• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH ARMA ADITYA KARTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH ARMA ADITYA KARTIKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP

PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH

ARMA ADITYA KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Preferensi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Wonosobo Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Arma Aditya Kartika

(4)

ii

RINGKASAN

ARMA ADITYA KARTIKA. Eksplorasi Preferensi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal Di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Wonosobo Jawa Tengah. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan KANTHI ARUM WIDAYATI.

Ayam merupakan salah satu hewan ternak yang telah didomestikasi sejak 6000 tahun sebelum masehi. Ayam lokal yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu (1) ayam asli atau (indigenous) dan (2) ayam yang didatangkan dari negara lain (introduced) yang telah beradaptasi dengan baik di Indonesia. Beragam jenis ayam lokal yang ada di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ternak unggulan. Daya adaptasinya di lingkungan tropis dengan sistem pemeliharaan tradisional terbukti mampu memberikan penghasilan tambahan yang cukup besar bagi pemilik ayam. Selain sebagai sumber pangan, ayam juga memiliki banyak manfaat lain seperti ayam hias, petarung, sarana dalam kegiatan religi dan mistis. Strategi, kebijakan, dan program aksi yang sesuai dengan potensi wilayah sangat diperlukan dalam upaya pengembangan ayam lokal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan ayam lokal serta mengumpulkan informasi mengenai berbagi tipe ayam yang memiliki manfaat khusus pada kondisi sistem pemeliharaan tradisional di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ditentukan dengan metode purposive sampling. Sebanyak 15 desa yang termasuk dalam 13 kecamatan di Kabupaten Bogor dan 22 desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Wonosobo diperoleh dengan metode ini. Koleksi data responden dilakukan dengan teknik interview menggunakan kuesioner dan dikembangkan dengan metode bola salju bergulir (Snow Ball Method).

Berdasarkan informasi dari keseluruhan responden, diperoleh 7 jenis ayam lokal di Kabupaten Bogor dan 5 jenis di Kabupaten Wonosobo. Hasil perhitungan nilai Informant Consensus Factor (ICF) mengindikasikan bahwa konsensus utama masyarakat dalam pemanfaatan ayam di kedua lokasi penelitian adalah untuk kepentingan religi. Jenis ayam yang digunakan dalam kategori ini adalah ayam kampung. Data yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa ayam kampung memperoleh nilai Use Value (UV) tertinggi. Rata-rata nilai UV untuk keseluruhan jenis ayam menunjukkan bahwa ayam lokal di wilayah Wonosobo memiliki nilai kegunaan yang lebih tinggi (UV= 3.40) dibandigkan dengan ayam lokal di wilayah Bogor (UV= 2.71). Ayam arab yang ada di wilayah Bogor memiliki produktifitas telur tertinggi. Ayam arab berpotensi dikembangkan sebagai ternak ayam lokal petelur unggulan. Secara umum pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo terbagi dalam empat kategori, yaitu religi, pangan, ornamental dan niaga.

Kata Kunci: bogor, informan consesensus factor, local chicken uses, use value,wonosobo.

(5)

iii

SUMMARY

ARMA ADITYA KARTIKA. People Preference of Indonesian Native Chicken Uses in Bogor District, West Java and Wonosobo District, Central Java. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and KANTHI ARUM WIDAYATI.

The animals that are the result of domestication of the past proven to provide many benefits for mankind. Chicken is one of the animals that have been domesticated since 6000 years before century. Indonesian native chickens consist of indigenous chickens and introduced chickens which are adapted and grow in Indonesia. Various types of local chickens in Indonesia have the potential to be developed as livestcok. Adaptability in a tropical environment with traditional cultur system proved the ability of local chicken to give additional income for the household. Aside from being a source of food, the chicken also has many other benefits, such as ornamental, fighter, and as a means in the activities of religious. Strategies, policies and action programs in accordance with the potential of the region are indispensable in the development of local chicken.

The purpose of this study was to explore the community's preference on the local chicken uses and collect information about the various types of chicken which has a specific advantage in traditional cultur system in Bogor district (West Java) and Wonosobo (Central Java). The selection of sampling site was determined by purposive sampling method. Total of 15 villages from 13 sub districts in Bogor and 22 villages from 12 sub districts in Wonosobo were obtained by this method. Data collection of respondent was done by using questionnaire and interview techniques were developed by the Snow Ball Method. Based on information from all respondents, we found 7 types of local chickens in Bogor and 5 types in Wonosobo. The value of informant consensus factor (ICF) showed that the main consensus of the community in the uses of chickens in the both sites are for religion purposes. Breeds of chickens used in this category is kampung chicken. Data obtained from both sites showed that the kampung chicken gain the highest use value (UV). The average of use value for all chickens showed that local chickens in Wonosobo region has a higher use value (UV= 3.40) than Bogor (UV= 2.71). Arab chicken in Bogor region has the highest egg productivity. Arab chicken potentially be developed as quality breed of local laying chickens. In general, the use of local chickens in Bogor and Wonosobo divided into four categories, that are religion, food, ornamental, and commerce purposes.

Key Words: bogor, informant consesensus factor, local chicken uses, use value, wonosobo.

(6)

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

v

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP

PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH

ARMA ADITYA KARTIKA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)

vi

(9)
(10)

viii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis merupakan salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Program Studi Biosains Hewan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah dari bulan Juni hingga Desember 2015. Analisis data, penyusunan karya ilmiah dan publikasi jurnal dilakukan dari bulan Januari hingga Juni 2016.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi terhadap penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ayah, Ibu, dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material. Dr Ir Achmad Farajallah, MSi selaku dosen pembimbing utama dan Dr Kanthi Arum Widayati, SSi MSi selaku dosen pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran hingga tesis ini selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar Program Studi Biosains Hewan (BSH) atas semua ilmu, bimbingan, pengalaman, dan nasihat selama ini. Ucapan terima kasih untuk teman-teman BSH 2014 dan Zoocorner atas kebersamaan, semangat, persahabatan dan keceriaan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Karakteristik Biologis Ayam ... 2

Sejarah Domestikasi dan Budaya Pemanafaatan Ayam ... 2

Potensi Sumber Daya Genetik Ayam Lokal ... 4

BAHAN DAN METODE ... 5

Waktu dan Tempat ... 5

Jenis Ayam yang Dikaji ... 6

Koleksi Data Responden ... 7

Pengukuran Produktivitas Telur ... 7

Analisis Data ... 8

HASIL ... 9

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya ... 9

Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal ... 10

Fidelity Level (FL) ... 11

Nilai Kegunaan (Use Value) ... 11

Produksi Telur ... 12

PEMBAHASAN ... 13

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya ... 13

Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal ... 14

Fidelity Level (FL) ... 16

Nilai Kegunaan (Use Value) ... 16

Produksi Telur ... 17

SIMPULAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(12)

x

DAFTAR TABEL

1 Jenis ayam, daerah asal, dan potensi pemanfaatannya 4 2 Formula yang digunakan untuk menduga ICF, FL, dan UV 8 3 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Wonosobo 9 4 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Bogor 10 5 Nilai ICF untuk kategori pemanfaatan ayam lokal di lokasi penelitian 10 6 Nilai FL dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian 11 7 Nila manfaat dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian 12 8 Rata-rata produksi telur ayam lokal di lokasi penelitian 13

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam Jantan (A) Betina (B) 3

2 Peta lokasi penelitian: Kabupaten Bogor 6

3 Peta lokasi penelitian: Kabupaten Wonosobo 6

4 Jenis ayam yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan 7

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar pertanyaan dalam kuisioner (Lembar 1) 22

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah penyangga Ibu Kota, merupakan wilayah yang sangat strategis untuk pengembangan ayam lokal. Provinsi DKI merupakan wilayah dengan tingkat konsumsi daging ayam tertinggi. Jumlah ayam yang diperdagangkan di Jakarta pada hari biasa mencapai 600 000 ekor per hari (Dinas Peternakan DKI, 2010). Perda No. 4 tahun 2007 yang melarang budidaya unggas pangan di wilayah DKI Jakarta memberi peluang tersendiri bagi wilayah Kabupaten Bogor untuk menjadi pemasok produk daging ayam. Ketersediaan lahan serta kondisi geoagrafisnya merupakan faktor vital yang sangat mendukung upaya pengembangan ayam lokal. Berbagai inovasi teknologi pengembangan ayam lokal dari hasil penelitian oleh instansi pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi yang ada di Bogor merupakan modal utama. Dalam upaya penerapan inovasi teknologi pengembangan ayam lokal diperlukan analisis mendalam mengenai budaya dan preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor. Upaya pengembangan ternak unggas dengan inovasi teknologi yang tepat dan sinergi dengan budaya masyarakat akan memberikan hasil yang lebih maksimal.

Berbeda dengan Kabupaten Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta, Kabupaten Wonosobo terletak jauh dengan jarak mencapai 500 km dari Ibu Kota. Akan tetapi bila ditinjau dari kondisi geografisnya yang berupa pegunungan dan dataran tinggi, kedua wilayah ini memiliki kesamaan. Kondisi geografis tersebut mendukung kedua wilayah ini sebagai wilayah pengembangan ternak ayam lokal. Wonosobo berbatasan langung dengan Kabupaten Temanggun dan Kota Magelang. Akses yang strategis menuju wilayah DIY dan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah memberikan peluang yang sangat tinggi untuk memenuhi permintaan daging unggas ke wilayah-wilayah tersebut. Berdasarkan data badan pusat statistik propinsi jawa tengah tahun 2013 produksi daging unggas lokal Kabupaten Wonosobo mencapai 469 468 kg. Produksi telur untuk ayam kampung mencapai 565 083 kg. Jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kabupaten Purbalingga yang mencapai 8.2 juta kg untuk produksi daging dan 4.3 juta kg untuk produksi telur. Upaya peningatan produksi ayam lokal di Kabupaten Wonosobo sangat diperlukan guna membantu peningkatan produksi daging unggal lokal.

Upaya pengembangan ayam lokal diperlukan strategi kebijakan dan program aksi yang sesuai dengan potensi wilayah (Nataamijaya 2010). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui potensi suatu wilayah yaitu degan mengkaji preferensi preferensi masyarakat dalam pemanfaatan ayam lokal. Preferensi pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo diperlukan sebagai basis data pengembangan dan pelestarian sumber daya genetik ayam lokal di wilayah tersebut. Perbedaan latar belakang budaya dan kesamaan kondisi geografisnya merupakan alasan utama dalam pemilihan lokasi tersebut.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi preferensi masyarakat terhadap pemilihan dan pemanfaatan ayam lokal serta mengumpulkan informasi mengenai berbagi tipe ayam yang memiliki manfaat khusus dan pada kondisi sistem pemeliharaan tradisional di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai preferensi masyarakat terhadap pemilihan dan pemanfaatan ayam lokal, serta budaya masyarkat dalam beternak ayam sebagai acuan dalam upaya peningkatan produktivitas dan pelestarian sumber daya genetik ayam lokal di wilayah tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Biologis Ayam

Ayam termasuk dalam anggota dari famili Phasianidae yang merupakan kelompok dari burung besar yang hidup dan mencari makan di permukaan tanah (heavy groundliving bird). Ternak ayam yang ada saat ini merupakan hasil dari proses domestikasi yang berlangsung ribuan tahun (West & Zhou 1988). Spesies ayam hutan merah (Gallus gallus) merupakan moyang tunggal (monofiletik) dari ayam domestikasi (G. gallus domesticus) yang ada di Indonesia (Sulandari & Zein 2008). Pada ayam dismorfisme sexual (Gambar 1) atau perbedaan ciri fisik antara jantan dan betina nampak jelas. Ayam jantan memiliki tubuh besar, berbulu cerah dengan ujung runcing, berjengger besar dan berpial. Ayam betina relatif lebih kecil, ujung bulu tumpul, berjengger kecil dan tidak berpial. Ayam lokal memiliki variasi fenotipik yang cukup tinggi sebagai akibat dari campur tangan manusia dalam proses seleksinya.

Sejarah Domestikasi dan Budaya Pemanafaatan Ayam

Interaksi antara manusia dan hewan telah berlangsung sejak zaman dahulu. (Kalof et al. 2007). Bukti-bukti mengenai peradaban manusia dan interaksinya dengan hewan dapat dilihat dari lukisan-lukisan pada dinding gua yang menggambarkan aktifitas perburuan hewan oleh manusia pada masa lampau (Alves et al. 2010). Lukisan gua tertua menunjukkan bahwa interaksi manusia dan hewan diduga telah berlangsung selama 35000 tahun (Clottes 2003). Pemanfaatan hewan oleh manusia menunjukkan perbedaan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar dan kebudayaan yang berlaku. Satu jenis hewan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang berbeda oleh kelompok masyarakat yang berbeda pula (Alves 2012). Sebagai sumber pangan, pada umumnya hewan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Reitz & Wing 2008). Berbagai macam hewan hasil buruan mulai dipelihara untuk

(15)

3

dibudidayakan. Kebiasaan memelihara hewan buruan pun terus berkembang hingga hewan-hewan tersebut terdomestikasi menjadi hewan ternak.

Hewan ternak yang merupakan hasil domestikasi dari masa lampau terbukti mampu memberikan banyak manfaat bagi manusia. Salah satu hewan ternak yang telah didomestikasi sejak masa lampau yaitu ayam. Hewan ini pertama kali didomestikasi di wilayah Asia Tenggara dari ayam hutan merah (Gallu gallus) sejak 6000 tahun sebelum masehi (West & Zhou 1988). Hasil analisis DNA mitokondria D-Loop mendukung dugaan bahwa Indonesia merupakan salah satu lokasi potensial domestikasi ayam bersamaan dengan India dan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Kawabe et al. 2014; Maria et al. 2015). Hingga kini ayam merupakan satwa domestik yang paling populer dan tersebar luas di seluruh dunia (Liu et al. 2005).

Sejak awal proses domestikasinya, ayam telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentinggan yang meliputi pangan, sarana aktifitas religi, dan ornamental (seni dan hiburan) (Liu et al. 2005). Evolusi ayam telah mendukung peradaban manusia. Para ilmuwan meyakini bahwa pada mulanya ayam dibawa melintasi benua bukan sebagai sumber pangan. Kebudayaan masyarakat kuno maupun warisan tradisi yang masih lestari dewasa ini menunjukkan bahwa ayam memiliki peranan luar biasa dalam hal sosial-spiritual seperti pada ritual keagamaan (Lawler 2014). Berbeda dengan hewan domestik lainnya, pemanfaatan ayam dalam hal kultural (sabung ayam) memberikan pengarung penting dalam proses penyebaran ayam diseluruh dunia (Lui et al. 2005). Perannya sebagai sumber pangan di era moderen memegang peran penting di dunia (National Research Council 1993). Perkembangan industri ternak unggas terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan produk (Mengesha 2011). Unggas merupakan salah satu ternak yang berkontribusi tinggi sebagai sumber pangan hewani (FAO 2000). Spesies ayam merupakan komposisi terbesar dari populasi unggas (Gueye 2003; Yami 1995) dan ayam lokal merupakan ternak yang terdistribusi luas di wilayah tropis (Mengesha 2012). Usaha ternak ayam lokal di negara berkembang juga berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat (Sonaiya 2007).

(16)

4

Potensi Sumber Daya Genetik Ayam Lokal

Di Indonesia dapat ditemukan berbagai jenis ayam yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ayam lokal (bukan ras/buras), dan ayam ras. Ayam lokal dapat berupa (1) ayam asli atau (indigenous) dan (2) ayam lokal yang didatangkan dari negara lain yang telah beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di Indonesia (Nataamijaya 2010). Adaptasi ini meliputi adaptasi terhadap faktor iklim, sistem pemeliharaan ayam, dan jenis pakan yang ada di Indonesia. Berdasarkan karakteristik morfologi, setidaknya terdapat 32 ayam lokal Indonesia: Ayunai, Balenggek, Banten, Bangkok, Burgo, Bekisar, Cangehgar (atau Cukir atau Alas), Cemani, Ciparage, Gaok, Jepun, Kampung, Kasintu, Kedu (Kedu hitam dan putih), Pelung, Lamba, Maleo, Melayu, Werawang, Nagrak, Nunukan, Nusa Penida, Olagan, Rintit atau Walik, Sedayu, Sentul, Siem, Sumatera, Tolaki, Tukung dan Wareng yang masing-masing memiliki manfaat tersendiri (Nataamijaya 2010) (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis ayam, daerah asal, dan potensi pemanfaatannya

No Nama Daerah asal Potensi pemanfaatan

1 Pelung Cianjur Daging, suara

2 Sentul Ciamis Dwiguna

3 Nagrak Sukabumi Daging

4 Banten Banten Petarung

5 Ciparage Karawang Petarung

6 Siem Jawa Dwiguna

7 Wareng Jawa Petelur

8 Kedu hitam Temanggung Petelur

9 Kedu putih Temanggung Petelur

10 Kedu cemani Temanggung Obat tradisional

11 Sedayu Magelang Pedaging

12 Gaok Madura Daging

13 Bangkalan Madura Dwiguna

14 Olagan Bali Dwiguna

15 Nusa penida Bali Petelur

16 Nunukan Kalimantan Timur Petelur

17 Ayunai Merauke Dwiguna

18 Tolaki Sulawesi Selatan Petarung

19 Tukung Kalimantan Barat Hias

20 Sumatera Sumatera Bagian Tengah Petelur

21 Burgo Sumatera Selatan Hias

22 Merawang Sumatera Selatan Petelur

23 Kukuak balenggek Sumatera Barat Suara

24 Melayu Sumatera Utara Dwiguna

25 Bangkok Tersebar Petarung

26 Bekisar Madura Suara

27 Walik/Rintit Tersebar Hias

28 Kampung Tersebar Dwiguna

29 Galus varius Jawa, Bali, NTB, NTT Satwa langka 30 Galus galus Sulawesi Tengah, Maluku Satwa langka

(17)

5

Ayam lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber ternak unggulan. Keunggulan ayam lokal berupa kemampuan beradaptasi dengan lingkungan tropis dan dapat berproduksi dengan input rendah telah terbukti mampu memberikan pendapatan yang cukup besar bagi pemilik ayam (Dirdjopratono et al.1989). Keanekaragaman genetik ayam lokal juga merupakan suatu potensi yang sangat baik dalam upaya seleksi dan rekayasa genetik untuk menghasilkan bibit unggul (Depison 2009). Peran penting lain yang dimiliki ayam lokal yaitu sebagai sumber pangan dan tabungan bagi masyarakat. Ayam lokal sebagai sumber pangan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu ayam pedaging dan petelur. Jenis ayam tertentu yang memiliki keunggulan bentuk tubuh, warna bulu, karakter suara dan tempramen dapat digunakan sebagai ayam hias maupun ayam petarung. Jenis ayam yang dapat dimanfaatkan untuk dua kepentingan sekaligus dapat disebut sebagai ayam dwiguna (Nataamijaya 2010).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Juni hingga Desember 2015. Pemilihan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sebanyak 15 desa yang termasuk dalam 13 kecamatan di Kabupaten Bogor dan 22 desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Wonosobo diperoleh dengan metode ini (Gambar 2 dan 3). Akses jalan dan pengembangan informasi dari masing-masing responden juga menjadi acuan dalam pemilihan lokasi pengambilan sampel.

Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan guna mengetahui informasi dasar yang di perlukan dalam penyusunan kuisioner. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Pamijahan dan Desa Cikarawang selama satu minggu. Data yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan berupa jenis ayam lokal yang umum di pelihara masyarakat beserta budaya pemanfaatannya. Informasi yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan dirangkum secara rinci hingga diperoleh poin-poin utama yang akan dicantumkan dalam kuisioner penelitian (Lampiran 1). Informasi tersebut juga digunakan sebagai data dasar yang dikembangkan pada penelitian ini.

(18)

6

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bogor (nomor 1- 13)

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Wonosobo (nomor 1-12) Jenis Ayam yang Dikaji

Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan ayam lokal oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Bogor dan Wonosobo. Definisi ayam lokal yang digunakan mengacu pada (Nataamijaya 2010). Jenis ayam lokal yang ditemukan di lokasi penelitian dan sesuai dengan definisi tersebut (Tabel 1) antara lain ayam arab, bangkok, kampung, gaga’ (ayam ketawa), kate dan pelung (Gambar 4).

(19)

7

Gambar 4 Jenis ayam yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan Koleksi Data Responden

Sebaran jenis, nilai kegunaan, dan konsensus masyarakat terhadap pemanfaatan ayam lokal merupakan variabel yang dikaji pada penelitian ini. Data mengenai karakteristik keluarga pemilik ayam (responden) dan opini masyarakat terhadap sistem pemeliharaan pada lokasi yang berbeda dilakukan sebagai data pendukung. Tahap awal koleksi data dilakukan melalui wawancara terhadap kepala desa maupun tokoh masyarakat untuk merekomendasikan pemilik ayam sebagai responden. Informasi yang diperoleh dari responden pertama dikembangkan dengan metode bola salju bergulir (Snow Ball Method) (Albuquerque et al. 2004). Variasi data yang ditemukan selama survei juga menjadi acuan dalam menentukan jumlah responden. Ketika variasi data yang diperoleh mulai seragam, survei akan dihentikan. Jumlah responden yang diperoleh dengan metode ini sebanyak 120 pemilik ayam dari masing-masing lokasi penelitian. Metode interview yang digunakan yaitu Structured Interview dengan questioner sebagai instrumennya (Albuquerque et al. 2004).

Pengukuran Produktivitas Telur

Produktifitas telur ayam lokal yang dipelihara pemilik ayam juga diamati pada penelitian ini. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mencatat jumlah telur dari masing-masing ayam betina yang dipelihara. Ayam betina yang dicatat sebagai sampel harus dalam fase mengeram dengan asumsi ayam tersebut telah selesai dari satu periode bertelur. Jumlah ayam yang diamati ditentukan secara acak, bergantung kepada jumlah ayam yang dimiliki pemilik ayam dan memenuhi kriteria tersebut.

(20)

8

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil interview ditabulasikan guna mengetahui: 1. Sebaran jenis ayam lokal yang dipelihara pemilik ayam dan pemanfaatannya

di Kabupaten Bogor dan Wonosobo.

2. Nilai konsensus masyarakat terhadap jenis ayam yang ada di wilayahnya dengan menggunakan pendekatan informant consensus factor (Troter et al. 1986). Informant consensus factor (ICF) Merupakan indikasi untuk mengukur konsensus masyarakat terhadap preferensi pemanfaatan ayam lokal berdasarkan sebaran jenis ayam terhadap banyaknya suara (voting) yang disampaikan masyarakat dari hasil interview.

3. Fidelity Level (FL) merupaka nilai yang menunjukan kepentingan relatif berdasarkan konsensus masyarakat (Friedman et al. 1986).

4. Use Value (UV) digunakan untuk mengukur nilai manfaat dari suatu spesies (ayam lokal) berdasarkan kategori pemanfaatannya (Prance et al. 1987). Formula dari masing-masing parameter ditampilkan pada Tabel 1. Data preferensi masyarakat digunakan untuk mengetahui pola preferensi yang berbeda dari tiap lokasi yang dipilih. Pola preferensi yang diperoleh dan keterkaitannya dengan karakter morfologi dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik penelitian.

Tabel 2 Formula yang digunakan untuk menduga Informant Consensus Factor, Fidelity Level, dan Use Value

Formula Keterangan

1. ICF = (nur - nt)/( nur – 1) Informan Consesus Factor** 2. FL = (Ip /I n)× 100 % Fidelity level*

3. UV= ∑(A+a)+(B+b)+...(N+n) Use Value***

Sumber: *) Friedman et al. (1986) **) Troter et al. (1986) ***) Prance et al. (1987)

Keterangan: nur : Jumlah suara responden untuk masing-masing kategori

nt : Jenis ayam yang dimanfaatkan untuk masing-masing kategori

Ip : Jumlah suara responden untuk kategori pemanfaatan utama

I n : Jumlah total suara responden untuk seluruh kategori

A : Pemanfaatan mayor pada kategori ke a

a : Pemanfaatan minor pada kategori ke a

B : Pemanfaatan mayor pada kategori ke b

b : Pemanfaatan minor pada kategori ke b

N : Pemanfaatan mayor pada kategori ke n

(21)

9

HASIL

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya

Berdasarkan informasi dari keseluruhan responden diperoleh 7 jenis ayam lokal di Kabupaten Bogor dan 5 jenis di Kabupaten Wonosobo (Tabel 3 & Tabel 4). Ayam kampung merupakan jenis ayam yang paling populer dipelihara di kedua wilayah penelitian. Hasil survei yang dilakukan juga menunjukan bahwa tiap pemilik ayam dapat memelihara lebih dari satu jenis ayam. Tiap jenis ayam yang dipelihara memiliki manfaat yang saling melengkapi. Ayam kampung menjadi lebih diminati karena cara memeliharanya yang relatif lebih mudah dan murah karena dapat memanfaatkan limbah organik rumah tangga sebagai pakan. Pakan yang umum diberikan untuk ayam kampung yaitu dedak padi, nasi aking, dan menir. Beberapa pemilik ayam juga memberi pakan berupa hijauan berupa rumput lapang dan limbah sayuran.

Tabel 3 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Wonosobo Jenis Ayam Jumlah Pemilik Sistem Pemeliharaan Tipe Kandang Pakan Kategori Pemanfaatan

Kampung 111 Semi-intensif Baterai,

Postal Dedak, Nasi Aking, Menir Daging, Telur, Religi, Niaga, Ornamental

Bangkok 11 Intensif Baterai,

Panggung Beras Merah, Gabah, Konsentrat Daging, Ornamental, Niaga

Kate 4 Semi-intensif Sangkar Dedak, Konsentrat Ornamental,

Niaga

Pelung 5 Intensif Sangkar

Beras Merah, Gabah, Konsentrat, Dedak Jagung Daging, Telur, Ornamental, Niaga

Gaga’ 3 Intensif Sangkar

Beras Merah, Gabah, Konsentrat, Dedak Jagung Telur, Ornamental, Niaga

Sistem pemeliharaan ayam di kedua lokasi juga menunjukkan sedikit perbedaan. Beberapa pemilik ayam diwilayah Bogor masih menerapkan sistem pemeliharaan ekstensif terutama pada jenis ayam kampung. Meskipun dalam skala sederhana, seluruh pemilik ayam kampung di wilayah Wonosobo menerapkan sistem pemeliharaan semi-intensif. Pemeliharaan ayam dengan cara tersebut dinilai lebih memudahkan pengawasan ayam yang dimiliki dan lebih menguntungkan.

Rata-rata kepemilikan ayam di Kabupaten Bogor adalah 11.31 ekor/pemilik dengan kisaran antara 2 – 25 ekor. Sedangkan di Kabupaten Wonosobo yaitu 10.70 ekor/pemilik dengan rentang antara 2 – 45 ekor. Rata-rata kepemilikan ayam di Wonosobo lebih rendah dibandingkan Bogor. Data tersebut selaras dengan hasil sensus pertanian Indonesia tahun 2013 yang menunjukkan bahwa jumlah populasi ayam lokal di Kabupeten Bogor lebih tinggi daripada Wonosobo.

(22)

10

Tabel 4 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Bogor

Jenis Ayam Jumlah Pemilik Sistem Pemeliharaan Tipe Kandang Pakan Kategori Pemanfaatan Kampung 95 Ekstensif, Semi-intensif Baterai, Panggung Dedak, Nasi Aking, Menir Daging, Telur, Religi, Niaga

Bangkok 48 Intensif Baterai,

Panggung Beras Merah, Gabah, Konsentrat Daging, Telur Ornamental, Niaga Arab 10 Intensif, Semi-intensif Postal,

Baterai Konsentrat Daging, Telur

Kate 16 Semi-intensif Sangkar

Besi Dedak, Konsentrat

Ornamental, Niaga

Pelung 7 Intensif Baterai,

Panggung Beras Merah, Gabah, Konsentrat, Dedak Jagung Daging, Ornamental, Niaga

Gaga’ 12 Intensif Baterai,

Panggung Beras Merah, Gabah, Konsentrat, Dedak Jagung Ornamental, Niaga

Birma 4 Intensif Baterai,

Panggung Beras Merah, Gabah, Konsentrat, Dedak Jagung Ornamental, Niaga

Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal

Secara umum pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo terbagi kedalam 4 kategori besar yaitu religi, pangan, niaga, dan ornamental. Berdasarkan kalkulasi nila ICF (Tabel 5), kategori religi memperoleh nilai tertinggi di kedua wilayah tersebut. Pemanfaatan sebagai produksi pangan (daging dan telur) menempati urutan kedua dan ketiga setelah religi. Preferensi pemanfaatan ayam lokal sebagai penghasil daging pada umumnya merupakan produk daging untuk dijual kembali, sedangkan untuk konsumsi keluarga bisanya hanya dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari raya dan acara spesial bagi keluarga di luar kategori religi. Ayam lokal juga dipelihara masyarakat atas dasar kepentingan ornamental (hobi, petarung, kontes penampilan bulu, dan suara). Sub-kategori petarung memperoleh nilai ICF terbesar diantara sub-kategori lain dalam kategori ornamental.

Tabel 5 Nilai ICF untuk kategori pemanfaatan ayam lokal di lokasi penelitian

Kategori Pemanfaatan ICF

Bogor Wonosobo Religi 1.00 1.00 Produksi Daging 0.98 0.99 Produksi Telur 0.98 0.97 Niaga 0.94 0.97 Petarung 0.97 0.93 Hobi 0.94 0.87 Kontes 0.92 0.67

(23)

11

Fidelity Level (FL)

Jenis ayam yang memperoleh nilai FL tertinggi merupakan ayam yang umum dikenal masyarakat sebagi jenis ayam yang memiliki satu manfaat spesifik. Semakin rendah nilai FL maka pemanfaatannya semakin beragam. Bagi masyarakat Bogor, ayam arab memiliki nilai FL tertinggi (70.96) sebagai penghasil telur. Ayam bangkok memiliki nila FL terendah (28.87) sebagai ayam petarung (ornamental) dan penghasil pangan (Tabel 6). Ayam kampung yang memiliki manfaat religi, penghasil pangan dan niaga memperoleh nilai FL sebesar 38.23. Ayam kampung di wilayah Wonosobo menunjukan kesamaan dengan wilayah Bogor. Sebagai jenis ayam dengan pola pemanfaatan yang beragam (FL:30.60) jenis ayam ini sangat diminati pemilik ayam. Daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan sistem pemeliharaan tradisional merupakan salah satu keunggulan ayam kampung. Keunggulan tersebut mendukung ayam kampung untuk menghasilkan produk baik daging maupun telur dengan biaya produksi yang lebih rendah. Ayam kate sebagai ayam hias memperoleh nilai FL sebesar 53.57 (Bogor) dan 50.00 (Wonosobo). Nilai tersebut menujukkan bahwa ayam kate merupakan jenis yang spesifik dimanfaatkan sebagai ayam hias baik di Bogor maupun Wonosobo.

Tabel 6 Nilai FL dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian

Jenis Ayam FL (%) Bogor Wonosobo Arab 70.96 - Kate 53.57 71.43 Birma 44.61 - Gaga’ 39.28 42.86 Kampung 38.23 30.60 Pelung 34.78 50.00 Bangkok 28.87 44.00

Nilai Kegunaan (Use Value)

Secara umum telah diketahui bahwa ayam lokal memiliki manfaat besar bagi masyarakat pemilik ayam. Besarnya manfaat tersebut masih bersifat relatif. Besar-kecilnya manfaat ayam lokal di suatu daerah dengan daerah lain tidak dapat dibedakan secara pasti. Analisis mendalam sangat diperlukan untuk ngetahui nilai kegunaan ayam lokal pada suatu wilayah.

Data yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa ayam kampung memperoleh nilai UV tertinggi (Tabel 7). Preferensi pemanfaatan ayam kampung yang sangat beragam menujukkan bahwa ayam ini mampu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Nilai UV pada ayam pelung, bangkok, birma, gaga’ dan kate cenderung lebih rendah daripada ayam kampung. Kelompok yam tersebut merupakan jenis ayam eksotis yang pemanfaatannya terbatas pada kategori ornamental. Ayam arab di wilayah Bogor memperoleh nilai UV rendah. Faktor yang mempengaruhinya adalah pemanfaatan ayam arab yang spesifik pada produksi telur dan hanya dipelihara oleh sebagian kecil peternak.

(24)

12

Tabel 7 Nila manfaat dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian

Wilayah Jenis

Ayam

Kategori Pemanfaatan Use

Value

Religi Daging Petarung Telur Niaga Hobi Kontes

Wonosobo Kampung 1 1 0.5 1 1 0.5 0 5.00 Pelung 0 0.5 0 0.5 1 1 1 4.00 Bangkok 0 0.5 1 0 1 1 0 3.50 Gaga' 0 0 0 0.5 0.5 1 1 3.00 Kate 0 0 0 0 0.5 1 0 1.50 Rata-rata 3.40 Bogor Kampung 1 1 0 1 0.5 0.5 0 4.00 Pelung 0 0.5 0 0.5 0.5 1 1 3.50 Bangkok 0 0.5 1 0 0.5 1 0 3.00 Gaga' 0 0 0 0.5 0.5 1 1 3.00 Birma 0 0 1 0 0.5 1 0 2.50 Arab 0 0.5 0 1 0 0 0 1.50 Kate 0 0 0 0 0.5 1 0 1.50 Rata-rata 2.71

Rata-rata nilai UV untuk keseluruhan jenis ayam menunjukkan bahwa ayam lokal di wilayah Wonosobo memiliki nilai kegunaan yang lebih tinggi (UV: 3.40) dari pada ayam lokal di wilayah Bogor (UV: 2.71). Perbedaan nilai kegunaan dikedua wilayah tersebut diduga dipengaruhi oleh sebaran jenis ayam yang berbeda.

Produksi Telur

Pada penelitian ini, produksi telur ayam diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan per satu periode bertelur. Ayam arab yang ada di Bogor merupakan jenis ayam dengan jumlah produksi tertinggi (Tabel 8) jika dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Berdasarkan karakter tersebut ayam arab lebih populer dipelihara sebagai ayam petelur. Hasil penelitian Indra et al. 2013 menunjukkan hasil rata-rata produksi telur ayam arab sebesar 28.73 butir (gold) dan 28.63 butir (silver) pada kondisi pemeliharaan intensif selama satu periode bertelur. Produksi telur telur ayam arab tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi telur ayam arab yang dipelihara pemilik ayam di Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang diperoleh di lokasi penelitian (22.50 butir/periode) (Tabel 8). Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan sistem pemeliharaan dan jenis pakan yang digunakan. Ayam arab di lokasi penelitian dipelihara secara semi intensif dengan cara digembalakan pada siang hari dan kembali di kandangkan pada malam hari. Pemberian pakan tambahan berupa konsentrat hanya dilakukan pada pagi hari sebelum ayam digembalakan.

Hasil uji T menunjukkan tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara produktivitas ayam lokal di Bogor dan Wonosobo (P-Value: >0.05). Produktifitas ayam bangkok, pelung, gaga’ dna kate di wilayah tersebut relaif sama. Rata-rata produksi telur ayam kampung di kedua wilayah tersebut menunjukkan sedikit perbedaan. Meskipun hasil uji T tidak menunjukkan adanya perbedaan, akan tetapi ayam kampung yang dipelihara pemilik ayam di Wonosobo memberikan hasil yang lebih tinggi daripada Bogor.

(25)

13

Tabel 8 Rata-rata produksi telur ayam lokal di lokasi penelitian

Jenis Ayam Produksi Telur (Butir/Periode)

Bogor Wonosobo Ayam Arab 22.50 - Ayam Bangkok 20.43 20.62 Ayam Pelung 20.00 19.57 Ayam Birma 18.25 - Ayam Kampung 17.61 18.32 Ayam Gaga' 15.22 16.20 Ayam Kate 07.47 06.39 PEMBAHASAN

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya

Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat perbedaan jumlah ayam yang ditemukan duwilayah Bogor dan Wonosobo. Dua jenis ayam yang menjadi pembeda antara kedua wilayah tersebut yaitu ayam arab dan ayam birma. Ayam arab dan ayam birma kurang dikenal oleh pemilik ayam di wilayah Wonosobo. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan akses informasi mengenai kedua jenis ayam tersebut. Keterbatasan akses distribusi menuju wilayah Wonosobo juga dapat mempengaruhi rendahnya peminat ayam arab maupun ayam birma. Jika dilihat dari potensi produksi telur yang cukup tinggi, ayam arab memiliki prospek yang cukup bagus dikembangkan di wilayah Wonosobo. Sehingga sosialisasi terhadap pemilik ayam perlu dilakukan guna memperkenalkan potensi ayam arab.

Perbedaan jumlah pemilik ayam gaga’ antar kedua wilayah tersebut juga dapat menjadi bukti bahwa akses media informasi dapat mempengaruhi minat masyarakat dalam beternak. Ayam gaga’ merupakan ayam eksotis yang bersal dari Sulawesi Selatan. Popularitas ayam gaga’ terus meningkat seiring perkembangan tradisi kontes. Pemilik ayam gaga’ di Bogor lebih banyak di banding Wonosobo. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di Bogor lebih mudah mengakses informasi mengenai ayam gaga’. Selain itu, pergelaran kontes ayam gaga’ tahunan yang rutin digelar di Bogor juga mendorong minat masyarakat untuk memelihara ayam gaga’. Berbeda dengan di Wonosobo, akses informasi terkait ayam gaga’ masih terbatas terutama bagi masyarakat di pedesaan. Keseluruhan responden yang ditemui memelihara ayam gaga’ di Wonosobo bertempat tinggal di sekitar ibu kota kabupaten yang lebih mudah memperoleh informasi.

Orientasi masyarakat dalam beternak juga diduga menyebabkan perbedaan sebaran jenis ayam di kedua wilayah tersebut. Wilayah Bogor yang dekat dengan perkotaan mengarahkan orientasi masyarakat dalam memelihara ke arah orientasi ekonomi. Tingginya tren hobi terhadap suatu jenis ayam akan sangan berpengaruh terhadap kecenderungan masyarakat dalam memelihara ayam. Sebagai contoh, ketika tren hobi ayam petarung di wilayah Bogor sedang berada di puncaknya, ayam bangkok sebagai ayam aduan dapat mencapai harga jutaan rupiah per ekor.

(26)

14

Hal tersebut mendorong minat masyarakat dalam memelihara dan beternak ayam bangkok. Demikian halnya pada ayam birma yang juga termasuk ayam aduan. Tingginya nilai ekonomi ayam aduan mendorong masyarakat untuk mendatangkan jenis ayam lain yang dapat menjadi pesaing untuk jenis ayam bangkok.

Tingginya pengaruh orientasi ekonomi terhadap sebaran jenis ayam di wilayah Bogor juga terlihat pada jenis ayam arab. Ayam arab memiliki karakteristik telur yang menyerupai telur ayam kampung, akan tetapi harga telur ayam arab lebih murah daripada telur ayam kampung. Beberapa peternak ayam arab di Bogor menganggap kondisi tersebut sebagai peluang. Kemiripan karatteristik fisik dengan harga yang lebih murah akan menyebabkan persaingan harga produk antara telur ayam kampung dan ayam arab. Bagi masyarakat awam yang tidak mempertimbangan jenis telur akan lebih memilih telur ayam arab yang harganya lebih murah.

Berbeda dengan wilayah Wonosobo, orientasi ekonomi tidak begitu berpengaruh terhadap minat masyarakat dalam memelihara ayam. Masyarakat Wonosobo cenderung memelihara ayam sebagai sarana dalam aktifitas religi, tabungan, dan sumber bahan pangan. Hal ini menyebabkan tingginya minat masyarakat untuk memelihara ayam kampung yang dapat dimanfaatkan untuk seluruh kepentingan tersebut. Pemanfaatan jenis ayam lain (bagngkok, pelung, gaga’ dan kate) lebih mengarah pada orientasi hobi (kesenangan). Terbatasnya informasi dan kurangnya asosiasi antar penghobi ayam hias di wilayah Wonosobo menyebabkan rendahnay minat masyarakat untuk mendatangkan jenis ayam lain.

Bila ditinjau dari segi pemanfaatannya, kedua wilayah tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Secara umum ayam lokal dikedua wilayah tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan religi, pangan, niaga (jual-beli), dan ornamental (hobi, kontes dan petarung). Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sangat mempengaruhi terjadinya asimilasi budaya antar masyarakat. Jarak yang jauh tidak lagi menjadi kendala bagi masyarakat untuk berkomunikasi. Pertukaran dan percampran budaya masyarakat sangat mudah terjadi. Begitu halnya dalam hal pemanfaatan ayam di Kabupaten Bogor dan Wobosobo. Budaya masyarakat dalam beternak dan memanfaatkan ayam dikedua wilayah tersebut tidak jauh berbeda meskipun kedua wilayah tersebut terpisah jarak cukup jauh. Kemajuan teknologi informasi dan transportasi telah memfasilitasi terjadinya akulturasi budaya beternak dikedua wilaayah tersebut. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya akulturasi budaya antara kedua wilayah tersebut adalah perpindahan penduduk antara kedua wilayah.

Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal

Ayam lokal memegang peranan penting bagi masyarakat karena memiliki banyak manfaat yang dapat mendukung kebutuhan hidup keluarga. Manfaat tersebut dapat berupa produk pangan, maupun manfaat lain (Tabel 3). Manfaat religi memeperoleh nilai ICF tertinggi (1.00) diantara kategori pemanfaatan lainnya (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya masyarakat dalam memelihara ayam lokal lebih ditekankan untuk mempersiapkan kebutuhan menjelang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas religi. Aktifitas religi

(27)

15

yang dimaksud debedakan ke dalam dua sub kategori yaitu, (1) aktifitas religi yang berkaitan dengan keagamaan seperti hari raya, peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, pernikahan, khitanan, kelahiran anak, upacara kematian, syukuran pasca panen (bagi keluarga petani) dan (2) aktifitas religi yang berkaitan dengan hal-hal mistis dan kebutuhan ritual adat setempat. Jenis ayam yang digunakan dalam kategori ini yaitu ayam kampung.

Produksi danging merupakan ketegori dengan nilai ICF tertinggi ke dua. Ayam kampung merupakan jenis ayam yang paling umum digunakan masyarakat pada kategori ini. Jenis ayam ini lebih populer dikalangan masyarakat sebagai penghasil daging. Sistem pemeliharaan dan kebutuhan pakan ayam kampung relatif lebih mudah daripada jenis ayam lain (bangkok, pelung, ayam ketawa, birma). Jenis ayam tesebut membutuhkan perawatan intensif dengan pakan khusus yang lebih mahal (Tabel 3 dan 4). Ayam kampung merupakan jenis ayam lokal yang umum dipelihara peternak kecil dengan sistem ekstensif tanpa pemberian pakan tambahan. Produktivitas ayam kampung pada sistem pemeliharaan tradisional masih sangat bervariasi. Pada batas tertentu hasilnya sesuai dengan input yang diberikan dan mampu memberikan manfaat bagi keluarga pemilik ayam (Nataamijaya 2010).

Selain produksi daging, sebagai sumber pangan ayam lokal juga dimanfaatkan sebagai penghasil telur. Bagi masyarakat Bogor ayam arab merupakan ayam yang paling umum dimanfaatkan sebagi penghasil telur. Terdapat dua tipe ayam arab yaitu ayam arab gold dan silver, perbedaannya ditentukan berdasarkan warna bulu. Masyarakat pemilik ayam diwilayah penelitian umumnya menganggap bahwa ayam arab yaitu ayam yang didatangkan dari wilayah Arab. Akan tetapi, berdasarkan analisis DNA Mitokondria ayam arab yang ada di Indonesia tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan ayam dari wilayah Arab, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap penamaan ayam tersebut (Ulfah et al, 2015). Usaha peternakan ayam arab sebagai penghasil telur sudah lebih berkembang dibandingkan dengan ayam kampung. Upaya pembibitan ayam arab untuk menghasilkan final stock penghasil telur sudah mulai dilakukan pemilik ayam melalui seleksi dan pemurnian. Ayam arab yang dipelihara masyarakat pada umumnya merupakan produk final stock dan seluruh hasil telurnya dimanfaatkan untuk telur konsumsi. Selain ayam Arab, ayam kampung juga dimanfaatkan sebagai penghasil telur. Akan tetapi, preferensi pemanfaatan ayam kampung sebagai penghasil telur lebih rendah daripada penghasil daging karena pada umumnya telur yang dihasilkan lebih ditekankan untuk ditetaskan kembali untuk menghasilkan anak ayam sebagai bibit pengganti.

Ayam lokal juga memiliki manfaat ornamental. Sub-kategori petarung memperoleh nilai ICF terbesar diantara sub-kategori lain dalam kategori ornamental. Kegiatan sabung ayam (ayam petarung) merupakan tradisi yang berkembang di tengah masyarakat sejak zaman dahulu (Ulfah et al. 2015). Tradisi ini juga memberikan pengarung penting dalam proses penyebaran ayam diseluruh dunia (Lui et al. 2015). Ayam yang umum digunakan sebagai ayam petarung yaitu ayam bangkok dan ayam birma. Ayam bangkok dan ayam birma memiliki teknik bertarung yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan teknik bertarung yang unik pemilik ayam melakukan persilangan antara ayam bangkok dan ayam birma. Ayam bangkok merupakan jenis ayam yang didatangkan dari Thailand untuk keperluan sabung ayam. Seiring dengan perkembangan pembentukan ayam

(28)

16

petarung Indonesia, ayam bangkok disilangkan dengan berbagai jenis ayam lokal lainnya sehingga menyebabkan terkikisnya sumberdaya genetik ayam lokal Indonesia (Ulfah et al. 2015).

Fidelity Level (FL)

Bila dilihat dari jumlah pemilik ayam (Tabel 3 & 4), data tersebut menunjukkan adanya kontradiksi antara ayam arab dan ayam kampung. Ayam arab yang memiliki manfaat spesifik dan berpotensi sebagai penghasil telur justru kurang diminati pemilik ayam. Sedangkan ayam kampung yang produktivitas telurnya lebih rendah (Tabel 8) lebih diminati masyarakat karena lebih mudah dipelihara tanpa perlu menambah biaya pakan yang lebih mahal. Untuk memperoleh produktivitas maksimal ayam arab membutuhkan pakan yang lebih berkulitas, sehingga pemilik ayam harus mengeluarkan biaya pakan yang lebih tinggi. Selain hal tersebut, minat konsumen terhadap produk telur maupun daging ayam kampung yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam arab juga memberikan pengaruh terhadap minat pemilik ayam dalam beternak ayam.

Ayam kate merupakan jenis yang spesifik dimanfaatkan sebagai ayam hias, akan tetapi jumlah pemilik ayam kate tidak sebanyak ayam kampung dan bangkok. Nilai ekonomisnya yang fluktuatif dan cenderung rendah mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk beternak ayam kate dalam skala besar. Tradisi kontes keindahan bulu dan postur tubuh ayam kate yang mulai ditinggalkan merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai ekonomis jenis ayam ini.

Pemanfaatan jenis ayam eksotis seperti ayam bangkok, kate, gaga’, dan pelung biasanya terbatas pada ketegori ornamental. Tradisi kontes baik suara maupun penampilan fisik merupakan salah satu sarana untuk mendongkrak popularitas dan nilai ekonomis untuk jenis ayam tersebut. Bila nilai ekonomis jenis ayam tersebut dapat ditingkatkan dan terjaga stabilitasnya, minat pemilik ayam akan meningkat sehingg jumlah populasinya dapat terjaga dan mampu memberikan pendapatan bagi pemilik ayam.

Nilai Kegunaan (Use Value)

Ayam kampung merupakan jenis ayam dengan nilai UV tertinggi di kedua lokasi penelitian (Tabel 7). Prefernsi masyarakat dalam pemanfaatan ayam lokal yang terdiri dari kategori religi, pangan, ornamental dan niaga. Berkaitan dengan hal tersebut, ayam kampung memiliki peran penting bagi masyarakat di kedua lokasi penelitian karena dapat memberikan manfaat yang meliputi seluruh kategori tersebut. Meskipun produktivitas ayam kampung pada sistem pemeliharaan tradisional masih sangat bervariasi akan tetapi pada skala tersebut masih dapat memberikan keuntungan bagi keluarga pemilik ayam (Nataamijaya 2010). Ayam kampung sebagai penghasil pangan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dari pada ayam ras. Daging dan telur ayam kampung memiliki cita rasa yang khas sehingga lebih diminati konsumen.

Ayam lokal di wilayah Wonosobo memiliki nilai kegunaan yang lebih tinggi (UV: 3.40) dari pada ayam lokal di wilayah Bogor (UV: 2.71). Sebaran jenis ayam lokal yang lebih kecil di Wonosobo (5 jenis) menyebabkan masyarakat

(29)

17

berusaha memanfaatkan jenis ayam yang ada semaksimal mungkin. Setiap jenis ayam yang dipelihara memiliki nilai penting bagi pemilik ayam. Beberapa jenis ayam eksotis (ayam gaga’ dan ayam bangkok) dianggap mampu memberikan nilai karismatik bagi pemilik. Berbeda dengan Bogor, sebaran jenis ayam lokal di wilayah ini lebih tinggi (7 jenis), sehingga masyarakat mempunyai banyak pilihan dalam memanfaatkan ayam.

Keterkaitan orientasi ekonomi terhadap minat masyarakat dalam memelihara ayam juga diduga berpengaruh terhadap nilai UV pada ayam lokal di wilayah Bogor. Tingginya orientasi ekonomi mendorong masyarakat untuk terus mencari dan mendatangkan jenis ayam baru yang sedang menjadi tren di kalangan pecinta ayam hias. Kemudahan akses informasi juga sangat mendukung kondisi tersebut. Dengan adanya jenis-jenis ayam baru yang masuk ke wilayah Bogor menyebabkan nilai kegunaan ayam lokal yang ada menjadi lebih rendah.

Kebiasaan masyarakat cenderung memelihara ayam yang memiliki karakter unggul tanpa melakukan upaya pembibitan. Pada kelompok ayam hias, ayam yang ungul yang berpotensi tinggi tidak di kawinkan. Pemilik ayam memiliki pandangan bahwa jika ayam tersebut di kawinkan akan menurunkan performanya saat kontes. Demikian halnya pada ayam kampung, pejantan unggul yans seharusnya dapat dijadikan sebagi bibit justru dijual atau dipotong untuk produksi daging. Kebiasaan demikian dapat menyebabkan penurunan kualitas sumber daya genetik ayam lokal indonesia. Uapaya sosialisasi terhadap pemilik ayam agar mempertahankan dan menerapkan program pembibitan pada ayam unggul yang dimiliki diduga dapat berdampak positif bagi upaya pelestarian sumber daya genetik ayam lokal.

Produksi Telur

Produktifitas telur dapat digunakan sebagai indikator pada upaya konservasi suberdaya genetik ayam lokal. Salah satu indikator keberhasilan pada usaha pembibitan ayam yaitu jumlah produksi telur tetas (Nataamijaya 2010). Berdasarkan hasil yang diperoleh tidak terlihat perbedaan antara produktivitas ayam lokal di Bogor dan Wonosobo. Kondisi lingkungan dan managemen pemeliharaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak unggas (Nataamijaya 2010). Sistem pemeliharaan (ekstensif/semi-intensif) dan kondisi geografis maupun iklim yang relatif sama antar kedua wilayah merupakan faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut.

Ayam kampung sebagai jenis ayam yang populer dimiliki masyarakat menunjukkan sedikit perbedaan produksi telur. Ayam kampung yang dipelihara pemilik ayam di Wonosobo memberikan hasil yang lebih tinggi daripada Bogor. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh mayoritas pemilik ayam di Wonosobo menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif dengan penambahan pakan yang lebih teratur. Produktivitas ayam lokal dengan sistem pemeliharaan semi intensif dan pemberian pakan tambahan dapat meningkat hingga 100% (Nataamijaya 2000). Limbah organik rumah tangga, hasil ikutan produk pertanian, dan ransum komersial adalah jenis pakan tambahan yang biasa diberikan untuk ayam lokal.

(30)

18

SIMPULAN

Jenis ayam lokal yang umum dipelihara pemilik ayam kabupaten Bogor dan Wonosobo yaitu ayam kampung, pelung, bangkok, gaga’, birma, arab, dan kate. Preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan ayam lokal di wilayah tersebut terbagi dalam empat kategori yaitu religi, pangan, ornamental, dan niaga. Berdasarkan nilai ICF, pemanfaatan ayam lokal di kedua lokasi lebih diutamakan untuk kepentingan religi dan pangan (produksi telur dan daging). Ketegori ornamental dan niaga merupakan manfaat tambahan yang bersifat sekunder.

Berdasakan nilai FL, ayam arab dan ayam kate merupakan jenis ayam yang memiliki manfaat spesifik sebagai penghasil telur dan ayam hias. Ayam kampung dikedua wilayah penelitian merupakan jenis ayam dengan pola pemanfaatan yang beragam. Pemanfaatan jenis ayam eksotis seperti ayam bangkok, kate, gaga’, dan pelung pada umumnya terbatas pada ketegori ornamental.

Rata-rata nilai UV untuk keseluruhan jenis ayam menunjukkan nilai kegunaan ayam lokal di Wonosobo lebih tinggi daripada di Bogor. Ayam kampung merupakan jenis ayam yang paling populer dipelihara dan memiliki nilai kegunaan tertinggi diantara jenis ayam lain. Meskipun produktivitas telurnya tergolong rendah, ayam kampung tetap diminati masyarakat karena pemeliharaannya lebih mudah. Pemanfaatan ayam kampung di kedua wilayah mencakup seluruh kategori pemanfaatan.

Ayam arab yang ada di wilayah Bogor memiliki produktivitas telur tertinggi. Pemanfaatannya spesifik pada kategori pangan dengan manfaat utama sebagai penghasil telur. Ayam arab dengan produktivitas yang tinggi berpotensi dikembangkan sebagai ternak ayam lokal petelur unggulan. Produktifitas telur ayam kampung di wilayah Wonosobo lebih tinggi dibandigkan dengan ayam kampung di wilayah Bogor. Sistem pemeliharaan semi intensif yang diterapkan pada ayam kampung di wilayah Wonosobo terbukti mampu meningkatkan produktifitas.

DAFTAR PUSTAKA

Albuquerque UP, Luiz VFCdeC, Reinaldo FPdeP, Romulo RNA. 2004. Methods an Techniques in Ethnobioloy and Ethnoecology. New York (US). Springer Science and Business Media.

Alves R. 2012. Relationships between fauna and people and the role of ethnozoology in animal conservation. Ethnobio. and Conserv. 1: 1-70. Alves RRN, Barboza RRD, Souto WMS. 2010. A Global overview of canids used

in traditional medicines. Biodivers. and Conserv. 19: 1513-1522.

Clottes J. 2003. Chauvet Cave: The Art of Earliest Times. Salt Lake (US). University of Utah Pr.

Depison. 2009. Karakteristik Kuantitatif dan Kualitatif Hasil Persilangan Beberapa Ayam Lokal. JIIP. 12: 7-13.

Dirdjopratono W, Goeltom D, Subiharta, Pramono D. 1989. Efektivitas kelembagaan petani penunjang intensifikasi ayam buras di Jawa Tengah.

(31)

19

Pros Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. 28 September 1985. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang (ID). Hlm 108-112.

FAO. 2000. Statistical Database. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome (IT). FAO.

Friedman J, Yaniv Z, Defani A. 1989. A Preliminari clasification of the healing potencial of medicinal plants, base on rational analysis of an ethnoparmacological filed survey among bedouins in the Negev desert Israel. J Ethnophar. 16: 275-287.

Gueye EF. 2003. Production and consumption trends in Africa. World Poult. Sci. J. 19: 12-14.

Indra G. K, Achmanu A, Nurgiartiningsih. 2013. Performans Produksi Ayam Arab (Gallus turcicus) Berdasarkan Warna Bulu. JTT. 14: 8-14.

Kalof L. 2009. A Cultural History of Animals in Antiquity. London (UK). Bloomsbury Academic.

Kawabe K, Worawut R, Taura S, Shimogiri T, Nishida T, Okamoto S. 2014. Genetic diversity of mtDNA D-loop polymorphisms in Laotian native fowl populations. Asian Aust J Anim Sci. 27: 19-23.

Lawler A. 2014. Why Did the Chicken Cross the World: The Epic Saga of the Bird That Powers Civilization. New York (US). Atria Paperback.

Liu YP, Wu GS, Yao YG, Miao YW, Luikart G, Baig M, Pereira AB, Ding ZL, Palanichamy MG, Zhang YP. 2005. Multiple maternal origins of chickens: Out of the Asian jungles. J MPE. 38: 12-19.

Mengesha M. 2012. Indigenous Chicken Production and the Innate Characteristics. Asian J. Poult. Sci. 6: 56-64.

Mengesha M. 2011. Climate change and the preference of rearing poultry for the demands of protein foods. Asian J. Poult. Sci. 5: 135-143.

Nataamijaya AG. 2010. Pengembangan Potensi Ayam Lokal untuk Menunjang Peningkatan Kesejahteraan Petani. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 29: 131-138.

National Research Council. 1993. Managing Global Livestock Resources. Commitee on Managing Global Genetic Resources. Agricultural Imperatives. Washington DC (US). National Academic Pr.

Phillips O, Gentry AH. 1993.The useful plants of Tambopata, Peru: I. Statistical hypotheses tests with a new quantitative technique. Eco Bot. 47: 15 – 32. Phillips O, Gentry AH. 1993.The useful plants of Tambopata, Peru: II. Statistical

hypotheses tests with a new quantitative technique. Eco Bot. 47: 33- 43. Prance GT, Balee W, Boom BM, Carnerio RL. 1987. Quantitative Ethnobotany

and the Case for Conservation in Amazonia. Conserv Bio. 1: 296 -310. Reitz EJ, Wing ES. 2008. Zooarchaeology. 2 ed. Cambridge (UK). Cambridge

University Pr.

Sonaiya EB. 2007. Family poultry, food security and the impact of HPAI. J. World’s Poult. Sci. 63: 132−138.

Troter R, Logan M. 1986. Informant consensus: a new approach for identifying potentially effective medicinal plants. In: Etnik NL (ed) Indigenous medicine and diet: biobehavioral approaches. New York (US). Redgrave Bedford Hills.

(32)

20

Ulfah M, Dyah P, Jakaria, Muhammad M, Achmad F. 2015. Breed Determination for Indonesian Local Chickens Based on Matrilineal Evolution Analysis. Int J Poul Sci. 14: 615-621.

Ulfah M, Dyah P, Jakaria, Muhammad M, Achmad F. 2015. Multiple maternal origins of Indonesian crowing chickens revealed by mitochondrial DNA analysis. J DNA Mapp, Seq, and Anal. 26: 1-9.

Ulfah M, Jakaria, Restymaya TT. 2012. Qualitative Traits of Walik Chickens, The Rare Indigenous Chicken, in West Java, Indonesia. Proc of the 2nd ISAI. 5-6 Juli 2012. Jakarta (ID). Hlm 117-123.

van Vliet N, Casmir N, Robert N. 2014. Bushmeat consumption among rural and urban children from Province Orientale, Democratic Republic of Congo. Oryx. 49: 165-174.

West B, Zhou BX. 1988. Did Chickens Go North? New Evidence for Domestication. J Archeolog Sci. 15: 515-533.

(33)

21

(34)

22

Lampiran 1 Daftar pertanyaan dalam kuisioner (Lembar 1) KUISIONE PENELITIAN

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN KABUPATEN

BOGOR JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH A. Karakteristik Responden: 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Alamat : 5. Pengalaman Beternak : 6. Jumlah tenak : 7. Pekerjaan : B.1. Jenis Ayam : 1. Keterangan : 1.1. Ciri khas :

1.2. Kapan mulai beternak jenis ayam ini : 1.3. Sebutan atau nama lain :

2. Pemanfaatan ayam : (Sebutkan sesuai urutan dari pemanfaatan utama)

No Manfaatnya Kriteria Khusus Jenis Kelamin Bobot (kg) Warna Bulu Warna Jengger Warna

Kaki Suara Lain-lain 1 2 3 4 5 6

3. Perkiraan asal-usul ayam : 4. Cara beternak ayam: 4.1 Jenis pakan ayam : 4. 2 Jenis kandang :

5. Catatan (Catatan dapat berisi hal-hal penting yang belum ditanyakan dalam daftar pertanyaan) :

(35)

23

Lampiran 1. Daftar pertanyaan dalam kuisioner (Lanjutan) B.2. Jenis Ayam :

1. Keterangan : 1.1. Ciri khas :

1.2. Kapan mulai beternak jenis ayam ini : 1.3. Sebutan atau nama lain :

2. Pemanfaatan ayam : (Sebutkan sesuai urutan dari pemanfaatan utama)

No Manfaatnya Kriteria Khusus Jenis Kelamin Bobot (kg) Warna Bulu Warna Jengger Warna

Kaki Suara Lain-lain 1 2 3 4 5 6

3. Perkiraan asal-usul ayam : 4. Cara beternak ayam: 4.1 Jenis pakan ayam : 4. 2 Jenis kandang :

5. Catatan (Catatan dapat berisi hal-hal penting yang belum ditanyakan dalam daftar pertanyaan) :

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Bumitirto, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa tengah pada tanggal 21 Juli 1990. Penulis adalah anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Yusuf Ary Susanto, SPd dan Ibu Salamah, SPd.

Pada tahun 1996 penulis masuk Sekolah Dasar Negeri 2 Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005. Setelah lulus SLTP penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadyah Wonosobo, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2008.

Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 dan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan diploma penulis telah melaksanakan praktik kerja lapangan di perusahaan peternakan unggas Satwa Utama Grup (SUG) Sukabumi selama 2 bulan dan di perusahaan peternakan sapi pedaging PT. Kadila Lestari Jaya, Bandung selama 3 bulan. Pada tahun 2011 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan diploma dan memperoleh gelar Ahli Madya Peternakan. Tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknolgi Peternakan melalui Program Alih Jenis Pendidikan IPB yang diselenggarakan Fakultas Peternakan IPB. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif berpartisipasi sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Ikutan Ternak, Metode Statistik, Peternakan Terpadu, dan Teknologi Produksi Satwa Harapan. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam pekan kreatifitas mahasiswa (PKM) dan berhasil memperoleh pendanaan untuk kegiatan PKM-K dengan topik Budidaya Semut Rangrang sebagai Penghasil Kroto Untuk Pakan Burung Kicauan. Thun 2014 penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan (BSH), Departemen Biologi, Program Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Gambar

Tabel 1 Jenis ayam, daerah asal, dan potensi pemanfaatannya
Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bogor (nomor 1- 13)
Gambar 4 Jenis ayam yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan
Tabel  2  Formula  yang  digunakan  untuk  menduga  Informant  Consensus  Factor,  Fidelity Level, dan Use Value
+6

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas siderofor Bacillus subtilis sebagai pemacu pertumbuhan dan pengendali patogen tanaman terung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi siderofor dari B. subtilis,

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan

Nilai viskositas CPO memiliki kekentalan yang dapat mendukung kinerja dari shock absorber yang lebih baik dari pada kekentalan oli peredam original shock absorber,

 Manajemen sebagai suatu sistem, yaitu suatu kerangka kerja yang terdiri dari berbagai bidang atau unit atau komponen yang saling berkaitan, bergantung, dan

Namun ketika jarak free space sudah mencapai 4 mm dan 5 mm dengan perubahan temperatur dari 25˚C hingga 55˚C nilai timing jitter meningkat secara drastis hingga sebesar

PENGARUH JUMLAH AUTO TELLER MACHINE (ATM), NET INTEREST MARGIN (NIM), NON PERFROMING LOAN (NPL) TERHADAP EARNING PER SHARE (EPS) PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI

687 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur, dimana nilai faktor muat yang distandarkan adalah 70 %

KH 22.11.2004 § 727, Oulun kaupungin osallistuminen Oulun yliopiston CreaM-hankkeen rahoitukseen tavoite 2 -ohjelmasta Oulun kaupunki 2004 Kaupunginhallituksen pöytäkirja..