menurut Bonger, ruang lingkup kriminologi dibedakan antara kriminologi murni dan kriminologi terapan.

1. Ruang lingkup kriminologi murni melliputi : a. Antropologi Kriminal

Antropologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan meneliti mengenai manusia yang jahat dari tingkah laku, karakter dari sifat dan cirri tubuhnya seperti apa, juga meneliti apa ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

b. Sosiologi Kriminal

Sosiologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan meneliti mengenai kejahatan sebagai suatu gejala sosial atau gejala masyarakat, untuk mengetahui sampai dimana sebab-sebab kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Seperti apakah masyarakat yang melahirkan kejahatan termasuk kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan

(3)

perundang-undangan. Apakah norma-norma masyarakat tidak berfungsi dalam mencegah kejahatan.

c. Psikologi Kriminal

Ilmu pengetauan ini mmperlajari dan meneliti kejahatan dari sudut kejiwaannya. Apakah kejiwaannya melahirkan kejahatan atau karena lingkungan atau sikap masarakat yang mempengaruhi kejiwaan, sehingga menimbulkan kejahatan. d. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan menelitik kejahatan dan penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. Apakah sakit jiwa atau urat syaraf yang menimbulkan kejahatan dan kejahatan apa yang timbul akibat akit jiwa atau urat syaraf.

e. Penologi

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dari penjahat-penjahat yang telah dijatuhi hukuman. Apakah penjahat yang dijatuhi hukuman tersebut akan menjadi warga masyarakat yang baik atau masih melakukan kejahatan, bahkan mungkin lebih meningkat kualitas kejahatannya. Apakah pemidanaan dikaitkan dengan latar belakang dan adanya keseimbangan antara pemidanaan dengan kejahatan yang dilakukan.

(4)

2. Ruang Lingkup Kriminologi Terapan Meliputi: a. Hygiene Kriminal

Tujuannya untuk mencegah terjadinya kejahatan, maka usaha-usaha pemerintah yaitu menerapkan undang-undang secara konsisten, menerapkan sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah timbulnya kejaahataan serta sejauhmana pemerintah memperhatikan hygiene warganya untuk mencegah kejahatan.

b. Politik Kriminal

Pencurian dan penjambretan banyak dilakukan para pengangguran yang tidak memiliki pendidikan dan keteraampilan kerja, maka pemerintah harus melaksanakan program pendidikan ketrampilan kepada para pengangguran sesuai dengan bakat yang dimiliki dan menyediakan pekerjaan serta penampungannya. Pengemis pengamen dan PHK yang banyak terjadi pada pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan warga dan rakyat. Apakah program-program pemerintah yang menimbulkan kejahatan.

c. Kriminalistik

Ilmu tentang penyelidikan teknik kejahatan dan penangkapan pelaku kejahatan3. Untuk mengungkap kejahatan,                                                                                                                

(5)

menerapkan teknik pengusulan dan penyidikan secara scientific. Dalam mengungkap kejahatan dengan menggunakan scientific criminlistic antara lain yaitu identifikasi., laboratorium kriminal, alat mengetes golongan darah (DNA), alat mengetes kebohongan, balistik, alat pembantu keracunan kedokteran kehakiman, forensic toxicology, dan lain-lain scientific criminalistic laiinnya sesuai dengan perkembangan teknologi.

2.1.3 Objek kriminologi

Objek studi kriminologi meliputi kejahatan, pelaku atau penjahat dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat, berikut penjelasan mengenai kejahatan, pelaku atau penjahat dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat.

1. Kejahatan

a. Kejahatan Menurut Hukum (yuridis)

Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Dengan mempelajari dan meneliti perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai kejahatan (tindak pidana). Kejahatan adalah delik hukum (recht delicten) yaitu perbuatan- perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang- undang sebagai peristiwa pidana, tetapi                                                                                                                                                                                                                                                                                                                

(6)

dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum4.

Setiap orang yang melakukan kejahatan akan diberi sanksi pidana yang telah diatur dalam KUHP yang dinyatakan didalamnya sebagai kejahatan. Bahwa kejahatan sebagaimana terhadap dalam perundang-undangan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara5.

Pelanggaran terhadap norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan, dan tidak boleh dibiarkan6. Dan ciri pokok dari kejahatan adalah pelaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan bagi negara dan terhadap perbuatan itu negara beraksi dengan hukum sebagai upaya pamungkas.

b. Kejahatan Menurut Non Hukum atau Kejahatan Menurut Sosiologis Kejahatan dalam sosiologis meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun tidak atau bukan ditentukan dalam undang-                                                                                                                

4 Rusli Effendy, 1993, Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni. Bandung, hal. 1

5 J.E Sahetapy, 1979, Teori Kriminologi Suatu Pengantar. Ghalia, Jakarta. Indonesia,

hal.100

6 Soedjono D, 1976, Penanggulangan Kejahatan. Ghalia Indonesia: Jakarta. hal. 3  

(7)

undang, karena pada hakikatnya warga masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan bawah perbuatan tersebut menyerang dan merugikan masyarakat7.

Kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi memiliki pola yang sama. Gejala kejahatan terjadi dalam proses interaksi antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan kelompok-kelompok masyarakat mana yang memang melakukan kejahatan.

Kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompoknya, sehingga perbuatanperbuatan tersebut merugikan kepentingan masyarakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/ bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana8.

2. Pelaku atau Penjahat

Penjahat atau pelaku kejahatan merupakan para pelaku pelanggar hukum pidana dan telah diputus oleh pengadilan atas pelanggarannya dan dalam hukum pidana dikenal dengan istilah                                                                                                                

7 R. Soesilo, 1985, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Politea: Bogor. hal. 13 8Abdussalam H.R, 2007, Kriminologi, Restu Agung, Jakarta, hal. 16

(8)

narapidana. Para pelaku kejahatan biasanya dikarenakan bukan karena pembawaan tetapi karena kecenderungan, kelemahan, hawa nafsu dan karena kehormatan dan keyakinan9. Dalam mencari sebab-sebab kejaahatan, kriminologi positive, dengan asumsi dasar bahwa penjahat berbeda dengan bukan penjahat, perbedaan mana ada pada aspek biologik, psikologis maupun sosio-kultural.

Oleh karena itu dalam mencari sebab-sebab kejahatan dilakukan terhadap narapidana atau berkas narapidana, dengan cara mencarinya pada ciri-ciri biologiknya (determinis biologik) dan aspek kultural (determinis kultural). Keberatan utama terhadap kriminologi positivis, bukan saja asumsi dasar tersebut tidak pernah terbukti, akan tetapi juga karena kejahatan konstruksi sosial10.

3. Reaksi Masyarakat Terhadap Kejahatan, Pelaku dan Korban Kejahatan

Dalam hal ini mempelajari dan meneliti serta membahas pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbutan-perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas, tetapi undang-undang belum mengaturnya. Berdasarkan studi ini bisa menghasilkan apa yang disebut sebagai kriminalisasi, dekriminalisasi atau depenalisasi.

Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai                                                                                                                

9 W .A. Bonger, 1982, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia, Jakarta, hal. 82 10 Abdussalam H.R, op.cit, hal. 17

(9)

perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidana dan diancam dengan suatu penetapan dalam hukum pidana, itu merupakan dari reaksi negatif masyarakat atas suatu kejahatan yang diwakili oleh para pembentuk Undang- undang.

“Penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan kepada rakyat banyak, agar terhindar dari gangguan kejahatan. Jadi pengadaan lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat untuk menjamin keselamatan diri”11

Dengan begitu penjara itu merupakan tempat penyimpanan penjahat-penjahat “ulung”, agar rakyat tidak terganggu, ada tindakan preventif agar para penjahat tidak merajalela.

2.2 Tinjauan Mengenai Tindak Pidana 2.2.1 Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa belandanya adalah strafbaarfeit12. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tercantum sebagai berikut:

                                                                                                               

11 Kartini Kartono, 2003, Pathologi Sosial,Rajawali Jilid III: Jakarta, hal. 167 12 Masruchin Ruba’I, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana. UM Press Malang, hal. 21.

(10)

“delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”13

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni:

1. Suatu perbuatan manusia

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut14. Dikatakan juga perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, bahwa larangan tersebut ditunjukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejahatan itu.

2.2.2 Unsur-unsur Tindak Pidana 1. Unsur Objektif

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keaadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan                                                                                                                

13 Teguh, Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal.45.   14 Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 52.

(11)

dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari: a. Sifat melanggar hukum

b. Kualitas dari si pelaku (misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 389 KUHP)

c. Kausalitas (yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat)

2. Unsur Subjektif

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) b. Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam

Pasal 53 ayat (1) KUHP

c. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam

Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuan yang direncanakan terlebih dahulu

(12)

Menurut Moelyanto unsur elemen perbuatan pidana terdiri dari: (1) Kelakuan dan akibat (perbuatan)

(2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyerupai perbuatan (3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana (4) Unsur melawan hukum yang objektif

(5) Unsur melawan hukum yang subjektif

2.2.3 Macam-Macam Tindak Pidana 1. Tindak Pidana Umum

Tindak pidana dapat dibagi-bagi dengan menggunakan berbagai kriteria. Pembagian ini berhubungan erat dengan berat ringannya ancaman, sifat, bentuk dan perumusan suatu ajaran-ajaran umum hukum pidana. KUHP yang berlaku sekarang diadakan tiga macam pembagian title (bab), yaitu buku tentang peraturan umum, buku ke II tentang kejahatan, dan yang ditempatkan dalam buku ke-III tentang pelanggaran.

2. Tindak Pidana Khusus

Tindak pidana khusus ini dikategorikan tindak pidana yang sifatnya tidak teratur dalam KUH pidana namun ada aturan tersendiri yang mengatur di dalam tindak pidana tersebut. Tindak pidana khusus ini meliputi antara lain :

(13)

b. Narkotika dan psikotropika c. Korupsi

d. Perlindungan anak

e. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) f. Militer

g. Money laundering (Pencucian Uang) h. HAM

i. Dll.

2.2.4 Jenis Sanksi Pemidanaan

Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP, terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana hukuman yang akan dijatuhkan yaitu dapat berupa: 1. Pidana pokok: a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Kurungan d. Denda 2. Pidana tambahan:

a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim

(14)

2.2.5 Tujuan Pemidanaan

Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu 15:

1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri

2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejaatan-kejahatan

3. Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi

Prof. Simons juga merasa yakin, bahwa hingga akhir abad ke delapan belas, praktik pemidanaan berada dibawah pengaruh dari paham pembalasan atau vergeldingsidee dan paham membuat jera atau afschrikkingsidee. Mengenai tujuan pemidanaan untuk pencegahan kejahatan ini, bisa dibedakan antara prevensi spesial dan prevensi general atau sering juga digunakan istilah “special deterrence” dan “general deterrence”.

Dengan prevensi spesial dimaksudkan untuk mempengaruhi pidana terhadap terpidana. Jadi pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk melakukan tindak pidana lagi. Hal ini berarti pidana bertujuan si terpidana berubah menjadi orang yang lebih baik dan                                                                                                                

15 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2012, Hukum Penitensier, Sinar Grafika,

(15)

berguna bagi masyarakat. Teori tujuan pidana ini dikenal dengan sebutan “reformation atau rehabillitaion theory”.

Dengan prevensi general dimaksudkan pengaruh pidana terhadap masyarakat pada umumnya. Artinya pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana.

2.3 Pengertian Senjata Tajam Menurut Undang-Undang Darurat No.12 Tahun 1951

Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 (LN. Tahun 1951 Nomor 78) tentang senjata Api dan Bahan Peledak, dijelaskan dalam Pasal 2 sebagai berikut:

1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag, steek of stoot wapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun

(16)

2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam Pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid)

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 (LN. Tahun 1951 Nomor 78) tentang Senjata Api dan Bahan Peledak adalah undang-undang yang mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia dahulu Nomor 8 Tahun 1948. Jika diartikan ke bahasa Indonesia ordonnantietijdelijke bijzondere strafbepalingen berarti ordonansi sementara ketentuan pidana khusus, sementara Undang-Undang Republik Indonesia dahulu No. 8 Tahun 1948 mengatur tentang Mencabut Peraturan dewan Pertanahan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan tentang Pendaftaran dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api.

Namun dalam Undang-undang tersebut diatas tidak disebutkan secara perinci mengenai jenis-jenis senjata tajam apa saja yang dilarang. Tetapi bisa diambil pengertian bahwa yang dimaksud senjata adalah alat yang digunakan untuk mempertahankan diri, menyerang, juga untuk mengancam serta melukai seseorang. Senjata tajam adalah alat yang ditajamkan untuk

(17)

digunakan langsung untuk melukai tubuh lawan. Yang dimasksud senjata tajam adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata digunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Kejahatan yang menggunakan senjata tajam seperti penganiayaan, pembunuhan pencurian dan sebagainya, sudah termasuk kejahatan berat yang diatur di dalam KUHP. Bila hanya kedapatan membawa senjata tajam tanpa hak maka dihukum hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh (10) tahun sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

2.4 Pengertian Mengenai Modus Operandi

Dalam Black’s Law Dictionary modus operandi (MO) diartikan sebagai:

a method of operating or a manner of procedure; esp. a pattern of criminal behavior so distinctive that investigators attribute it to the work of the same person16.

Terjemahaan Indonesia, MO merupakan cara operasi orang perorang atau kelompok penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya. Kata tersebut                                                                                                                

  16 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, West Publishing, United States of America,

(18)

sering digunakan di koran-koran atau televisi jika ada berita kejahatan. Modus operandi adalah modus yang digunakan oleh penjahat untuk melakukan tindakan pidana. Dalam kasus-kasus pidana, sebelum melakukan penangkapan atau penyergapan para aparat hukum akan meneliti modus operandi dari penjahat yang di incarnya untuk memudahkan proses penangkapan. Modus operandi sifatnya berulang. Penjahat-penjahat secara perorangan melakukan kejahatannya tidak hanya memakai jalan yang biasa dipakai, akan tetapi mereka itu dalam operasinya biasanya memakai cara-cara sendiri yang khusus.  

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan, (2) Untuk mengetahui

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Seorang karyawan di sebut “bagus” jika rata -rata ia bisa menjual satu mobil setiap 2 hari, sedang.. karyawan di sebut “baik” jika rata -rata ia menjual satu mobil dalam 4 hari,

MARYANI, Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pemasaran Industri Keripik Ubi Kayu di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan (dibimbing oleh MARYADI dan THIRTAWATI). Tujuan dari

Semakin sering mahasiswa terpapar dengan pendidikan kesehatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang diberikan melalui simulasi, semakin baik atau tinggi tingkat keterampilan

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah berusaha mendeskripsikan bentuk variasi leksikon suara burung yang digunakan

nabati diantaranya ada yang menggunakan metode merendam seperti penelitian yang dilakukan oleh Habu (2015), yaitu merendam buah cengkeh dan meletakkannya di samping

Merujuk pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menegaskan bahwa setiap