PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 1
ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTING PERFORMANCE)
PADA SUTT 150 kV SISTEM SULAWESI SELATAN
Gassing
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245
Telp./Fax: (0411) 588111
Abstrak
Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi geografis pulau yang dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik tipikal. Selain faktor geografis tersebut, Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak menengah. Keberadaannya yang terekspos di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI) 150 kV mengalami banyak gangguan petir. Perbaikan sistem proteksi petir melibatkan studi karakteristik petir tropis. Parameter sambaran petir tropis tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi lightning performance saluran udara eksisting dan kemudian menentukan perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan baik dengan metoda konvensional maupun metoda khusus. Perbaikan dengan metoda konvensional meliputi perbaikan sistem pentanahan, kawat tanah, sudut lindung, penambahan isolator, dan lightning arrester. Perbaikan dengan metoda khusus dilakukan sistem konvensional yang digunakan sudah maksimal tetapi masih diperlukan proteksi yang lebih baik. Perbaikan dengan metoda khusus ini merupakan sistem proteksi tambahan berupa extended mast terminal (EMT). Pemasangan EMT diprioritaskan pada daerah dengan kerapatan sambaran tinggi dan pada beberapa menara menuju gardu induk.
Kata Kunci: karakteristik petir tropis, lightning performance, perbaikan
PENDAHULUAN
Petir merupakan fenomena alam yang tidak dapat ditiadakan. Dalam masyarakat modern petir menjadi permasalahan yang sangat penting karena petir memiliki kemampuan untuk mengganggu dan bahkan merusak infrastruktur publik seperti sistem tenaga listrik (pembangkitan, transmisi dan distribusi), sistem telekomunikasi, dan peralatan elektronik.
Indonesia, khususnya pulau Sulawesi berada dekat dengan garis khatulistiwa (equatorial belt) yang mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Selain itu, Sulawesi Selatan juga dikelilingi oleh laut dan terletak pada daerah yang sangat kuat dipengaruhi oleh serta angin lokal, yakni angin darat dan angin laut, dan Samudra Indonesia. Keberadaan sinar matahari, uap air, dan pergerakan angin tersebut menimbulkan pembentukan awan petir pada hampir seluruh daerah di Sulawesi selatan yang di dalamnya terdapat jaringan transmisi 150 kV.
LANDASAN TEORI Sebab-sebab Terjadinya Petir
Petir merupakan gejala alam yang bisa dianalogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat.
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses terjadinya pemisahan muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar,
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada saat terseut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.
Selama ini belum pernah ada ilmuan yang pernah menekuni langsung bagaimana proses terjadinya petir. Namun, para ilmuan menduga bahwa lompatan bunga api listrik yang ada pada petir terjadi karena ada beberapa tahapan yang dilalui. Beberapa tahapan yang menyebabkan terjadinya petir adalah:
Tahap pemampatan muatan yang terjadi di awan (mengumpulnya uap air di dalam awan). Terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi.
Ketinggian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan temperatur bagian bawah sekitar 60 oF dan temperatur bagian atas sekitar - 60 oF. Akibatnya, di
dalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es.
Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negatif.
Bagian atas awan bemuatan negatif, bagiantengah bermuatan positif dan di bagian bawah berbaur antara muatan positif dan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir.
Gambar 1. Proses Pembentukan Awan Bermuatan
Besar medan listrik minimal yang memungkinkan dapat menimbulkan petir adalah sekitar 1.000.000 volt per meter. Akibat kondisi tertentu, bumi yang cenderung menjadi peredam listrik statis, bisa ikut berinteraksi. Hal ini dimungkinkan jika pada suatu luasan tertentu terjadi pengkonsentrasian listrik bermuatan positif di bawah bangunan atau pohon. Apabila beda muatan antara dasar awan dengan ujung bangunan /pohon sudah mencapai batas tertentu, maka akan terjadi perpindahan listrik. Dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai petir menyambar bangunan/pohon. Muatan yang begitu besar akan segera menyebar ke seluruh bagian bangunan/pohon, kemudian menjalar ke tanah dan ternetralisasi pada kedalaman yang mengandung air tanah. Konsep elektrogeometri atau metode bola gelinding menghubungkan jarak sambar petir dengan arus puncaknya. Konsep ini mengatakan bahwa sebuah bola imajiner dengan ujung leader pada pusat bola menggelinding ke sebuah struktur. Semua titik kontak yang mengenai permukaan bola kemudian akan disambar petir.
Metode ini didasarkan pada hipotesis berikut:
a) Jika sebuah leader petir bergerak mendekati objek di permukaan bumi dan radius bola mengenai objek maka petir akan menyambar ke objek yang terdekat.
b) Jarak sambar didefinisikan dari amplituda arus pada sambaran pertama. Armstrong dan Whitehead menurunkan koefisien rumus jarak sambar sebagai radius bola berdasarkan rumus Wagner dari eksperimen Paus dan Watanabe sebagai berikut:
rs = 6,71 I 0,85 (m) (1)
I = arus puncak sambaran pertama [kA]
PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 3
dan Wiesinger yaitu:
𝛼°= sin−1(1 −ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑟𝑠 ) (2)
𝛼°= sudut lindung dari batang finial [˚] htotal= tinggi struktur dan batang finial [m]
rs= jarak sambar [m]
Di samping proteksi konvensional seperti batang franklin, sangkar faraday, dan konsep elektrogeometri alternatif desain lainnya adalah Collection Volume Method (CVM). Metoda desain ini diusulkan oleh Dr.A.J.Eriksson. Parameter desain dari CVM ini meliputi tinggi struktur, intensifikasi medan, muatan leader, ketinggian tempat, dan kecepatan propagasi leader.
Eriksson (1987) menguji validitas CVM dengan perhitungan pada berbagai tinggi struktur (10 – 200 meter) dengan parameter petir. Hubungan antara radius atraktif, tinggi struktur, dan arus puncak diturunkan menjadi persamaan:
Ra = 0.84k. Ip0.74 H0.6 (3)
Ra = radius atraktif [m] Ip = arus puncak [kA] H = tinggi struktur [m] k = faktor lokal Hari Guruh tahunan
Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut Isokreaunic Level dan disimbolkan dengan Ikl.
Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu wilayah yang luasnya dalam satuan km. Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke tanah dengan hari guruh tahunan diberikan pada Tabel 2.1. Terkait bahwa kerapatan sambaran petir ke tanah berbeda-beda untuk setiap wilayah. Pada umumnya kerapatan sambaran petir ke tanah dirumuskan sebagai berikut:
ns = (0.15 – 0.2)Ikl (4)
Dimana:
ns = kerapatan sabaran petir ke tanah [sambaran/km2- tahun]
Ikl= jumlah hari guruh (Isokreaunic Level) [sambaran/km2-tahun]
Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan kerapatan sambaran petir yang terjadi, dihitung sebagai berikut:
ns =0.15Ikl (5)
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Tegangan Lebih Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV
Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan untuk waktu terbatas. Berdasarkan sumber-sumbernya, IEC mengklasifikasikan tegangan lebih menjadi tegangan lebih petir, tegangan lebih switching dan tegangan lebih temporer.
Tegangan lebih petir yang terjadi pada sistem tenaga listrik disebabkan oleh dua macam sambaran, yaitu sambaran langsung dan tidak langsung. Pada saluran udara, sambaran langsung tersebut dapat mengenai kawat fasa, kawat tanah, dan menara, sedangkan sambaran tidak langsung adalah sambaran ke tanah yang berada didekat saluran udara. Untuk saluran transmisi seperti SUTT 150 kV, dampak sambaran tidak langsung dapat diabaikan.
Sambaran Langsung
a. Sambaran pada Kawat Fasa
Jika sambaran tersebut mengenai kawat fasa pada suatu titik maka akan muncul gelombang berjalan ke dua arah yang berlawanan pada saluran tersebut. Tegangan yang terjadi pada suatu titik di saluran akan dibaca oleh isolator sebagai berikut:
V= 𝒁.𝑰
𝟐 (6) Impedansi surja kawat fasa dapat ditentukan dari persamaan berikut ini [Hileman]:
Z = √𝑍0. 𝑍𝑐1 (7) Dengan :
Z0 = √
𝑳
𝒄 (8) Z0= impedansi surja natural
𝑍𝑐1 = 60ln 2 ℎ𝑓
𝑅 Ω (9) hf= Jarak rata-rata kawat fasa ke tanah (m)
R = Jari-jari efektif kawat fasa dipengaruhi korona (m)
Gambar 2. Sambaran Langsung pada Kawat Fasa
Tabel 2. Nilai Z0 menurut IEC Publication 71-2
b. Sambaran Pada Menara
Tegangan lebih yang timbul pada menara akibat terkena sambaran petir akan dibaca oleh isolator sebagai berikut:
PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 5
V = I . R + LdI
dt (10) R = tahanan kaki menara (tower footing resistance)
Menurut GUIDELINES dari IEEE tahanan kaki menara dianggap konstan sedangkan menurut CIGRE tahanan dipengaruhi juga oleh ionisasi tanah.
Menara dapat direpresentasikan sebagai impedansi surja atau induktansi. Tegangan lebih yang terjadi pada menara sebagai impedansi surja berbanding lurus dengan arus puncak, sedangkan pada menara sebagai induktansi tegangan lebih berbanding lurus dengan kecuraman arus.Impedansi surja menara diturunkan dari bentuk geometri menara. Menurut Sargent dan Darveniza, impedansi surja menara ZT tipe kerucut adalah
seperti pada gambar a di bawah ini:
Gambar 3. Penampang Menara Transmisi untuk Menghitung Impedansi Surja Menara (hutahuruk, 1991:144)
Induktansi menara dapat diperoleh dari:
Gambar 4. Kurva Induktansi Menara[12] Gambar 5. Sambaran Langsung pada Menara Transmisi
c. Sambaran pada Kawat Tanah
Jika kawat tanah disambar petir, sebagian arus yang muncul akan mengalir ke menara. Tegangan yang timbul pada menara adalah:
VM = I .R +LdI
dt (11)
dI/dt = kecuraman arus puncak [kA/µs]
L = induktansi menara [µH]
R = tahanan kaki menara [Ω]
Besar tegangan lebih yang timbul pada isolator adalah:
V = k . VM (12)
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
hg = tinggi kawat tanah rata-rata = h – 2/3 s [m]
h = tinggi menara [m]
s = sag kawat tanah [m]
PEMBAHASAN
Pulau Sulawesi yang berada di daerah sangat dekat dengan garis khatulistiwa dan kondisi geografis pulau yang dikelilingi laut memiliki petir dengan frekuensi tinggi dan karakteristik tipikal. Selain faktor geografis tersebut, Sulawesi Selatan menggunakan jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV dalam transmisi daya jarak menengah.
Keberadaannya yang tersebar di atas tanah serta dengan kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi di Sulawesi Selatan, jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Gardu Induk (GI) 150 kV mengalami banyak gangguan petir.
Berdasarkan pengamatan, memperlihatkan daftar rele jarak (distancerelay Protection) sistem 150 kV Sulawesi Selatan. Di mana lokasi pemasangan relenya dibagi atas 2 sektor yaitu sektor Utara dan Sektor selatan. Kedua sektor tersebut meliputi beberapa gardu induk yaitu:
A. Sektor Utara meliputi: B. Sektor Selatan meliputi :
1. GarduInduk Bakaru 1. Gardu Induk Pangkep
2. GarduInduk Polmas 2. Gardu Induk Bosowa
3. GarduInduk Parepare 3. Gardu Induk Tallo
4. GarduInduk Suppa 4. Gardu Induk Tallo Lama
5. GarduInduk Sidrap 5 Gardu Induk Takalar
6. GarduInduk Soppeng 6. Gardu Induk Jeneponto
7. GarduInduk Bone 7. Gardu Induk Bulukumba
8. GarduInduk Sengkang 8. Gardu Induk Sinjai
Dalam kajian ini, akan diambil data arus puncak dan probabilitas kejadian petir tropis, yang diambil dari karakteristik petir di Gunung Tangkuban Perahu. Berikut ini merupakan rangkuman karateristik petir di Gunung Tangkuban Perahu:
Tabel 3. Mt. Tangkuban Perahu Lightning Characteristics[8]
Berikut menunjukkan hubungan sebaran kejadian petir terhadap waktu (bulan). Dari hubungan ini dapat diperoleh informasi siklus kejadian petir bulanan, pada bulan-bulan apa saja siklus petir maksimum dan minimum. Data petir bulanan pada tahun 2009 sampai dengan 2011 terlihat pada gambar di bawah ini:
PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 7
Gambar 6. Diagram Kerapatan Sambaran Petir pada Daerah Sungguminasa, Makassar dan Sekitarnya pada Tahun 2009-2011 oleh BMKG
Terlihat pada kurva di atas menjelaskan bahwa puncak dari kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran sebanyak ± 50000000 sambaran yang jenisnya -IC (negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi di permukaan awan, kemudian ±10% dari 10000000 atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan yang merupakan daerah pantauan langsung dari pusat BMKG stasiun Geofisika Gowa – Sulawesi Selatan.
Data Transmisi
Tabel 4. Data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150kV Sistem Sulawesi Selatan
Sumber: AP2BPT.PLN(Persero)Unit Bisnis SulSelRa
Tabel 5. Konstantan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sulawesi Selatan Penghantar Resistansi(R) (Ohm/Km) Reaktansi(X) (Ohm/Km) ACSR 240mm2 ACSR 400mm2 ACSR430mm2 0,11830 0,06691 0,03970 0,4239 0,40263 0,2720 Sumber:PT. PLN AP2B Unit Bisnis SulSelRa
0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 +IC -IC +CG -CG No. GarduInduk Tegangan Jarak (km) Jenis Penghantar Dari Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Bakaru Bakaru Bakaru Polmas Parepare Pinrang Parepare Parepare Parepare Sidrap Soppeng Sengkang Barru Pangkep Pangkep Bosowa Tello Bone Sinjai B.Kumba Bantaeng Jeneponto Takalar Takalar S.Minasa Pinrang Parepare Polmas Parepare Suppa Parepare Barru Pangkep Sidrap Soppeng Bone Soppeng Pangkep Tello Bosowa Tello Tellolama Sinjai B.Kumba Bantaeng Jeneponto Takalar Tello S.Minasa Tello 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 150kV 58,50 89,90 50,60 91,30 7,50 26,40 44,80 89,20 18,49 52,90 43,27 35,34 44,40 44,25 30,42 23,67 6,20 110,0 68,00 32,00 31,00 52,00 37,30 26,50 10,90 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSRZEBRA2x400mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSRZEBRA2x430mm2 ACSRZEBRA2x430mm2 ACSRZEBRA2x430mm2
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
ANALISIS
Perhitungan jari-jari jarak sambar dengan metode bola gelinding.
Gambar 7. Konsep Elektrogeometrik
Metode ini didasarkan pada hipotesis berikut:
a. Jika sebuah leader petir bergerak mendekati objek di permukaan bumi dan radius bola mengenai objek maka petir akan menyambar ke objek yang terdekat.
b. Jarak sambar didefinisikan dari amplituda arus pada sambaran pertama. Armstrong dan Whitehead menurunkan koefisien rumus jarak sambar sebagai radius bola berdasarkan rumus Wagner dari eksperimen Paus dan Watanabe sebagai berikut:
rs = 6,71 I 0,85 (m) (13)
I = arus puncak sambaran pertama [kA]
r = jari- jari bola gelinding merupakan jarak sambar ujung lidah petir ke obyek diatas tanah. Dimana :
I = Probabiliti arus puncak pada tabel sebesar 18 kA Maka didapat jari-jari sebesar r = 78 meter
Gambar8. Jarak SambarPetir (Oleh Ricky CahyaAndrian)
Penentuan Tegangan Lebih Pada SUTT 150 kV Sambaran pada Kawat Fasa
Jika sambaran tersebut mengenai kawat fasa pada suatu titik maka akan muncul gelombang berjalan ke dua arah yang berlawanan pada saluran tersebut. Tegangan yang terjadi pada suatu titik di saluran akan dibaca oleh isolator sebagai berikut:
PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 9
Gambar 9. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir
Jika I puncak digunakan 50% positif pada tabel.= 18KA Dimana impedansi sambaran sesuai diagram Z= 0.5422 Ω
V= 𝑍.𝐼 2 =
(0,5422)Ω . (18)𝑘𝐴
2 = 4879.8 kV [8]
Tegangan lebih yang timbul sebesar 4879.8 kV jauh melebihi CFO / V BIL sebesar = 750 kV, perlu diingat bahwa arus 18 kA merupakan probabilitas 50% hal ini menunjukkan bahwa tidak saja arus sebesar 18 kA atau lebih yang akan menyebabkan flashover melainkan hampir setiap sambaran langsung ke kawat fasa akan menimbulkan flashover.
Tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara (tower). VL = I x RE+L𝑑𝑖
𝑑𝑡+ VM (3.2)
[8]
VL = 6 x 1 + 40 x 20 + 115 = 921 kV
Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa BIL pada rate tegangan 150 kV pada tabel adalah 500 kV, sedangkan tegangan lebih akibat sambaran langsung ke menara, sebesar = 921 kV.
Sambaran pada Kawat Tanah
Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Hantaran Udara, dari data yang telah di rangkum maka, dapat diketahui kerapatan petir dengan persamaan berikut :
Untuk, ht = 35.5m
Jika kawat tanah disambar petir maka arus tersebut sebagian akan dialirkan ke menara. Tegangan yang terjadi pada menara adalah:
𝑉𝑀 = 𝐼. 𝑅 + 𝐿 𝑑𝐼
𝑑𝑡 [kV]
Besar tegangan lebih yang timbul pada isolator adalah:
𝑉 = 𝑘. 𝑉𝑀 [kV]
Untuk saluran udara 150 kV eksisting, bila terjadi sambaran langsung ke kawat tanah:
I=40 kA(50%) di/dt=30 kA/µs (50%)
L=0.4666 e0.0161xRµH/m
Dengan tinggi menarah = 35.5 m, sag kawat tanah s =4,576 m, dan sag kawat fasa = 5,4m maka tinggi rata-rata kawat tanah dan fasa sebagai berikut :
hg=h – 0.667s =35.5–0.667x4.576= 32.45 m hR= h – 0.667s= 30.73– 0.667x5.4= 27.13 m
hS =h – 0.667s =26.03– 0.667x5.4 =22.43 m
hT= h – 0.667s =21.33– 0.667x5.4 =17.73 m
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
ns = (0.15)Ikl {0.0133(17,73 + 2.32,45)+ 0.1sg}[2]
= (0.15)Ikl {0.0133(82.63)+ 0.1}
= (0.15)Ikl {1.198979}
= 0.17984685 [sambaran/ km2- tahun]
Gambar 10. Grafik IKL terhadap Tinggi Menara SUTT 150 kV.
Terlihat pada grafik di atas adalah perbandingan IKL terhadap ketinggian menara yang bervariasi, pada dasarnya kita ketahui bahwa ketinggian pada suatu menara akan berdampak pada gangguan yang diakibatkan oleh sambaran petir pada tiap tahunnya. Kita sadar bahwa gangguan yang terjadi disebabkan oleh sambaran petir tidak dapat untuk ditiadakan tetapi dapat dikurangi gangguan tersebut, dengan menggunakan peralatan pelindung tambahan. Terkait hal ini maka dipandang perlu adanya pembenahan terhadap sistem propteksi petir pada SUTT 150 kV sistem Sulawesi-Selatan.
Analisis Sistem Proteksi Petir Pada SUTT 150 kV Sistem Sulawesi Selatan
Adapun beberapa metode yang harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan desain proteksi petir yaitu: 1. Sudut perlindungan terhadap sambaran petir
2. Menurunkan angka induktansi (L). 3. Memperbanyak grounding rod. dan
4. Menggunakan tambahan peralatan proteksi petir.
Sesuai dengan standarisasi level proteksi petir dari IEC dengan nomor: 60235-1 pada tabel di bawah ini: Tabel 6. Level Proteksi Petir IEC 60235-1
Perbaikan sudut perlindungan terhadap sambaran petir
Dengan memilih beberapa metode yang digunakan ialah Cone protection methode (desain eksisting) dan
Rolling sphere methode (perbaikan desain).
0.14 0.15 0.16 0.17 0.18 0.19 0.2 0.21 30 30.5 31 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 36 36.5 37 37.5 38 38.5 39 39.5 40 40.5 41
PROSIDING 201 2© HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
Volume 6 : Desember 2012 Group Teknik Elektro ISBN : 978-979-127255-0-6 TE4 - 1 1
a. Cone protection methode (desain eksisting)
Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menentukan sudutp roteksi yang baik, dalam menentukan besar sudut yang mampu memberikan perlindungan yang baik terhadap gangguan khususnya pada gangguan sambaran petir, dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 11. Sudut Desain Eksisting
Dengan demikian kita dapat melihat sudut proteksi pada menara transmisi SUTT 150 kV pada gambar di bawah ini
Gambar 12. Sudut Proteksi pada Menara 150 kV
Dapat diperhatikan pada gambar 4.17, terlihat pada menara masuk pada daerah proteksi. Maka, perlu dilakukan peninjauan perbaikan sudut proteksi dengan menggunakan metode yang lain, apabila terjadi sambaran petir maka dapat dipastikan sistim dengan aman.
b. Rolling sphere methode (perbaikan desain)
Konsep elektrogeometri atau metode bola gelinding menghubungkan jarak sambar petir dengan arus puncaknya. Konsep ini mengatakan bahwa sebuah bola imajiner dengan ujung leader pada pusat bola menggelinding kesebuah struktur. Semua titik kontak yang mengenai permukaan bola kemudian akan disambar petir. Dimana metode ini sangat memudahkan dalam menentukan desain proteksi petir yang handal.
Berikut ini adalah gambar dari menara SUTT 150 kV dengan menggunakan Rolling sphere methode.
Analisis Sistem Proteksi Petir.... Gassing
Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa:
1. IKL disulawesi selatan dengan ketinggian rata-rata menara 35.5 m adalah 0.17984685 [sambaran/ km2-
tahun].
2. Kerapatan sambaran petir sejak 3 (tiga) tahun terakhir adalah pada bulan Oktober dimana terjadi sambaran sebanyak ± 50000000 sambaran yang jenisnya -IC (negative intercloud) yaitu sambaran yang hanya terjadi di permukaan awan, kemudian ±10% dari 10000000 atau 1000000 sambaran yang jenisnya +CG (positive
cloud to ground) dimana disini terjadi sambaran langsung ke bumi. Inilah yang mengindikasikan terjadinya
gangguan pada SUTT yang ada di Sulawesi Selatan.
3. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa ketinggian menara saluran udara tegangan tinggi berpengaruh terhadap gangguan yang terjadi akibat sambaran petir.
4. Dari hasil analisis diperoleh, bahwa metode desain eksisting (Cone protection method) sangat baik digunakan untuk perlindungan sambaran petir sedangan metode perbaikan desain (Rolling sphere method) lebih baik lagi karena lebih andal dalam melindungi sambaran petir pada saluran transmisi 150 kV
5. Gangguan akibat sambaran petir tidak dapat untuk ditiadakan melainkan dapat dikurangi gangguan akibat sambaran petir dengan menggunkan peralatan pelindung tambahan.
SARAN
Diharapkan agar adanya evaluasi pada sistem proteksi pada sistem Sulawesi selatan. Mengingat cuaca di Sulawesi sendiri tidak menentu.
Dengan memberikan peralatan pelindung tambahan terhadap menara transmisi yang dianggap rawan terkena sambaran petir, seperti finial air.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arismunandar, A dan Kuwahaara, S.,(1993). “Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik”, Jakarta : Pradnya Paramita, Jilid II.
2. Hutahuruk, T. S.,1982. “Transmisi Daya Listrik” ,Bandung : ITB. 3. SPLN 13: 1978, “Perencanaan Saluran Udara 20,66,dan 150 kv.
4. Hergiawan, I. S.,2008, skripsi “Evaluasi sistem proteksi petir (lightning performance) Pada SUTT dan GI 150 kv Batam”,Bandung :ITB.
5. IEC. 60235-1, “Level Proteksi Petir”. 6. IEC 62305,” Minimal Material Grounding”.
7. Zoro, Reynaldo. 1987. Proteksi Sistem Tenaga I : Proteksi Terhadap Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga Listrik. Bandung: Penerbit ITB.
8. Hileman, A.R. 1999. Insulation Coordination for Power Sistems. New York: Marcel Dekker, Inc.
9. Eriksson, A.J. 1987. The Incidence Of Lightning Strikes To Power Lines. IEEE Trans. Pow. Del., 2, pp 859-870.
10. Zoro, Reynaldo. 1999. Karakteristik Petir Tropis – Kasus di Gunung Tangkuban Perahu. Bandung: Doctoral Dissertation of ITB
11. Anderson, J.G. 1982. Chapter 12 :Lightning Performance of Transmission Line, ndTransmission Line
Reference Book, 345 kV and Above, 2 ed. Palo Alto, California: Electric Power Research Institute
12. Razevig, D.V. 1979. High Voltage Engineering. Delhi: Kahnna Publisher
13. Whitehead, E.R. 1977. Chapter 22 : Protection of Transmission Lines, Lightning Volume 2 – Lightning
Protection. London: Academic Press
14. IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Transmission Lines. IEEE Standard 1243-1997. June 1997
15. Barros, M.T.Correia de, et al. Methodologies for Evaluating Lightning Performance of Transmission Lines. Universidade Tecnica de Lisboa