• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI

PASIR PUTIH SITUBONDO

Asteria Pitasari(1), Dian Saptarini(2), Aunurohim(3) Jurusan Biologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Surabaya 60111

Email: azter.pita@gmail.com(1), dian@bio.its.ac.id(2), aunurohim@bio.its.ac.id(3) ABSTRAK

Terumbu merupakan endapan masif dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang hermatipik dari ordo Scleractinian, alga berkapur, dan organisme lain penghasil kalsium karbonat.

Kesuksesan reproduksi merupakan tahap awal dalam pertambahan individu karang pada terumbu. Agar populasi karang terjaga maka koloni karang yang mati harus tergantikan melalui proses rekrutmen dengan larva maupun reproduksi secara aseksual. Tingginya tingkat rekrutmen karang

merupakan suatu indikasi terjadinya pemulihan dalam komunitas terumbu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rekrutmen karang Scleractinian secara alami berdasarkan densitas karang, serta jenis life form dan genus penyusunnya pada tiga tipe substrat dengan kestabilan berbeda. Karang Scleractinian dengan diameter kurang dari 5 cm diamati dalam bingkai kuadrat berukuran 1x1 meter secara acak pada masing-masing substrat. Karang Scleractinian

diidentifikasi, dihitung frekuensi, penutupan, dan densitasnya untuk penentuan tingkat rekrutmen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa densitas rekrutmen karang pada substrat coral adalah

moderate sampai high dengan densitas 7,4-10,8 ind/m2 untuk jenis substrat death coral dan pada kriteria low sampai high dengan densitas 4,2-9,8 ind/m2 untuk jenis substrat life coral, pada substrat

rubble termasuk moderate dengan densitas 5,4-6,8 ind/m2, dan substrat sand densitas rekrutmen karangnya adalah very low sampai moderate dengan densitas 1,8-5,4 ind/m2. Densitas tertinggi life

form karang pada rekrutmen di substrat death coral dan rubble adalah coral encrusting. Densitas

tertinggi life form karang pada rekrutmen di substrat sand dan life coral adalah coral branching. Genus dengan densitas tertinggi pada rekrutmen di semua substrat adalah Porites. Kata Kunci : Scleractinian, tingkat rekrutmen karang

I Pendahuluan

Terumbu merupakan endapan-endapan masif dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang hermatipik dari ordo Scleractinian dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kalsium karbonat (Nybakken, 1992). Terumbu karang memiliki manfaat untuk menjaga kestabilan kondisi ekologi pada perairan laut, antara lain sebagai habitat, tempat memijah, dan tempat berlindung bagi berbagai jenis hewan. Bencana kerusakan terumbu karang dapat terjadi akibat topan, tsunami, racun (sianida atau potasium), pemanasan global, melimpahnya predator, dan kegiatan manusia seperti penambangan karang dan pencemaran (Ikawati, dkk 2001). Terumbu karang Indonesia mencapai 51% dari luas terumbu karang di Asia Tenggara dan 85% dari luasan terumbu karang Indonesia terancam rusak (Indraswati, dkk 2006).

Pada dasarnya karang Scleractinian yang merupakan kelompok utama penyusun terumbu memiliki kemampuan untuk

bereproduksi, menempel pada substrat, dan tumbuh. Reproduksi karang dimulai dari penyebaran larva pada kolom air kemudian dilanjutkan dengan penempelan planula dan akhirnya bermetamorfosis dari bentuk planktonik ke bentuk bentik (Nybakken, 1992). Proses setelah suatu individu baru terbentuk melalui reproduksi kemudian tergabung didalam komunitas karang disebut sebagai rekrutmen. Kesuksesan reproduksi merupakan tahap awal dalam penambahan individu karang pada terumbu. Agar populasi karang terjaga maka koloni karang yang mati harus tergantikan, baik melalui larva maupun reproduksi secara aseksual. Rekrutmen karang merupakan suatu indikasi terjadinya pemulihan (Richmond, 1997).

Engelhardt (2001) mengkaji status dan potensi pemulihan karang branching yang dapat tumbuh dengan diameter 1-2 cm dalam waktu 12 bulan dan mencapai diameter 2-5 cm pada waktu 24 bulan. Karang massive diketahui dapat tumbuh mencapai diameter sekitar 0,5-2 cm per tahun (Nybakken, 1992).

(2)

Pengambilan sampel karang pada penelitian ini dibatasi pada karang yang berukuran kurang dari 5 cm sebagai indikasi terjadinya pemulihan. Batasan ukuran pengambilan sampel ini didasari atas beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya antara lain oleh Norstrom (2006), yang meneliti mengenai pengaruh morfologi substrat karang mati terhadap pola distribusi karang dan Moulding (2005) yang meneliti mengenai pola rekrutmen karang di Florida. Norstrom, et al (2006) dan Moulding (2005) melakukan pengambilan sampel rekrutmen karang pada ukuran karang kurang dari 5 cm.

Tingkat rekrutmen karang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia dan biologi perairan salah satunya adalah substrat seperti tipe dan kondisi substrat (Lee, 2009). Rekruit karang cenderung akan menempel pada kondisi substrat yang padat, rekruit karang yang menempel pada substrat yang mudah goyah terhadap arus akan memiliki tingkat kesintasan rendah (Richmond, 2007). Pada penelitian Abrar (2005) mengenai pemulihan populasi terumbu setelah pemutihan di perairan Sipora, Sumatra Barat diketahui bahwa tingkat rekrutmen karang di substrat coral, rubble, dan sand masing-masing berbeda karena dipengaruhi oleh kestabilan substrat dari arus perairan.

Lokasi yang diambil adalah pantai Pasir Putih, Situbondo. Lokasi tersebut cukup baik untuk perkembangan ekosistem terumbu karang yang telah diteliti oleh Victorius (2008), dimana penutupan karang hidup pada pantai pasir putih tergolong baik dengan persentase 80,34%, dengan genus karang yang ditemukan antara lain Acropora dan non-Acropora seperti

Galaxea dan Porites, sedangkan untuk kondisi

substratnya banyak ditemukan coral, rubble, dan sand diantara tutupan karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rekrutmen karang Scleractinian serta jenis life

form dan genus karang pada rekrutmen di tiga

tipe substrat dengan kestabilan berbeda yaitu substrat coral, rubble, dan sand, melalui perbedaan densitas karang pada perairan Pasir Putih Situbondo.

II Metodologi

Penelitian dilaksanakan selama bulan April 2011. Lokasi pengambilan sampel adalah Karang Mayit, perairan Pasir Putih, Kecamatan Bungatan, Situbondo, Jawa Timur. Pengambilan sampel dilakukan pada

kedalaman + 8 meter pada lokasi Karang Mayit dengan koordinat 07041’15,5”S dan 113049’42,9”E. Identifikasi genus karang yang ditemukan dilakukan di Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya.

Pengamatan rekrutmen karang dilakukan di tiga stasiun. Stasiun sampling ditentukan melalui metode random swim.

Random swim dipakai untuk menentukan

lokasi yang cocok dengan luasan area survei yang terbatas. Random swim digunakan untuk penentuan lokasi dalam manajemen program penelitian. Informasi merupakan deskripsi general dari lokasi dengan perhitungan semi kualitatif kondisi terumbu berupa komunitas bentik, gambaran tutupan terumbu, dan kondisi perairannya (Hill and Wilkinson, 2004).

Kondisi terumbu karang perairan Pasir Putih ditentukan melalui metode Line Intercept Transect (LIT). LIT digunakan untuk

menaksir komunitas sesil bentik dari terumbu karang yang dikarakteristikan menurut deskripsi morfologi pada komunitas terumbu menggunakan kategori life form. Kategori tersebut diamati secara paralel terhadap terumbu. LIT membutuhkan peralatan SCUBA untuk penyelaman, meteran lapangan, dan peralatan lain untuk koleksi data seperti pensil dan underwater paper. LIT dilakukan pada lokasi yang sebelumnya ditentukan melalui

random swim untuk pengamatan indukan dan

substrat. Meteran panjang diletakkan sejauh 30 meter pada rataan terumbu di tiap stasiun kemudian penyelam berenang lambat disepanjang meteran dan mengamati tiap perubahan life form yang ditemukan. Ukuran dan jenis life form yang dilalui meteran dicatat. Ketersediaan indukan dan substrat dalam perairan Pasir Putih dapat diketahui melalui hasil pencatatan life form, dimana substrat karang yang terdiri dari karang hidup diambil dari semua jenis life form Acropora dan

non-Acropora, dan substrat karang mati

dilambangkan dengan DCA atau DC, substrat patahan karang dilambangkan dengan R, dan pasir dilambangkan dengan S. Sedangkan ketersediaan indukan karang batu (Scleractinian) dapat diketahui dari life form

Acropora dan non-Acropora (English, 1994).

Pengukuran parameter kondisi fisik perairan yang diamati antara lain kecerahan, suhu, salinitas, pH, dan sedimentasi. Tingkat kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi

(3)

termometer raksa dengan tingkat ketelitian 10C. Salinitas diukur dengan menggunakan

hand-refracto salinometer ATC FG-217

dengan tingkat ketelitian hingga 1‰, sedangkan untuk pH dilakukan pengukuran menggunakan pH universal.

Pengamatan sedimentasi dilakukan di tiap stasiun sekitar lokasi LIT. Pengukuran sedimen dilakukan menggunakan sedimen

traps. Sedimen traps dibuat dari 3 pipa paralon

yang ditutup bagian dasarnya, masing-masing

trap berdiameter 5 cm dengan tinggi 12 cm

dan diletakkan 20 cm dari dasar substrat berfungsi untuk menampung sedimen yang ada di kolom air. Sedimen traps diletakkan di tiap stasiun sebelum pengambilan data rekrutmen karang. Sedimen yang terkumpul selama 1 hari dikeringkan dan ditimbang. Pengukuran sedimen tersebut dilakukan setiap hari selama 3 hari dalam 3 minggu (English, 1994).

Berat kering dari sedimen diukur laju sedimentasinya kemudian dilihat perkiraan dampak level laju sedimentasi (mg/cm2/hari) terhadap komunitas karang.

Pencuplikan sampel rekrutmen karang masing-masing dilakukan di tiap stasiun sekitar lokasi LIT pada struktur substrat berbeda yaitu karang yang terdiri dari karang mati dan karang hidup, patahan karang, dan pasir. Pada masing-masing substrat, dilakukan pencuplikan sampel rekrutmen karang berukuran kurang dari 5 cm untuk seluruh tipe

life form karang Scleractinian dengan

menggunakan bingkai kuadrat berukuran 1x1 meter. Bingkai kuadrat diletakkan sebanyak 5 kali secara acak masing-masing pada substrat karang yang terdiri dari karang mati dan karang hidup, patahan karang, dan pasir disekitar lokasi LIT. Seluruh rekrutmen karang yang ditemukan didalam kuadrat difoto, diamati dan dicatat genus, jumlah, dan ukurannya (English, 1994).

Rekruit karang yang ditemukan dihitung luas, frekuensi, penutupan, dan densitas untuk penentuan tingkat rekrutmennya. Tingkat rekrutmen karang pada total densitas karang dalam kuadrat 1x1 meter dikelompokkan menurut Engelhardt (2001) dalam tabel 1.

Tabel 1 Tingkat rekrutmen karang pada total densitas karang dalam kuadrat 1x1 meter

menurut Engelhardt (2001).

Setelah semua data terkumpul, identifikasi karang selanjutnya dilakukan di Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menggunakan buku-buku kunci identifikasi seperti Coral of Australia and The

Indo-Pacific (Veron, 1993) atau Jenis-jenis

Karang di Indonesia (Suharsono, 2004). Penelitian adalah bersifat deskriptif kuantitatif. Data life form yang didapatkan melalui metode line intercept transect (LIT) dihitung dengan formula perhitungan presentase penutupan life form terumbu menurut English (1994): (English, 1994) Penentuan kriteria kondisi tutupan karang berdasarkan tutupan terumbu karang hidup menurut KepMen LH No. 04 Th. 2001 dijabarkan pada tabel 2

Tabel 2 Kriteria kondisi tutupan karang berdasarkan tutupan terumbu karang hidup

Penutupan dan densitas karang masing-masing didapatkan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

(English, 1994) (Engelhardt, 2001)

Coral Recruitment Rates Coral Recruit Density in 1 m2 Quadrat

Very Low 0 – 2,5 Low 2,6 – 5 Moderate 5,1 – 7,5 High 7,6 – 10 Very High > 10 Parameter Buruk 0 – 24,9 Sedang 25 – 49,9 Baik 50 – 74,9 Baik Sekali 75 - 100

Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)

Presentase Luas Tutupan Karang Hidup

Rusak

(4)

III Hasil dan Pembahasan Parameter Lingkungan

Pengamatan tingkat rekrutmen karang Scleractinian dilakukan di perairan Karang Mayit pantai Pasir Putih Situbondo pada koordinat 07041’15,5”S dan 113049’42,9”E.

Hasil rata-rata pengukuran parameter fisik dan kimia perairan Pasir Putih selama 3 minggu antara lain untuk kecerahan 6,67 meter, suhu 27,670C, salinitas 33,330/00, pH 8,

dan sedimentasi untuk stasiun 1; 0,1290, stasiun 2; 0,1195, dan stasiun 3; 0,2850.

Parameter fisik dan kimia perairan Pasir Putih masih berada didalam kisaran batas optimum parameter perairan pendukung pertumbuhan karang kecuali suhu, dimana rata-rata suhu 27,670C sedangkan batas maksimal parameter optimum suhu adalah 250C. Tetapi perairan Karang Mayit masih memungkinkan untuk pertumbuhan terumbu karang karena karang mampu mentolerir suhu sampai 360C-400C (Nybakken, 1992).

Kondisi Terumbu Karang di Karang Mayit Pantai Pasir Putih memiliki terumbu yang berjajar dari tepi pantai sampai pada daerah tubir. Tipe terumbu karang tersebut termasuk dalam tipe terumbu tepi (fringing

reef). Panjang reef flat Pantai Pasir Putih

diperkirakan +500 meter dengan lereng terumbu yang relatif landai.

Penelitian ini mengambil kedalaman + 8 meter karena terumbu karang di kedalaman lainnya memiliki kondisi tutupan terumbu karang yang buruk. Kondisi tutupan terumbu yang buruk memiliki presentase tutupan karang hidup yang sedikit, sedangkan tutupan karang hidup dapat menghasilkan rekrutmen melalui reproduksi seksual maupun aseksual, sehingga rekrutmen yang dihasilkan diduga juga sedikit.

Life form yang ditemukan pada terumbu karang di lokasi Karang Mayit terdiri dari karang hidup, organisme selain karang, dan elemen abiotik yaitu death coral, death

coral with algae, rubble, dan sand. Tutupan

elemen abiotik yang ditemukan di 3 stasiun dapat berperan sebagai substrat untuk rekrutmen karang.

Persentase tutupan karang hidup di stasiun 1 adalah 34,6%, stasiun 2 adalah 28,9%, sedangkan pada stasiun 3 adalah 25,6%. Persentase tutupan karang hidup didapatkan melalui perhitungan tutupan life

form karang hidup (*) dengan formula

perhitungan persentase penutupan life form terumbu menurut English (1994). Menurut KepMen LH No. 04 Th. 2001 kriteria kondisi tutupan karang pada 3 stasiun pengambilan data adalah rusak sedang dengan dominansi tutupan tertinggi yaitu rubble. Pendataan dilakukan pada lokasi dengan kondisi tutupan karang yang rusak sedang karena ingin diamati tingkat rekrutmen karang sebagai indikator terjadinya pemulihan pada lokasi tersebut.

Terdapat 2 jenis life form karang hidup yang ditemukan yaitu Acropora dan 6 jenis life

form non-Acropora. Life form Acropora yang

ditemukan antara lain acropora branching (ACB) dan acropora tabulate (ACT). Jenis life

form acropora branching (ACB) hanya

ditemukan di stasiun 2 sedangkan acropora

tabulate(ACT) hanya ditemukan di stasiun 1. Life form non-Acropora yang ditemukan

antara lain coral branching (CB), coral

encrusting (CE), coral foliose (CF), coral massive (CM), coral mushroom (CMR), dan coral submassive (CS). Jenis life form coral branching (CB), coral encrusting (CE), coral massive (CM), dan coral submassive (CS)

ditemukan di semua stasiun sedangkan coral

foliose (CF) hanya ditemukan di stasiun 1 dan

2, kemudian coral mushroom (CMR) hanya ditemukan di stasiun 3. Pada stasiun 1 life

form didominasi oleh coral encrusting,

sedangkan stasiun 2 dan 3 didominasi oleh

coral branching. Coral branching dan coral

massive cenderung memiliki persentase

tutupan yang tinggi pada 3 stasiun. Tutupan

life form karang hidup yang ditemukan pada 3

stasiun diduga dapat menghasilkan rekrutmen karang melalui mekanisme reproduksi.

Penentuan Tingkat Rekrutmen Karang Tingkat rekrutmen karang serta life

form dan genus Scleractinian berdiameter

kurang dari 5 cm pada kedalaman + 8 meter di Karang Mayit perairan Pasir Putih, ditentukan berdasarkan total densitas karang Scleractinian yang ditemukan. Tingginya densitas karang merupakan suatu indikasi terjadinya pemulihan kondisi terumbu karang (Lee, 2009). Tingkat rekrutmen karang akan dibandingkan pada tiap substrat dengan kestabilan berbeda. Substrat yang diduga memiliki kestabilan tinggi adalah substrat yang padat dimana rekruit karang cenderung akan menempel pada kondisi substrat yang padat, rekruit karang yang menempel pada substrat yang mudah goyah terhadap arus akan

(5)

memiliki tingkat kesintasan rendah (Richmond, 2007). Substrat coral memiliki bentuk padat sehingga substrat ini diduga merupakan substrat yang stabil, pada substrat

rubble memiliki bentuk pecahan karang yang

berasal dari karang mati dengan ukuran panjang + 15-20 cm sehingga substrat ini diduga merupakan substrat yang cukup stabil, dan pada substrat sand memiliki bentuk partikel pasir dengan ukuran < 2 mm sehingga substrat ini diduga merupakan substrat yang tidak stabil.

A. Rekrutmen Karang pada Substrat

Coral

Substrat coral dibagi menjadi 2 jenis yaitu substrat coral yang didominasi oleh

death coral dan substrat coral yang didominasi

oleh life coral. Perbedaan antar substrat didasarkan keberadaan organisme karang disekitar rekrutmen yang memiliki kemampuan memangsa partikel organik tersuspensi seperti fitoplankton dan zooplankton berukuran kecil dengan menggunakan tentakel dan nematokistnya atau disebut filter feeder (Nybakken, 1992). Karang dengan ukuran polip terkecil + 1 mm mampu memangsa plankton dengan ukuran 200-400 µm, sedangkan menurut Richmond (1997) planula karang bersifat planktonik, dimana larva planula memiliki ukuran diameter sangat kecil sekitar 350-400 µm, sehingga larva planula karang diduga akan dimangsa oleh karang dewasa sebelum sempat untuk menempel pada substrat (Palardy et al., 2006).

1. Rekrutmen Karang pada Substrat

Death Coral

Pada stasiun 1 densitas total rekrutmen karang yang ditemukan adalah 8 ind/m2, total densitas tersebut termasuk tinggi (high), sedangkan pada stasiun 2 densitas totalnya 7,4 ind/m2 yang termasuk sedang (moderate), dan pada stasiun 3 densitas totalnya 10,8 ind/m2 yang termasuk sangat tinggi (very high). Rentang nilai densitas rekrutmen karang pada substrat death coral adalah 7,4-10,8 ind/m2, dimana tingkat rekrutmen karang pada densitas tersebut adalah sedang (moderate) sampai sangat tinggi (very high) (Engelhardt, 2001). Densitas rekrutmen karang yang cenderung tinggi diduga karena karakteristik substrat yang stabil, dimana planula tidak akan menempel pada substrat yang tidak stabil, terutama jika tersedia substrat yang lebih stabil

(Richmond, 1997). Selain itu, death coral diduga memiliki kandungan kalsium karbonat yang berasal dari rangka kapur karang yang sudah mati sebelumnya, dimana larva planula akan menempel pada permukaan aboral dari substrat yang memiliki tekstur dan lapisan kalsium karbonat yang dibutuhkan oleh karang untuk proses kalsifikasi (Richmond, 1997). Penempelan planula dimulai dengan larva yang bersinggungan dengan substrat, lalu larva akan menempatkan lapisan matriks organik diikuti pembentukan endapan skeleton karbonat (Richmond, 1997).

Pada substrat death coral, jumlah total individu karang yang ditemukan adalah 131 individu yang terdiri dari 10 famili dan 22 genus dengan life form yang berbeda-beda. Kemampuan suatu individu karang untuk memilih substrat pada proses rekrutmen bersifat spesifik dan tergantung pada kesintasan masing-masing individu karang (Soong, 2010).

Life form karang dengan densitas

tertinggi pada rekrutmen di semua stasiun adalah life form encrusting dengan densitas masing-masing adalah 4,4 ind/m2; 3,2 ind/m2; 4,2 ind/m2. Hal ini diduga karena coral

encrusting memiliki bentuk life form merayap

dengan permukaan yang luas (Suharsono, 2004) sehingga coral encrusting mampu tumbuh pada kondisi perairan yang memiliki intensitas cahaya lebih rendah dimana kecerahan rata-rata yang diukur 6,67 meter sedangkan lokasi penelitian berada di dalam kedalaman + 8 meter (Supriharyono, 2000). Hal ini diduga menyebabkan densitas coral

encrusting cenderung tinggi.

Life form encrusting disusun oleh

genus Montipora, Pavona, Cyphastrea, Porites, Echinopora, dan Goniastrea dengan

densitas tertinggi oleh genus Porites. Life form lainnya yang menyusun rekrutmen karang pada substrat death coral antara lain jenis

acropora branching, coral branching, coral foliose, coral massive, coral mushroom, dan coral submassive.

Genus rekrutmen karang dengan densitas tertinggi yang ditemukan di semua stasiun pada gambar 4.3 adalah genus Porites dengan densitasnya masing-masing adalah 2,2 ind/m2; 2,8 ind/m2; dan 6 ind/m2. Hal ini diduga karena Porites diketahui sebagai salah satu karang yang bereproduksi dengan cara

brooding, larva yang dihasilkan melalui

(6)

dan alga zooxanthellae yang berkontribusi sebagai penghasil energi bagi larva selama proses penempelan (Richmond,1997) dengan ukuran larva lebih besar sekitar 7-8 µm sedangkan larva planula melalui mekanisme

spawning belum memiliki septa dan alga

zooxanthellae (Richmond,1997) dengan

memiliki ukuran 2-3 µm (Mate, 1997), hal ini menyebabkan planula dari mekanisme

brooding mampu langsung menempel pada

substrat dan memiliki tingkat rekrutmen yang cenderung tinggi (Richmond, 1997). Porites juga mampu menghasilkan banyak larva planula yaitu 1905-2015 (Mate, 1997) setiap tahunnya dimana rata-rata genus dengan mekanisme brooding lainnya antara 100-300 larva planula (Mate, 1997) sehingga Porites memiliki tingkat rekrutmen yang lebih tinggi (Moulding, 2005). Genus lainnya yang menyusun rekrutmen karang pada substrat

death coral antara lain berasal dari family

Acroporidae, Agariciidae, Faviidae, Fungiidae, Musiidae, Merulinidae, Pocilloporidae, Oculinidae dan family Unknown 1.

2. Rekrutmen Karang pada Substrat

Life Coral

Substrat life coral yang menjadi obyek pengamatan rekrutmen karang adalah yang terdapat rubble atau death coral didalamnya. Pengamatan tidak dilakukan pada substrat life

coral yang masih utuh, karena kondisi di

lokasi penelitian tidak ditemukan adanya rekrutmen karang pada substrat tersebut, hal ini diduga disebabkan kemampuan karang untuk memangsa larva planula.

Pada stasiun 1 dan 2 densitas total rekrutmen karang yang ditemukan berturut-turut adalah 8,4 ind/m2 dan 9,8 ind/m2, total densitas tersebut termasuk tinggi (high), sedangkan pada stasiun 3 densitas totalnya 4,2 ind/m2 yang termasuk rendah (low). Rentang nilai densitas rata-rata rekrutmen karang pada substrat life coral adalah 4,2-9,8 ind/m2, dimana tingkat rekrutmen karang pada densitas tersebut termasuk rendah (low) sampai tinggi (high) (Engelhardt, 2001). Substrat life coral merupakan substrat yang stabil seperti death coral. Tetapi karang hidup yang terdapat pada substrat memiliki kemampuan untuk memangsa larva planktonik karang sehingga diduga akan mengurangi densitas karang, jumlah individu dan genus pada rekrutmen menjadi lebih sedikit daripada substrat death coral. Pada substrat life coral di

3 stasiun ditemukan 112 individu karang yang terdiri dari 10 famili dengan 15 genus yang memiliki life form yang berbeda-beda.

Life form dengan densitas tertinggi di

stasiun 1 adalah coral encrusting dengan densitas 2,6 ind/m2. Life form coral encrusting di stasiun 1 disusun oleh genus Montipora,

Echinopora, Goniastrea, Pectinia, dan Porites.

Densitas genus tertinggi yang menyusun life

form coral encrusting di stasiun 1 adalah Porites.

Pada stasiun 2 dan 3 rekrutmen didominasi oleh life form coral branching dengan densitas masing-masing 6,4 ind/m2 dan 3,6 ind/m2. Hal ini diduga karena persentase tutupan coral branching pada LIT yang cenderung tinggi di tiap stasiun. Coral

branching disekitar lokasi mampu melakukan

reproduksi secara seksual melalui larva maupun aseksual salah satunya fragmentasi.

Fragmentasi merupakan koloni baru yang

terbentuk dari patahan karang terutama pada karang bercabang akibat faktor fisik seperti ombak atau badai atau faktor biologi seperti predasi. Patahan tersebut dapat menempel kembali di dasar dan membentuk tunas serta koloni baru (Timotius, 2003). Life form coral

branching pada stasiun 2 dan 3 disusun oleh

genus Montipora, Hydnophora, dan Porites. Genus dengan densitas tertinggi yang menyusun life form branching di stasiun 2 dan 3 adalah Porites.

Life form lainnya yang menyusun

rekrutmen karang pada substrat life coral antara lain jenis acropora branching, coral

foliose, coral massive, coral mushroom, dan coral submassive.

Pada stasiun 1 rekrutmen didominasi oleh Montipora dengan densitas 2,4 ind/m2. Genus Montipora diketahui melakukan reproduksi secara spawning dimana Montipora mampu menghasilkan telur sebanyak 2.223-2.300 tiap tahunnya dengan ukuran telur 2,50 µm (Mate, 1997). Genus Montipora

mengeluarkan telur yang banyak dibandingkan genus lainnya yang bereproduksi dengan mekanisme spawning dengan rentangan telur yang dihasilkan 9-180 telur, selain itu genus

Montipora memiliki pengecualian dimana

larva sudah memiliki alga zooxathellae yang berkontribusi untuk memberikan energi selama proses penempelan pada substrat (Richmond, 1997) sehingga hal ini diduga menjadi penyebab Montipora memiliki densitas yang tinggi. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3

(7)

rekrutmen didominasi oleh Porites dengan densitas 6,8 ind/m2 dan 3,8 ind/m2. Keberadaan dari masing-masing individu di tiap stasiun sangat dipengaruhi kemampuan sintas pada masing-masing individu karang (Soong, 2010).

Genus lainnya yang menyusun rekrutmen karang pada substrat life coral antara lain berasal dari family Acroporidae, Astrocoeniidae, Faviidae, Fungiidae, Merulinidae, Pectinidae, Oculinidae dan family Unknown 2.

B. Rekrutmen Karang pada Substrat

Rubble

Total densitas rekrutmen karang yang ditemukan berturut-turut pada stasiun 1,2, dan 3 adalah 6,4 ind/m2; 6,8 ind/m2; dan 5,4 ind/m2 kriteria densitas tersebut termasuk sedang (moderate). Rentang nilai densitas rata-rata rekrutmen karang pada substrat rubble adalah 5,4-6,8 ind/m2, dimana tingkat rekrutmen karang pada densitas tersebut termasuk sedang (moderate) (Engelhardt, 2001).

Densitas rekrutmen karang termasuk dalam kriteria sedang (moderate) diduga karena karakteristik substrat yang kurang stabil, sehingga mempengaruhi kekuatan penempelan matriks organik larva pada substrat (Richmond, 1997). Tetapi rubble masih memungkinkan menjadi tempat menempel bagi rekrutmen (Abrar, 2005) karena rubble diduga memiliki lapisan kalsium karbonat dari rangka kapur karang mati sebelumnya yang dideteksi melalui lapisan luar larva saat tahap penempelan pada substrat. Karang membutuhkan kalsium karbonat untuk pembentukan rangka kapur sehingga diduga substrat rubble masih memungkinkan menjadi tempat penempelan karang. Pada substrat

rubble di 3 stasiun ditemukan 93 individu

karang yang terdiri dari 9 famili dengan 17 genus yang memiliki life form yang berbeda-beda. Jumlah individu yang ditemukan lebih sedikit dari substrat life coral tetapi memiliki jumlah genus yang hampir sama.

Life form karang dengan densitas

tertinggi pada rekrutmen di stasiun 1 adalah

encrusting dan massive dengan densitas 2

ind/m2. Life form encrusting juga diketahui memiliki densitas tertinggi di stasiun 3 yaitu 2,6 ind/m2. Sedangkan life form dengan densitas tertinggi di stasiun 2 adalah coral

branching yaitu 3 ind/m2. Tingginya densitas rekrutmen coral branching di stasiun 2 diduga

berasal dari reproduksi seksual dan aseksual

coral branching disekitar rekrutmen. Coral branching pada stasiun 2 disusun oleh genus Montipora, Hydnophora, dan Porites dengan

densitas tertinggi oleh genus Porites.

Life form coral encrusting di stasiun 1

disusun oleh genus Favites, Goniastrea,

Porites, genus 1 family Faviidae, dan Genus 1

family Unknown 1 dengan densitas tertinggi oleh genus Porites. Hal ini diduga karena

Porites diketahui sebagai salah satu karang

yang bereproduksi dengan cara brooding dan mampu menghasilkan banyak larva planula tiap tahunnya sehingga memiliki tingkat rekrutmen yang lebih tinggi dari jenis lainnya (Lee, 2009).

Densitas coral massive tinggi di stasiun 1. Densitas coral massive disusun oleh genus Favia, Favites, Goniastrea, Montastrea,

Blastomussa, dan Galaxea. Keberadaan dari

masing-masing individu di tiap stasiun sangat dipengaruhi kemampuan sintas pada masing-masing individu karang (Soong, 2010).

Genus karang dengan densitas tertinggi pada rekrutmen yang ditemukan di semua stasiun pada substrat rubble sama dengan pada substrat death coral yaitu genus

Porites dengan densitasnya masing-masing

adalah 2 ind/m2; 3,8 ind/m2; dan 2,6 ind/m2. Selain Porites, genus lain yang menyusun rekrutmen karang pada substrat rubble antara lain berasal dari genus Acroporidae, Faviidae, Fungiidae, Musiidae, Poritidae, Oculinidae dan family Unknown 1.

C. Rekrutmen Karang pada Substrat

Sand

Pada stasiun 1 densitas total rekrutmen karang yang ditemukan adalah 4,4 ind/m2, total densitas tersebut termasuk rendah (low), sedangkan pada stasiun 2 densitas totalnya 5,4 ind/m2 yang termasuk sedang (moderate), dan pada stasiun 3 densitas totalnya 1,8 ind/m2 yang termasuk sangat rendah (very low). Rentang nilai densitas rata-rata rekrutmen karang pada substrat sand adalah 1,8-5,4 ind/m2, dimana tingkat rekrutmen karang pada densitas tersebut termasuk sangat rendah (very

low) sampai sedang (moderate) (Engelhardt,

2001). Densitas karang cenderung rendah pada rekrutmen di substrat sand yaitu ditemukan 58 individu karang yang terdiri dari 6 famili dengan 11 genus yang memiliki life form yang berbeda-beda, hal ini diduga karena karakteristik substrat yang tidak stabil

(8)

terhadap arus, sedangkan karang akan lebih survive jika menempel pada substrat yang stabil (Hubbart, 1997). Selain itu sand diduga memiliki kandungan kalsium karbonat yang lebih rendah dari substrat lainnya karena sand berasal dari pelapukan karang dan cangkang-cangkang hewan laut (Hubbart, 1997). Kandungan kalsium karbonat diduga masih terdapat pada sand dari pelapukan cangkang atau koloni karang, hanya kandungannya lebih sedikit daripada substrat yang berasal dari karang mati. Sehingga sedikit larva planula yang mampu untuk sintas pada substrat tersebut, hal ini mempengaruhi proses metamorfosis pada karang, dimana pembentukan kalsium karbonat akan dimulai dari bagian basal sampai pada bagian mulut dalam proses pembentukan polip pertama pada karang (Richmond, 1997).

Pada stasiun 1 dan 3 life form dengan densitas tertinggi adalah encrusting dengan densitas 2 ind/m2 dan 1,2 ind/m2, sedangkan pada stasiun 2 adalah branching dengan densitas 3,4 ind/m2. Life form coral encrusting di stasiun 1 dan 3 disusun oleh genus

Montipora, Cyphastrea, Favia, Favites,

Porites, dan Stylocoeniella. Coral branching

pada stasiun 2 disusun oleh genus Montipora dan Porites. Life form lainnya yang menyusun rekrutmen karang pada substrat rubble antara lain jenis coral foliose, coral massive, dan

coral mushroom.

Genus karang dengan densitas tertinggi pada rekrutmen yang ditemukan di semua stasiun pada substrat sand sama dengan substrat death coral dan rubble sebelumnya yaitu genus Porites dengan densitasnya masing-masing adalah 2,2 ind/m2; 4 ind/m2; dan 0,8 ind/m2. genus lain yang menyusun rekrutmen karang pada substrat sand antara lain berasal dari genus Acroporidae, Astrocoeniidae, Faviidae, Fungiidae, Musiidae, dan Poritidae.

Hubungan Tipe Substrat dengan Tingkat Rekrutmen Karang

Tingkat rekrutmen karang ditentukan melalui rentang densitas, luas, penutupan dan jumlah karang yang ditemukan pada rekrutmen di tiap substrat. Luas, penutupan, dan jumlah karang, serta tingkat rekrutmen karang pada tiap substrat dijabarkan dalam tabel 3.

Tabel 3 Luas, penutupan, densitas, dan tingkat rekrutmen karang setiap substrat

Pada tabel 3 diketahui bahwa tingkat rekrutmen yang cenderung tinggi adalah pada substrat coral yang didominasi oleh death

coral dengan densitas 7,4-10,8 ind/m2; pada substrat coral yang didominasi oleh life coral tingkat rekrutmennya antara rendah (low) sampai tinggi (high) dengan densitas 4,2-9,8 ind/m2, pada rubble tingkat rekrutmennya sedang (moderate) dengan densitas 5,4-6,8 ind/m2, dan rekrutmen karang cenderung rendah (very low-moderate) pada sand dengan densitas 1,8-5,4 ind/m2. Jumlah individu karang pada rekrutmen di substrat coral yang didominasi oleh death coral cenderung tinggi (moderate-very high) dengan jumlah genus yang ditemukan ada 22 genus, sedangkan pada coral yang didominasi oleh life coral memiliki 15 genus, substrat rubble memiliki 17 genus, dan pasir hanya memiliki 11 genus dengan jumlah individu karang cenderung sedikit. Substrat coral yang didominasi oleh death

coral memiliki densitas serta individu dan

genus yang cenderung tinggi daripada jenis substrat lainnya. Hal ini diduga karena kondisi pada substrat coral yang didominasi oleh

death coral adalah stabil. Tingkat keberhasilan

rekrutmen karang dipengaruhi oleh keadaan substrat, dimana planula cenderung akan menempel pada substrat yang lebih stabil (Richmond, 1997). Selain itu karang juga akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada substrat dengan tingkat kestabilan yang tinggi (Birkeland, 1997).

Pada substrat coral yang didominasi oleh life coral memiliki kondisi yang stabil seperti coral yang didominasi oleh death

coral, tetapi karang hidup yang terdapat pada

substrat memiliki kemampuan untuk memangsa larva planktonik karang dimana larva planula karang kemungkinan akan dimangsa oleh karang dewasa sebelum sempat untuk menempel pada substrat, sehingga diduga akan mengurangi densitas karang pada rekrutmen (Palardy et al., 2006).

Substrat rubble memiliki bentuk bercabang-cabang dengan ukuran panjang +

(9)

15-20 cm, sedangkan substrat sand yang ditemukan di lokasi memiliki ukuran yang lebih kecil dari jenis gravel < 2 mm. Hal ini menyebabkan substrat rubble dan sand kurang stabil terhadap arus. Substrat yang mudah goyah terhadap arus atau gelombang akan mempengaruhi rekrutmen, pertumbuhan, dan ketahanan pada karang. Penempelan matriks organik pada karang akan terganggu, sehingga karang akan memiliki ketahanan untuk hidup yang rendah (Richmond, 1997). Hal ini diduga menyebabkan densitas, jumlah individu, dan jumlah genus yang ditemukan di substrat

rubble dan sand lebih sedikit.

Perbandingan densitas rata-rata karang pada rekrutmen tiap substrat di lokasi Karang Mayit dijabarkan dalam gambar 1.

Gambar 1 Grafik perbandingan densitas rata-rata karang pada rekrutmen tiap substrat di

lokasi Karang Mayit.

Jenis life form rekrutmen karang yang ditemukan pada lokasi Karang Mayit adalah jenis Acropora dan non-Acropora. Life form

Acropora yang ditemukan antara lain

acropora branching (ACB), acropora tabulate

(ACT), dan acropora encrusting (ACE). Pada

life form non-Acropora ditemukan jenis coral branching (CB), coral encrusting (CE), coral foliose (CF), coral massive (CM), coral mushroom (CMR), dan coral submassive

(CS).

Pada rekrutmen karang jenis life form

Acropora, memiliki nilai densitas sangat

rendah dibandingkan dengan jenis life form non-Acropora. Pada life form acropora

branching hanya ditemukan pada substrat

karang, sedangkan life form acropora encrusting hanya ditemukan pada substrat rubble. Rekrutmen karang jenis Acropora

relatif sangat sedikit ditemukan pada lokasi penelitian, hal ini diduga karena kondisi tutupan karang life form Acropora hanya ditemukan di beberapa stasiun dengan

presentase tutupan yang kecil, sehingga rekrutmen yang ditemukan juga sedikit. Pada rekrutmen acropora encrusting, tidak ditemukan tutupan karang acropora encrusting disekitar lokasi. Hal ini diduga

karena Acropora memiliki mekanisme reproduksi spawning dimana larva Acropora membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk pembentukan septa sebelum memulai menempel pada substrat (Richmond, 1997) sehingga diduga induk dari rekrutmen

acropora encrusting yang ditemukan berada

pada lokasi yang jauh. Selain itu, Acropora merupakan koloni karang yang memiliki ukuran polip relatif kecil, sehingga Acropora hanya mampu hidup pada lokasi yang paling optimum untuk pertumbuhan karang (Lukan et

al, 2009). Parameter kondisi kecerahan hanya

mencapai kedalaman 6,67 meter sedangkan lokasi penelitian berada pada kedalaman 8 meter, hal ini diduga mengakibatkan stres pada Acropora sehingga karang jenis

Acropora sedikit ditemukan di lokasi tersebut.

Cahaya yang kurang pada Acropora akan mengakibatkan stres berupa berkurangnya jumlah koloni, hal ini diduga mempengaruhi reproduksi pada Acropora dimana akan mengurangi kemampuan pembentukan tunas serta jumlah larva yang dikeluarkan oleh

Acropora mengalami penurunan (Kojis, 2006).

Karang jenis life form non-acropora ditemukan di semua substrat kecuali coral

submassive yang tidak ditemukan pada

substrat sand. Hal ini diduga disebabkan karena substrat sand memiliki kestabilan yang rendah, sehingga sedikit individu karang yang ditemukan pada substrat tersebut. Life form karang pada rekrutmen yang cenderung tinggi densitasnya di tiap substrat adalah coral

branching dan coral encrusting. Genus

penyusun rekrutmen coral encrusting dengan densitas yang cenderung tinggi antara lain adalah Porites dan Montipora. Pada Porites diketahui bahwa mekanisme reproduksinya adalah melalui brooding, dimana larva

Porites sudah memiliki septa dan alga zooxanthellae yang berkontribusi sebagai

penghasil energi bagi larva selama proses penempelannya (Richmond,1997) sehingga larva Porites mampu untuk langsung menempel pada substrat dan memiliki tingkat rekrutmen yang cenderung tinggi (Richmond, 1997). Porites juga mampu menghasilkan banyak larva planula setiap tahunnya sehingga memiliki tingkat rekrutmen yang cenderung

(10)

lebih tinggi (Moulding, 2005). Pada

Montipora diketahui bahwa mekanisme

reproduksinya adalah melalui spawning

dimana Montipora mampu menghasilkan banyak sel telur untuk tiap tahunnya (Mate, 1997). Genus Montipora mengeluarkan telur yang banyak dibandingkan genus lainnya yang bereproduksi dengan mekanisme spawning selain itu genus Montipora memiliki pengecualian dimana larva sudah memiliki

alga zooxathellae yang berkontribusi untuk

memberikan energi selama proses penempelan pada substrat (Richmond, 1997), sehingga hal ini diduga menjadi penyebab Montipora memiliki densitas tinggi.

Pada coral branching densitas rekrutmennya yang cenderung tinggi diduga karena kondisi persentase tutupan coral

branching yang juga tinggi pada lokasi Karang

Mayit. Rekrutmen yang ditemukan diduga berasal dari tutupan coral branching

disekitarnya yang mengalami fragmentasi.

Fragmentasi tersebut dapat diakibatkan faktor

fisik seperti ombak atau badai atau faktor biologi seperti predasi. Patahan tersebut dapat menempel kembali di dasar dan membentuk tunas serta koloni baru (Timotius, 2003).

Karang jenis life form coral massive juga memiliki persentase tutupan yang cenderung tinggi pada 3 stasiun, tetapi rekrutmen coral massive memiliki densitas yang lebih rendah daripada coral branching yang sebelumnya juga memiliki persentase tutupan yang cenderung tinggi. Hal ini diduga karena coral massive memiliki bentuk reproduksi aseksual yang berbeda dengan

coral branching, dimana coral massive tidak

mampu melakukan fragmentasi, coral massive hanya mampu bereproduksi dengan cara polip

bailout, yaitu bagian coenosarc pada karang

yang keluar dari skeletonnya dan terbawa arus didalam kolom air sampai berkontak dengan permukaan substrat kemudian menempel, tipe reproduksi ini membutuhkan pembentukan kalsium karbonat sebagai rangka kapur karang dari awal (Richmond. 1997). Sehingga pertumbuhan rekrutmen pada coral massive cenderung lebih rendah daripada coral

braching yang memiliki rangka kalsium

karbonat dari koloni sebelumnya, hal ini diduga menyebabkan tingkat rekrutmen coral

branching lebih rendah daripada coral branching.

Life form dengan densitas rekrutmen

yang cenderung tinggi yaitu coral branching

dan coral encrusting disusun oleh family Acroporidae, Agariciidae, Astrocoeniidae, Faviidae, Musiidae, Oculinidae, Pectinidae, Pocilloporidae, dan Poritidae. Genus-genusnya antara lain Acropora, Montipora sampai pada genus Seriatopora dan Porites. Densitas genus yang menyusun rekrutmen karang pada masing-masing substrat dijabarkan pada gambar 2.

Gambar 2 Grafik densitas genus rekrutmen karang tiap substrat

Genus yang memiliki densitas tertinggi pada rekrutmen di tiap substrat adalah Porites. Koloni Porites yang ditemukan memiliki bentuk encrusting dan branching. Koralitnya kecil dengan tiga septa yang menyatu (triplet) dan satu pali (Suharsono, 2004). Porites diketahui sebagai salah satu karang yang bereproduksi dengan cara brooding, larva yang dihasilkan melalui mekanisme brooding sudah memiliki septa dan alga zooxanthellae yang berkontribusi sebagai penghasil energi bagi larva selama proses penempelannya

(Richmond,1997) dengan ukuran larva lebih besar sekitar 7-8 µm sedangkan larva planula melalui mekanisme spawning belum memiliki septa dan alga zooxanthellae (Richmond,1997) dengan memiliki ukuran 2-3 µm (Mate, 1997), hal ini menyebabkan planula dari mekanisme

brooding mampu langsung menempel pada

substrat dan memiliki tingkat rekrutmen yang cenderung tinggi (Richmond, 1997). Porites juga mampu menghasilkan banyak larva planula yaitu 1905-2015 (Mate, 1997) setiap tahunnya dimana rata-rata genus dengan

(11)

mekanisme brooding lainnya antara 100-300 larva planula (Mate, 1997) sehingga memiliki tingkat rekrutmen yang lebih tinggi

(Moulding, 2005). Tetapi Porites merupakan kompetitor yang lemah bagi karang lainnya dan dia tidak mampu untuk berkembang sebesar karang massive. Walaupun tingkat rekrutmen karang tipe massive sangat rendah, tetapi memiliki tingkat kesintasan yang cenderung lebih tinggi. Sehingga tingginya rekrutmen Porites tersebut belum tentu berhasil untuk mencapai tahap dewasa (Moulding, 2005).

IV Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tingkat rekrutmen karang dengan densitas 7,4-10,8 ind/m2 dengan kriteria sedang (moderate) sampai sangat tinggi (very

high) dijumpai pada substrat coral dengan

dominasi death coral. Tingkat rekrutmen karang dengan densitas 4,2-9,8 ind/m2 dengan kriteria rendah (low) sampai tinggi (high) dijumpai pada substrat coral dengan dominasi

life coral. Tingkat rekrutmen karang dengan

densitas 5,4-6,8 ind/m2 dengan kriteria sedang (moderate) dijumpai pada substrat rubble. Tingkat rekrutmen karang dengan densitas 1,8-5,4 ind/m2 dengan kriteria sangat rendah (very

low) sampai sedang (moderate) dijumpai pada

substrat sand.

Densitas tertinggi life form karang pada rekrutmen di substrat death coral dan

rubble adalah coral encrusting. Densitas

tertinggi life form karang pada rekrutmen di substrat sand dan life coral adalah coral

branching.

Genus karang dengan densitas tertinggi di semua substrat adalah Porites.

V Daftar Pustaka

Abrar, M. 2005. Pemulihan Populasi Karang Setelah Pemutihan di Perairan Sipora kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Widyariset, Vol. 8, No 1, 2005. Azkab, M.H., A. Budiyanto, Yahmantoro, H.

Mudji W. 1996. Laporan Penelitian Konservasi Terumbu Karang dan Ekosistemnya di Perairan Jawa Timur. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI dan PT. Primamustika Surya Mandiri.

Birkeland, C. 1977. The Importance of Rate of Biomass Accumulation in Early

Successional Stages of Benthic Communities to the Survival of Coral Recruits. Coral Reef Symp: Miami. Coremap, 2006. Modul Pengenalan Terhadap

Ekosistem Terumbu Karang. Coremap fase II Kabupaten Selayar-Yayasan Lanra Link Makassar: Benteng.

Engelhardt, U. 2001. Monitoring Protocol for Assessing the Status and Recovery Potential of Scleractinian Coral Communities on Reefs Affected by Major Ecological Disturbances. Reefcare International: Australia. English, S., C. Wilkinson and V. Baker (ed.).

1994. Survei Manual for Tropical Marine Research. Townsville: ASEAN-Australia Marine Science Project Australian Institute of Marine Science: Australia.

Golbuu, Yimnang and Robert H. Richmond. Substratum Preferences in Planula Larvae of Two Species of Scleractinian Coral, Goniastrea retiformis and

Stylarea punctata. University of Hawaii: Manoa. Mar BiolDOI 10.1007/s00227-007-0717-x

Hill, Josh and Clive Wilkinson. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs. Australian Institute of Marine Science: Australia.

Hubbard, Dennis K. 1997. Reefs as Dynamic Systems in Life and Death of Coral Reefs. Chapman and Hall 115 Fifth Avenue: New York.

Ikawati, Yuni. Puji S. Hanggarwati, Hening Parlan, Hendrati Handini, Budiman Siswodihardjo. 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat. Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Jakarta.

Indraswati, Evi., dkk. 2006. INCL Indonesia: Indonesian Nature Conservation News Letter 9-44b.

Johan, Ofri. 2003. Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang. PSK-UI, Yayasan TERANGI, IOI-Indonesia: Jakarta. Kojis, Barbara L. and Norman J. Quinn, 2006.

Evaluating the potential of natural reproduction and artificial techniques to increase Acropora cervicornis populations at Discovery Bay, Jamaica. University of the West Indies: Jamaica. Rev. Biol. Trop. (Int.

(12)

J. Trop. Biol. ISSN-0034-7744) Vol. 54

Kordi, M. Ghufran. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Rineka Cipta: Jakarta. Lee, C.S, J. Walford, B. P. L. Goh.2009.

Adding Coral Rubble to Substrata Enhances Settlement of Pocillopora

damicornis Larvae. Nation Institute of

Education, Nanyang Technological University: Singapore, Coral Reefs (2009) 28:529–533.

Lukan, 2009. Plating Montipora Coral.

http://animal-world.com/encyclo/information/refere nces-marine-reef.php. diakses pada 30 Juni 2011 jam 18.00.

Mallela, J. And C. T. Perry, 2006. Calcium carbonate budgets for two coral reefs affectedby different terrestrial runoff regimes, Rio Bueno, Jamaica. Menchester Metropolitan University: Menchester. Coral ReefsDOI 10.1007/s00338-006-0169-7 Mate, Juan L., 1997. New Reports on the

Timing and Mode of Reproduction of Hawaiian Coral. University of Miami: Miami.

Moulding, Alison L. 2005. Coral Recruitment Patterns in the Florida Keys.

Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science, Division of Marine Biology and Fisheries, 4600 Rickenbacker Causeway: Miami, Rev. Biol. Trop. (Int. J. Trop. Biol. ISSN-0034-7744) Vol. 53 (Suppl. 1): 75-82, May 2005.

Norstrom, A.V, J. Lokrantz, M. Nystrom, H. T. Yap. 2006. Infuence of Dead Coral Substrate Morphology on Patterns of Juvenile Coral Distribution.

Departement of System Ecology, Stockholm University: Sweden. Mar Biol (2007) 150:1145–1152.

Nybakken. (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia : Jakarta.

Richmond, Robert H. 1997. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in The Persistence of Reefs in Life and Death of Coral Reefs. Chapman and Hall 115 Fifth Avenue: New York.

Soong, Keryea and Kum-Ming Kuo, 2010. Post-Settlement Survival of Reef Coral Juveniles in Southern Taiwan. Institute

of Marine Biology, National Sun Yat-sen University, Kaohsiung 804: Taiwan. Zoological Studies 49(6): xxx-xxx

Suharsono. 2004. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI COREMAP Program: Jakarta.

Supriharyono, 2004. Growth Rates of the Massive Coral Porites lutea Edward and Haime, On the Coast of Bontang, East Kalimantan, Indonesia. Universitas Diponogoro: Semarang. Volume 7, Number 3, June 2004 : 143-155 Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang. Djambatan: Jakarta. Timotius, Silvianita. 2003. Biologi Terumbu

Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia, TERANGI: Jakarta.

Tomaschik, Tomas, 1991. Settlement patterns of Caribbean scleractinian corals on artificial substrata along a eutrophication gradient, Barbados, West Indies. Bellairs Research Institute of McGill University.: Barbados. MARINE ECOLOGY PROGRESS SERIES Vol. 77: 261-269, 1991

Veron, J.E.N., 1993. Coral of Australia and The Indo-Pacific. University of Hawaii Press: Honolulu

Victoryus, Arnold. 2008. Korelasi antara Densitas Diadema setosum dan Tutupan Karang di Perairan Pasir Putih Kecamatan Bungatan Situbondo Jawa Timur, Skripsi. Program Studi Biologi FMIPA ITS.

Gambar

Tabel 1 Tingkat rekrutmen karang pada total  densitas karang dalam kuadrat 1x1 meter
Tabel 3 Luas, penutupan, densitas, dan tingkat  rekrutmen karang setiap substrat
Gambar 1 Grafik perbandingan densitas rata- rata-rata karang pada rekrutmen tiap substrat di
Gambar 2 Grafik densitas genus rekrutmen  karang tiap substrat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengambilan data bulu babi di perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo dapat disimpulkan bahwa bulu babi yang ditemukan di Pantai Pasir Putih Situbondo

timur Indonesia, dan merupakan 60% jenis karang batu di dunia yang telah. dideskripsikan

Judul Skripsi : Kelimpahan dan Pola Penyebaran Bulu Babi (Echinoidea) di Ekosistem Terumbu Karang Pantai Pasir Putih Situbondo.. Menyatakan bahwa skripsi dengan judul tersebut

Berdasarkan data jumlah dan jenis ikan yang didapatkan pada lokasi pengambilan data dapat diolah secara kuantitatif untuk menunjukan besaran kelimpahan individu ikan

Penelitian ini dilakukan di Pasir Putih kabupaten Situbondo, Jawa Timur dengan tujuan untuk memetakan ekosistem terumbu karang dan menganalisis kondisi

Hasil dari pengambilan data ikan karang pada ketiga terumbu buatan tersebut didapatkan sebanyak 72 spesies dengan komposisi terbanyak terdapat pada terumbu buatan RB sebanyak

Penelitian tentang kelimpahan ikan, moluska dan bentos pada daerah terumbu karang sudah banyak dilakukan, penelitian tentang kelimpahan dan pola penyebaran bulu

Penelitian tentang kelimpahan ikan, moluska dan bentos pada daerah terumbu karang sudah banyak dilakukan, penelitian tentang kelimpahan dan pola penyebaran bulu babi di