• Tidak ada hasil yang ditemukan

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BioLink Vol. 2 (2) Januari 2016 p-ISSN: 2356-458x e-ISSN:2597-5269

BioLink

Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink

VARIASI MORFOLOGI Pteris vittata L. (PTERIDACEAE;

PTERIDOPHYTA) DAN KORELASINYA DENGAN KETINGGIAN LOKASI

TEMPAT TUMBUHNYA DI JAWA

Morphological Variations Pteris vittata L. (Pteridaceae; Pteridophyta)

and Correlation With Altitude Locations In Java

Mugi Mumpuni*

Fakultas Biologi, Universitas Medan Area, Indonesia

*Corresponding author: E-mail: mugi_mumpuni@yahoo.com

Abstrak

Pteris vittata memiliki variasi morfologi tinggi dan daerah geografi yang luas di seluruh dunia. Kajian

mengenai variasi morfologi dan korelasinya dengan ketinggian lokasi tempat tumbuhnya di Jawa sangat sedikit. Tujuan penelitian ini adalah untuk memelajari keanekaragaman infraspesifik P. vittata di Jawa berdasarkan karakter morfologi, dan untuk melihat hubungan antara morfologi dengan ketinggian lokasi tempat tumbuhnya. Penelitian ini dilakukan sejak September 2012 sampai September 2013. Pengambilan material tumbuhan dilakukan dengan metode jelajah. Pengamatan morfologi dilakukan pada 130 individu yang telah dikoleksi dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta dari berbagai ketinggian. Pada penelitian ini ditemukan variasi morfologi P. vittata yang cukup tinggi. Jenis ini memiliki variasi morfologi meliputi ukuran dan bentuk daun utuh dan anak daun serta variasi pada segmen apikal. Variasi morfologi tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat asal tumbuhan. Secara taksonomi, P. vittata di Jawa dapat dibedakan menjadi dua kelompok infraspesies, yaitu P.vittata subspesies vittata and P.vittata subspesies emodi.

Kata kunci : Jawa, Pteris, Pteris Vittata, Morfologi, Ketinggian Tempat

Abstract

Pteris vittata has a high morphological variation and it has wide geographic regions around the world . Study of morphology and its correlation with with altitude of plant origin area in Java is very little informed. This aims of this research were first to study the diversity of morphological characters of P. vittata from Java; and to know the correlations among morphological characters to the plant orignated altitute; This study was conducted from September 2012 until September 2013. Plants materials were collected by exploration method. Morphological observations carried out on 130 individuals that had been collected from West Java, Central of Java and Yogyakarta in various altitude areas. Pteris vittata from Java Island varied in the morphological characters. The varied in the morphological characters i.e. size and shape of fronds, pinnae and apical segment. Variations in morphology was not correlated with altitude of plant origin area. Taxonomycally, P. vittata in Java can be divided into two groups infraspecies, namely P.vittata subspecies vittata and P.vittata subspecies emodi.

Keywords : Java, Pteris, Pteris Vittata, Morphology, Altitute

How to Cite: Mumpuni, M., (2016), Variasi Morfologi Pteris Vittata l. (Pteridaceae; Pteridophyta) dan Korelasinya dengan Ketinggian Lokasi Tempat Tumbuhnya di Jawa, BioLink, Vol. 3 (1), Hal: 100-110

(2)

PENDAHULUAN

Karakter morfologi merupakan karakter yang memberikan jalan termudah untuk mengenali jenis dan menjabarkan adanya keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan karena karakter morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dan dibandingkan dengan karakter lainnya (Rifai 2011).

Variasi-variasi karakter morfologi dapat terjadi karena adanya pengaruh perbedaan ekologi, poliploidi dan genetika. Ketinggian lokasi tumbuh dapat menyebabkan variasi pada fenotip tumbuhan (Vitasse et al. 2009). Peran kromosom sebagai pembawa gen-gen pewaris sifat pada keturunan berkontribusi terhadap perubahan fenotip (Sharp 1943).

Pada tumbuhan paku sering dijumpai adanya variasi dalam karakter morfologi. Pada Dryopteris sparsa

ditemukan adanya variasi bentuk dan ukuran daun, ada yang memiliki helaian daun lebih kecil dengan pasangan anak daun lebih jarang dan pangkal anak daun terbawah sederhana dan ada juga yang memiliki helaian anak daun yang rapat dengan ujung meruncing, pangkal anak daun lebih besar dan menyirip (Darnaedi 1987; Zubaidah 2006). Hastuti et al.. (2011) menemukan variasi pada Pteris

multifida dalam karakter anatomi berupa

perbedaan jumlah sel epidermis, jumlah stomata dan indeks stomata. Walaupun demikian variasi morfologinya tidak begitu signifikan.. Huang et al. (2007; 2011), melaporkan bahwa ukuran spora dari dua varietas Pteris fauriei yaitu diploid dan triploid yang ditemukan di Taiwan menunjukkan bahwa sitotipe triploid memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan jumlah spora dalam satu

sporangium yang lebih banyak dibandingkan diploid. P. pellucidifolia yang triploid berukuran lebih besar dibandingkan dengan Pteris cretica dan P.

wulaiensis yang keduanya bersitotipe

diploid.

Salah satu contoh jenis dari tumbuhan paku adalah Pteris vittata. Pteris vittata memiliki ciri karakter morfologi yang khas dibandingkan dengan jenis dari marga Pteris lainnya, yaitu tepi daunnya yang sederhana dengan tangkai daun yang pendek, sehingga seolah-olah melekat pada batang, dan anak daun yang panjang. Jenis ini memiliki batang pendek, tegak atau rebah yang dilengkapi sisik yang ketika masih muda akan berwarna hijau muda dan ketika dewasa akan berwarna coklat muda. Panjang tangkai daun bisa mencapai 40 cm dan ditutupi oleh sisik ketika masih muda, bagian daun terlebar berada di atas daun keseluruhan, semakin ke atas semakin mengerucut, anak daun yang paling pangkal berukuran kecil. Daun menyirip satu kali dengan ukuran panjang daun 20-80 cm; Anak daun banyak dengan panjang mencapai 15 cm dan lebar 7-10 mm, ujung anak daun meruncing hingga tumpul dan pangkal daun berbentuk jantung hingga rata, pangkal anak daun biasanya lebih lebar dan memiliki cuping pada salah satu sisi atau kedua pangkal. Pertulangan anak daun menggarpu, sorus terletak di sepanjang pinggiran daun, namun tidak mencapai ujung maupun dasar daun (Holttum 1966; Edie 1978).

Pteris vittata dilaporkan tumbuh di

habitat dengan pH basa, seperti area yang terkontaminasi arsenik (Ma et al. 2001) dan juga tembaga (Zheng dan Xu 2008). Oleh karena itu P. vittata berperan tak hanya sebagai tanaman ornamen saja tetapi juga sebagai fitoremediator yang

(3)

baik untuk membersihkan air tanah yang terkontaminasi arsenik dengan cara menyerap arsenik dari dalam tanah dan dipindahkan ke tubuhnya dalam konsentrasi yang lebih besar dari konsentrasi arsenik di tanah, dan dalam 20 minggu tanah akan bebas dari arsenik (Ma et al. 2001; Srivastava et al. 2007).

Pteris vittata tersebar sangat luas

mulai dari ekosistem tropis dan subtropis (Winter dan Amoroso 2003). Pteris vittata dapat hidup dari ketinggian 0 – 2000 m dari permukaan laut (m dpl) (Fraser-Jenkins 2008; Saputra dan Qotrunnada 2011). Jenis ini termasuk paku epilitik yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan, menyukai cahaya matahari dan lingkungan alkalin. Pteris vittata biasa tumbuh di sepanjang pinggiran jalan, di hampir semua substrat berkapur seperti batu tua, trotoar dan celah bangunan, dapat hidup pula pada ekosistem savana, ekosistem hutan tropis campuran dan pegunungan hingga ketinggian 1800 m dpl (Ruma 2002).

Pteris vittata termasuk “species complex”. Variasi morfologi dan poliploidi

sangat umum dijumpai pada jenis ini. Berdasarkan variasi morfologi, Fraser-Jenkins (2008) mengelompokkan

P.vittata yang ditemukan di Nepal

menjadi tiga subspesies, yaitu P.vittata subspesies vittata, P.vittata subspesies

emodi dan P. vittata subspesies vermae.

Di India, P. vittata dilaporkan sebagai jenis yang memiliki lima sitotipe yaitu diploid, triploid, tetraploid, pentaploid dan heksaploid (Khare dan Kaur 1983). Di Cina, tipe diploid P. vittata juga ditemukan terdapat di beberapa daerah seperti Sichuan, Yunnan, Guizhou, Hubei dan Hunan (Wang 1989).

Studi mengenai P. vittata di Indonesia masih terbatas pada studi sitologi. Ruma (2002) melaporkan jumlah kromosom P. vittata di Nusa Tenggara timur adalah bersitotipe tetraploid (2n = 116). Praptosuwiryo dan Darnaedi (2008) juga menemukan sitotipe tetraploid P. vittata di Jawa.

Minimnya informasi mengenai variasi morfologi P. vittata di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, dan korelasi antara variasi morfologi dengan ketinggian tempat tumbuh menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk memelajari keanekaragaman infraspesifik P. vittata di Jawa berdasarkan karakter morfologi yang dihubungkan dengan ketinggian lokasi tempat tumbuhnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 – September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Pengamatan morfologi dilakukan di laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB). Spesimen herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Medanense (MEDA).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Global Positioning System (GPS), alat tulis,

gunting tanaman, kamera (alat dokumentasi), kertas koran, kantong plastik bening, label gantung, selotip, alat herbarium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenis material tumbuhan, dan alkohol 70%.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi

(4)

atau jelajah yaitu menyusuri setiap lokasi yang diketahui dan memungkinkan dijumpainya P. vittata. Sampel yang diambil adalah semua bagian tubuh yang telah memiliki spora. Material berupa daun dipilih dan diatur dalam lipatan kertas koran, dimasukkan ke dalam alat pengepresan, dikeringkan menggunakan oven listrik untuk dijadikan herbarium yang selanjutnya digunakan untuk pengamatan morfologi.

Penentuan ketinggian lokasi dan posisi tempat dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS). perbedaan tingkat ploidi dan tipe reproduksi

Karakter morfologi yang diamati meliputi ukuran panjang dan lebar stipe, bentuk dan ukuran daun, jumlah total anak daun, jumlah anak daun subur, jumlah anak daun mandul, pertulangan anak daun, ukuran panjang dan lebar anak daun terminal dan rasio perbandingan antara anak daun terminal dengan anak daun dibawahnya, ukuran dan bentuk anak daun subur dan mandul (Gambar 1).

Gambar 1. Karakter morfologi P.vittata . A. stipe, B. helaian daun, C. anak daun, D. anak daun subur E. anak daun mandul, F. anak daun terminal, G. segmen apical

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program NTSys - PC versi 2.1.1a. Data morfologi diberi skor kemudian dikelompokkan membentuk data matrik melalui program Microsoft Excel. Matrik data diolah dengan Simqual (Similarity for

Qualitative Data) untuk menghitung

koefisien kesamaan Simple Matching (SM) (Rohfl 2000). Matriks kesamaan ini kemudian digunakan untuk membuat fenogram dengan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with

Arithmetic means) kemudian dilanjutkan

dengan analisis komponen utama (Principal

Component Analysis atau PCA) untuk

melihat pengelompokkan yang terjadi berdasarkan perbandingan antara karakter morfologi dengan ketinggian tempat.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, P.

vittata umumnya dijumpai di pelbagai

ketinggian tempat dan ekosistem serta menyukai lokasi terbuka yang terpapar cahaya matahari. Pteris vittata ditemukan di berbagai substrat tumbuh antara lain tembok batu, aliran air panas dan tanah yang kering (Gambar 2).

Ketinggian tempat tumbuh P.vittata juga beragam. Ketinggian lokasi tumbuh

Pteris vittata yang paling rendah yang

dijumpai dalam penelitian ini adalah pada 30 m di bawah permukaan laut (m dpl) di Dusun Pituruh Pereng, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sedangkan yang paling tinggi adalah di daerah Air Panas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango

(TNGGP), Jawa Barat, dengan ketinggian 2161 m dpl (Tabel 1).

Pada penelitian Saputra dan Qotrunnada (2011), P. vittata ditemukan pada ketinggian 0 m dpl di Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah. Fraser-Jenkins (2008) melaporkan P. vittata di Nepal tumbuh sampai ketinggian 2000 m dpl. Ruma (2002) menemukan P. vittata terdistribusi pada berbagai ekosistem di Nusa Tenggara Timur, yaitu ekosistem savana, ekosistem hutan hujan campuran dan ekosistem Montana. Munir (2003) menemukan jenis ini pada ekosistem hutan hujan tropis pegunungan rendah Kendari, Sulawesi Tenggara pada ketinggian mencapai 1000 m dpl.

Gambar 2. Habitat alami P. vittata. Keberadaan P. vittata ditunjukkan dengan tanda panah. A. aliran air panas di Rawa Denok, TNGGP. B. tembok selokan di tepi jalan Tabel 1. Lokasi dan ketinggian tempat tumbuh Pteris vittata ditemukan

No Provinsi Nama Lokasi Ketinggian (m dpl)

1 Jawa Barat Depok 91 - 96

Bogor, Tajur, Ciawi 275 - 702

Cisarua 825 - 1250

TNGGP, Jalur Cibodas 1683 - 2161 TNGGP, Jalur Gunung Putri 1114 – 1683 TNGGP, Jalur Salabintana 924 – 1217 Kebun Raya Cibodas 1259 – 1418

2 Jawa Tengah Purworejo 30 – 45

3 Yogyakarta Sleman 210

A B

(6)

Morfologi P. vittata bervariasi dalam bentuk dan ukuran daunnya (Holtum 1966). Variasi morfologi P.

vittata terlihat pada ukuran panjang dan

lebar dari tangkai daun, helaian daun, bagian terlebar helaian daun, jumlah anak daun, anak daun paling ujung, anak daun subur dan mandul, bentuk ujung dan ukuran anak daun subur dan mandul yang terpanjang dan terpendek (Gambar 3).

Analisis pengelompokan dilakukan pada 130 nomor koleksi P. vittata dengan menggunakan 24 karakter morfologi. Karakter morfologi yang dianalisis antara lain adalah Panjang Tangkai Daun (PStipe), Lebar Tangkai Daun (LStipe), Panjang Daun (PFronds), Lebar Daun (LFronds), Bentuk Daun (bntkFrond), Jumlah Total Anak Daun (JTPinnae),

Jumlah Anak Daun Subur (jadS), Jumlah Anak Daun Mandul (jadM), Panjang Anak Daun Terminal (PadT), Lebar Anak Daun Terminal (LadT), Ratio anak daun Terminal dengan dua daun di bawahnya (Rat), Panjang Anak Daun Subur Terpanjang (PadSP), Lebar Anak Daun Subur Terpanjang (LadSP), Bentuk ujung Anak Daun Subur Terpanjang (UjadSP), Panjang Anak Daun Mandul Terpanjang (PadMP), Lebar Anak Daun Mandul Terpanjang (LadMP), Bentuk Bangun adMP (BtkadMP), Bentuk ujung adMP (UjadMP), Bentuk pangkal adMP (Pang adMP), Panjang Anak Daun Mandul Terpendek (PadMK), Lebar Anak Daun Mandul Terpendek (LadMK), Bentuk Bangun adMK (BtkadMK), Bentuk ujung adMK (UjadMK), dan Bentuk pangkal adMK (PangadMK).

Gambar 3. Variasi morfologi daun P. vittata : A. daun berukuran pendek B. daun berukuran panjang C. Anak daun sempit. D. Anak daun lebar E-G. Ukuran anak daun yang paling ujung (apikal), E. segmen

apikal panjang, F – G. segmen apikal pendek

E F G Segmen apikal 5 cm 5 cm 5 cm A B C D

(7)

Pendekatan morfologi ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk fenogram (Gambar 4). Berdasarkan fenogram tersebut, koefisien kesamaan antara individu berkisar 55% sampai dengan 100%. Pada nilai kesamaan 55% terdapat dua kelompok besar (I dan II). Kelompok I memisah dengan nilai kesamaan sekitar 61%, dan kolompok II memisah dengan nilai kesamaan 56.3%. Kelompok I merupakan kelompok yang memiliki karakter ukuran tanaman pendek dan bagian terlebar daun terdapat di bagian atas helaian dengan anak daun terminal yang panjang sehingga membentuk segmen apikal yang panjang pula. Kelompok II adalah kelompok dengan ukuran tanaman yang panjang dan bagian terlebar daun berada di bagian tengah helaian dengan ukuran anak daun yang mengerucut secara gradual menuju apikal sehingga membentuk segmen apikal yang lebih pendek. Berdasarkan karakter morfologi, P. vittata yang ditemukan di Jawa tergolong ke dalam dua subspecies, yaitu P. vittata subsp.

vittata dengan ciri-ciri pada kelompok I

dan P. vittata subsp. emodi dengan ciri-ciri pada kelompok II.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pengelompokkan Fraser-Jenkins (2008) yang membagi P.vittata yang ditemukan di India menjadi tiga subspesies berdasarkan kemantapan habitat dan variasi morfologi dan dua subspesies diantaranya yaitu P.vittata subspesies

vittata dan P.vittata subspesies emodi. P.vittata subspesies vittata yang

dijumpai di India biasanya litofit pada tembok batu tua, diantara bebatuan dengan ukuran anak daun sempit, anak daun terpisahkan dengan jelas, memiliki segmen apikal yang panjang, arah tumbuh tumbuhan rebah. P.vittata

subspesies emodi dijumpai pada ketinggian 600 m - 2000 m terestrial pada tepi jalan, tepi sungai, air terjun dan aliran air dengan semi terbuka pada daerah semak, daun besar, tegak atau menggantung, anak daun lebar dan banyak, anak daun tidak terpisahkan dengan jelas, apikal segmen pendek, sehingga panjang anak daun terlihat secara gradual menuju apikal.

Berdasarkan analisis komponen utama (Principal Component Analysis/

PCA) (Gambar 5), hubungan antara

karakter morfologi dan ketinggian tempat tumbuh tidak memisah secara jelas. Hal ini menunjukkan bahwa individu-individu yang yang ditemukan pada ketinggian > 1000 m dpl memiliki kemiripan karakter morfologi dengan individu-individu yang tumbuh pada ketinggian < 1000 m dpl.

Berdasarkan hasil korelasi ini, diduga bahwa variasi morfologi P. vittata tidak hanya dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh saja, namun dapat dipengaruhi faktor lingkungan lainnya seperti kesuburan tanah dan iklim, ataupun faktor biologi seperti tingkat ploidi, tipe reproduksi dan genetika.

Variasi morfologi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor ekologi meliputi perbedaan habitat, elevasi, tutupan awan, curah hujan, suhu, iklim, paparan matahari dan keadaan tanah (Aldasoro et al.. 2004) ), poliploidi dan tipe reproduksi, serta genetika. Wang (1989) melaporkan bahwa variasi morfologi pada P. vittata berkorelasi dengan tingkat ploidinya, yaitu sitotipe triploid dan tetraploid memiliki ukuran lebih besar dan kokoh dibandingkan diploid.

107 106

(8)

Coefficient

0.55

0.66

0.78

0.89

1.00

101bMW 101b 131b 204b 101a 101c 119c 124a 136c 131c 137a 149a 135e 153a 131a 123a 103a 112a 138c 89d 130b 112b 92a 123b 100b 110c 137d 117a 136b 115d 136a 136e 101d 119a 119d 132b 135b 137c 129c 134a 132d 138a 133h 107a 130a 122a 132c 134c 113a 122b 133c 134f 139a 134h 135a 109b 120a 126a 132a 138e 133d 134i 135c 134d 134g 132e 138b 134j 133f 98a 88b 108a 121b 90a 88a 92b 103c 121a 110a 98c 98b 89b 113a 114a 122d 118a 112a 129b 113b 131d 137e 203b 141g 141b 141d 141c 141a 139d 140c 130c 140b 139e 140a 141f 202a 140d 140e 138d 121c 139b 96a 116c 123c 94a 196b 95a 95b 117b 123d 115b 116a 112c 139c 136d 115c 196a 196c 204c 204a 100b 100a II I

Gambar 4 Fenogram P. vittata dengan metode UPGMA berdasarkan karakter morfologi. Angka di sebelah kanan menunjukkan nomor koleksi. I. Pteris vittata subsp. vittata, II.

Pteris vittata subsp. emodi.

(9)

Gambar 5 Diagram PCA berdasarkan karakter morfologi P. vittata dengan ketinggian tempat. Lambang menunjukkan individu pada ketinggian > 1000 m dpl, menunjukkan

individu pada ketinggian < 1000 m dpl. Angka-angka yang tertera dalam diagram menunjukkan nomor koleksi

SIMPULAN

Pteris vittata memiliki variasi pada karakter

morfologi, yaitu pada ukuran stipe, ukuran dan bentuk helaian daun utuh dan anak daun serta variasi pada segmen apikal. Berdasarkan karakter morfologi,

P. vittata yang dijumpai di Jawa dapat

digolongkan menjadi dua kelompok infraspesifik yaitu P.vittata subspesies

vittata dan P.vittata subspesies emodi.

Faktor ketinggian tidak mempengaruhi karakter morfologi.

DAFTAR PUSTAKA

Aldasoro JJ, Cabezas F, Aedo C. 2004. Diversity and distribution of fern in Sub-Saharan Africa, Madagaskar and some islands of the South Atlantic. J Biogeogr 31: 1579-1604.

Darnaedi D. 1987. Sitokasonomi Dryopteris sparta di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Floribunda 1 (2): 5-8.

Edie HH. 1978. Fern of Hong Kong. Hong Kong: Hong Kong Univ Pr. 228-229.

Fraser-Jenkins CR. 2008. Taxonomic Revision of Three Hundred Indian Subcontinental Pteridophytes with A Revised Cencus List : A New Picture of Fern Taxonomy and

Nomenclature in The Indian Subcontinent. Dehra Dun. India: Shiva Offset Pr.

Hastuti DV, Praptosuwiryo TN, Djuita NR. 2011. Sitologi dan tipe reproduksi Pteris multifida Poir (Pteridaceae). Bul Kebun Raya 14(1): 8-18.

Holttum RE, 1966. Flora of Malaya. Volume ke-2. Singapore. Government Pr.

Huang YM, Chou HM, Wang JC & Chiou WL. 2007. The distribution and habitats of the Pteris fauriei complex in Taiwan. Taiwania 52(1): 49-58.

Huang YM, Hsu SY, Hsieh TH, Chou HM, Chiou WL. 2011. Three Pteris species (Pteridaceae: Pteridophyta) reproduce by apogamy. Bot Stud 52: 79-87.

Khare PB & Kaur S. 1983. Intraspecific Polyploidy in Pteris vittata Linn. Cytologia 48: 21-25.

Ma LQ et al. 2001. A fern that hyperaccumulates arsenic: a hardy, versatile, fast-growing plant helps to remove arsenic from contaminated soils. Nature 409: 579. Munir A. 2003. Keanekaragaman jenis

tumbuhan paku di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor: IPB

R1 -0.38 -0.23 -0.08 0.06 0.21 R2 -0.35 -0.26 -0.18 -0.09 0.00 R2 R2 101b 103a 119a 119c 119d 124a 149a 153a 129c 131a 131b 131c 131d 135e 136b 136c 137a 137e 138c 139b 139d 140c 110a 113a 120a 122b 126a 130c 132a 132b 132d 132e 134f 134g 134h 134i134j 135a 135b 135c 137c 138a 138b 138e 139a 140a 140b 140d 140e 141f 90a 92b 98a 98b 88b 107a 108a 118a 121a 121b 121c 129b 130a 130b 132c 133f 133h 138d 89d 92a 96a 100b 101a 101b 101c 110c 112a 112b 112c 113b 115d 116c 117a 117b 123a 123b 123c 123d 136a 136d 136e 137d 139c 94a 95a 95b 115b 115c 116a 196a 196b 196c 204a 204b 204c 100a 109b 133c 133d 134d 139e 141b 141c 141d 203b 202a 98c 88a 100b 103c 89b 112a 113a 114a 122a 122d 134a 134c 141a 141g I II 108

(10)

Praptosuwiryo TN & Darnaedi D. 2008. Cytological observations on fern genus Pteris in Bogor Botanic Gardens. Bul Kebun Raya 11(2): 15-24.

Rifai MA. 2011. Azas - Azas Sistematika Biologi. Herbarium Bogoriense. Bogor: Puslit Biologi LIPI.

Rohlf FJ. 2000. NTSYSpc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. Version 2.1. Exeter Software, Setauket, New York: Appl Biost.

Ruma MTL. 2002. The fern of West Timor East Nusa Tenggara [thesis]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.

Saputra F & Qotrunnada L. 2011. Study of pteridophytes diversity and vegetation analysis in Jatikerep Legonlele and Nyamplung, Karimunjawa island Central Jawa. J Bio Ind 7 (2): 207-212.

Sharp LW. 1943. Fundamentals of Cytology. Newyork: McGraw Hill

Srivastava J, Ranade SA & Khare PB. 2007. Distribution and threat status of the

cytotypes of Pteris vittata L. (Pteridaceae) species complex in India. Current Sci 93: 81-85.

Vitasse et al. 2009. Altitudinal differentiation in growth and phenology among populations of temprate-zone tree species growing in a common garden. Can J for Res. 30: 1259-1269

Wang Z. 1989. A preliminary study on cytology of Chinese Pteris. Acta Phytotax sin 27: 421-438.

Zheng Y, Xu W. 2008. Plant regeneration of the arsenic hyperaccumulator Pteris vittata L. form spores and identification of its tolerance and accumulation of Arsenic and Copper. Acta Physiol Plant 30: 249-255.

Zubaidah S. 2006. Tingkat ploidi dan tipe reproduksi Dryopteris sparsa di hutan wisata Cangar Kotatif Batu Jawa Timur. Berk. Penel. Hayati 11: 113–11

(11)

Gambar

Gambar 1.   Karakter morfologi P.vittata . A. stipe, B. helaian daun, C. anak daun, D
Gambar 2.  Habitat alami P. vittata. Keberadaan P. vittata ditunjukkan dengan tanda  panah
Gambar 3.    Variasi morfologi daun P. vittata : A. daun berukuran pendek B. daun berukuran panjang  C
Gambar 4  Fenogram P. vittata dengan metode UPGMA berdasarkan karakter morfologi.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk hal tersebut, PMI Pusat memandang perlu menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Posko Penanggulangan Bencana (PB) PMI yang selanjutnya diharapkan mampu menjadikan

Gambar 40 Keberadaan Site pada Kawasan Candi Prambanan.. Letak site berada tepat disamping kawasan candi prambanan. Terdapat juga akses jembatan dari kawasan candi prambanan untuk

Sistem disimulasikan pada kondisi setelah adanya filter aktif seri untuk mengurangi harmonisa, dengan pemodelan sistem dalam tugas akhir dapat diamati pada

Bencana alam yang sering terjadi di wilayah Indonesia antara lain banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi dan tanah longsor.. Masih jelas dalam ingatan

Pacta label 4 dan label 5, dapat dibandingkan keadaan penyebaran sediaan 99mTc-ESD dengan dua macam fonnula (I dan II), Penimbunan sediaan ini di dalam otak,

Setelah melihat video Pembelajaran yang di share Melalui WA gruf Daring , siswa dapat memperaktikkan pola gerak dasar manipulatif sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha,

Sedangkan getah pelepah pisang mengandung saponin, antakruinon dan kuinon yang merupakan antibakteri, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai hand sanitizeralami.Tujuan

Proses penulisan butir soal merupakan hal yang penting dalam pengembangan bank soal. Penulisan butir soal ini bukan merupakan suatu hal yang mudah. Pada penulisan butir