• Tidak ada hasil yang ditemukan

larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

asam hematin. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0.1 N sampai angka 2 g%. Sampel darah yang telah diberi EDTA dihisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 20 cmm (20 µL). Darah di dalam pipet ditiup kedalam larutan HCl 0.1 N dalam tabung Sahli dan didiamkan selama 3 menit agar terbentuk asam hematin yang sempurna. Larutan hematin-asam diencerkan dengan akuades tetes demi tetes sambil diaduk sampai warna larutan sama dengan warna standar. Meniskus larutan pada tabung Sahli dibaca pada skala g% atau g/dL.

Penentuan Jumlah Total Leukosit

(Tambur et al. 2006)

Sampel darah yang diberi anti koagulan (EDTA) dihisap dengan pipet Thoma leukosit sampai tanda 0.5. Pipet kemudian dicelupkan ke dalam larutan Turk dihisap sampai tanda 11 sehingga diperoleh pengenceran 1:20. Pipet dibolak-balik selama kurang lebih 3 menit dengan membentuk seperempat lingkaran, kemudian 2-3 tetes darah yang pertama dibuang. Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar hitung. Penghitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 10x40 pada empat kotak besar (kotak “W”) dari kamar hitung. Jumlah leukosit tiap milimeter kubik (mm³) adalah jumlah sel terhitung dikalikan dengan 50.

Penentuan Jumlah Trombosit

Penghitungan trombosit dilakukan dengan menghisap sampel darah yang diberi anti koagulan (EDTA) dengan pipet eritrosit sampai tanda 0.5. Pipet kemudian dicelupkan ke dalam larutan Hayem dan dihisap sampai tanda 101, kemudian dilakukan penghitungan jumlah trombosit pada 4 kotak besar (kotak “W”) pada hemasitometer. Hemasitometer diletakkan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40. Pengenceran darah dengan larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali.

Penentuan Jumlah Eritrosit (Dacie & Lewis 2006)

Penghitungan sel darah merah dilakukan dengan menghisap sampel darah yang diberi anti koagulan (EDTA) dengan pipet eritrosit sampai tanda 0.5. Pipet kemudian dicelupkan ke dalam larutan Hayem dan dihisap sampai tanda 101, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah pada lima kotak kecil (kotak “R”) pada hemasitometer. Hemasitometer diletakkan di bawah mikroskop dengan

perbesaran 10x40. Pengenceran darah dengan larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali.

Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)

Analisis data yang dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan 4 kali ulangan statistik. Bentuk umum dan hipotesis dari rancangan tersebut adalah:

Yij=  + τi+ εij Keterangan:

μ = Pengaruh rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5,6 Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulang-an ke-j, j = 1, 2, 3, 4

i = 1 adalah perlakuan pemberian pakan standar dan cekok akuades hari ke-0 sampai hari ke-28

i = 2 adalah perlakuan pemberian pakan standar, induksi kuinin, dan cekok Remufit 0.17 g/kg bb/hari.

i = 3 adalah perlakuan adalah perlakuan pemberian pakan standar, induksi kuinin, dan cekok akuades.

i = 4 adalah perlakuan pemberian pakan standar, induksi kuinin, dan cekok kombinasi angkak 0.4 g/kg bb/ hari dan ekstrak daun jambu 54.05 mg/kg bb/hari.

i = 5 adalah perlakuan pemberian pakan standar, induksi kuinin, dan cekok kombinasi angkak 0.4 g/kg bb/ hari dan jus jambu 10 ml/kg bb/hari.

i = 6 adalah perlakuan pemberian pakan standar, induksi kuinin, dan cekok kombinasi angkak 0.4 g/kg bb/hari, jus jambu 10 ml/kg bb/hari, dan ekstrak daun jambu 54.05 mg/Kg bb/hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Merah

Rendemen ekstrak etanol daun jambu biji merah yang didapat setelah dipekatkan menggunakanalat spray dryer adalah 16.49 % (w/w). Roy dan Das (2011) melakukan ekstraksi daun jambu biji dengan menggunakan pelarut air dan didapatkan persentasi rendemen sebesar 4.6% (w/w). Yusha’u et al. (2010) melakukan ekstraksi daun jambu biji sebanyak 55 g menggunakan pelarut etanol dan menghasilkan persentase rendemen sebesar 5.45%.

Hasil persentase rendemen ekstrak yang tinggi dalam percobaan ini dapat berpeluang menjadikan ekstraksi etanol (70%) daun

(2)

jambu biji merah digunakan dalam pemakaian komersil sebagai bahan baku obat. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yusha’u

et al. (2010). Hal ini disebabkan karena

modifikasi metode maserasi yang dilakukan meliputi lama ekstraksi, jumlah pelarut yang digunakan, dan cara ekstraksi yang dilakukan secara bertingkat dengan bantuan shaker

orbital pada kecepatan putar 200 rpm. Proses

ekstraksi berlangsung optimal dan ekstrak yang didapat menjadi lebih banyak.

Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji menurut Yusha’uet al. (2010) menunjukkan adanya kandungan saponin, steroid, tanin, flavonoid, dan terpenoid. Senyawa fitokimia merupakan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman dan memiliki peranan yang sangat penting bagi kesehatan dan pencegahan terhadap beberapa penyakit degeneratif (Winarti & Nurdjanah 2005). Beberapa senyawa fitokimia yang bersifat antioksidan aktif diketahui memiliki fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, dan asam fitat.

Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Tikus percobaan yang dipakai adalah tikus putih jantan Sprague Dawley berumur 1.5 bulan yang berasal dari Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan kepada hewan coba, dilakukan selama 28 hari dengan dibagi kedalam beberapa kelompok. Kelompok 1 dari hari

ke-0 perlakuan hingga hari ke-28 perlakuan hanya diberi akuades sebagai kelompok kontrol. Kelompok 2, 3, 4, 5, dan 6 diinduksi kuinin dari hari ke-0 hingga hari ke-14 perlakuan kemudian hari ke-14 hingga hari ke-28 perlakuan diberi perlakuan sesuai kelompok masing-masing.

Pengamatan fisik hewan yang diamati setiap hari meliputi bobot badan, nafsu makan, keadaan fisik, dan tingkah laku. Pengukuran bobot badan pada masa adaptasi sampai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. Bobot badan tikus selama masa adaptasi rata-rata mengalami kenaikan untuk semua kelompok. Kenaikan rata-rata bobot badan tikus yaitu 0.905±1.46 g. Uji statistik bobot badan seluruh kelompok pada hari ke-0 sebelum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Namun, berat badan seluruh kelompok pada hari ke-0 sampai hari ke-14 perlakuan cenderung mengalami penurunan.

Penurunan bobot badan yang cukup tinggi dialami oleh kelompok IV, V, dan VI setelah diberi perlakuan kuinin. Hal ini dapat dikarenakan berkurangnya nafsu makan akibat gejala yang ditimbulkan oleh kuinin pada dosis 100 mg/Kg bb. Mual, muntah, sakit perut, dan diare merupakan gejala yang ditimbulkan akibat iritasi lokal dari kuinin (Bateman & Dyson 1986). Penurunan bobot badan untuk seluruh kelompok tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemberian kuinin dengan dosis 100 mg/Kg bb/hari tidak mempengaruhi penurunan bobot badan hewan coba secara signifikan.

Selama pengamatan, terdapat hewan coba yang mengalami diare dan keluar darah dari

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 0 7 14 21 28 35 42 B o b o t b ad an ( g ram ) Hari ke-

Gambar 5 Bobot badan tikus putih Sprague Dawley jantan selama adaptasi hari ke-0 hingga hari ke-14 dan perlakuan (kuinin, angkak, ekstrak daun jambu, dan jus jambu biji) hari ke-14 hingga hari ke-42. Kelompok I ( ), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V ( ), dan kelompok VI ( ).

(3)

hidung serta telinga setelah diberi pencekokan kuinin. Pendarahan yang terjadi pada hewan coba disebabkan kuinin memiliki efek toksik berupa trombositopenia (Aster 1993). Howard

et al. (2003) menjelaskan bahwa ruam-ruam

merah pada permukaan kulit dan pendarahan pada mucocutaneous terjadi akibat penggunaan kuinin. Pada kelompok III, IV, V, dan VI terlihat pertambahan bobot badan selama perlakuan hari ke-14 hingga hari ke-28 perlakuan jika dibandingkan kelompok I dan II (Gambar 5). Hal ini dikarenakan kandungan angkak yang diberikan kepada kelompok IV, V, dan VI saat pencekokan dapat meningkatkan nafsu makan hewan coba.

Angkak mengandung beberapa asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linolenat, asam linoleat, serta vitamin B kompleks seperti niasin (Tisnadjaja 2006). Vitamin B kompleks terdiri vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), dan B12 (kobalamin) (Guyton & Hall 1997).Vitamin B dapat mendukung serta meningkatkan kinerja metabolisme tubuh.

Kandungan vitamin B1, B2, dan B12 memiliki fungsi mendorong dan menjaga nafsu makan serta meningkatkan pertumbuhan. Kandungan ini yang menyebabkan nafsu makan hewan coba meningkat sehingga dimungkinkan bobot badan akan meningkat. Rahmi (2009) menjelaskan pula bahwa bobot badan tikus masa perlakuan dengan angkak pada dosis 0.04 gram/Kg bb/ hari dapat meningkatkan bobot badan hewan coba dibandingkan dengan masa perlakuan kuinin dan aklimatisasi.

Kenaikan bobot badan kelompok IV, V, dan VI hari ke-14 hingga hari ke-28 perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok kontrol (Gambar 5). Hal ini disebabkan selain angkak, hewan percobaan diberikan pula sari buah jambu biji merah. Buah jambu biji merah mengandung serat kasar sebesar 2.8–5.5 g dalam 100 gram buah (Gutiérrez et al. 2008), yang dapat memperlancar pencernaan. Kenaikan berat badan hewan coba terkendali sesuai dengan bobot badan kelompok kontrol.

Gambaran Hematologi Darah Trombosit

Hasil analisis jumlah trombosit selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah trombosit rata-rata seluruh tikus pada hari ke-0 sebelum mengalami perlakuan yaitu sebesar 377.3± 115.79 x 103/mm3 (Gambar 6).

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah trombosit tikus normal sebesar 150-460x103/mm3. Pada hari 0 hingga hari ke-14 dilakukan pencekokan kunin dengan dosis 100 mg/Kg bb/ hari.

Hasil analisis jumlah trombosit darah kelompok II, III, IV, V, dan VI setelah dicekok dengan kuinin mengalami penurunan jika dibandingkan jumlah trombosit hari ke-0 kelompok masing-masing. Penurunan jumlah trombosit pada kelompok tersebut tidak signifikan (P>0.05) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol hari ke-14. Penurunan trombosit pada hari ke-14 setiap kelompok dikarenakan pemberian kuinin pada dosis 100 mg/Kg bb.

Penurunan trombosit dengan kuinin dilakukan untuk mengkondisikan hewan coba sesuai gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah dengue. Trombositopenia merupakan salah satu kriteria laboratorium non spesifik untuk menegakkan diagnosis DBD yang ditetapkan oleh WHO (WHO 1997). Kuinin dapat berikatan dengan molekul permukaan membran plasma trombosit yang mengubah struktur dan menghasilkan bentuk yang baru pada molekul sel membran sehingga menjadikan zat asing bagi sistem imun dalam tubuh (Howard 2003).

Jumlah trombosit kelompok II (yang diberikan obat komersil dengan dosis 0.17 g/kg bb/hari) pada hari ke-28 menunjukkan peningkatan jumlah trombosit jika dibandingkan jumlah trombosit hari ke-14 yaitu dari 241.375±77.241 menjadi 361.13 ± 94.26 x 103/mm3 (Gambar 6). Jumlah tersebut masih pada kisaran normal jumlah trombosit menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yaitu sebesar 150-460 x 103/mm3. Peningkatan trombosit pada kelompok II masih berada di bawah jumlah trombosit kelompok IV, V, VI dan kontrol negatif yang dapat dilihat pada Gambar 6. Hal ini menunjukkan bahwa setelah kuinin tidak diberikan kembali, jumlah trombosit dapat meningkat secara alami. Pemberian angkak, ekstrak daun jambu biji dan sari buah jambu biji merah lebih mempercepat peningkatan jumlah trombosit. Hal ini sesuai dengan Aster (1993) yang mengatakan bahwa pasien yang diinduksi kuinin akan pulih apabila pemberian obat dihentikan.

Jumlah trombosit kelompok V pada hari ke-14 sebesar 269.88 ± 285.08 x 103/mm3 meningkat pada hari ke-28 sebesar 661.88±115.76 x 103/mm3. Peningkatan ini jika dibandingkan dengan jumlah trombosit kelompok kontrol dan kontrol negatif hari

(4)

ke-28 pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) yang ditunjukkan pada Gambar 6. Peningkatan jumlah trombosit pada kelompok V sangat tinggi jika dibandingkan kelompok IV dan VI. Pemberian kombinasi yang diberikan kepada hewan coba kelompok V yaitu angkak 400 mg/kg bb/hari dan jus jambu biji merah 10 g/kg bb/hari.

Rombe (2005) mengatakan bahwa angkak dengan dosis 0.4 g/kg bb/hari dapat meningkatkan trombosit darah tikus Sprague

Dawley sebesar 156.56% pada hari ke-12

perlakuan. Pemberian sari jambu biji merah pada tikus percobaan tidak mempengaruhi pembentukan trombosit di dalam tubuh secara nyata, tetapi meningkatkan daya tahan tubuh hewan coba serta menurunkan kerusakan membran sel. Hal ini disebabkan sari jambu biji merah mengandung kuersetin serta vitamin C yang cukup tinggi.

Buah jambu biji mengandung 260 mg vitamin C pada 100 g buah, yang memiliki kandungan lebih tinggi 2-5 kali lipat dibandingkan jeruk. Asam askorbat adalah senyawa yang sangat penting untuk mengaktivasi enzim prolilhidroksilase yang berfungsi dalam pembentukan kolagen. Tanpa asam askorbat, serat kolagen dalam tubuh menjadi tidak sempurna dan lemah.

Vitamin C ini sangat penting untuk pertumbuhan dan kekuatan jaringan dalam jaringan subkutan, kartilago, tulang dan gigi (Guyton & Hall 1997). Aktivitas kuersetin dapat menurunkan kerusakan membran sel neuronial akibat virus dengue (Heo & Lee 2004). Agustinus (2009) melakukan

pemberian sari jambu biji merah kepada pasien penderita DBD dan didapatkan bahwa penurunan trombosit pasien yang diberi sari buah jambu biji merah lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

Persentasi peningkatan jumlah trombosit kelompok IV, V, dan VI selama 14 hari perlakuan dengan masing-masing kombinasi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif berturut-turut sebesar 121%; 127%; 64%. Rahmi (2009) melakukan pencekokan kepada tikus putih Sprague Dawley jantan dengan angkak dosis 0.04 g/Kg bb/hari selama 14 hari dan didapatkan peningkatan trombosit darah sebesar 43%. Rombe (2005) melakukan pemberian angkak dosis 0.4 g/kg bb/hari kepada tikus putih Sprague Dawley jantan selama 15 hari dan didapatkan peningkatan trombosit darah sebesar 63%.

Eritrosit, Hematokrit, dan Hemoglobin Rata-rata jumlah eritrosit hewan coba seluruh kelompok pada hari ke-0 yaitu 5.1 ± 1.37x 106/mm3 (Gambar 7). Jumlah sel darah hari ke-0 yang didapatkan pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan jumlah sel darah tikus normal menurut Baker et al. (1979) yaitu berkisar 7.2-9.6 x 106/mm3. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti umur hewan coba, nutrisi, dan kondisi lingkungan perawatan (Chen et al. 1993, Turton et al. 1989). Umur hewan coba pada saat dilakukan perlakuan yaitu sekitar 2.5-3 bulan.

Nilai eritrosit yang rendah pada hari ke-0 sesuai dengan nilai hematokrit rata-rata hewan percobaan hari ke-0 yaitu sebesar 25 ± 2.52 %. Nilai hematokrit tersebut berada di bawah nilai normal tikus Sprague dawley jantan berumur kurang dari 6 bulan yaitu sebesar 45.29 ± 3.74% (Aleman, et al. 1998). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kenaikan derajat aktivitas tubuh, anemia, ketinggian lokasi, dan ruang vaskuler darah dimana contoh darah diambil (Guyton & Hall 1997). Nilai hematokrit tikus putih selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 8.

Jumlah eritrosit selama perlakuan pemberian kuinin cenderung mengalami kenaikan untuk kelompok seluruh kelompok pada hari ke-14 yang dapat dilihat pada Gambar 7. Kenaikan eritrosit pada hari ke-14 kelompok III, IV, V, dan VI tidak terlalu tinggi jika dibandingkan kelompok kontrol. Kenaikan tertinggi pada hari ke-14 dialami oleh kelompok kontrol dengan rata-rata jumlah eritrosit hewan coba sebesar 8.37 ± 1.08 x 106/mm3. 0 200 400 600 0 14 28 T ro m b o sit ( x 1 0 3/m m 3 ) Hari Ke-

Gambar 6 Jumlah trombosit tikus putih

Sprague Dawley jantan. Kelompok I

( ), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V( ), dan kelompok VI ( ).

(5)

Jumlah eritrosit akan bertambah secara cepat disaat umur tikus Sprague Dawley berumur 2-3 bulan (Wolford et al. 1987). Hal ini tampak pada kelompok kontrol sedangkan pada kelompok II, III, IV, V, dan VI pertambahan ini sedikit terganggu akibat pencekokan dengan kuinin. Aster (1993) menyatakan bahwa penggunaan kuinin selain mempengaruhi trombosit juga dapat mempengaruhi granulosit, eritrosit, dan dapat pula mempengaruhi jaringan yang lain.

Kenaikan eritrosit pada hari ke-14 diikuti pula oleh kenaikan nilai hematokritnya pada hari ke-14 yang terjadi pada seluruh kelompok. Kenaikan nilai hematokrit tersebut masih dalam kondisi normal tikus Sprague

dawley. Hal tersebut sesuai dengan Wolford, et al. (1987) bahwa nilai hematokrit tikus Sprague dawley jantan akan mengalami

kenaikan sesuai dengan pertambahan usia. Kenaikan tersebut cukup kecil yang kemudian diikuti oleh penurunan nilai hematokrit jika umur tikus telah bertambah tua. Peningkatan nilai hematokrit tersebut dapat disebabkan pula oleh pengaruh pemberian kuinin yang dilakukan pada kelompok tersebut. Kuinin akan menyebabkan trombositopenia, sehingga akan terjadi kebocoran plasma.

Hassan dan Alatas (2005) mengatakan apabila terjadi perembesan cairan darah keluar pembuluh darah, sementara bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah, akan terjadi peningkatan kadar hematokrit. Berkurangnya cairan membuat persentasi zat padat darah terhadap cairannya naik sehingga kadar hematokritnya juga meningkat.

Jumlah eritrosit darah kelompok IV pada hari ke-28 setelah perlakuan mengalami peningkatan (P>0.05) jika dibandingkan dengan jumlah eritrosit kelompok yang sama pada hari ke-0 dan hari ke-14. Jumlah eritrosit kelompok IV pada hari ke-28 sebesar 8.41±1.73 x 106/mm3. Peningkatan ini jika dibandingkan dengan jumlah eritrosit kelompok kontrol dan kontrol negatif hari ke-28 pada uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05).

Jumlah eritrosit kelompok IV hari ke-28 merupakan jumlah tertinggi jika dibandingkan dengan jumlah eritrosit kelompok V, VI, dan II (kontrol positif). Peningkatan jumlah eritrosit pada kelompok IV, V, dan VI dikarenakan kandungan angkak berupa vitamin B12 yang dapat meningkatkan pembentukkan dan pematangan sel darah merah (Nurhidayat 2008). Lovastatin dalam angkak juga dapat menyumbangkan ubikuinon dan hemeA yang penting dalam

peningkatan energi sel dan perbaikan sel-sel darah merah (Nurhidayat 2008).

Nilai hematokrit tertinggi pada hari ke-28 perlakuan terjadi pula pada kelompok V yaitu sebesar 29.4 ± 3.65%, yang mengalami pemberian angkak dan sari buah jambu biji yang dapat terlihat pada Gambar 7. Uji statistik nilai hematokrit kelompok V apabila dibandingkan dengan kelompok III (kontrol negatif) dan kelompok kontrol memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05).

Hematokrit (Ht) adalah nilai perbandingan antara jumlah darah dalam bentuk padat (sel-sel darah) dan bentuk cair (plasma darah). Apabila nilai hematokrit meningkat berarti terjadi peningkatan jumlah sel-sel darah yang dibandingkan dengan plasma darah di dalam tubuh.

Angkak mengandung vitamin B12 yang dapat meningkatkan pembentukkan dan pematangan sel darah merah (Nurhidayat 2008). Sari buah jambu biji banyak mengandung asam askorbat yang dapat meningkatkan migrasi acak pada neutrofil serta pada monosit dan eosinophil dalam saluran darah (Goetzl et al. 1974). Pemberian kombinasi angkak dan sari buah jambu biji merah pada kelompok V memungkinkan terjadinya peningkatan nilai hematokrit darah secara normal pada hewan coba.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 0 14 28 E ritro sit ( x 1 0 6/m m 3 ) Hari Ke-

Gambar 7 Jumlah eritrosit tikus putih

Sprague Dawley jantan. . Kelompok

I ( ), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V( ), dan kelompok VI ( ).

(6)

Gobel et al. (1991) mengatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara tekanan darah, jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan jumlah hemogblobin. Tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada jumlah hemoglobin dalam penelitian ini. Kadar hemoglobin darah hewan coba selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Jumlah hemoglobin rata-rata untuk semua kelompok percobaan pada hari ke-0 yaitu sebesar 11.66-15.14g/dL. Jumlah tersebut masih dalam kisaran kadar hemoglobin normal untuk tikus Sprague Dawley jantan berumur kurang dari 6 bulan menurut Aleman

et al. (1998) yaitu sebesar 13,65-16,19 g/dL.

Penurunan jumlah hemoglobin terjadi pada seluruh kelompok pada hari ke-14 dan berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan yang terjadi pada kelompok II, III, IV, V, dan VI dapat dikarenakan pemberian kuinin pada hari ke-0 hingga hari ke-14. Hal ini sesuai dengan Aster (1993) yang mengatakan bahwa penggunaan kuinin pada dosis toksik dapat mempengaruhi jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit yang menurun dapat mengakibatkan pula penurunan jumlah hemoglobin.

Jumlah hemoglobin kelompok IV pada hari ke-28 setelah perlakuan mengalami peningkatan (P>0.05) jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok yang sama pada hari ke-0 dan pada hari ke-14. Jumlah hemoglobin kelompok IV mengalami peningkatan pada hari ke-28 sebesar

13.1±1.75 g/dL. Peningkatan ini jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok kontrol dan kontrol negatif hari ke-28 pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Hasil analisis jumlah hemoglobin kelompok V pada hari ke-28 setelah perlakuan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok yang sama pada hari ke-14. Jumlah hemoglobin pada hari ke-28 sebesar 9.3±0.26 g/dL. Penurunan ini jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok kontrol dan kontrol negatif hari ke-28 pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (P<0.05).

Analisis hemoglobin yang dilakukan pada percobaan ini yaitu menggunakan metode Sahli. Prinsip metode Sahli yaitu berdasarkan analisis kolorimetri. Pengamatan yang dilakukan yaitu membandingkan warna standar dengan warna larutan sampel yang terbentuk secara visual. Metode Sahli dapat mengukur kadar hemoglobin darah dengan rata-rata tingkat perbedaan lebih kecil dari 10 g/dL (Lerberghe, et al. 1983).

Menurut Balasubramaniam & Malathi (1992) tingkat kesalahan yang terjadi dengan menggunakan metode ini yaitu sekitar ± 20% atau lebih. Terdapat beberapa kerugian dalam menggunakan metode Sahli yaitu a) Membandingan warna yang subjektif secara visual, b) Membutuhkan keakuratan dalam mempipet sampel darah sebesar 20 mikroliter, c) Dapat diukur apabila asam hematin telah terbentuk sempurna, d) Sensitifitas dan keandalan yang rendah (Balasubramaniam & Malathi1992).

Hasil analisis jumlah hemoglobin kelompok VI pada hari ke-28 setelah perlakuan mengalami peningkatan (P>0.05) jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok yang sama pada hari ke-14 dan mengalami penurunan (P>0.05) jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok VI pada hari ke-0 yang dapat dilihat pada Gambar 9. Jumlah hemoglobin pada hari ke-28 sebesar11.4 ± 1.49g/dL.Peningkatan ini jika dibandingkan dengan jumlah hemoglobin kelompok kontrol dan kontrol negatif hari ke-28 pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (P<0.05).

Kandungan yang hampir sama yaitu ekstrak daun jambu biji merah diberikan kepada kelompok II, IV, dan VI yang mengalami peningkatan jumlah hemoglobin. Menurut Yusha’u, et al. (2010) di dalam ekstrak etanol daun jambu biji terdapat 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 14 28 Hem ato k rit(%) Hari Ke-

Gambar 8 Nilai hematokrit tikus putih

Sprague Dawley jantan. Kelompok I

( ), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V( ), dan kelompok VI ( ).

(7)

banyak mengandung flavonoid khususnya kueresetin dan tanin.

Fiorani & Accorsi (2005) mengatakan flavanoid quercetin dapat mencegah terjadinya oksidasi eritrosit akibat radikal bebas (stress oksidatif) yang terdapat dalam tubuh. Sehingga dapat mencegah terjadinya lisis sel pada eritrosit (Asgary et al. 2005). Hal ini yang juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah karena sekitar 30% isi sel darah merah terdiri atas zat warna merah pada darah, yaitu hemoglobin (Ernst 1991).

Leukosit

Hasil analisis rata-rata jumlah leukosit seluruh kelompok percobaan hari ke-0 berkisar antara 5450 ±1,643.20 /mm3. Aleman, et al. (1998) mengatakan bahwa jumlah total leukosit normal tikus putih

Sprague Dawley jantan berumur kurang dari 6

bulan adalah 3947-7427/mm3.

Hasil analisis jumlah leukosit yang didapatkan pada kelompok IV hari ke-14 setelah pencekokan dengan kuinin sebesar 8925 ± 8799.86/mm3. Jumlah tersebut mengalami peningkatan jumlah leukosit jika dibandingkan dengan jumlah leukosit hari ke-0 sebesar 545ke-0 ±1,643.2ke-0/mm3. Peningkatan tersebut jika dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0.05) dan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif tidak berbeda nyata (P>0.05). Pada hari ke-28

setelah pemberian kombinasi ekstrak etanol daun jambu biji dan angkak, jumlah leukosit hewan coba mengalami peningkatan kembali dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (P<0.05). Tetapi, peningkatan ini tidak signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0.05).

Hasil analisis jumlah leukosit yang didapatkan pada kelompok VI dapat dilihat pada Gambar 10. Pada hari ke-14 setelah pencekokan dengan kuinin jumlah leukosit sebesar 10812.5 ± 7871.83/mm3. Jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah leukosit hari ke-0 dan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (P>0.05) terhadap kelompok kontrol dan kelompok kontrol negatif tidak berbeda nyata (P>0.05). Jumlah leukosit hewan coba kelompok VI pada hari ke-28 setelah pemberian kombinasi ekstrak etanol daun jambu biji, sari buah jambu biji merah dan angkak mengalami penurunan dengan jumlah leukosit sebesar 9337.5±4161/mm3. Penurunan ini cukup signifikan (P<0.05) jika dibandingkan dengan jumlah leukosit kelompok kontrol dan kontrol negatif hari 28. Pada kelompok IV dan VI pada hari ke-14 terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh hewan coba. Hal ini dapat disebabkan pertambahan jumlah leukosit dipengaruhi pula dengan bertambahnya umur hewan coba (Wolford et al. 1987). Kenaikan leukosit pada kelompok tersebut sedikit berbeda dengan kelompok II, III, dan V yang mengalami perlakuan sama pada hari ke-14. Hal ini dapat dikarenakan penurunan leukosit telah terjadi sebelum hari ke-14 dan telah mengalami pemulihan. Leukosit merupakan unit yang aktif sebagai sistem pertahanan tubuh.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0 14 28 Hem o g lo b in ( g /d L ) Hari Ke- 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 0 14 28 L eu k o sit(/m m 3 ) Hari Ke- Gambar 9 Kadar hemoglobin tikus putih

Sprague Dawley jantan. Kelompok I (

), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V( ), dan kelompok VI ( ).

Gambar 10 Jumlah leukosit tikus putih

Sprague Dawley jantan. Kelompok I

( ), kelompok II ( ), kelompok III ( ), kelompok IV ( ), kelompok V ( ), dan kelompok VI ( ).

Gambar

Gambar    10  Jumlah  leukosit  tikus  putih  Sprague Dawley jantan. Kelompok I  ( ), kelompok II ( ), kelompok III (

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pengukuran kualitas, definisi kualitas tidak hanya dilihat dari gambaran visual bentuk fisik saja, tetapi juga dapat dilihat dari biaya-biaya yang

Temuan peneliti mengenai beberapa mitos mengenai perilaku seks dalam majalah GADIS antara lain adalah mitos – mitos mengenai : ciuman bisa bikin hamil, remaja yang belum haid

Dibawah ini adalah tabel yang memuat macam – macam dari produk charcoal, juga standar dan spesifikasi produk Charcoal di Korea Selatan, baik itu untuk produk wood

Dependent Variable: MINAT BELI KONSUMEN Pengujian determinasi menunjukan r 2 = 0,468 yang artinya pengaruh variabel promosi terhadap variabel minat beli konsumen di

perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang semakin meningkat, teknologi pembuatan sebutret sudah ada, sedangkan faktor yang menjadi

Sebagaimana yang tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan usaha SPA adalah usaha perawatan yang

Untuk menjelaskan pengaruh nilai anak terhadap pengaturan kelahiran bagi pasangan usia subur dan juga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

Berdasarkan pada permasalahan yang dikemukakan di atas maka penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja