• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Tugas Akhir ANALISIS PERILAKU KEPECAHAN SCANTLING SUPPORT STRUCTURE SYSTEM GAS PROCESSING MODULE FPSO BELANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Tugas Akhir ANALISIS PERILAKU KEPECAHAN SCANTLING SUPPORT STRUCTURE SYSTEM GAS PROCESSING MODULE FPSO BELANAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PERILAKU KEPECAHAN SCANTLING SUPPORT STRUCTURE SYSTEM GAS

PROCESSING MODULE FPSO BELANAK Mufti Fathonah Muvariz(1), Eko Budi Djatmiko (2), Murdjito(3) 1Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan

FPSO (Floating Production Storage and Offloading) dalam operasinya mendapatkan pengaruh signifikan dari beban lingkungan dan operasi. Hal demikian juga akan mempengaruhi komponen-komponen struktur yang ada di atasnya, termasuk struktur module dan support yang berfungsi sebagai alat pendukung pemrosesan minyak dan gas. Penelitian dilakukan pada scantling support structure system gas processing module pada FPSO Belanak yang mempunyai massa 2361 ton, dan terbuat dari baja dengan tegangan luluh 250 MPa. Scantling support module dapat mengalami perambatan retak akibat kepecahan bila mendapatakan beban siklis. Ada dua beban yang mempengaruhi scantling support module, yakni beban statis dan beban dinamis. Dalam analisa kepecahan ini meninjau beban dinamis yaitu beban gelombang, karena beban ini yang paling dominan dalam menimbulkan kepecahan pada scantling support module. Pemodelan struktur dengan pendekatan Finite Element Method (FEM) menggunakan Ansys 11.0, sedangkan pengkajian analisa kepecahan digunakan pendekatan elastic-plastic fracture mechanics dengan metode J-Integral dengan mode retak I (opening crack). Analisa menunjukkan hotspot stress yang terjadi pada scantling support module adalah 6.47 Mpa dan pada kondisi saat ada initial crack adalah 25.1 MPa. Untuk mendapatkan besarnya perambatan retak maka perlu diketahui nilai stress intensity factor (K) dari nilai retak awal yang diberikan pada bagian tegangan tertinggi (hotspot stress) dari struktur sesuai dengan DNV-OS-F201. Nilai K dicari dengan tipe center crack in finite width strip dengan memvariasikan nilai ketebalan (thickness) untuk mendapatkan panjang crack (circumferencial). Dari nilai K yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan perambatan retak arah thickness dengan retak awal 0.1 mm hingga retak kritis (0.7t atau sama dengan 17.5mm), dan dihasilkan jumlah siklus sebesar 1.89 x 1018 atau 9.05 x 109 tahun. Pada arah circumferrencial dengan jumlah siklus 1.89 x 1018 tersebut didapatkan perambatan retak sebesar 0.0084 mm.

Kata kunci: scantling support module, FPSO, fracture mechanic, J-Integral. 1. PENDAHALUAN

FPSO (Floating Production Storage and Offloading) pada dasarnya adalah kapal dengan lambung tunggal yang difungsikan sebagai wahana untuk mengakomodasi fasilitas di atas geladak guna memproses produk migas dan sekaligus menyimpannya di dalam tangki-tangki pada lambungnya sebelum produk tersebut ditransfer ke kapal-kapal tangki pengangkut untuk didistribusikan ke pasaran.

Di atas geladak FPSO terdapat berbagai jenis bangunan atas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

C

ontoh bagunan atas untuk mendukung proses produksi misalnya gas processing module. Berat dari topside module dan beban lingkungan yaitu beban gelombanh, sangat mempengaruhi dari kekuatan geladak yang menyangga pada FPSO. Sehingga topside module tersebut harus disangga dengan support system yang kuat sehingga dapat mencegah terjadinya fracture failure pada geladak FPSO.

Penelitian pada struktur scantling support module ini telah dilakukan sebelumnya. Kurniawan (2010) melakukan analisis keandalan scantling support module terhadap beban kelelahan, dengan hasil umur kelelahan 116.3 tahun atau 3.88 kali umur operasinya. Ardhiansyah (2010) melakukan analisis keandalan scantling support module terhadap beban ekstrem, dengan kombinasi ketiga beban

ekstrem didapat tegangan maksimum 96 MPa dan diperoleh hasil struktur tetap aman untuk beroperasi. Tugas akhir ini mengambil studi kasus analisis perilaku kepecahan scantling support system FPSO Belanak. FPSO Belanak beroperasi di perairan Natuna Indonesia tepatnya berada di Eastern Area of Conoco Blok B.

Gambar 1. FPSO Belanak

2. DASAR TEORI

Konsep FPSO (Floating Production Storage and Offloading) pada dasarnya diperkenalkan untuk menggantikan sistem kombinasi anjungan produksi dengan fasilitas penyimpanan terapung atau Floating Storage Offloading (FSO). Perlu dicatat, untuk perairan dangkal anjungan produksi dapat berupa jacket atau jackup, sedangkan di perairan

(2)

2

dalam dapat berupa Semisubmersible atau TLP. FSO sendiri adalah wahana yang berfungsi sebagai terminal, didekasikan untuk melayani penyimpanan migas hasil olahan dari anjungan produksi di ladang operasinya, dan mentransfernya ke kapal-kapal tanki pengangkut yang secara periodik mendatanginya.

2.1 Pembebanan

Dalam proses perancangan struktur lepas pantai (offshore structure), penentuan kemampuan kerja struktur dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada struktur tersebut. Perancang harus menentukan akurasi beban yang akan dipakai dalam perancangan offshore structure terlebih dahulu.

2.1.1 Beban Gelombang

Menurut Indiyono (2003) beban gelombang merupakan beban terbesar yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada bangunan lepas pantai (offshore structure)

.

FPSO yang terkena beban gelombang akan mengalami percepatan pada setiap gerakannya. Fasilitas scantling support structure system gas processing module yang terdapat di atas FPSO juga mengalami percepatan akibat gerakan FPSO. Sesuai dengan hukum Newton II, struktur yang ada diatas kapal akan mengalami gaya akibat gerakan kapal yang menghasilkan percepatan. Untuk gerakan translasi, gaya inersia didapatkan dengan persamaan 2.1.

F = m x a ……… (2.1)

dimana m adalah massa dan a adalah percepatan Menurut Bhattacharayya (1978), gerakan rotasional ada empat momen penting yaitu momen inersia, momen damping, momen restoring, dan momen exciting. Persamaan momen inersia yaitu:

……… (2.2) dengan:

m = massa kapal (kg) r = jari-jari girasi (m)

sedangkan untuk momen gaya, persamaannya yaitu:

Momen gaya: Iα ……… (2.3) dengan:

α = percepatan putar (rad/s2)

I = momen inersia (kg.m2)

2.1.2 Respon Struktur

Respon pada struktur offshore (baik struktur fixed maupun terapung) akibat gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi, dapat diketahui dengan

menggunakan metode spectra. Response Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore.

RAO merupakan alat untuk mentransfer gaya gelombang menjadi respon gerakan dinamis struktur. Menurut Chakrabarti (2005), persamaan RAO dapat dicari dengan persamaan 2.4 :

………..(2.4) dengan :

= amplitudo struktur = amplitudo gelombang

Respon spektrum merupakan perkalian antara spectrum gelombang dengan RAO kuadrat. Persamaan dari respon spektrum adalah (Chakrabarti, 1987) sebagai berikut :

………(2.5) dengan:

SR = response spectrum (m2-sec)

S(ω) = spectra gelombang (m2-sec)

RAO = response amplitude operator ω = frekuensi angular (rad/sec)

2.2 Fracture Mechanics

Mekanisme kepecahan diawali oleh adanya retak (crack) pada permukaan sambungan. Mekanisme ini merupakan kondisi lokal stress dan strain disekeliling retak yang dipengaruhi oleh parameter global seperti pembebanan, material properties, dan geometri. Pembebanan berulang (siklis) akan menyebabkan crack berkembang dan memicu terjadinya kegagalan pada sambungan yang nantinya berakibat pada kegagalan strukur secara keseluruhan

2.2.1 Linear Elastic Fracture Mechanics

Metode yang menunjukkan hubungan antara medan tegangan dan distribusinya disekitar ujung retak dengan ukuran, bentuk, orientasi retak, dan material properties akibat external load yang dikenakan pada material. Metode Linier Elastic Fracture Mechanic (LEFM) dapat digunakan selama daerah plastic sangat kecil, dimana tegangan lebih rendah daripada tegangan ijin (σ< 0.8 σys). (Broek, 1987)

2.2.2 Elastic Plastic Fracture Mechanics

Metode Linear Elastic kurang tepat digunakan pada struktur struktur besar yang menggunakan

 

 

 

    Xp RAO

 

p X

 

 

(3)

3

baja berkekuatan rendah atau sedang karena zona plastis yang cukup besar disekitar retak, sehingga menyebabkan timbulnya perilaku elastis-plastis. Untuk itu dikembangkanlah metode elastis plastic fracture mecahanics untuk menunjukkan karakteristik dari perilaku plastis material.

J-Integral merupakan kontur di keliling wilayah ujung retak. Konsep utamanya adalah kesetimbangan energi antara energi regangan yang tersimpan dan usaha yang bekerja oleh gaya eksternal menjelaskan energi yang tersedia untuk pertumbuhan retak. J-Integral ekuivalen dengan gaya pertumbuhan retak pada kontur kecil dekat ujung retak yang diperhatikan.

Pengukuran medan tegangan dan regangan rata-rata yang terjadi di sekitar ujung retak pada perilaku elastis-plastis, disimbolkan dengan J. Hubungan J dengan K dapat dilihat pada persamaan

...(2.6) dengan E’ = E untuk plane stress dan E’ = E / ( 1 – v2 ) untuk plain strain. E adalah modulus Young dan v adalah poisson ratio

2.2.3 Analisis Tegangan di Ujung Retak

Mode deformasi retak dapat digolongkan dalam tiga mode deformasi seperti pada gambar 2:

Gambar 2. Mode deformasi retak (Perez, 2004)

Mode I (opening mode), retak yang diakibatkan oleh adanya tegangan tarik yang tegak lurus terhadap arah atau bidang penjalaran retak. Jadi dapat disimpulkan bahwa displacement permukaan tegak lurus bidang retak.

      2 3 sin 2 sin 1 2 cos 2      r KI x

      2 3 sin 2 sin 1 2 cos 2      r KI y

2 3 cos 2 cos 2 sin 2      r KI xy

x0

zv

xy

………(2.7)

Persamaan di atas hanya dapat dilakukan pada nilai r yang mendekati nol atau sangat kecil dibandingkan dimensi planar x-y. Tegangan lokal yang sering digunakan dalam analisa ini adalah searah sumbu lokal y(σy). Nilai tegangan mencapai maksimum saat ө = 0 sehingga persamaan diatas menjadi per. (2.20) berikut:

r KI x

2  ……….(2.8)

Pers. (2.8) juga dapat menjadi persamaan 2.9 :

K

I

y

2

r

………..(2.9)

2.2.4 Stress Intensity Factor

Faktor intensitas tegangan merupakan parameter yang mengandung pengertian prinsip keseimbangan energi dan distribusi disekitar ujung retak. Jika faktor intensitas tegangan (K) mencapai faktor intensitas tegangan ambang (K treshold), maka retak mulai menjalar, dan kegagalan struktur terjadi jika harga (K) telah mencapai harga kritis material (Kic) yang disebut fracture thougness. Untuk retak dengan tipe seperti gambar dibawah, maka persamaan stress intensity factor nya seperti keterangan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 SIF pada Tipe Center Crack in Finite Width Strip (Wang, 1996)

Dari tabel 2.1 diatas dapat diketahui arah perambatan retak kearah thickness atau kedalaman dan arah circumferensial yang terjadi

…..(2.

24)

….(2.

23)

(4)

4

2.2.5 Perambatan Retak

Pada Mekanika Kepecahan, penambahan ukuran retak (Δa) selama satu siklus pembebanan (load cycle) berkaitan dengan rentang faktor intensitas tegangan ΔK untuk siklus pembebanan tersebut. Hubungan ini dinyatakan dalam formulasi Paris dan Erdogan sebagai berikut (Almar-Naess, A. Ed, 1985) :

...(2.10) Penambahan retak dalam satu siklus biasanya sangat kecil dibandingkan ukuran retak. Sehingga persamaan 2.28 dapat ditulis sebagai berikut (Anderson, 1998):

………..(2.11) Adanya mean stress menyebabkan perlunya menambahkan faktor koreksi terhadap persamaan Paris seperti modifikasi yang dilakukan Foreman, untuk metode EPFM harus dikoreksi dengan parameter elastis plastis sehingga persamaan 2.11 menjadi (Barsom, 1987):

……(2.12) Untuk mendapatkan jumlah siklus saat terjadi kegagalan, maka dilakukan integrasi persamaan Paris (Bai, 2003) :

………(2.13)

3. METODOLOGI

Pertama, dilakukan studi literatur dan pengumpulan data yang meliputi mencari serta mempelajari buku, diktat, jurnal, ataupun laporan tugas akhir terdahulu yang membahas pokok permasalahan yang sama atau mirip dengan tugas akhir ini. Literatur tersebut digunakan sebagai acuan ataupun referensi tugas akhir ini. Selain itu, juga dilakukan pencarian mengenai data-data FPSO Belanak sebagai obyek tugas akhir.

Selanjutnya pemodelan FPSO dengan AutoCAD, berupa lines plan dan bangunan 3D. Pemodelan FPSO dengan Maxsurf untuk mendapatkan koordinat-koordinat dari struktur FPSO. Kemudian mengkonversi pemodelan yang dilakukan di Maxsurf ke MOSES dan dilakukan pembebanan terhadap struktur FPSO Belanank, untuk mencari gaya reaksi dari struktur FPSO secara global akibat beban gelombang yang bekerja pada FPSO Belanak.

Gambar 2. Pemodelan MOSES

Validasi hasil perhitungan dengan data penelitian sebelum ini. Setelah mendapatkan gaya inersia pada FPSO titik berat module, maka dilakukan perhitungan analisis tegangan (stress analysis) dengan memodelkan secara lokal module dengan ANSYS seperti ditunjukkan pada Gambar 5. untuk meninjau respon module akibat beban lingkungan kondisi ekstrem.

Untuk menentukan ukuran meshing pada pemodelan FEM, maka dilakukan analisa MSA seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Dengan memveriasikan ukuran meshing sementara input beban adalah tetap, kemudian dilihat respon struktur akibat beban yang bekerja. Apabila sudah didapatkan respon yang konstan dengan ukuran mesh tertentu, maka ukuran mesh tersebut yang akan digunakan selanjutnya. Pada pemodelan ini ukuran mesh yang digunakan adalah mesh dengan jumlah node 230162 karena respon struktur sudah cenderung konstan.

Gambar 3. Grafik MSA

Setelah didapat stress dari beban gelombang maka dilakukan perhitungan fracture mechanics dengan analisa elastic plastic fracture mechanics menggunakan metode J-Integral. Dari hasil perhitungan fracture mechanics, analisa perilaku kepecahan dengan menghitung perambatan retak yang terjadi pada struktur scantling support structure. 3 4 5 6 0 100000 200000 300000 400000 Stres s (Mp a) Jumlah Node Mesh Sensivity

(5)

5

Gambar 4. Pemodelan ANSYS

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan meliputi analisa global, analisa lokal, dan perhtiungan.

4.1 Perhitungan Motion FPSO

Perhitungan beban gelombang dilakukan untuk mendapatkan, single amplitude accelerations, wave drift force, dan Response Amplitude Operator (RAO) motion dari FPSO untuk lima arah heading gelombang, yaitu arah 0o, 45o, 90o, 135o dan 180o dalam gerak surge, heave, sway, roll, pitch dan yaw. Perhitungan dilakukan pada kondisi Vessel Draft Light yaitu dengan draft 16.2m, dengan software MOSES 6.0. Kondisi gelombang yang digunakan adalah gelombang 100tahunan.

Gambar 6. RAO Roll

Untuk meyakinkan bahwa pemodelan yang kita lakukan sudah benar maka dilakukan validasi beberapa parameter seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Validasi Model

4.2 Perhitungan Gaya Inersia

FPSO yang terkena beban gelombang akan mengalami percepatan pada setiap gerakannya.

Fasilitas module yang terdapat di atas FPSO juga mengalami percepatan akibat gerakan FPSO, maka sesuai hukum Newton benda yang mengalami percepatan memiliki gaya. FPSO mengalami gerak translasi dan rotasi akibat beban gelombang. Untuk gerakan translasi, gaya inersia didapatkan dengan persamaan 2.1:

Gambar 7. Module Pada FPSO

Sedangkan untuk gerakan rotasional, gaya inersia didapatkan dengan persamaan2.2 dan 2.3

Tabel 2. Percepatan Translasional

DoF Inertia Force

Surge 547.75 kN Sway 1690.48 kN Heave 26379.45 kN Sedangkangaya untuk tiap gerakan rotasi adalah:

Tabel 3. Percepatan Rotasional

Gambar 8. Konfigurasi Struktur Penyangga Gas processing module FPSO Belanak memiliki 8 buah struktur penyangga dengan konfigurasi seperti pada Gambar 9. Jarak stuktur penyangga paling dekat dengan centre line FPSO adalah 5 m. Sedangkan ukuran dari gas processing module sendiri adalah 22 x 30 m. Struktur penyangga terdapat pada frame 30 dan 33 dari FPSO. Oleh karena itu dilakukan perhitungan respon beban pada tiap kaki untuk mengetahui sturktur penyangga yang menerima beban paling kritis.

1 X Y Z MODULE_SUPPORT JUL 10 2011 22:55:26 VOLUMES MAT NUM

Parameter unit Conoco Phillips Maxsurf MOSES max-dat mos-dat T m 16.2 16.2 16.2 0.000 0.000 KG m 12.96 12.96 12.96 0.000 0.000 Displacement ton 247000 246970.64 246247.39 0.012 0.305 VCB m 8.185 8.193 8.22 0.098 0.428 LCB m 142.499 142.585 142.57 0.060 0.050 LCF m 142.53 142.542 142.52 0.008 0.007 KMT m 25.581 25.543 25.63 0.149 0.192 KML m 386.395 385.211 387.89 0.306 0.387 Validasi % error

(6)

6

1 MX X Y Z MODULE_SUPPORT 88.682

719145 .144E+07.216E+07.288E+07.360E+07.431E+07.503E+07.575E+07.647E+07 JUL 14 2011 00:02:29 NODAL SOLUTION STEP=1 SUB =1 TIME=1 SEQV (AVG) DMX =.375E-04 SMN =88.682 SMX =.647E+07

Tabel 4. Beban Pada Sturktur Penyangga

Perhitungan digunakan dengan bantuan software MOSES untuk mendapatkan percepatan yang terjadi pada tiap struktur penyangga. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa struktur penyangga yang menerima beban paling besar adalah pada leg 5 seperti pada Tabel 4.

4.3 Analisis Lokal

Hotspot stress adalah tempat terjadinya tegangan terbesar dari keseluruhan struktur yang telah diberi beban luar. Pada bentuk model yang dibuat pada software ANSYS dapat dilihat penampakan penyebaran tegangan pada model pada Gambar 9.

Gambar 9. Distribusi tegangan

Dari hasil running didapatkan distribusi tegangan disekitar sambungan antara hull dan scantling support structure dengan besar tegangan 6.47 Mpa merupakan tegangan terbesar (hotspot stress) pada struktur yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10. Hotspot Stress

Retak awal dalam penelitian ini merupakan dimensi asumsi sesuai dengan code DnV OS F201. Lokasi retak awal berada pada letak hotspot stress

yang telah didapatkan dari running model struktur dengan beban aktual yang mengenai. Didapatkan hotspot stress pada initial crack adalah 25.1 Mpa.

Gambar 11. Distribusi tegangan pada Initial Crack

Dari pemodelan diatas diperoleh tegangan maksimum terletak pada ujung crack, sesuai dengan teori embedded elliptical crack, yaitu pada saat β = π / 2 dan didapatkan tegangan sebesar pada tabel 6

Tabel 6. Output Tegangan Ansys pada initial crack

Stress Intensity factor dihitung di 2 posisi yaitu posisi kedalaman crack (thickness) dan kearah keliling objek (circumferrencial crack). Stress Intensity factor arah circumferrencial dihitung dengan persamaan center crack in finite width strip pada persamaan 2.23 sedangkan Stres Intensity Factor arah thickness dihitung dengan pers. 2.24.

Tabel 7. Stress Intensity Factor retak awal

Dari hasil perhitungan Stres Intensity Factor untuk arah thickness (Kt) dan arah circumferrencial (Ks), maka dicari nilai Stres Intensity Factor range (ΔKI). Nilai ΔKI memiliki nilai lebih besar dari ΔKth yang bernilai 0.11 MPa√m , hal ini menunjukkan terjadinya perambatan retak pada plat.

Dalam penelitian ini, untuk perhitungan perambatan retak dilakukan pada arah ketebalan (thickness) dari plat. Dengan variasi retak awal 0.0001 sampai dengan 0.015. Untuk menghitung laju perambatan retak, perlu dilakukan suatu konversi nilai faktor intensitas tegangan menjadi harga J. Adapun harga J analitis diperoleh dengan

1 MX MODULE_SUPPORT 88.682 719145 .144E+07 .216E+07 .288E+07 .360E+07 .431E+07 .503E+07 .575E+07 .647E+07 JUL 14 2011 00:03:43 NODAL SOLUTION STEP=1 SUB =1 TIME=1 SEQV (AVG) DMX =.375E-04 SMN =88.682 SMX =.647E+07 1 MX MODULE_SUPPORT 150.947

.279E+07.558E+07.837E+07.112E+08.140E+08.167E+08.195E+08.223E+08.251E+08 JUL 14 2011 09:53:37 NODAL SOLUTION STEP=1 SUB =1 TIME=1 SEQV (AVG) DMX =.356E-04 SMN =150.947 SMX =.251E+08

(7)

7

konsep pengukuran medan tegangan dan regangan rata-rata yang terjadi di sekitar ujung retak.

Gambar 12. Grafik ∆J terhadap Retak Awal

Perambatan retak merupakan jumlah siklus dengan retakan awal tertentu sampai dengan ukuran tertentu berikutnya atau hingga terjadi kepecahan. Perambatan retak dipengaruhi oleh besarnya ΔJ. Semakin besar ΔJ, semakin cepat perambatan yang terjadi.

Gambar 13. Perambatan retak terhadap Retak Awal

Perambatan retak dipengaruhi oleh ΔJ dan ΔJ dipengaruhi oleh retak awal. Dalam hal ini perambatan akhir di asumsikan pada jarak 0.7 T, dimana T merupakan tebal plat. Ketika nilai perambatan retak semakin besar, maka siklus tegangan (N) yang diperlukan untuk mencapai retak kritis akan semakin kecil.

Gambar 14. Jumlah siklus Tegangan terhadap Retak Awal

Dengan menggunakan siklus dari perhitungan perambatan retak pada arah ketebalan (thickness), maka dicari perambatan retak untuk arah circumferrencial. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Perambatan retak arah circumferrencial

Dari gambar 15 menunjukkan bahwa semakin besar retak awal yang terjadi maka semakin kecil jumlah siklusnya, dengan pengertian bahwa semakin kecil jarak antara retak awal dengan retak kritis, maka laju perambatan retak semakin cepat. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan umur kepecahan menggunakan pendekatan Palmgren-Miner. Berikut perhitungan umur kepecahan pada table 8.

Tabel 8. Perhitungan Umur Kepecahan

Dari hasil perhitungan pada tabel 8 didapatkan harga D = 3.504 x 10-20. Kemudian dengan menggunakan rumus 1/D didapatkan umur kepecahan sebesar 2.854 x 1019 detik atau 9.05 x 109 tahun.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari tugas akhir ini adalah :

1. Tegangan terbesar (hotspot stress) yang dialami struktur Scantling support structure system gas processing module FPSO Belanak akibat pembebanan adalah sebesar 6.47 Mpa dan pada kondisi saat initial crack sebesar 25.1 MPa

(8)

8

yaitu terjadi pada daerah scantling support structure system gas processing module.

2. Dari pemberian retak awal pada model maka didapatkan empat nilai stress intensity factor, yaitu arah circumferensial (Ks) maksimum dan minimum dan arah ketebalan (Kt) maksimum dan minimum. Harga Ks maksimum adalah sebesar 2.73 MPa√m dan Ks minimum adalah sebesar 0.176 MPa√m. Sedangkan nilai Kt maksimum adalah sebesar 0.420 MPa√m dan Kt minimum adalah sebesar 0.0271 MPa√m. 3. Perambatan retak yang terjadi pada arah

ketebalan (thickness) dengan variasi yang diberikan dalam analisa ini menunjukkan bahwa semakin dalam retak awal semakin cepat laju perambatan retak. Dari nilai K yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan perambatan retak arah thickness dengan retak awal 0.1 mm hingga retak kritis (0.7t atau sama dengan 17.5mm), dan dihasilkan jumlah siklus sebesar 1.89 x 1018 atau 9.05 x 109 tahun. Pada arah circumferrencial dengan jumlah siklus 1.89 x 1018 tersebut didapatkan perambatan retak sebesar 0.0084 mm.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil analisis pada tugas akhir ini adalah:

1. Daerah yang paling kritis adalah pada daerah pertemuan antara hull memanjang dan melintang serta scantling support structure system gas processing module yang juga merupakan daerah pengelasan, sehingga perlu dilakukan penguatan lebih untuk meminimalisir resiko kelelahan dan kepecahan.

2. Dalam analisis fracture harus memperhatikan semua faktor, meskipun jumlah dan kemungkinannya kecil.

3. Perlu dilakukan analisa lanjutan dengan pendekatan keandalan dan resiko.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Obaid, Y. F. 1994. Automated Analysis of Topside Platform Hatch Covers Subject To Drill Collar Impact. PAAET. Kuwait. Almar-Naess, A.Ed. 1985. FATIGUE

HANDBOOK: Offshore Steel Structure. Norway: Tapir Publisher.

Andersen, M.R. 1998. Fatigue Crack Initiation and Growth in Ship Structure. Thesis Department of Naval Architecht and

Offshore Engineering. Denmark: Technical University of Denmark.

Ardhiansyah, Fahmy. 2010. Analisis Keandalan Scantling Support Structure System Gas Processing Module FPSO Belanak Terhadap Beban Ekstrem. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan. ITS. Surabaya. Aulia, S, 2005. Analisa Umur Kelelahan Turbular

Joint Tipe T dengan Retak Eliptis pada Chord Menggunakan Metode Elastic Plastic Fracture Mechanics. Tugas akhir: Jurusan Teknik Kelautan.

Barltrop, N. dan Okan, B. 2000. FPSO Bow Damage in steep waves. Rogue waves 2000 workshop. Brest.

Barsom, John M & Rolfe,Stanley T. 1987. Fracture and Fatigue Control in Structures. Application of Fracture Mechanics. New Jersey.

Battacharyya, R. 1978. Dynamic of Marine Vehicles. John Wiley and Sons Inc. New York.

Broek, David. 1987. Elementary Engineering Fracture Mechanics. Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers.

Broek, David. 1988. The Practical Use of Fracture Mechanics. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Bunce, J. W. 1977. Analysis of The Interaction Between The Module Structures and The Deck of an Offshore Oil Production Platform. Pergamon Ltd., Great Britain. Cameron, J et all. 1997. Ultimate Strength Analysis

of Inland Tank Barges. USCG Marine Safety Center.

Chakrabarti, S.K. 2005. Handbook of Offshore Engineering Volume I. Offshore Structure Analysis Inc. Planfield. Illinois. USA. Djatmiko, E. B. 2003a. Fatigue Analysis. Kursus

Singkat Offshore Structure Design And Modelling. Surabaya.

Djatmiko, E. B. 2003b. Seakeeping: Perilaku Bangunan Apung di Atas Gelombang. Jurusan Teknik Kelautan ITS. Surabaya. DnV Recommended Practice C205.2007.

Environtmental Loads and Environmental Condition. Norway.

DnV Recommended Practice OS-F201. 2001. Dynamics Risers. Norway.

Dowling, N.E. 1987. J-Integral Estimates for Crack in Infinites Bodies. Engineering Fracture Mechanic Journal, Vol 26, No 3 :333-348. http://www.accutektesting.com

http://www.prosafeproduction.com http://www.wikipedia.com

Indiyono, P. 2003. Hidrodinamika Bangunan Lepas Pantai. Surabaya: Penerbit SIC. Kurniawan, Andri. 2010. Analisa Keandalan

Scantling Support Structure System Gas Processing Module FPSO Belanak

(9)

9

Terhadap Beban Kelelahan. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan. ITS. Surabaya. McDermott, J. 2004. Belanak Natuna FPSO

Technical Data. Jray McDermott. Indonesia. Nguyen, T. D. 2009. Scantling Optimazition Ropax

Ship. University of Liege.

O’Brein, D. P et all. 1993. Recent Developments in Offshore Rig/Platform Evacuation. Memorial University of Newfoundland. Canada.

Palmer, A. C. 1997. Breakup of Firewall Between The B and C Modules of Piper Alpha Platform-I. Analysis by Hand Calculation. University of Cambridge. UK.

Perez, Nestor.2004. Elementary Engineering Fracture Mechanics. Boston: Kluwer Academic Publishers.

Rolfe, S.T. 1975. "Fracture Mechanics, Fracture Criteria and Fracture Control for Welded Steel Ship Hulls". Prosiding Ship Structure Symposium Oktober.

Shetty, N. K et all. 1998. Fire Safety Assessment and Optimal Design of Passive Fire Protection for Offshore Structures. Elsevier Science Limited. Northern Ireland.

Soedjono, J.J. 1989. Diktat Kuliah Perencanaan Sistem Bangunan Laut 1. Jurusan Teknik Kelautan, ITS. Surabaya.

UKOOA. 2002. Buckling and Ultinmate Strength Assessment for Offshore Structures. Glasgow.

Wang, C.H. 1996. Introduction to Fracture Mechanics. DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory, Melbourne Windergen, K V. 1994. Course and Strength of

Accidental Explosions on Offshore Installations. Christian Michelsen Research. Norway.

Zhao, J. 2009. Three Parameter Approach for Elastic-Plastic Stress Field of an Embedded Elliptical Crack. Engineering Fracture Mechanic Journal, Vol 76 :2429-2444

Gambar

Gambar 1. FPSO Belanak 2.  DASAR TEORI
Gambar 2. Mode deformasi retak (Perez, 2004)  Mode  I  (opening  mode),  retak  yang  diakibatkan  oleh  adanya  tegangan  tarik  yang  tegak  lurus  terhadap  arah  atau  bidang  penjalaran  retak
Gambar 2. Pemodelan MOSES
Tabel 4. Beban Pada Sturktur Penyangga
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pembagian pada dasarnya adalah suatu proses pencarian bilangan yang belum diketahui “adanya” dalam sebuah kalimat matematika. Artinya, pembagian dapat dipandang

Menurut Varga dan Kolver (1997), kecernaan serat bukan merupakan nilai yang statis karena merupakan kompetisi antara kecepatan pencernaan itu sendiri dengan laju

Pengumpulan data kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu survei, observasi dan eksperimen (Istijanto, 2005). 1) Survei merupakan metode yang digunakan

Ujang Suwarman (2011) menyatakan riset pemasaran memiliki tanggung jawab untuk menilai dan menyediakan informasi apa yang dibutuhkan manajemen untuk pengambil

Data sekunder adalah data yang bersifat sekunder atau yang kedua, yang bermaksud selain dari data utama, periset perlu memandang untuk menambah daya dukung

Kejelasan informasi pelaksana menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan,

Zeolit ditambahkan pada material komposit karena zeolit sebagai proton konduktor memiliki sifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan konduktivitas ionik

Untuk melakukan kemampuan akurasi secara umum, laboratorium melakukan: B.1.1 Tentukan konsentrasi minyak dan lemak dan hidrokarbon sebanyak 4 kali, menggunakan larutan 3.2.h a