• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisa atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stersor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep,2010 ).

Perilaku kerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal ,diarahkan pada diri sendiri,orang lain dan lingkungan (Keliat,2012).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. ( Dr. Budi Anna Keliat , 2012 ).

Perilaku kekerasan merupakan setatus rentang emosi dan ungkapan perasaan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Orang lain yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa “ ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan” (Damaiyanti, 2012 )

(2)

Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk deskruktif dan masih terkontrol (Yosep,2007)

Beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku kekersan adalah ungkapan emosi yang bercampur perasaan frutasi dan benci atau marah yang di dasari keadaan emosi sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol kesadaran diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri,orang lain dan lingkungan.

B. RENTANG RESPON EKSPRESI MARAH

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Gambar Rentang respon marah (Yosep,2010)

Dari rentang marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif yang meliputi:

1. Asertif

Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan.

(3)

2. Frutasi

Klien gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak menemukan alternatifnya.

3. Pasif

Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaanya tidak berdaya dan menyerah.

4. Agresif

Klien mengekspresikan secara fisik,tapi masih terkontrol,mendorong orang lain dengan ancaman.

5. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang control disertai amuk,merusak lingkungan.

C. Etiologi

Menurut Stuart dan Laria ( 2001 ), dalam bukunya Damaiyanti 2012 faktor penyebab terjadinya perilaku kekerasan yaitu :

a. Faktor predisposisi 1. Aspek biologis

Responsi fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, muka merah, pupul melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan

(4)

otot seperto radang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

2. Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frutasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

3. Aspek intelektual

Sebagaimana besar pengalaman individu didapatkan melalui proses intelktual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intektual sebagai salah satu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.

4. Aspek Sosial

Meliputi interkasi sosial, budaya, konsep rasa percaya , ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat

(5)

mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang laim, monal mengikuti aturan.

5. Aspek spiritual

Kepercayaan , nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang mencentuskan perilaku kekerasan:

1. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkenalan massal dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhsn daar dan kondisi sosial ekonomi

3. Kesulitan dalam mengkosumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik 4. Adanya riwayat perilakuanti sosial meliputi penyalah gunaan

obat dan alkohol dan tidak mampu mengontrol emosinya saat menghadapi rasa frutasi

5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.

(6)

Penelian stresor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres individu, itu mengcangkup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan respon sosial. Penelian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitanya dengan kesejahteraan seseorang. Stresor mengansumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagi konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang beresiko.

d. Sumber koping

Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan, teknik defensif, dukungan soasil, dan motivasi. Hubungan antara indinidu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.

(7)

e. Mekanisme koping

Menurut Stuart dan Laria ( 2001), yang diikuti dari damaiyanti 2012, mekanisme koping yang dipaka pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :

1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulai artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahanya pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

2) Proyeksi, menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau keinginan yang tidak baik. Misalnya seorang wanita muda yang menyangkalnya bahwa ia mempunyai perasaan sesksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya terseburt mencoba merayu, mencumbunya.

3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke dalam alam sadar. Misalnya seseorang ank yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi

(8)

menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekanya dan akhirnya ia dapat melupakanya.

4) Reaksi Formasi , yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5) Displacment, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek yang begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karea ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambat di dinding kamarnya. Dia mulai bermmain perang-perangan dengan temanya.

(9)

D. Manifestasi Klinis

Menurut Nita Fitria (2009), tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :

1. Fisik : Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang menutup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku. 2. Verbal : Mengecap, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar dan ketus.

3. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak lingkungan amuk atau agresif.

4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa

terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, menuntut.

5. Intelektual : Mendominasi , cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan kata - kata bernada sarkasme.

6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.

7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan. 8. Perhatian : Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan

(10)

E. Peran Perawat Dalam Perilaku Kekerasaan

Menurut (Farida Kusumawati dan Hartono 2010) perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memanejemenkan perilaki agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang intervensi keperawatan.

Setrategi Preventif Setrategi Antisipasif Setrategi Pengurung

Kesadaran diri Komunikasi Manajemen

Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion

Latihan asertif Tindakan psikofarmakolog Retrain

Keterangan gambar :

1) Kesadaran diri : Perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah klien.

2) Pendidikan Klien : Pendidikan yang diberikan pada klien mengenai cara komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respons adaptif dan malaadaptif

3) Latiahn asertif : Kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki adalah berkomunikasi langsung dengan setiap orang, mengatakan

(11)

tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sangup melakukan komplain, dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.

4) Komunikasi : Strategi komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untukmembina hubungan terapeutik perawat dengan pasien dan kualitas peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Karena komunikasi terapeutik memperhatikan pasien secara holistik, meliputi aspek keselamatan, mengenai penyebab dan mencari jalan terbaik atas permasalahan pasien. Juga mengajarkan cara-cara yang dapat dipakai untuk mengepresikan kemarahan yang dapat diterima semua pihak tanpa harus merusak. 5) Perubahan lingkungan: Perawat mampu menyediakan berbagai

aktifitas untuk menimalkan / mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai.

6) Tindakan perilaku : Kontrak dengan klien untuk membicarakan mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak.

7) Psikofarmakologi : Pemberian obat sesuai kalaborasi dan mampu menjelaskan manfaat obat pada pasien dan keluarga.

8) Manajemen krisis: Bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka perlu intervensi yang lebih aktif

9) Seclusion: Pengekangan fisik merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik ( menggunakan menset,sprei pengekangan ) atau isolasi (

(12)

menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemaunya sendiri ).

F. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Menurut Keliat, 2006 data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku kekerasan adalah:

a) Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami gangguaan jiwa dimasa lalu, tanyakan klien/keluarga bagaimana pengobatanya sebelumnya, tanyakan pada klien apakah pernah melakukan, mengalami, dan menyaksikan penganiyaan fisik, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

b) Setatus mental

1) Aktifitas motorik

1. Lesu, tegang, gelisa yamg tampak jelas

2. Agitasi yaitu gerakan motorik yang menunjukan kegelisaan

3. Tik yaitu gerak-gerakan kecil yang tidak terkontrol pada otot muka.

4. Grimasen yaitu gerakan otot yang berubah-ubah dan tidak dapat terkontrol oleh klien.

(13)

5. Tremor yaitu jari-jari tampak gemeteran ketika klien mengulurkan tangan dan merentangkan jari-jari. 6. Kompulasi yaitu kegiatan yang dilakukan

berulang-ulang.

2) Interaksi selama wawancara

1. Bemusuhan , tidak kooperatif dan mudah tersingung tampak jelas.

2. Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara.

3. Defensive yaitu selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.

4. Curiga yaitu menunjukan sikap/perasaan tidak percaya kepada orang lain.

3) Pembicaraan

Amati pembicaraan klien cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, atau inkohoren: berpindah-pindah dari satu kalimat lain yang tidak ada kaitanya.

4) Alam perasaan

Observasi keadaan penampilan klien apakah sedih, khawatir, ketakutan, gembira berlebihan/putus asa. c) Konsep diri

(14)

Tanyakan presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

2) Identitas diri

Tanyakan setatus dan posisi sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap setatus dan posisinya sebagai laki-laki atau peempuan, kepuasan klien terhadap setatus dan posisinya disekolahan, tempat kerja dan masyarakat.

3) Peran

Tanyakan tugas atau peran yang diemban dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut.

4) Ideal diri

Tanyakan harapan klien terhadap tubuh, posisi, setatus, tugas atau peran, harapan klien terhadap penyakitnya. 5) Harga diri

Tanyakan tentang penelin terhadap diri sendiri dan penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupanya. 2. Analisa data

Data –data yang mendukung dalam analisa data menurut ( Kliat 2006 ) 1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Data Subjektif: Pasien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Paien suka membentak dan menyerang orang yang

(15)

mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwaya.

Data Objektif:

Mata merah wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, berteriak, menjerit, memukul dirinya sendiri/orang lain. Ekspresei marah saat membicarakan orang, pandangan tajam, merusak dan melempar barang – barang. ( Stuart 2009).

2. Resiko perilaku kekerasan Data Subjektif:

Klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.

Data Objektif:

Tangan mengepal, tubuh kaku, ketengangan otot seperti rahang terkatuo, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktifitas motorik meningkat, mondar mandir, merudak secara langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan, menolak, muka marah, nafas pendek.

3. Harga diri rendah Data Subjektif:

Mngungkapkan ketidak mampuan dalam meminta bantuan orang lain dan mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika diajak melakukan seseutu. ( Videbeck. 2008 )

(16)

Data Objektif:

Tampal ketergantungan dengan orang lain, tampak sedih serta tidak melakukan aktifitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung ( Keliat ,2006)

3.Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Ganguan konsep diri : harga diri rendah

Gambar 3. Pohon masalah pada masalah reseiko perilaku kekerasan ( Kliat, 2006 )

4. Diagnosa keperawatan

Menurut keliat ( 2006), diagnosa meliputi: 1. Resiko perilaku kekerasan

2. Harga Diri Rendah G. Perencanaan

Diagnosa 1: Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

(17)

a Tujuan Umum

Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan melakukaan manajemen perilaku kekerasan.

b Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria evaluasi :

1.1 Klien mau membalas salam 1.2 Klien mau berjabat tangan 1.3 Kllien mau menyebut nama 1.4 Klien mau tersenyum 1.5 Klien ada kontak mata

1.6 Klien mau mengetahui nama perawat

1.7 Klien mau menyediakan waktu untuk perawat Intervensi Keperawatan :

1.1 Beri salam dan panggil nama klien

1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan 1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat

1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati 1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering

(18)

Rasionalisasi :

Bina hubungan saling percaya merupakan landasan utama hubungan selamanya.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria Evaluasi :

1.1 Klien dapat mengungkapkan perasaanya

1.2 Klien dapat menyebutkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal ( diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Intervensi keperawatan :

1.1 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya

1.2 Bantu klien dapat menyebutkan penyebab perasaanya. Rasionalisasi :

Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stress dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan Kriteria evaluasi :

1.1 Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal

1.2 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami

(19)

Intervensi keperawatan :

1.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.

1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien

1.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.

Rasionalisasi :

1.1 Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel

1.2 Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal 1.3 Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien

mengetahui secara garis besar tanda- tanda marah / kesal.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Kriteria evaluasi:

1.1 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.

1.2 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

1.3 Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak

(20)

Intervensi:

1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien

1.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

1.3 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

Rasionalisasi:

1.1 Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

1.2 Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif 1.3 Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara

yang dapat menyelesaikan masalah. 5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi:

Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien. Intervensi keperawatan:

1.1 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien

1.2 Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.

(21)

1.3 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

Rasionalisasi:

1.1 Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.

1.2 Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.

1.3 Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Kriteria evaluasi:

Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara konstruktif.

Intervensi:

1.1 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

1.2 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.

(22)

a. Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/ bantal, olah raga, melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.

b. Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain c. Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.

d. Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah lain

Rasionalisasi:

1.1 Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kekesalannya sehingga klien tidak stress lagi.

1.2 Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.

1.3 Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan kemampuan klien.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi:

1.1 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.

a. Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman. b. Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.

(23)

c. Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain Intervensi keperawatan:

1.1 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien. 1.2 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih 1.3 Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).

1.4 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.

1.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.

Rasionalisasi:

1.1 Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara tepat

1.2Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah dipilihnya dengan melihat manfaatnya.

1.4 Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif 1.5 Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri

klien.

1.6 Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.

8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi:

(24)

a. Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan

b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien Intervensi keperawatan:

1.1 Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini. 1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien. 1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien.

1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien. 1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah

melakukan demonstrasi. Rasionalisasi:

1.1 Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan

1.2 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.

1.3 Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya

1.4 Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat keluarga secara langsung.

(25)

1.5 Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)

Kriteria evaluasi:

1.1 klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis, waktu, dosis, dan efek)

1.2 klien dapat minum obat sesuai program terapi Intervensi keperawatan:

1.1 Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)

1.2 Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa seijin dokter

1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).

1.4 Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu. 1.5 Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila

merasakan efek yang tidak menyenangkan.

1.6 Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.

Rasionalisasi:

1.1 klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh klien.

(26)

1.2 Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh klien.

1.3 Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi kesalahan dalam mengkonsumsi obat. 1.4 Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat

dan bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri. 1.5 Mengetahui efek samping obat sedini mungkin

sehingga tindakan dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.

1.6 Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta meningkatkan harga diri.

(27)

B. TEKNIK RELAKSASI

1. Pengertian

Teknik relaksasi nafas dalam adalah Teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan mekanisme batin dalam hati seseorang degan membentuk pribadi baik, menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan seseorang dalam mengendalikan ego yang di milikinya. Menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh. (Palupi Widyastuti, 2004 )

2. Tujuan Pokok teknik relaksasi nafas dalam

Untuk menahan terbentuknya respons setres, terutama dalam sistem saraf dan hormon. Pada akhirnya, teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat setres ketika tubuh bekerja berlenihan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.

3. Manfaat teknik relekasi nafas dalam

a. Mampu meningkatkan kesehatan secara umum dengan mempelancar proses metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran darah, dan mengatasi berbagai macam problem penyakit.

b. Mendorong racun dan kotoran dalam darah keluar dari tubuh. c. Menurunkan tingkat agrefitifitas dan perilaku-perilaku buruk

dampak setres sepeerti mengkosumsi alkohol serta obat-obatan terlarang. d. Menurunkan tingkat egosentris sehingga hubungan intrapersonal ataupun

(28)

e. Mengurangi kecemasan.

f. Membuat seseorang merasa tenang dan nyaman. 4. Langkah-Langkah untuk memulai Pernafasan Diafragma

a. Posisikan tubuh secara nyaman

Untuk mendapatkan manfaat penuh, pelajari teknik ini dalam posisi yang nyaman, baik posisi duduk yang releks mapun berbaring terlentang dengan mata tertutup. Untuk mendapatkan efek yang optimal, longgarkan pakaian di sekitar leher dan pinggang. Saat pertama, letakan tanggan anda di atas perut dan rasakan naik-turunya perut anda pada setiap pernafasan.

b. Konsentrasi

Teknik ini harus memeliki konstrasi penuh, kalu anda banyak pikiran , biarkan pikiran itu berlalu, dan fokuskan kembali perhatikan anda pada pernafasan. Cara laim adalah dengan meletkan selembar kertas dan pulpen di samping anda dan tiliskan pikiran yang muncul ketika itu, kemudian buang dari kepala anda. Ulangi pernafasan seperti anda meningkatkan konsentrasi dengan berfokus pada empat fase yang yang berlainan dalam setiap nafas:

a. Fase 1:

Inspirasi, menarik udara ke dalam paru melalui saluran hidung atau mulut.

b. Fase ll:

(29)

c. Fase lll:

Ekshalasi, mengeluarkan nafas sebelum mulai menghirup nafasnya udara tersebut.

d. Fase Lv:

Beri jeda setelah mengeluarkan nafas sebelum mulai menghirup nafas kembali. Fase ini sebenarnya dapat terlihat ketika anda melebih-lebihkan siklus pernafasan. Yaitu dengan menarik nafas yang dalam dengan sangat pelan dan nyaman. Saat anda melakukan ini, cobalah mengenali keempat fase tersebut dengan cara menyebutkan sewaktu fase itu muncul.

c. Visualisasi:

Penggunaan imajinasi dalam pernafasan digframa dapat sangat bemanfaat. Ada banyak imajinasi yang dapat digabungkan dengan teknik pernafasaan. Latihan ini di akhiro menggunakan sebuah imajinasi yang dapat membantu anda melkukan teknik Visualisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku positif sebagian remaja adalah ketika ada kerja bakti (gotong royong) remaja ikut berpartisipasi denga masyarakat sekitar. Jenjang pendidikan formal di Indonesia

(1) Setiap pegawai yang mengetahui adanya kehilangan atau kebocoran Baket harus segera melaporkan kepada Pengelola Baket dan selanjutnya secara hirarki melaporkan kepada

Jenis spora mikoriza yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari rizosfer tanaman tembakau (N.tabaccum) di desa Bajur terdapat 2 jenis yaitu 4 tipe Glomus sp., dan 1

Keputusan Bupati Bantul Nomor 576 Tahun 2014 tentang Perhitungan dan Pemberian Honor Bagi Pengelola Keuangan Daerah di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

1) Mengembangkan aplikasiberbagi pakaiJIPP secara nasional yaitu JIPP Nasional (https://jippnas.menpan.go.id). 2) Mengelola data inovasi tingkat nasional dan internasional. 3)

Menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Potensi Probiotik Bakteri Asam Laktat dan Perubahan Karakteristik Kimiawi Rebung Bambu Apus ( Gigantochloa apus ) yang

Biaya tenaga kerja tidak langsung ( indirect labor ) adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan atau

perlakuan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit.. (Naocl) dengan konsentrasi 10 % direndam selama 5 menit