• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA KETERLIBATAN PASUKAN BYAKKOTAI DI DALAM PERANG BOSHIN ANTARA KLAN AIZU DAN KEKAISARAN JEPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA KETERLIBATAN PASUKAN BYAKKOTAI DI DALAM PERANG BOSHIN ANTARA KLAN AIZU DAN KEKAISARAN JEPANG"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KETERLIBATAN PASUKAN BYAKKOTAI DI DALAM PERANG

BOSHIN ANTARA KLAN AIZU DAN KEKAISARAN JEPANG

ERVILIA LUPITA ADRIYANTI

0906535460

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI JEPANG

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

KETERLIBATAN PASUKAN BYAKKOTAI DI DALAM PERANG

BOSHIN ANTARA KLAN AIZU DAN KEKAISARAN JEPANG

ERVILIA LUPITA ADRIYANTI

0906535460

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI JEPANG

DEPOK

JUNI 2013

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nama : Ervilia Lupita Adriyanti

Program Studi: Jepang

Judul : Keterlibatan Pasukan Byakkotai Di Dalam Perang Boshin Antara Klan Aizu Dan Kekaisaran Jepang

Dengan tidak sedikitnya jumlah pertempuran yang terjadi selama berlangsungnya perang Boshin dari tahun 1868—1869, klan Aizu memiliki peranan penting di dalamnya. Selanjutnya, makalah ini membahas keterlibatan salah satu pasukan perang milik klan Aizu yang bernama Byakkotai. Selama ini Byakkotai lebih dikenang melalui sebuah kisah memilukan saat ke-20 tentaranya melakukan ritual harakiri di gunung Iimori. Namun, makalah ini akan memberikan pula pemaparan mengenai keterlibatan pasukan Byakkotai secara langsung di dalam perang Boshin selama berjuang mempertahankan klan mereka.

Kata kunci :

(6)

ABSTRAK

Nama : Ervilia Lupita Adriyanti Program Studi: Jepang

Judul : Keterlibatan Pasukan Byakkotai Di Dalam Perang Boshin Antara Klan Aizu Dan Kekaisaran Jepang

Dengan tidak sedikitnya jumlah pertempuran yang terjadi selama berlangsungnya perang Boshin dari tahun 1868—1869, klan Aizu memiliki peranan penting di dalamnya. Selanjutnya, makalah ini membahas keterlibatan salah satu pasukan perang milik klan Aizu yang bernama Byakkotai. Selama ini Byakkotai lebih dikenang melalui sebuah kisah memilukan saat ke-20 tentaranya melakukan ritual harakiri di gunung Iimori. Namun, makalah ini akan memberikan pula pemaparan mengenai keterlibatan pasukan Byakkotai secara langsung di dalam perang Boshin selama berjuang mempertahankan klan mereka.

Kata kunci :

Byakkotai, klan Aizu, perang Boshin, restorasi Meiji

(7)

ABSTRACT

Name : Ervilia Lupita Adriyanti

Study Program : Japanese Studies

Title : The Involvement Of Byakkotai Troops In Boshin War Between Aizu Clan and Japan Empire

With a large number of battles that occurred during the Boshin war in 1868—1869, Aizu clan has such a significant role on it. Therefore, this paper discusses the involvement of one of the Aizu’s clan military unit named Byakkotai. All this time, people remembered Byakkotai through their heartbreaking story when these 20 young troops attempted harakiri at the Iimori mountain. However, this paper will also provide an examination of their direct involvement in Boshin war while fighting for their clan.

Key Word :

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

ABSTRAK DAFTAR ISI PENDAHULUAN

BYAKKOTAI DALAM PERANG BOSHIN SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA i ii iii iv v vii 1 5 14 15

(9)

PENDAHULUAN

Batu monumen di Iimoriyama – Aizu

Sumber : http://sinn.dip.jp/kesiki/hukusima/iimoriyama.htm

「幾人の涙は石にそそぐとも その名は世々に朽じとぞ思う

1

“ikutari no namida wa ishi ni sosogu tomo sono na wa yoyo ni kuji to zo omou” “tidak peduli berapa banyak orang yang membasuh batu ini dengan air mata mereka,

nama-nama ini tidak akan pernah lenyap dari dunia”

(10)

Ketika pertama kali melihat gambar di atas, hal apakah yang pertama kali terpikirkan di benak Anda? Apakah hanya sebuah batu yang terlihat sudah semakin menua dimakan usia? Ataukah Anda mulai berpikir ada suatu kejadian yang melatarbelakangi dibuatnya batu monumen ini. Lalu kejadian apakah itu? Seberapa pentingkah kejadian itu sehingga harus ada sebuah monumen untuk mengenangnya. Selanjutnya bila dilihat dengan seksama, sebenarnya ada sebuah tulisan yang terukir di atasnya. Walaupun sudah terlalu samar-samar sehingga sulit untuk dibaca, setidaknya Anda yakin tulisan yang terukir di sana terkait dengan mengapa batu monumen ini dibuat atau bahkan untuk siapa batu monumen ini diperuntukkan.

Batu monumen di atas adalah bagian dari kompleks pemakaman pasukan byakkotai di gunung Iimori, terletak di sebuah kota kecil bernama Aizu yang merupakan bagian dari perfektur Fukushima di Jepang. Batu tersebut menyimpan ukiran sajak yang ditulis oleh Matsudaira Katamori, pemimpin klan Aizu di masa Restorasi Meiji. Sajak tersebut ditulis oleh Beliau untuk mengenang kisah tragis yang dialami oleh pasukan perang klan Aizu yang dinamakan byakkotai. Pasukan ini sengaja dibentuk oleh Matsudaira untuk memperkuat klan Aizu di bidang pertahanan ketika Jepang memasuki masa-masa genting di era Restorasi Meiji. Byakkotai sebenarnya hanya sekelompok tentara cadangan yang beranggotakan anak laki-laki kaum bushi2 yang berumur 16 sampai 17 tahun karena Aizu kala itu tetap menggantungkan pertahanan utama mereka kepada pasukan yang beranggotakan laki-laki dewasa dan memiliki lebih banyak pengalaman dalam peperangan. Oleh karena itu, pasukan

byakkotai ini masih dianggap miskin pengalaman dan diwajibkan untuk terus menempuh

pendidikan mereka di sekolah yang bernama Aizu Hankou Nisshinkan, sebuah sekolah yang hanya diperuntukkan untuk anak laki-laki kaum bushi untuk mempelajari bushido3, ilmu-ilmu bumi, serta cara-cara berperang. Namun, di saat Aizu mulai terpojok dan terancam

2 Golongan tertinggi dalam stratifikasi sosial masyarakat Jepang yang terdiri atas para samurai

3 Kode etik kepahlawanan golongan samurai dalam feodalisme Jepang

(11)

mengalami kekalahan dalam sebuah peperangan sipil yang bernama perang boshin, dengan terpaksa pasukan muda ini diturunkan dalam peperangan dan tentu saja segera menghadapi banyak kendala ketika berusaha membendung kekuatan musuh yang memaksa masuk ke dalam kota. Di akhir perjuangan mereka, 20 anggota byakkotai melakukan harakiri4 di atas gunung Iimori ketika dari kejauhan mengira Aizu telah jatuh ke tangan musuh dengan melihat asap membumbung tinggi di istana kediaman sang pemimpin klan, Matsudaira Katamori. Sembilan belas di antaranya akhirnya meninggal dunia sementara salah seorang dari mereka masih dapat diselamatkan oleh penduduk sekitar. Satu hal tragis yang mengakhiri kisah mereka adalah Aizu sebenarnya belum mengalami kekalahan di saat tentara-tentara muda ini melakukan harakiri.

Kisah byakkotai yang begitu memilukan ini selalu dikenang oleh masyarakat Aizu hingga didirikanlah sebuah museum untuk mengenang byakkotai serta beberapa patung tentara byakkotai di dekat kompleks pemakaman yang sengaja dibangun di lokasi mereka melakukan harakiri. Lokasi kompleks pemakaman ini dijadikan pemerintah kota Aizu sebagai salah satu tujuan utama pariwisata kota bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain itu, kisah ini juga sudah sering kali diangkat ke dalam pertunjukkan teater hingga film layar lebar.

Melihat dari intesitas diangkatnya kisah byakkotai ke dalam berbagai macam media, kemudian dijadikannya pula kisah mereka menjadi salah satu tujuan wisata utama kota Aizu, akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan besar mengenai kontribusi sebenarnya pasukan

byakkotai terhadap Aizu. Apakah selama ini byakkotai hanya layak dikenang melalui kisah

memilukannya saja? Apakah tidak ada keterlibatan lain yang telah mereka capai selama perang Boshin berlangsung? Dalam tulisan ini penulis akan mengangkat sisi lain atas kisah

byakkotai yang selama ini lebih diingat masyarakat akan ritual harakiri yang telah mereka

lakukan. Penulis akan memaparkan seberapa jauh kontribusi, perjuangan, serta keterlibatan para pasukan muda ini demi mempertahankan klan Aizu dari pasukan kekaisaran Jepang.

(12)

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan keterlibatan secara langsung pasukan byakkotai selama peperangan antara klan Aizu yang tergabung dalam Aliansi Utara melawan Klan Satsuma-Chousuu dibawah kekaisaran Jepang. Sementara itu, metodelogi penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan lebih melakukan studi literatur dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Dalam penulisan makalah ini penulis membaginya ke dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

Bagian pendahuluan menjelaskan latar belakang yang membuat penulis memutuskan untuk mengangkat tema byakkotai menjadi bahasan dalam makalah ini. Kemudian juga dijelaskan perumusan masalah dan tujuan penulisan yang akan menjadi isi dari makalah ini. Terakhir penulis menjelaskan metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini.

Bagian isi memuat sejarah awal terjadinya perang Boshin hingga urutan pertempuran yang terjadi di dalamnya. Selanjutnya akan dipaparkan pula sejarah singkat byakkotai dalam sejarah serta diakhiri oleh penjelasan kontribusi serta keterlibatan byakkotai selama perang Boshin berlangsung.

Terakhir merupakan penutup yang berisikan simpulan dan saran yang membahas keseluruhan inti dari makalah ini.

(13)

KETERLIBATAN BYAKKOTAI DALAM PERANG

BOSHIN

Pengantar

Sebelum menjelaskan keterlibatan pasukan Byakkotai, penulis akan terlebih dahulu memaparkan awal mula terjadinya perang Boshin yang terjadi antara klan pembela keluarga Tokugawa dan klan yang berperang atas nama kekaisaran Jepang. Dengan demikian, pembaca akan lebih mudah memahami posisi serta keterlibatan pasukan Byakkotai di dalam peperangan ini.

Perang Boshin

Saat memasuki masa Restorasi Meiji5, terjadi perubahan besar-besaran di dalam tubuh

pemerintah Jepang yang berakhir pada pengembalian kekuasaan Jepang ke tangan kaisar Jepang. Berbagai peperangan sebelumnya mewarnai masa restorasi ini sebelum Jepang benar-benar memasuki awal zaman Meiji di tahun 1868. Perang Boshin pun menjadi salah satu di antaranya.

(14)

Perang Boshin merupakan perang yang terjadi antara klan6 yang berada di bawah

bendera kekaisaran Jepang yakni, Satsuma, Chousuu, Tosa, dan beberapa domain lainnya (disebut dengan Satchou Dōmei7) dengan klan pembela keluarga Tokugawa8 yakni Aizu,

Yonezawa, Sendai, Shonai, dan Nagaoka (disebut dengan Ouetsu Reppan Dōmei9) pada tahun 1868. Perang ini dimulai saat pecahnya pertempuran Toba-Fushimi yang dimenangkan oleh pihak kekaisaran Jepang. Kemenangan ini memukul mundur keluarga Tokugawa hingga mereka memutuskan untuk berpindah ke Edo10 pada 7 Febuari 1868.

6 kesatuan geneologis yg mempunyai kesatuan tempat tinggal dan menunjukkan adanya integrasi sosial; kelompok kekerabatan yg besar; kelompok kekerabatan yg berdasarkan asas unilineal Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/klan#ixzz1gNMlG8Wc (17 Juni 2013)

7

Satchou Domei = Aliansi Satsuma-Chousuu

8

penguasa Jepang di zaman Edo

9

Ouetsu Reppan Dōmei = Aliansi Mutsu, Dewa, dan Echigo / Aliansi Utara

10

Sekarang Tokyo

(15)

Peta aliansi dalam perang Boshin

Sumber : http://image.absoluteastronomy.com/images/encyclopediaimages/b/bo/boshincampaignmap.jpg Semakin mundurnya pasukan pembela shogun, menarik maju seluruh pasukan kekaisaran Jepang untuk memerangi sisa-sisa aliansi shogun di utara Jepang. Setelah memenangi peperangan Toba-Fushimi, Saigo Takamori, pemimpin pasukan kekaisaran Jepang, memecah aliansinya menjadi tiga koloni dan bergerak maju menuju pusat kekuasaan

shogun yang baru di Edo. Pada tanggal 29 Maret 1868 pun kembali pecah pertempuran yang

disebut dengan pertempuran Kooshuu-Katsunuma. Pertempuran ini lagi-lagi menghancurkan kekuataan shogun di kedua lokasi tersebut akibat bala tentara kekaisaran yang didukung penuh oleh persenjataan modern. Walaupun pihak shogun didukung oleh jumlah pasukan yang lebih banyak, akibat kekalahan ini, pasukan yang masih tersisa menyelamatkan diri ke Aizu bersama pimpinan mereka Kondo Isami. Kekalahan yang sama pun dialami oleh Klan Nagaoka yang turut berada di pihak shogun. Klan Nagaoka menyerah dalam pertempuran Hokuetsu yang dimulai pada bulan Mei 1868 setelah pasukan kekaisaran berhasil menguasai kastil Nagaoka kemudian membakarnya.

Sementara itu, pimpinan shogun dari keluarga Tokugawa, Tokugawa Yoshinobu, masih berada di Kuil Keneiji, Edo, dibawah perlindungan pasukan elit shogun yang bernama

(16)

Penyerangan ini diakhiri oleh terpukul mundurnya pasukan Saigo Takamori akibat kalah jumlah pasukan. Namun demikian, terjadi serangan kedua oleh klan Choosuu dari arah belakang sehingga menghancurkan pertahanan shōgitai. Saat mereka mencoba untuk bertahan, pasukan dari klan Tosa menambah kekuatan dengan bersenjataan modern mereka sehingga semakin mengalahkan kekuatan shōgitai. Pertempuran ini akhirnya disebut dengan pertempuran Ueno yang tercatat terjadi pada tanggal 4 Juli 1868. Berangkat dari kekalahan yang berulang kali ini, pasukan pembela kshogunan semakin terpukul mundur ke utara yakni bertahan di Aizu.

Pasukan kekasairan menyerang Bonari-Toge, sebagai pintu masuk ke daerah kekuasaan klan Aizu pada tanggal 6 Oktober. Pasukan shogun berusaha mempertahankan daerah ini dengan bantuan pasukan dari beberapa klan yang masih tersisa. Walaupun demikian, kekuatan besar pasukan kekaisaran tidak mampu dibendung sehingga seluruh pasukannya menarik diri hingga ke Sendai. Mundurnya pasukan ini menjadikan daerah Aizu terekspos sehingga mengawali pertempuran Aizu pada bulan Oktober hingga November di tahun yang sama.

Pada awalnya Aizu berperang bersama dengan seluruh aliansi pendukung shogun di masa awal perang Boshin. Namun, saat Bonari-Toge berhasil dikuasai oleh pasukan kekaisaran, pasukan Aizu harus mempertahankan klannya sendiri tanpa bantuan pasukan

shogun lainnya. Sendiri, bertahan dengan hanya mengandalkan kekuatan militer yang

dimiliki Aizu, mereka mencoba mempertahankan kastil Tsuruga sebagai benteng pertahanan terakhir mereka. Setelah melalui pertempuran sengit yang cukup panjang, mengikuti klan-klan sebelumnya, Aizu akhirnya menyerah pada 6 November 1868.

Mengikuti beberapa kemenangan dalam peperangan dari pihak pasukan kekaisaran, pada akhir tahun 1868, Kaisar Meiji meninggalkan Kyoto menuju kediaman barunya di Tokyo. Perpindahan ini bersamaan dengan meletusnya pertempuran Hakodate dari Desember 1868 hingga Juni 1869, sebagai pertempuran terakhir menutup keseluruhan perang Boshin.

Sejarah Byakkotai

(17)

Aizu, sebuah klan yang kini terletak di Perfektur Fukushima, Jepang, dikenal sebagai sebuah klan yang menonjol dalam bidang seni keterampilan bela dirinya. Seluruh keturunan

bushi dalam klan ini sejak dini sudah dibekali pendidikan-pendidikan dasar serta inti dari

semangat Aizu yang mampu menunjang keterampilan bela diri mereka hingga dewasa nanti. Maka Aizu pun pada tahun 1803 membangun sebuah sekolah klan yang dinamakan Aizu

Hankou Nisshinkan, sekolah yang dikhususkan untuk seluruh anak laki-laki keturunan bushi

di klan Aizu agar dapat memulai pendidikan mereka sejak usia sepuluh tahun. Diharapkan melalui sekolah ini, anak laki-laki keturunan bushi tersebut nantinya akan mampu menjadi tentara-tentara yang memiliki keterampilan yang tinggi khususnya dalam seni bela diri.

Saat Jepang memasuki zaman Restorasi Meiji, penguasa klan Aizu, Matsudaira Katamori, tidak menyukai keberadaan klan Satsuma dan Chousuu yang telah menjadi dua kekuatan utama kekaisaran Meiji. Menurut beliau, kedua klan tersebut sebenarnya memiliki maksud lain yakni mengontrol dan menguasai kekaisaran Meiji. Oleh karena itu, Aizu bersama keluarga Tokugawa, berniat untuk menghancurkan klan Satsuma dan Chousuu. Selain dengan alasan kedua klan tersebut merupakan ancaman di dalam tubuh kekaisaran yang baru, keluarga Tokugawa pada dasarnya turut menaruh dendam terhadap klan Chousuu yang sering kali memancing keributan di kala kekuatan utama Jepang masih berada di dalam genggaman mereka. Namun, klan Satsuma dan Chousuu yang kini berada di bawah bendera kekaisaran Meiji, mendapat sokongan artileri yang lebih modern karena adanya bantuan persenjataan dari bangsa barat, membuat aliansi Aizu dan Tokugawa yang memiliki persenjataan yang tidak sebanding, harus mengakui kekalahan mereka di pertempuran Toba-Fushimi11. Keluarga Tokugawa pun akhirnya tunduk pada kekuatan baru tersebut walau Aizu

pada akhirnya ditunjuk sebagai penghianat karena mencoba memerangi kekaisaran Meiji. Matsudaira Katamori sebagai pemimpin klan pun akhirnya meminta maaf dan mulai memperbaiki kembali kekuatan perang klan Aizu setelah kekalahan mereka di peperangan Toba-Fushimi. Namun, hal tersebut dianggap sebaliknya oleh klan Satsuma-Chousuu dengan mengira Aizu akan kembali memberontak terhadap kekaisaran Meiji. Klan Satsuma dan Chousuu pun mengutus pimpinan klan lainnya untuk menduduki Aizu sebelum Aizu mulai

(18)

melakukan pemberontakan, tetapi kali ini klan-klan tersebut menolak dengan alasan Aizu sudah meminta maaf atas perbuatan mereka yang terdahulu dan pendudukan tersebut menyalahi aturan bushido. Penolakan tersebut dinilai oleh klan Satsuma dan Chousuu sebagai tindakan pembelotan atas perintah kekaisaran walau di sisi yang lainnya alih-alih memandang klan Satsuma dan Chousuu sebagai bagian dari kekaisaran Meiji, klan-klan tersebut memandang klan Satsuma dan Chousuu sebagai klan yang berusaha menguasai Jepang di bawah bayang-bayang kekaisaran Meiji. Klan-klan tersebut pun akhirnya menaruh dendam terhadap klan Satsuma dan Chousuu sehingga Jepang secara tidak langsung mulai terpisah menjadi dua aliansi yang berbeda. Aliansi pertama merupakan klan-klan yang berdiri dibelakang kekaisaran Meiji dan aliansi kedua merupakan klan-klan yang ingin menghancurkan klan Satsuma dan Chousuu yang bersembunyi di dalam tubuh kekaisaran Meiji. Puncak dan peperangan antar kedua aliansi ini pun akhirnya terjadi yang disebut sebagai perang Boshin12.

Matsudaira Takamori sejak awal sudah mampu menerka bahwa akan terjadi kembali peperangan setelah kekalahan Aizu dalam perang Toba-Fushimi. Dengan alasan tersebut, beliau pun pada akhirnya memutuskan untuk menata ulang angkatan perang Aizu.

Byakkotai13 pun akhirnya diajukan sebagai angkatan perang terakhir setelah tiga sebelumnya,

genbutai14, seiryuutai15, dan suzakutai16. Bila dibandingan dengan tiga lainnya, byakkotai termasuk angkatan perang termuda dan belum memiliki kemampuan bela diri yang memadai.

12

perang Boshin (1868—1869)

13

白虎隊 = Pasukan Macam Putih. Pasukan perang milik klan Aizu dengan rentang umur 16—17 tahun

14

玄武隊 = Pasukan Kura-Kura Hitam. Pasukan perang milik klan Aizu dengan rentang umur 50 tahun

ke atas

(19)

Pada akhirnya walau sempat terjadi perselisihan pendapat di antara petinggi Aizu mengenai pengajuannya sebagai angkatan perang, byakkotai pun dinyatakan sebagai angkatan perang cadangan milik Aizu yang akan diturunkan jika memang sudah sangat dibutuhkan. Kala itu, anggota-anggota byakkotai yang masih berumur 16—17 tahun, masih bersekolah di Aizu

Hankou Nisshinkan untuk lebih memperdalam ajaran bushido mereka.

Aizu yang tergabung dalam aliansi yang menentang klan Satsuma dan Chousuu untuk kedua kalinya mengalami kekalahan di berbagai titik peperangan karena perbandingan persenjataan antar kedua aliansi yang tidak seimbang. Pada bulan Agustus tahun 1868 atau dalam penanggalan solar jatuh pada bulan Oktober di tahun yang sama, Aizu yang semakin terpojok dengan banyaknya klan-klan yang sudah menyerah sebelumnya, akhirnya menurunkan byakkotai ke dalam peperangan. Keputusan Matsudaira Katamori ini awalnya ditentang oleh petinggi Aizu, Saigo Tanomo, dan meminta beliau untuk menyerah daripada mengorbankan lebih banyak pasukan lagi. Namun, Matsudari Katamori tetap menjalankan keputusannya dan dari ratusan murid Aizu Hankou Nisshinkan yang berumur 16—17 tahun, terpilihlah empat puluh anak laki-laki dari tingkatan kaum bushi tertinggi yang dinamakan

shichuu, yang dikirim ke perbatasan Aizu di Tonoguchihara untuk membendung kekuatan

musuh yang akan masuk ke pusat kota Aizu.

Setelah mengalami peperangan sengit di Tonoguchihara, pasukan byakkotai terpukul mundur dan mulai melakukan patroli di dalam hutan. Di tengah-tengah hujan badai dan cuaca

15

青龍隊 = Pasukan Naga Biru. Pasukan perang milik klan Aizu dengan rentang umur 36—39 tahun

(20)

yang membeku di bulan Oktober, dua orang pemimpin pasukan byakkotai mengatur siasat untuk memecah pasukan menjadi dua kelompok agar tidak terlalu mencolok. Kedua kelompok ini pun akhirnya berpatroli ke dua jalur yang berbeda hingga melewati malam. Salah satu kelompok berakhir tersesat dan kehilangan pemimpin pasukan mereka sehingga keduapuluh pemuda ini memutuskan satu dari teman-teman mereka untuk menggantikan sebagai pemimpin. Terpilihlah Shinoda Gisaburou kala itu dan ia memerintahkan teman-temannya untuk mencari jalan kembali ke pusat kota Aizu ketika mereka tidak mampu lagi menahan gempuran musuh di dalam hutan.

Di tengah pencarian jalan menuju pusat kota, Shinoda Gisaburou mengusulkan untuk mencari saluran air bawah tanah di dalam gunung Iimori yang mengalir hingga pusat kota. Dengan demikian selain mereka tidak akan tersesat, kembalinya byakkotai ke pusat kota akan lebih aman karena pihak musuh tidak akan melihat mereka.

Di dalam perjalanan, saat kelompok yang dipimpin oleh Shinoda Gisaburou menemukan ujung akhir dari saluran air tersebut, keseluruh anggota byakkotai ini tiba di salah satu bagian dari gunung Iimori yang langsung menghadap ke kota Aizu. Namun, yang mereka lihat adalah kota Aizu yang sudah dipenuhi oleh asap dan kobaran api yang menurut mereka menandakan Aizu sudah jatuh di tangan musuh dan mereka telah kalah. Kastil Aizuwakamatsu atau juga dikenal dengan nama kastil Tsuruga yang merupakan kediaman dari Matsudaira Katamori pun terlihat sudah tertutupi oleh asap dari kejauhan. Merasa mereka sudah mengalami kekalahan telak, byakkotai memutuskan untuk melakukan harakiri di atas gunung Iimori dengan maksud lebih baik mereka membunuh diri mereka sendiri daripada terbunuh di tangan musuh jika mereka menyerah nanti. Hal inilah yang dikatakan sebagai meninggal dengan terhormat. Ritual harakiripun tercantum dalam pelajaran sekolah mereka mengenai ajaran bushido.

Dari dua puluh pasukan byakkotai yang melakukan ritual bunuh diri, Sadakichi Iinuma berhasil diselamatkan oleh penduduk sekitar sehingga ia mampu menceritakan kembali perjalanan dirinya bersama kesembilan belas temannya hingga berada di atas gunung Iimori dan melakukan ritual harakiri. Hal yang membuat kisah byakkotai ini berakhir dengan tragis adalah kematian kesembilan belas tentara muda tersebut terkesan sia-sia karena pada dasarnya Aizu belum mengalami kekalahan kala itu. Penduduk kota yang masih selamat dalam peperangan, berlindung di balik tembok kastil Aizuwakamatsu.

(21)

Monumen memorial Iinuma Sadakichi

Sumber : http://www.jref.com/images/portal/history/iinuma_sadakichi.jpg

Begitupun sisa dari seluruh pasukan byakkotai, mereka turut berperang hingga akhir demi mempertahankan kastil kota mereka. Akhirnya, pada pertengahan bulan November tahun 1868, klan Aizu pun menyerah dan di tahun berikutnya Jepang memasuki zaman yang baru yakni zaman Meiji17.

Keterlibatan Byakkotai Dalam Perang Boshin

Pada dasarnya pasukan byakkotai tidak memiliki peran besar dalam perang sipil ini. Selain keberadaan pasukan ini memang hanya dimaksudkan sebagai pasukan cadangan, dilihat dari sisi pemilihan waktu, Byakkotai diturunkan ke medan perang di saat-saat terakhir. Selain itu, yang terpenting adalah terlalu singkatnya rekaman perjuangan mereka selama peperangan.

Ada satu hal yang yang terlupakan di dalam keterlibatan byakkotai dalam perang Boshi yakni kinerja mereka di dalam peperangan. Selama diturunkan, pasukan byakkotai ditempatkan di Tonoguchihara. Tonoguchigara merupakan sebuah desa kecil di timur laut Aizu. Di lokasi ini, byakkotai ditugaskan sebagai tentara cadangan bagi pasukan seiryuutai

(22)

yang bertugas menghadang pasukan kekaisaran di jembatan Jurokkyo, perbatasan Aizu. Jumlah pasukan seiryuutai yang hanya berjumlah sekitar 900 orang pada kenyataannya tetap tidak bisa menahan lawan dengan hanya bantuan dari dua tim byakkotai yang diturunkan. Selain itu, pasukan byakkotai yang hanya mendapatkan pelatihan penggunaan senapan tradisional secara singkat, tidak dapat memberikan bantuan maksimal. Pasukan byakkotai pun ditarik dari medan pertempuran terbuka dan ditugaskan berpatroli di dalam hutan.

Setelah kejadian harakiri di gunung Iimori, pasukan byakkotai yang tersisa juga turut berjuang mempertahankan kastil. Sebelumnya, pasukan genbutai lah yang ditugaskan untuk menjaga garis pertahanan kastil. Namun, saat keadaan mulai terdesak, byakkotai bersama-sama berperang bergabung dengan sisa-sisa pasukan dari divisi lain yang tersisa, turut pula di dalamnya pasukan wanita. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan untuk melawan serangan pasukan kekaisaran yang menggunakan persenjataan canggih selain menggunakan kemampuan berpedang mereka serta memanfaatkan senapan tradisional dan meriam kayu. Hingga pada akhirnya Aizu menyerah kepada pasukan kekaisaran pada November 1868. Meski hingga kini byakkotai lebih banyak dikenang atas ritual harakiri yang telah mereka lakukan, sudah lebih sepatutnya mereka juga dikenang atas perjuangan hingga akhirnya demi mempertahankan kastil Tsuruga. Tidak perlu diukur seberapa besar keterlibatan serta kontribusi pasukan byakkotai dalam perang Boshin. Namun, akan lebih bijak bila byakkotai tidak hanya dikenal atas ritual harakirinya yang terasa begitu sia-sia, sehingga menjadikannya sebagai sebuah tragedi yang selalu dikenang oleh masyarakat Aizu hingga saat ini.

(23)

SIMPULAN

Byakkotai merupakan pasukan perang milik klan Aizu di zaman Restorasi Meiji yang

dibentuk pada tahun 1868. Pasukan yang terdiri dari anak laki-laki kaum bushi dengan batasan umur 16—17 tahun ini, karena dianggap masih menempuh pendidikan di sekolah

Aizu Hankou Nisshinkan dan belum memiliki pengalaman peperangan, byakkotai

ditempatkan sebagai pasukan cadangan dalam angkatan peran klan Aizu.

Namun, saat klan Aizu terseret masuk ke dalam perang sipil yang bernama perang Boshin dan mulai tersudut, pemimpin klan Aizu, Matsudaira Katamori, akhirnya memerintahkan untuk menurunkan byakkotai ke dalam medan perang. Di tengah-tengah ketidaksiapan mereka, pasukan byakkotai mengalami kesulitan dalam tugas pertama mereka ini sehingga mereka memutuskan kembali ke pusat kota untuk melindungi kastil klan mereka, Aizuwakamatsu. Ketika mereka kembali dan menyaksikan dari kejauhan Aizu telah tertutupi oleh api dan asap yang membumbung tinggi, pasukan ini mengira mereka telah kalah dan memutuskan untuk melakukan ritual harakiri. Di samping dikenang atas keterlibatan pasukan

byakkotai di dalam perang Boshin, akhir kisahnya yang memilukan turut menjadi sebuah

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Beasly, W.G. 1972. The Meiji Restoration. California: Stanford University Press Sasaki, Suguru. 2010. Boshin Sensou. Japan: Chuokoronsha

Shinichi, Noguchi. 2005. Aizu-han. Tokyo: Gendai Shokan

Turnbull, Stephen. 2003. Samurai The World of The Warrior. Oxford: Osprey Publishing

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi terkait PPI pada saat rapat ruangan dimasing-masing unit Sesuai dengan jadwal rapat

The research paper organization of “Gender Discrimination in Tracie Peterson and Judith Miller’s novel Tapestry of Hope (2004): Feminist Approach” is as follows: Chapter I

satunya pariwisata cagar budaya yang ada di Trowulan yang sudah

Penamaan dan makna nama orang di Kecamatan Sitellu Tali urang Jehe tidak terlepas dari. nilai-nilai budaya

Aspek utama yang berpengaruh dalam produksi benih jagung berbasis komunitas secara berkelanjutan adalah: (1) akses pasar dan jaminan keberlanjutan pasar yang tidak pasti, (2)

Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa : Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif

Adapun beberapa implikasi yang dari epenelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Peneliti di masa depan dapat menggunakan penelitian ini untuk menyelesaikan

Otoritas dalam arti hak untuk memiliki legitimasi kekuasaan dan kewenangan untuk ditaati, sedangkan teori yang dikemukakan oleh Kranenburg dan Logemann, mereka