• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELAYANG PANDANG WAYANG CENK BLONG DI BALI. Oleh : Dra. Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, M.Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SELAYANG PANDANG WAYANG CENK BLONG DI BALI. Oleh : Dra. Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, M.Si"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SELAYANG PANDANG WAYANG CENK BLONG DI BALI

Oleh :

Dra. Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, M.Si

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesenian diciptakan oleh manusia pada awalnya tidak semata-mata atas dasar keindahan akan tetapi didorong oleh suatu kebutuhan untuk memperoleh gambaran, perlambangan dan wujud-wujud tertentu sebagai objek yang jelas mudah dikenal dan dipahami oleh mereka dalam melaksanakan kehidupan religius sesuai dengan kepercayaan yang telah diyakininya. Seni adalah prodsen ideologi untuk memaknai, mendefinisikan, mengerti dan juga mengubah cara-cara masyarakat berfungsi (Smiers, 2009:18; Jannet Wolf, 1981:4756). Dalam kehidupan manusia seni pertunjukan memiliki berbagai fungsi seperti yang dikemukakan oleh Sudarsono (1985) yang memiliki perhatian pada seni pertunjukan secara menyeluruh bahwa sei pertunjukan memiliki 3 (tiga) fungsi utama yaitu sebagai sarana upacara atau ritual, sebagai hiburan pribadi dan sebagai penyajian estetis. Shay (1971) memukakan 6 (enam) fungsi tari yaitu:

1. Sebagai reflexi dari organinasi sosial

2. Sebagai sarana expresi untuk ritual sekuler dan keagamaan 3. Sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan

4. Sebagai ungkapan serta pengendoran psikologis 5. Sebagai reflexi ungkapan estetis

6. Sebagai reflexi dari kegiatan ekonomi

Sebagai bentuk budaya fisik, wayang kulit termasuk salah satu karya seni karena perwujudannya terdiri dari unsur-unsur yang dapat dihayati oleh indra mata dan dapat diraba. Jika dilihat dari segi seni rupa dan kerajinan, wayang dibedakan menjadi dua dimensi (dwimatra) dan tiga dimensi (trimarta). Karya seni dua dua dimensi atau dimatra adalah seni rupa yang wujudnya atau bentuknya berupa bidang datar dengan ukuran panjang dan lebar. Karya seni rupa tiga dimensi atau trimarta adalah karya seni rupa yang wujudnya atau bentuknya berupa selain mempunyai ukuran panjang dan lebar juga mempunyai ukuran kedalaman. Wayang dilihat dari bentuk atau wujudnya memiliki ukuran panjang, lebar dan juga ukuran kedalaman sehingga wayang dapat dikatakan ke dalam karya seni tiga dimensi.

Kelahiran wayang Cenk Blong di Bali berawal dari keprihatinan dalang I Wayan Nadrayana terhadap nasib kesenian wayang yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat terutama generasi muda yang tidak lagi tertarik untuk menonton pertunjukan wayang dan lebih tertarik untuk menikmati hiburan yang berhubungan dengan teknologi digital. Dari pergulatan atau perjuangan yang keras dalam Nardayana ingin mensosialisasikan kesenian

(3)

wayang aar mendapat pengakuan yang sama dengan seni budaya lainnya yang dijiwai oleh agama hindu. Pergulatan adalah perjuangan, bergulat artinya berjuang (Poerwadarminta, 1979:331). Berjuang dalam hal ini adalah sebuah konsep yang mengacu pada sebuah kompetisi atau persaingan yang saling mempengaruhi. Perjuangan untuk mendapatkan dukungan atas gagasan-gagasan, pemikiran, ide-ide melalui sebuah media pertunjukan wayang Cenk Blong.

Di setiap pertunjukannya di Bali, wayang kulit Cenk Blonk ini selalu dipadati penonton dan disamping banyak petuah, hiburan ini penuh dengan lelucon yang membuat seluruh penonton dibuat tertawa olehnya dan pertunjukan wayang cenk blonk ini mulai diperkenalkan pada tahun 1995. Wayang Kulit Cenk Blonk dalangnya adalah I Wayan Nardayana, beliau seorang dalang kelahiran Banjar Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Dalam perjuangan dan pergulatannya, Nardayana melalukan modifikasi pertunjukan wayang sehingga kelompok wayang yang sebelumnya bernama Gita Loka berubah menjadi Cenk Blong karena modifikasi yang dilakukan oleh dalang Nardayana. Menurut Fairclough (1955:2007) komodifikasi merupakan produksi dari komuditas barang dan jasa yang diperjual belikan. Akan tetapi komodifikasi juga mengandung makna bagaimana barang dan jasa tersebut didistribusi dan dikonsumsi. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan melihat bagaimana riwayat hidup dalang I Wayan Nardayana dan asal usul lahirnya Wayang Cenk Blong di Bali.

(4)

SELAYANG PANDANG WAYANG CENG BLONK DI BALI

2.1 Riwayat Hidup Dalang I Wayan Nardayana

Dalang I Wayan Nardayana yang lebih dikenal dengan dalang Cenk Blonk lahir dari pasangan Ketut Tuwuh dan Ibu Ni Made Locer, pada tanggal 5 Juli 1966 di Banjar Batannyuh Kelod, Desa Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Terlahir dari keluarga petani dan tak punya leluhur berdarah seni mendalang wayang kulit. Namun, keuletan belajar dan kecintaan terhadap seni mengantarkannya menjadi Dalang Wayang Kulit Bali. Adik kandungnya bernama I Made Susantha, seorang pengusaha ukir gaya Bali. Bapak dan Ibu pekerjaan sehari-harinya sebagai petani.

I Wayan Nardayana memasuki pendidikan SD tahun 1974 dan menyelesaikannya tahun 1980. Dilanjutkan ke sekolah SMP mulai tahun 1981 dan tamat tahun 1983. SMA mulai tahun 1983 berakhir tahun 1986. Setelah menjadi Dalang terkenal, ia kemudian melanjutkan studi di perguruan tinggi ISI {Institut Seni Indonesia} Denpasar dengan mengambil jurusan Pedalangan, mulai tahun 2004 dan menyelesaikan studi tahun 2007. Pada tahun 2007 ia melanjutkan kuliahnya pada pascasarjana (S2) di IHDN {Institut Hindu Dharma Negeri} Denpasar dan menyelesaikan kuliah pada tahun 2010 dengan prestasi cumlaude pada Prodi Brahma Widya. Dengan demikian, gelar yang telah didapat oleh Nardayana, adalah S.Sn {Sarjana Seni} dan M.Fil. H {Master Filsafat Hindu}. Dan namanya menjadi I Wayan Nardayana S. Sn, M. Fil. H.

Pada tahun 1995, pria kelahiran Batannyuh Kelod ini menikah dengan Sagung Putri Puspadi seorang seniman tari dari Jero Pangkung, Banjar Wani, Kerambitan, Tabanan. Dari pernikahan itu, dikaruniai dua orang putri. Yang pertama bernama Ni Putu Ayu Bintang Sruthi, dan yang kedua bernama Ni Made Ayu Damar Sari Dewi.

Pengalaman kerja yang pernah dijalani Nardayana sebelum menjadi dalang;

1. Sebagai tukang parkir di swalayan Tiara Dewata Denpasar dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1991.

2. Sebagai tukang ukir still Bali dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. 3. Sebagai seniman topeng dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1995.

Kegemarannya dengan dunia wayang membuat Nardayana tidak pernah absen menonton wayang setiap ada pertunjukan, baik di desanya sendiri maupun di luar desa yang bisa dijangkau. Pertunjukan wayang yang paling sering ditonton, adalah pertunjukan yang dilakukan oleh dalang I Gusti Sudiartha dari Desa Kukuh dan Pan Yusa dari desanya sendiri. Selain itu, ia pun memiliki kaset wayang yang didengarnya setiap saat.

(5)

Dampak dari kegemarannya yang berlebihan terhadap wayang, rapor triwulan di kelas IV SD sangat jelek dengan banyak nilai merah dan ayahnya menjadi marah serta membakar seluruh peralatan wayang yang di buat dari kertas karton dan bahan lainnya. Ketika memasuki dunia remaja tepatnya memasuki dunia pendidikan SLTP, ia kembali membuat wayang dan bertekad menjadi dalang dan juga membentuk sekaa topeng serta perkumpulan Drama Gong sesama temannya di kampung tanpa mengabaikan dunia pendidikan.

Kepiawaian mendalang berawal dari kesedihan Nardayana sekitar tahun 1989 terhadap sebagian masyarakat yang meninggalkan pertunjukan seni wayang kulit. Lalu dia bertekad menghidupkan kembali kesenian wayang kulit tersebut. Ia membeli kulit sapi (telah siap dipakai wayang) seharga Rp 100.000 di Desa Darmasaba, Abiansemal, Badung untuk membuat wayang. Atas bantuan sahabatnya yang bernama Made Dira dari Banjar Poaya, Desa Batuan, Sukawati, Gianyar berupa satu set perangkat pahat ukir, Nardayana membuat sejumlah tokoh wayang sampai sejumlah wayang yang siap dipentaskan. Setelah wayang dianggap cukup, ia kemudian minta petunjuk kepada Ida Pedanda dari Gria Belayu, Marga, Tabanan. Pada tahun 1992 Wayang dibuatkan upacara:diprayascita, dipasupati, dan dibakuh tepat pada hari suci Tumpek Wayang, pada Saniscara Kliwonwuku Wayang. Pertunjukan pertamanya dilakukan di Pura Paruman, Belayu dengan lakon “Gugurnya Prabu Jarasanda, Raja Magada oleh Bima”.

Lewat lawakan-lawakan tokoh Nang Klenceng dan Nang Eblong, label yang semula kesenian ini bernama Gita Loka ‘nyanyian alam’ berubah menjadi Cenk Blonk. Dalang tertarik menggunakan kata itu sebagai lebel karena sebutan penonton di Jempayah, Desa Mengwitani, Badung, yang sedang bercakap-cakap dengan sahabatnya mengatakan “ayo mebalih wayang Ceng Blong”. Untuk lebih keren dan mengikuti zaman serta terobsesi oleh terkenalnya kata Ceng Blong dari Gita Loka, I Wayan Nardayana mengubah nama perkumpulan kesenian ini menjadi “Cenk Blonk”.

Saat ini setiap pentas, ia membawa sekitar 50 kru dan satu generator listrik berkekuatan 7.000 watt. Layar yang dia gunakan tak biasa yaitu, 6 meter dan tinggi 1,5 meter. Dalang yang memiliki enam keropak atau kotak berisi tokoh wayang lengkap ini mampu pentas di lebih dari 40 lokasi dalam satu bulannya.

Model yang dikemas dan inovasi-inovasi yang telah dilakukan mengartarkan Nardayana sebagai wakil Bali, antara lain:

1) Sebagai duta dalang Bali dalam Festival Wayang Kulit se-Indonesia, di Jakarta. 2) Sebagai duta dalang Bali dalam Festival Wayang Kulit se-Asean di Malaysia. 3) Sebagai dalang kehormatan di Istana Presiden, Jakarta.

(6)

4) Beberapa kali pentas di Jakarta dan Cikeas Bogor. Beberapa penghargaan yang telah didapat, misalnya:

a. Juara II pada Festival Wayang Babad dalam PKB tahun 1998.

b. Finalis Festival Drama Gong Mr. Brown se-Bali, Radio Menara 105 FM pada tahun 1999.

c. Juara Harapan I pada Lomba Topeng Pajegan dalam PKB XXIV, tahun 1999.

d. Bali Award 2007 oleh Majalah Bali Aga, sebagai sepuluh tokoh Pelestari Budaya Bali.

e. Piagam Penghargaan dari Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia dan Persatuan Pedalangan Indonesia, Jakarta, sebagai Dalang dengan Garap Iringan Terbaik.

f. Piagam Penghargaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni, dan Film, Jakarta, sebagai Pengembang Teater Wayang Kulit Gaya Bali.

g. Lila Adimanta Award 2009 oleh Radar Bali Music Award.

Alasan memodernisasi pertunjukan wayang kulit itu, agar kesenian wayang kulit dapat mensejajarkan diri dengan kesenian lainnya dan dapat mengimbangi zaman yang terus bergerak maju.

Ia sangat bersyukur dan cukup bangga apa yang dia peroleh serta optimis, karena masih ada lembaga dan seseorang yang menghargai wayang di saat kehidupan yang dikatakannya serba bisnis. Diakuinya, sebagai seorang dalang yang terpenting baginya adalah pertunjukannya berterima di hati masyarakat. Dengan rendah hati, dia memohon kritik dan saran dari para penonton, penikmat wayang, dan peneliti, agar pertunjukan yang telah dilakukannya ditanggapi demi kemajuan kesenian wayang itu sendiri.

2.2 Pengertian dan Jenis Wayang Secara Umum

Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang dibantu oleh beberapa orang penabuh gamelan dan satu atau dua orang waranggana sebagai vokalisnya.  Fungsi dalang di sini adalah mengatur jalannya pertunjukan secara keseluruhan.  Dalang memimpin semua komponen pertunjukan untuk luluh dalam alur ceritera yang disajikan.

1. Pengertian Wayang

Perkataan wayang menurut bahasa Jawa adalah wayangan (layangan), menurut bahasa Indonesia adalah bayang-bayang, samar-samar, tidak jelas, menurut bahasa Aceh; bayangan arti wayangan, menurut bahasa Bugis wayang atau bayang-bayang. Sedangkan dalam bahasa Bikol (Jawa Kuno) menurut pendapatnya Prof. Ken, wayang adalah bayangan yang bergoyang-goyang, bolak balik (berulang-ulang) mondar-mandir, tidak tetap. Secara

(7)

etomologi wayang sebagaimana pendapat R.T Josowidagdo adalah berasal dari bahasa “ayang-ayang” (bayangan) karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang). Bayangan tersebut nampak karena sinar blencong (lampu di atas kepala sang dalang).

Wayang sebagai salah satu seni pertunjukkan sering diartikan sebagai bayangan yang tidak jelas hanya samar-samar bergerak ke sana ke mari. Kata wayang dapat diartikan sebagai gambaran atau tiruan manusia yang terbuat dari kayu, kulit dan sebagainya untuk mempertunjukkan sesuatu lakon (cerita). Adapun arti wayang menurut istilah yang diberikan oleh Doktor Th. Piqued ialah: (1) Boneka yang dipertunjukkan (wayang itu sendiri), (2) Pertunjukannya, dihidangkan dalam berbagai bentuk terutama yang mengandung pelajaran (wejangan-wejangan), yaitu wayang purwa atau wayang kulit yang diiringi dengan teratur oleh gamelan (instrumen).

Dr. G. A. J. Hazzeu (seorang ahli sejarah kebudayaan Belanda), menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukkan asli Jawa. Wayang dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah boneka tiruan manusia dan sebagainya yang terbut dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional (Bali, Sunda, Jawa, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh dalang.

Kemunculan wayang kulit ini ada yang menyebutkan bahwa wayang bermula dari relief candi, agar dapat dibawa dan dikisahkan atau dipertunjukkan, bentuk pada relief itu dikutip pada bentuk gambar yang dapat di gulung. Hal ini terbukti banyak candi yang memuat relief cerita wayang. Misalnya candi Prambanan (Yogyakarta), dan candi Penataran (Blitar), candi Jago (Malang-Jawa Timur).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli mengenai wayang, maka dapat disimpulkan bahwa wayang adalah suatu hasil seni budaya manusia yang menggambarkan tentang tingkah laku kehidupan manusia dalam menempuh kesejahteraan dan beribadah terhadap Tuhan karena wayang merupakan lambang manusia yang disesuaikan dengan tingkah lakunya, sebab wayang itu sendiri apabila dipraktekkan akan membawa peran yang mencakup ajaran ke-Tuhanan, filsafat, moral, dan mistik.

2.Jenis-jenis Wayang

Budaya wayang berkembang selama berabad-abad memunculkan berbagai ragam jenis wayang. Kebanyakan jenis wayang itu tetap menggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Alat peraganya pun berkembang menjadi beberapa macam, antara

(8)

lain wayang yang terbuat dari kertas, kain, kulit, kayu, dan juga wayang orang (wayang wong).

Perkembangan jenis wayang juga dipengaruhi oleh keadaan budaya daerah setempat. Misalnya wayang kulit purwa yang berkembang pula pada ragam kedaerahannya menjadi wayang kulit purwa khas daerah, seperti wayang Cirebon, wayang Bali, wayang Betawi, dan sebagainya. Ada beberapa jenis wayang di Indonesia, yang terpenting diantaranya adalah:

a. Wayang Kulit

Sesuai dengan namanya, wayang kulit terbuat dari kulit binatang (seperti : kerbau, lembu, atau kambing).  Wayang Purwa merupakan jenis wayang yang paling populer di masyarakat sampai saat ini. Wayang Kulit dipakai untuk memperagakan lakon-lakon atau kisah dari Babad Purwa, yaitu Mahabharata dan Ramayana.  Oleh karena itu wayang kulit disebut juga dengan nama Wayang Purwa.  Sampai sekarang pertunjukan wayang kulit, disamping sebagai sarana hiburan, juga merupakan salah satu bagian dari upacara-upacara adat, seperti :  bersih desa, ruwatan dan lain-lain.

b. Wayang Madya

Wayang Madya ini merupakan ciptaan Sri Mangkunegara IV Surakarta. Ceritanya merupakan lanjutan cerita wayang purwa yaitu dari Yudayono sampai Jayalengka. Wayang Madya ini tidak berkembang karena keberadaannya hanya terbatas pada lingkungan kadipaten Mangkunegara.

c. Wayang Gedog

Wayang geog diciptakan oleh Sunan Giri dengan iringan gamelan pelog. Isi ceritanya adalah lanjutan wayang madya dengan dasar ceritanya dari cerita panji yang muncul zaman Kediri dan Majapahit yang merupakan cerita-cerita Jenggala.

d. Wayang Klithik (krucil)

Jenis wayang ini untuk menceritakan tanah Jawa, khususnya kerajaan Majapahit dan Pajajaran, sumber cerita wayang klitik dari serat Damarwulan. Wayang klitik dibuat oleh Pangeran Pekik. Wayang Klithik terbuat dari bahan kayu dengan dua dimensi (pipih) yang hampir mendekati bentuk wayang kulit.  Terdapat persamaan antara wayang klithik dengan wayang kulit, yaitu pada gamelan, vokalis, bahasa yang digunakan dalam dialog, desain lantai, alat penerangan yang dipakai dalam pertujukan dan lain-lain.  Meskipun demikian, banyak juga kita jumpai perbedaan-perbedaannya.Pertunjukan wayang klithik umumnya hanya berfungsi sebagai tontonan biasa yang kadang-kadang di dalamnya diselipkan penerangan-penerangan dari pemerintah (untuk penyuluhan pembangunan).  Untuk itu, wayang klithik kadang disebut juga dengan nama wayang

(9)

suluh.  Setting panggung sedikit agak berbeda dengan wayang kulit.  Wayang Klithik ini meskipun desain lantainya berupa garis lurus,  tapi tidak menggunakan layar.  Untuk menancapkan wayang, digunakan bambu yang sudah dilubangi.

e. Wayang Golek

Seperti halnya dengan wayang klithik,  wayang golek juga terbuat dari bahan kayu.  Tetapi wayang golek memiliki tiga dimensi (seperti boneka).  Wayang Golek ini lebih realis dibanding dengan wayang kulit dan wayang klithik.  Sebab, selain bentuknya menyerupai bentuk badan manusia, wayang golek juga dilengkapi dengan kostum yang terbuat dari kain.  Pertunjukan wayang golek selain untuk tontonan biasa, juga masih sering dipentaskan sebagai upacara bersih desa.  Lakon yang diperagakan berasal dari babad Menak, yaitu sejarah tanah Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. yang menceritakan hubungan negeri Arab dan Persia pada zaman awal Islam.

f. Wayang Menak

Wayang yang isinya hanya menggambarkan riwayat menak dari lahir anak, dewasa, tua, sampai meninggal. Wayang ini dibuat oleh Truna Dipa.

g. Wayang Cina

Wayang Cina dibuat tahun 1850, merupakan wayang yang berasal dari Kapitein Liem Kie Tjwan dengan sumber cerita roman sejarah negeri cina.

h. Wayang Beber

Keberadaan wayang beber ini telah berada dalam kepunahan. Wayang ini terdiri dari dua jenis yaitu: wayang beber purwa yang muncul zaman Majapahit oleh Prabangkara, dan wayang beber gedhong muncul pada zaman kesultanan pajang oleh sunan Bonang abad XV.

i. Wayang Wong

Wayang wong adalah pertunjukkan wayang yang dipergunakan oleh manusia (wong), meliputi: wayang purwa, wayang wong gedhong, wayang wong klitik, dan wayang wong menak.

j. Wayang Kontemporer

Wayang ini muncul karena perkembangan dari wayang kulit purwa yang muncul pada abad XV, yaitu:

- Wayang Dobel, dibuat pada tahun 1927 didaerah wonosari, Gunung kidul Yogyakarta, sumber ceritanya dari riwayat nabi.

- Wayang Kancil, wayang ini dibuat oleh Babah Bo Liem tahun1925, sumber cerita wayang kancil ini dari cerita kancil.

(10)

- Wayang Wahyu, wayang yang dipergunakan untuk dakwah kaum Nasrani, dibuat oleh RM. Soetarto Hardjo Wahono.

- Wayang Pancasila, wayang yang dibuat tahun 1980. Ceritanya kadang mengambil dari cerita wayang klitik. Ciri yang menonjol adalah kayonya disesuaikan dengan lambang Garuda Pancasila.

- Wayang Suluh dibuat tahun 1946, wayang ini dibuat untuk memberikan penyuluhan (obor) kepada masyarakat tentang perjuangan.

- Wayang Ukur dibuat oleh Drs. Sukasman dari ISI Yogyakarta tahun 1982, cara pementasan ini dimainkan oleh dua dalang dengan lampu warna warni, hal inilah yang membedakan dengan yang lain.

- Wayang Diponegoro dibuat oleh Kuswaji Kawendra Susanto di Yogyakarta tahun 1983. Sumber ceritanya diambil dari babad Diponegoro.

- Wayang Sadat dibuat tahun 1980 oleh Drs. Suryadi seorang da’i dari Trucuk-Klaten. Sumber ceritanya dari kehidupan para wali sebagai penyebar agama Islam. 2.3 Asal Usul Wayang Cenk Blonk

Pergelaran wayang kulit sebagai warisan budaya di Bali sebelum ini identik dengan pertunjukan untuk melengkapi upacara keagamaan dan adat merupakan media untuk menemukan kembali jati diri bangsa (Soerto, 2006). Sebagai tontonan, seni hiburan itu kurang menarik minat masyarakat setempat, terutama kaum muda.Namun, anggapan tersebut tidak lagi sepenuhnya benar, setelah I Wayan Nardayana melakukan terobosan, memadukan unsur tradisi dan kreasi untuk memperkaya pementasan wayang kulit Bali.Wayang Cenk Blonk, yang disuguhkan oleh dalang yang mahasiswa Jurusan Pedalangan STSI Denpasar itu, pada suatu malam di daerah pedesaan di Kecamatan Marga, Tabanan, 21 kilometer barat laut Denpasar, tampaknya cukup memukau masyarakat setempat.Hampir setiap pementasan wayang Cenk Blonk dipadati penonton, termasuk di Lapangan Puputan Badung, jantung Kota Denpasar, dan di perkampungan seniman Ubud untuk melengkapi rangkaian upacara keagamaan yang digelar oleh para warga setempat.

Gencarnya hegemoni yang sangat kuat dari budaya barat membuat generasi muda mulai meninggalkan seni pertunjukan wayang sehingga dikhawatirkan pertunjukan wayang akan mengalami kepunahan. Dalam pertunjukan wayang banyak terkandung ideologi dan falsafah yang menghargai etika, moral dan ajaran agama, oleh karen aitu wayang dimaksai sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang mengandung konsep multikultural.

(11)

Sesungguhnya pakeliran dalang Nardayana bentuk penyajiannya tradisi, namun yang membedakan adalah musik pengiringnya merupakan gabungan dari instrumen konvensional seperti, gamelan batel suling dipadu dengan gamelan gender rambat, beleganjur, gamelan gambuh dan kulkul bambu. Untuk mencapai keharmonisan iringan, ia merangkul seniman-seniman akademis ikut menggarap komposisi karawitan dengan harapan pagelarannya menjadi semarak dan memikat. Tak cukup suara gamelan yang dipikirkan, ia memasukkan sinden yang ditembangkan oleh empat wanita sebagai fungsi narasi baik saat mulai pertunjukan, adegan sidang, dan akhir pertunjukan.

Hal yang berbeda dari penyajiannya Nardayana mengangkat isu sosial aktual masa kini mendominasi gaya pakelirannya lewat tokoh rakyat bernama Nang Klenceng dan Pan Keblong, dua panakawan sisipan ini merupakan ciri khas pewayangan gaya Tabanan. Nardayana sangat pas membawakan dua panakawan ini karena dengan wajah, suara, dan sifatnya yang lugu nan lucu disuarakan dengan logat aksen bunyi daerah Tabanan yang kental. Awalnya ia tidak menyadari hal tersebut, namun penonton menyambutnya sangat antusias dari setiap banjar, desa-desa maupun di warung-warung membicarakan pertunjukannya dengan sebutan Wayang CenkBlonk yang sangat lucu. Semenjak itu Nardayana populer disebut dalang Cenk Blonk (singkatan dari klenceng dan keblong) dan sisi atas kelirnya tergambar dua panakawan setengah badan saling berlawanan serta tulisan populer Cenk Blonk. Lakon-lakon yang telah dipentaskan antara lain:

1. Gugurnya Prabhu Jarasanda, Raja Magada Oleh Bima. 2. Bima Swarga

3. Diah Ratna Takeshi, Asti Sweta 4. Kantundung Ngada

5. Rudra Murti 6. Suryawati Ilang 7. Kumbakarna Lina 8. Tebu Sala

9. Sutha Amerih Bapa 10. Gatutkaca Anggugah 11. Lata Mahosadhi 12. Setubandha Punggel 13. Diah Gagar Mayang 14. Gatutkaca Duta

(12)

Nardayana yang kini populer dengan julukan dalang wayang cenk blonk pada awalnya banyak mengeksploitasi humor yang bernada pornografi seperti halnya dalang Wakul pendahulunya, sehingga penonton hanya menanti-nantikan panakawan yang akan memainkan berbagai strategi humor semisal sex dan perselingkuhan. Namun begitu terkenal, ia tidak larut dan mulai mengurangi unsur pornografi dengan cara mengemas humor-humor isu sosial politik yang tengah aktual di masyarakat. Terhitung dalam sebulan, ia mentas keliling Bali rata-rata 25 kali, termasuk ia membatasi jadwal pentasnya karena ingin menjaga kualitas, intensitas, dan termasuk juga faktor kesehatannya. Secara kualitas, dalang Cenk Blonk harus diakui sebagai seniman dalang muda yang berbakat tinggi baik suara, tetikesan, struktur dramatik, kawi dalang, dan pengaturan waktu.

Kemampuan olah vokal dan antawacana, Nardayana mampu membedakan suara dan aksentuasi enam tokoh panakawan sekaligus dalam satu sajian secara konstan. Beragam dialog yang sangat sulit dan jarang dilakoni dalang-dalang Bali yang konvensi hanya empat tokoh panakawan seperti, Twalen, Merdah, Delem, dan Sangut. Secara intensitas, ia melakukan sistem paket dalam kemasan penyajiannya, dengan struktur dan isi serta waktu yang ketat dan tepat. Maka tak heran Nardayana bisa pentas dua kali dalam semalam dan penonton selalu membanjirinya, dalang Nardayana alias cenk blonk salah satu dalang Bali yang mampu menyedot penonton ribuan orang bahkan pejabat tinggi di Bali mau untuk menonton gaya pakelirannya, yang semula sangat jarang mau berlama-lama menonton wayang.

Bahkan, para penonton bisa ketagihan menyaksikan lelucon, penampilan si dalang dan gayanya yang khas dalam memainkan wayang, yang berpadu harmonis dengan permainan instrumen gamelan yang mengiringinya.Wayang Cenk Blonk, jelas Nardayana, merupakan wayang Ramayana atau wayang Betel, bukan wayang Tantri atau wayang Babad. Cenk Blonk merupakan gabungan kependekan nama dua punakawan –Nang Klenceng dan Nang Keblong yang berwajah, suara dan perilaku lucu. Selain Klenceng dan Keblong, dalam wayang Bali ada punakawan-punakawan lain, yaitu Merdah, Tualen, Sangut dan Delem.

Menurut Nardayana, nama tersebut didapatnya dari para penonton di sebuah desa di Gianyar, waktu ia sedang mengadakan pementasan di sana. Ketika seorang penonton menanyakan apa nama wayang yang sedang dipertunjukkan itu, seorang temannya menjawab, “Wayang Cenk Blonk.” Sebelum Cenk Blonk, nama wayang yang kehadirannya dirintis sejak 1995 tersebut adalah Gita Loka (Nyanyian Alam).Oleh Nardayana, wayang Cenk Blonk dikemas sedemikian rupa sehingga berbeda dari wayang kulit jenis lainnya di Pulau Dewata dan disukai oleh berbagai kalangan, termasuk kaum muda.Untuk Cenk Blonk,

(13)

selain memasukkan banyak banyolan, ia juga menghadirkan seorang gerong atau pesinden seperti pada wayang Jawa dan sendratari Bali. Melibatkan wanita membuat pementasan wayang itu menjadi lebih manis dan menarik.

Musik pengiring wayang Cenk Blonk, yang merupakan perpaduan dari berbagai alat musik gamelan, seperti gamelan gender rambat, ceng-ceng kopyak, suling, rebab dan kulkul dari bambu, mampu menambah meriah pertunjukan yang sarat petuah tersebut. Setiap pementasan Cenk Blonk sedikitnya melibatkan 30 penabuh gamelan, berbeda dengan pementasan wayang kulit lain yang hanya memakai delapan sampai 10 pemusik.Pertunjukan wayang berdurasi dua setengah jam itu mengikuti perkembangan zaman, dengan memasukkan unsur-unsur baru. Tapi, pakem wayang kulit Bali tak ditinggalkannya.

“Sebagai dalang, I Wayan Nardayana mempunyai misi untuk bisa menghibur masyarakat dan berusaha menggunakan bahasa yang paling mudah dicerna oleh para penonton, tanpa meninggalkan bahasa Bali kuno sebagai ciri khas bahasa wayang Bali,” tutur pria yang akrab dipanggil Jro Dalang ini.I Wayan Nardayana, yang lahir di Banjar Batannyuh, Belayu (Kecamatan Marga, Bali), 5 Juli 1965, mengaku telah bergaul dengan dunia wayang sejak kecil. Namun, ungkapnya, prosesnya tersendat-sendat.Ceritanya, pada umur 10 tahun, ia sangat senang membuat wayang dari kertas, bersama seorang teman seusianya, sekaligus membuat pementasan kecil-kecilan, hanya diiringi gamelan Tingklik yang terbuat dari bambu.Minimal sepekan sekali ada saja warga Belayu yang menyuruhnya memainkan hasil karyanya, seperti di rumah orang yang menyelenggarakan upacara. Walaupun tanpa imbalan, ia selalu melakoninya dengan baik.Karena mengutamakan wayang, waktu itu semua nilai rapor kenaikan kelasnya merah. Akibatnya, orangtuanya marah dan membakar seluruh wayang bikinannya yang tersimpan rapi.

Pada 1995, I Wayan Nardayana mulai lagi menekuni hobinya yang dulu sempat dimusnahkan oleh orangtuanya tersebut. Ia membentuk sekaa atau grup Wayang Gita Loka (Nyanyian Alam).Untuk mengembangkan wayang kulitnya, ia belajar dari pengalaman, kritik para penonton, di samping menimba ilmu dari dalang-dalang lain yang sudah lebih berpengalaman.Karena pertunjukan wayang yang disajikan oleh Nardayana menarik, ada penonton yang sampai tidak pernah absen menikmati suguhan sekaa wayang itu di manapun. Karena padatnya jadwal pementasan wayang tersebut, mereka yang ingin menanggapnya harus memesannya dua atau tiga bulan sebelumnya.Hampir setiap malam sekaa wayang dari Belayu itu tampil di berbagai tempat di Bali. Meskipun demikian, aku Nardayana, ia tidak pernah puas atas hasil dari kreativitasnya.Suami Sagung Putri Puspadi dan ayah dua putra ini tetap mau menerima masukan dari semua kalangan demi tetap eksisnya wayang kulit Bali. Ia

(14)

bahkan ingin menjadikan wayang kulit Bali sebagai salah satu kesenian yang disenangi oleh semua kalangan, termasuk generasi muda.

Ide-ide dalam berwayang yang di dapat oleh I Wayan Nardayana antara lain muncul dari baca buku, koran, banyak bergaul dan banyak bertanya. Dari percakapan sehari-hari dengan tidak sengaja kita mendapatkan suatu poin atau ide. Beliau tidak menutup diri bahwa beliau pun meniru dalang-dalang yang lain. Misalnya dalang favoritnya adalah IB Ngurah (alm) dari Buduk, dalang Jagra dari Bongkasa, ada beberapa dialognya yang beliau tiru namun tidak jiplak begitu saja, beliau kembangkan sesuai dengan kemampuannya.

Resep yang diterapkan oleh I Wayan Nardayana agar wayang semakin menarik beliau kembalikan pada saya sendiri. Wayang beberapa tahun yang lalu hanya ditonton orang-orang dewasa atau orang tua. Lalu beliau berpikir, bagaimana caranya agar wayang itu menarik untuk anak-anak remaja, makanya beliau cari apa yang disenangi remaja tanpa lepas dari norma-norma. Melucu boleh, namun ada aturannya. Perlu diketahui, membuat lelucon lebih sulit daripada membuat filsafat. Membuat filsafat bisa kita dapatkan dari membaca buku, lalu kita tulis dan hafalkan. Tetapi membuat lelucon? Bisa saja kita tulis lalu kita bacakan, lantas apakah penonton mau tertawa? Maka dari itu beliau mengimbau kepada dalang-dalang agar terus mengasah diri, terjun ke masyarakat dan mencari tahu apa yang mereka sukai dan apa yang diingini. Kesenian bukan untuk diri sendiri sang seniman, namun hasil karyanya untuk orang lain.

Setelah laris seperti sekarang, bagi seniman, ini adalah tantangan. Kita tidak boleh berdiam diri atau berbangga diri sebab penonton punya rasa bosan. Untuk mengantisipasi ini, saya terus mengasah diri. Setelah kuliah di STSI Denpasar, I Wayan Nardayana dapat rasakan bergaul dengan seniman-seniman, dengan dosen yang tahu tentang wayang. Akan semakin terbuka wawasan kita untuk memandang bagaimana wayang itu agar dapat dikembangkan sejauh kemampuannya. Sebelumnya beliau tidak punya guru khusus mendalang. Selain itu, sebelum wayan itu sendiri dikembangkan harus tahu dasar-dasar tradisinya, barulah kita akan melangkah pada pengembangan.Seperti yang sering penonton lihat, artistik kelir itu beliau dapatkan dari STSI. Pengaruhnya memang banyak dari Jawa, namun beliau transfer dengan gaya Bali. Ada tambahan sinden. Sebelum kuliah, wacana leluconnya pasti agak norak atau porno, namun sekarang beliau berusaha terus-menerus untuk menekan hal-hal seperti itu. Rasa tidak puas mendapatkan kuliah pasti ada. Itulah sebabnya beliau sering bertanya pada dosen baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Awal dari I Wayan Nardayana Mendalang sejak beliau tamat SMA tidak punya pekerjaan. Ekonomi morat-marit. beliau tidak punya keterampilan sehingga melakoni

(15)

pekerjaan apa saja, termasuk sebagai tukang parkir. Namun beliau terus berpikir untuk merubah kehidupannya. beliau masih mencari jati diri, itulah sebabnya beliau kuliah di IHD (Institut Hindu Dharma), namun terbentur dengan biaya. Akhirnya terpaksa berhenti dan menikah. Pekerjaan dalang ini sudah beliau tekuni. Namun demikian, saat itu pentasnya tidak tentu. Kalau ada orang yang meminta saya mendalang barulah pentas, enam bulan belum tentu. Saya lakoni sebagai tukang parkir sambil melirik peluang pekerjaan lain.

Saat itu beliau rasakan sangat sulit, sebab dari Blayu ke Gemeh, Denpasar, beliau pulang-perginya naik sepeda gayung. Tetapi waktu itu perasaan sakit atau kurang sehat tidak pernah beliau rasakan. Setelah kawin, pekerjaan mendalang beliau mulai laris. Awalnya pentas di Blahkiuh, lalu merembet ke Abiansemal dan seterusnya. Jadi cerita tentang pementasan wayangnya dari mulut ke mulut, akhirnya banyak sekali orang yang meminta beliau pentas.

Pada hakekatnya dari smeua benda konsumsi ditemukan fakta bahwa mereka adalah komoditas. Seperti pendapat Martin J. Lee (2006) menjelaskan bahwa sesuatu yang dikomunikasi disamping komoditas yang memiliki nilai tukar untuk daopat ditukarkan dengan benda-benda lain demi keutungan yang lebih besar juga memiliki makna sosial.

(16)

PENUTUP

Dalang  I Wayan Nardayana yang lebih dikenal dengan dalang Cenk Blonk lahir dari pasanganKetut Tuwuh dan Ibu Ni Made Locer, pada tanggal 5 Juli 1966 di Banjar Batannyuh Kelod, Desa Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten  Tabanan, Bali. Terlahir dari keluarga petani dan tak punya leluhur berdarah seni mendalang wayang kulit. Namun, keuletan belajar dan kecintaan terhadap seni mengantarkannya menjadi Dalang Wayang Kulit Bali. Adik kandungnya bernama I Made Susantha, seorang pengusaha ukir gaya Bali. Bapak dan Ibu pekerjaan sehari-harinyasebagai petani.

Menurut Nardayana, nama tersebut didapatnya dari para penonton di sebuah desa di Gianyar, waktu ia sedang mengadakan pementasan di sana. Ketika seorang penonton menanyakan apa nama wayang yang sedang dipertunjukkan itu, seorang temannya menjawab, “Wayang Cenk Blonk.” Sebelum Cenk Blonk, nama wayang yang kehadirannya dirintis sejak 1995 tersebut adalah Gita Loka (Nyanyian Alam). Oleh Nardayana, wayang Cenk Blonk dikemas sedemikian rupa sehingga berbeda dari wayang kulit jenis lainnya di Pulau Dewata dan disukai oleh berbagai kalangan, termasuk kaum muda. Untuk Cenk Blonk, selain memasukkan banyak banyolan, ia juga menghadirkan seorang gerong atau pesinden seperti pada wayang Jawa dan sendratari Bali. Melibatkan wanita membuat pementasan wayang itu menjadi lebih manis dan menarik.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Foucault, Michel. 2002. Pengetahuan dan Metode Karya-Karya Penting. Yogyakarta : Jalasutra.

Lee, Martyn J, 2006, Budaya Konsumen Terlahir KembaliL: Arah Baru Modernitas dalam Kajian Modal, Konsumsi dan Kebudayaan. Yogyakarta : Kreasi Wacana

Poerwadarminta, 1979, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka.

Ritzer, George – Doglas J. Godman, 2004, Teori Sosiologo Modern. Edisi Keenam. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Soedarsono, RM, 1972, Djawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Jogjakarta : Gadjah ada University Press.

Soedarsono, RM. 2000, Nama Gemilang dan unur Wayang Wong Yogyakarta Seri Pustaka Keratom Nusantara No. 3, Yogyakarta : Trawang Press

Soedarsono, Berbagai Nilai Terselubung dalam Wayangm Dahulu dan Kini.

Shay, Anthony V, The Function on dance in Human Societies, Tesis untuk mendapatkan gelar M.A. [ada California State College, Los Angeles, 1971.

Referensi

Dokumen terkait

Pada konsep sedulur papat yang sudah di sesuaikan dengan ajaran Islam, Tali Pusar Pada konsep sedulur papat yang sudah di sesuaikan dengan ajaran Islam, Tali Pusar merupakan

Dia akan dapat merasakan pertautan hati dengan saudara satu kafilah perjalanan (sufistik) dengan rasa persahabatan hakiki dan nuansa kasih sayang yang tulus ketika

persaingan baru di lingkungan Star Clean dan peneliti mengintregasikan beberapa faktor khususnya pengaruh fasilitas, kualitas pelayanan, serta kepuasan pelanggan Untuk

في تُح فأ ةيفللخا ةيميلعتلا لرخز دحمأ ذاتسلأا ( Ahmad Zukhri, S.S ) ةبسانهم كأ ةبهاشتم عم ةغللا ةيبرعلا يهف بدلأا بيرعلا. لوس ةيفللخا ،ةيميلعتلا فىوتسا ملعم

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor fundamental dan resiko sistematik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara

Dari hasil uji diagnostik alat maka nanti akan terbentuk suatu model tabel standar uji M-KID yang nantinya dapat digunakan acuan dalam menggunakan alat tersebut

Distribusi karakteristik dasar subjek penelitian pada kedua kelompok uji meliputi, jenis kelamin, pendidikan ibu, pendapatan orang tua perbulan, status gizi, rerata frekuensi

Sedangkan saran yang dapat diberikan adalah: (1) Diharapkan kedepan Pemerintah Daerah lebih memperhatikan dan memfasilitasi pembangunan di desa long lebusan