• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Carboxymethylcellulose [CMC] Terhadap pH, Keasaman, Viskositas, Sineresis Dan Mutu Organoleptik Yogurt Set

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penggunaan Carboxymethylcellulose [CMC] Terhadap pH, Keasaman, Viskositas, Sineresis Dan Mutu Organoleptik Yogurt Set"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC)

TERHADAP pH, KEASAMAN, VISKOSITAS, SINERESIS

DAN MUTU ORGANOLEPTIK

YOGURT SET

SKRIPSI

Oleh :

HARI SUMARDIKAN NIM. 0210540022

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2007

PENGGUNAAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC)

TERHADAP pH, KEASAMAN, VISKOSITAS, SINERESIS DAN

(2)

Oleh:

HARI SUMARDIKAN NIM. 0210540022

Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2007

PENGGUNAAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC)

TERHADAP pH, KEASAMAN, VISKOSITAS, SINERESIS DAN

MUTU ORGANOLEPTIK YOGURT SET

SKRIPSI

(3)

Hari Sumardikan NIM. 0210540022

Telah dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Pada Hari/Tanggal : 5 April 2007

Menyetujui : Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji

Ir. Imam Thohari, MP. Dr.drh. Masdiana Ch.Padaga, M.App.Sc

Tanggal :……… Tanggal :……… Pembimbing Pendamping

Ir. Eny Sriwidyastuti, MP Tanggal :………..

Malang, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang

Dekan,

Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP. Tanggal :...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 2 Maret 1984 sebagai putra pertama pasangan Bapak Arpi’in dan Ibu Suwarti. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri Plumbon Gambang I dan pada tahun yang sama penulis

(4)

melanjutkan ke SMP Negeri 2 Jombang. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Jombang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Selama menjadi mahasiswa, berbagai aktifitas kemahasiswaan yang diikuti penulis, antara lain : staf Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak (HIMATENA) tahun 2003/2004, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak (HIMATENA) tahun 2004/2005, BPRA Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak (HIMATENA) tahun 2005/2006, staf P3A (Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Anggota) di HMI Komisariat Peternakan Malang tahun 2004/2005, staf Bidang Kekaryaan di HMI Komisariat Peternakan Malang tahun 2005/2006.

Selain aktifitas kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Dasar THT tahun 2004 serta asisten dosen pada mata kuliah Mikrobiologi tahun 2004. Penulis juga pernah menerima beasiswa Supersemar pada tahun 2003/2004 dan beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) tahun 2004/2005 di Universitas Brawijaya Malang.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan

(5)

Organoleptik Yogurt Set”.

Penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Imam Thohari, MP, selaku dosen pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan dan saran yang berharga selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Eny Sri Widyastuti, MP, selaku dosen pembimbing pendamping atas segala saran, petunjuk serta kesabarannya dalam memberikan bimbingan selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Dr.drh. Masdiana Ch. Padaga, M.App.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji atas segala saran, petunjuk dan bimbingan demi perbaikan penulisan laporan penelitian ini serta bantuan dan kesabarannya selama ini hingga penulis dapat mencapai tahap akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada

Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

4. Kedua orangtua dan adikku atas doa restu yang telah diberikan kepada saya. 5. Kawan – kawan THT angkatan 2002 atas motivasi, dukungan serta bantuan yang

selama ini diberikan.

6. Teman – teman THT angkatan 2003, 2004, 2005 dan 2006, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada saya.

7. Kawan-kawan seperjuangan di HMI Komisariat Peternakan UNIBRAW. 8. Adikku Irma, terima kasih atas kasih sayang yang diberikan, motivasi serta

bantuan yang diberikan selama ini kepada saya.

Penulis sadar bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup, sehingga kritikan dan saran yang membangun sangat diharapkan karena perjalanan mencari kesempurnaan dan kebenaran mutlak masih sangat panjang. Semoga skripsi ini dapat memberikan

(6)

sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu peternakan.

Malang, Mei 2007

Penulis

ABSTRACT

THE UTILIZING OF CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) TO pH, ACIDITY, VISCOCITY, SYNERESIS AND ORGANOLEPTIC QUALITY OF YOGURT SET

The data of this research were collected from September 19th until November 17nd

(7)

Laboratory of Chemical Physic and the Laboratory of Organoleptic, the Laboratory of the Technology of Animal Products, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang.

The material of this research was yogurt set made from fresh milk, yogurt starter which is combination of Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophillus, and CMC as a stabilizer. The method was experiment using Randomized Block Design, with the factor was the CMC percentage (w/v) of 0% (P0), 0,2% (P1), 0,4% (P2) and 0,5% (P3). Variables measured were pH, acidity, viscocity, syneresis and organoleptic quality. Data were subjected to analysis of variance followed by Duncan’s Multiple Range Test.

The results showed that the utilization of CMC gave a significant difference (P <0,05) on syneresis, flavour, texture, taste and very significant difference (P<0,01) on pH, acidity, viscocity of yogurt set.

It can be concluded that the utilization of CMC can increase the pH and the viscocity, also decrese the acidity, the syneresis and organoleptic quality of yogurt set. The utilization of 0,2% CMC produced the best quality of yogurt set. Further research is needed to study about combination CMC with other stabilizer such as carragenan, guar gum etc to the production of yogurt set.

Key Word : yogurt set, carboxymethylcellulose (CMC), syneresis.

RINGKASAN

PENGGUNAAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) TERHADAP pH, KEASAMAN, VISKOSITAS, SINERESIS DAN MUTU ORGANOLEPTIK

YOGURT SET

Pengambilan data penelitian dilakukan mulai pada tanggal 19 September sampai 17 Nopember 2006 di Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Hasil Ternak,

(8)

Laboratorium Fisiko Kimia dan Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan menentukan konsentrasi pnggunaan CMC pada pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang penggunaan CMC pada proses produksi yogurt set.

Materi yang digunakan adalah yogurt set yang dibuat dari susu segar, kultur starter yogurt yang merupakan kombinasi dari Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus, dan CMC digunakan sebagai bahan penstabil. Metode

penelitian yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok, dengan faktor prosentase penggunaan CMC (w/v) sebesar 0% (P0), 0,2% (P1), 0,4% (P2) dan 0,5% (P3). Variabel yang diamati adalah pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis varian dan apabila terdapat hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sineresis, aroma, tekstur, rasa yogurt set dan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pH, keasaman dan viskositas yogurt set.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan CMC yang semakin tinggi akan meningkatkan nilai rata – rata pH dan viskositas yogurt set, serta menurunkan nilai rata-rata keasaman, sineresis dan nilai rata-rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma, rasa dan tekstur yogurt set. Konsentrasi penggunaan 0,2% CMC

menghasilkan yogurt set berkualitas baik dengan pH 4,30, keasaman 0,90%, viskositas 876,667, sineresis 0,0084 dan memiliki nilai rata-rata pada uji kesukaan panelis terhadap aroma sebesar 5,19, rasa sebesar 5,09 dan tekstur yogurt set sebesar 5,00. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kombinasi penggunaan CMC dengan bahan penstabil lain pada pembuatan yogurt set.

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

RIWAYAT HIDUP ii

(9)

ABSTRACT v

RINGKASAN vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Tujuan 2 1.4. Manfaat Penelitian 2 1.5. Kerangka Pikir 2 1.6. Hipotesis 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Yogurt 5

2.2. Yogurt Set 7

2.3. Proses Pembuatan Yogurt Set 8

2.4. Bahan Penstabil 11 2.4.1. Carboxymethylcellulose (CMC) 11 2.5. pH 13 2.6. Keasaman 14 2.7. Viskositas 14 2.8. Sineresis 15 2.9. Mutu Organoleptik 16

BAB III. MATERI DAN METODE 18

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 18

3.2. Materi Penelitian 18

3.3. Metode Penelitian 19

3.4. Variabel Pengamatan 19

3.5. Prosedur Penelitian 19

3.6. Prosedur Pengujian Produk 21

3.7. Analisis Data 21

3.8. Batasan Istilah 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.1.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap pH Yogurt Set

23 4.2.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

(10)

Keasaman Yogurt Set

25 4.3.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

Viskositas Yogurt Set

26 4.4.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

Sineresis Yogurt Set

27 4.5.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

Aroma Yogurt Set

29 4.6.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

Rasa Yogurt Set

30 4.7.Pengaruh Penambahan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap

Tekstur Yogurt Set

32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 34

5.1. Kesimpulan 34

5.2. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 39

(11)

Tabel Halaman 1. Syarat mutu yogurt (SNI 01-2981-1992)

6

2. Nilai rata - rata pH yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing – masing perlakuan

23

3. Nilai rata - rata keasaman (%) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing – masing perlakuan .

25

4. Nilai rata - rata viskositas (centipoise) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing – masing perlakuan

26

5. Nilai rata - rata sineresis yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

28

6. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

29

7. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

(12)

8. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

32

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Diagram alir penelitian

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pengujian pH dengan menggunakan pH meter Hanna 39

2. Pengujian keasaman tertitrasi menurut Hadiwiyoto (1994) 40

3. Prosedur pengukuran viskositas yogurt set dengan viscometer

model DV menurut Anonimous (2002) 41

4. Pengujian sineresis dengan modifikasi metode sentrifugasi

menurut Kalab (2000) 42

5. Contoh daftar pertanyaan untuk uji organoleptik menurut

Idris (1994) 43

6. Analisis data pH yogurt set 44

7. Analisis data keasaman yogurt set 46

(14)

9. Analisis data sineresis yogurt set 50

10. Analisis data aroma yogurt set 52

11. Analisis data rasa yogurt set 55

12. Analisis data tekstur yogurt set 58

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Yogurt set adalah salah satu tipe yogurt yang menghasilkan gel dengan massa setengah padat, dibuat dengan menginokulasikan starter yogurt kedalam susu yang telah dipasteurisasi, dimana pemeraman dan pendinginan dilakukan dalam kemasan (Early, 1998). Produk yogurt set dapat ditingkatkan mutu serta kualitasnya, salah satunya melalui penambahan bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai bahan penstabil pada yogurt set.

(15)

bahan penstabil yang berfungsi sebagai pengikat air dan pembentuk gel. CMC bisa ditambahkan pada proses pembuatan yogurt set selain dengan menggunakan bahan penstabil lain seperti gelatin, karagenan dan lain – lain. Menurut Imeson (1992), level penggunaan CMC pada produk makanan seperti yogurt atau ice cream harus kurang dari 1% dan pada umumnya hanya 0,1% - 0,5%.

Menurut Spreer (1998), penggunaan bahan penstabil berguna untuk meningkatkan tingkat viskositas dan mencegah terjadinya sineresis pada yogurt set. Akan tetapi menurut Tamime and Robinson (1989), penggunaan bahan penstabil yang berlebihan dapat menyebabkan efek pada tekstur serta penampakan yogurt set yang kasar dan mengumpal.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mencari prosentase (%) terbaik berbagai tingkat penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) pada proses

pembuatan yogurt set dan mengkaji pengaruh penggunaan CMC terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) berpengaruh terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set.

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set.

(16)

menghasilkan yogurt set yang berkualitas baik.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang penggunaan

Carboxymethycellulose (CMC) terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu

organoleptik yogurt set.

1.5. Kerangka Pikir

Yogurt set merupakan salah satu tipe yogurt yang memiliki konsistensi setengah padat, dimana proses pemeramannya dilakukan dalam kemasan setelah proses inokulasi starter (Spreer, 1998). Akan tetapi menurut Early (1998), yogurt set rentan mengalami kerusakan fisik yang secara tidak langsung akan menurunkan mutu serta kualitasnya. Menurut Tamime and Robinson (1989), kerusakan fisik pada yogurt antara lain

timbulnya sineresis, tingkat viskositas yang rendah serta penurunan terhadap kemampuan daya ikat ait pada yogurt set.

Salah satu cara untuk mencegah timbulnya kerusakan fisik pada yogurt set adalah melalui penambahan bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai bahan penstabil. Menurut Hui (1993), bahan penstabil pada yogurt set berfungsi untuk meningkatkan viskositas, memperbaiki struktur gel, meningkatkan kemampuan daya ikat air serta mengurangi resiko terjadinya sineresis. Bahan penstabil pada yogurt set antara lain CMC, gelatin, karagenan, whey protein konsentrat (WPC) dan pektin (Anonymous, 2003).

Carboxymethylcellulose (CMC) merupakan bahan penstabil yang biasanya

(17)

CMC pada produk pangan seperti yogurt dan es krim berperan sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel untuk menghasilkan tekstur yang lebih baik. CMC merupakan

molekul anionik yang mampu mencegah terjadinya pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Fardiaz, 1986). Penambahan CMC pada pembuatan yogurt set tidak memberikan pengaruh lebih terhadap aroma yogurt set, disebabkan oleh karakteristik CMC yang tidak memiliki aroma. CMC merupakan molekul selulosa eter yang berwarna putih, padat dan tidak berbau (Imeson, 1992). Menurut Prilestari (2001), penggunaan CMC sebesar 0,3% dari volume susu akan memberikan kualitas optimum ditinjau dari pH, keasaman, overrun dan mutu

organoleptik yogurt beku.

1.6. Hipotesis

Diduga penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) berpengaruh terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Yogurt

Yogurt merupakan produk susu fermentasi yang dihasilkan melalui fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus (Hui, 1993). Laktosa merupakan senyawa karbohidrat pada

susu berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat yang memiliki enzim galaktosidase atau laktase untuk mensintesis asam laktat (Tarboush, 1996). Enzim β-galaktosidase akan menghidrolisis laktosa kedalam bentuk glukosa dan galaktosa sebelum diubah menjadi asam laktat (Noh and Gilliand, 1994). Selain asam laktat,

dihasilkan komponen lain seperti diasetil, asetaldehid, karbondioksida dan sedikit alkohol yang berfungsi sebagai penentu cita rasa pada yogurt (Early, 1998).

(19)

Menurut Widodo (2003), protein, karbohidrat, lemak dan kalsium pada yogurt lebih mudah tercerna dan diserap daripada susu segar, karena: a) pada proses fermentasi susu oleh bakteri asam laktat, protein susu terdekomposisi sebagian menjadi berbagai monopeptida dan asam-asam amino, sedangkan laktosa dipecah menjadi glukosa dan galaktosa dan b) asam laktat yang dihasilkan oleh fermentasi mampu menggumpalkan protein sehingga memungkinkan untuk lebih mudah dipecah oleh enzim-enzim dalam saluran pencernaan. Menurut Anonimous (1992), syarat mutu yogurt berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2981-1992, adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Syarat mutu yogurt (SNI 01-2981-1992)

No Kriteria Uji Spesifikasi

1 Keadaan

- Penampakan Cairan kental sampai semi padat

- Bau Normal/khas

- Rasa Asam/khas

- Konsentrasi Homogen

2 Lemak : % ; b/b Maks. 3,8

3 Bahan Kering Tanpa Lemak : %

; b/b Maks. 8,2

4 Protein: % ; b/b Min. 3,5

5 Abu Maks. 1.0

6 Jumlah asam (sebagai laktat) : %

; b/b 0,5 – 2,0

7 Cemaran logam

- Timbal (Pb): mg/kg Maks.0,3

- Tembaga (Cu) : mg/kg Maks. 20

- Seng (Zn) : mg/kg Maks. 40

- Timah (Sn) : mg/kg Maks. 40

- Raksa (Hg) : mg/kg Maks. 0,03

- Arsen (As) : mg/kg Maks. 0,1

8 Cemaran mikroba

- Bakteri coliform Maks. 10

- E.coli ; APM/g < 3

- Salmonella Negatif / 100 gram

Menurut Spreer (1998), yogurt dapat dibedakan menjadi tiga :

(20)

kemasan dan pada umumnya dikonsumsi dengan mempergunakan sendok. b. Stirred Yogurt adalah salah satu jenis yogurt yang pembuatannya dengan cara

merusak gel, kemudian didinginkan dan dikemas setelah terjadi proses koagulasi. c. Drinking Yogurt adalah yogurt yang prosesnya hampir sama dengan stirred yogurt,

tetapi produk telah dihomogenisasi dan diubah dalam bentuk cairan sebelum dilakukan filling.

Proses fermentasi pada yogurt dilakukan sampai pH akhir mencapai 4,4-4,5 diikuti dengan terbentuknya aroma yang khas oleh senyawa – senyawa seperti asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil dan aseton yang dihasilkan melalui fermentasi pada laktosa (Davidson, Duncan, Hackney, Eigel and Bolling, 2000). Protein susu akan mengalami koagulasi pada kondisi pH asam membentuk gumpalan yang semakin lama semakin banyak. Penyimpanan pada suhu rendah kemudian dilakukan untuk mencegah terjadinya proses pengasaman lanjut atau postacidification pada yogurt (Adhikari, Mustapha, Grun and Fernando, 2000 ; Weinbrenner, Barefoot and Grinstead, 1997).

2.2. Yogurt Set

Yogurt set merupakan salah satu tipe yogurt yang memiliki konsistensi setengah padat, dimana proses pemeramannya dilakukan dalam kemasan setelah proses inokulasi starter. Yogurt set berbeda dengan yogurt stirrer yang inkubasinya dilakukan setelah inokulasi starter kedalam tangki dalam jumlah besar dan memiliki konsistensi agak keras dibandingkan yogurt set (Spreer, 1998).

Menurut Early (1998), metode inkubasi pada pembuatan yogurt terdiri dari metode inkubasi waktu pendek dan metode inkubasi waktu panjang. Metode inkubasi

(21)

waktu pendek menggunakan suhu 40-43oC selama 21/2 – 4 jam sedangkan metode

inkubasi waktu panjang menggunakan suhu 30-32oC selama 10-12 jam. Inkubasi yogurt

set dalam kemasan dan adanya penambahan bahan penstabil mengakibatkan togurt set memiliki konsistensi yang keras dengan rata – rata komposisi total solid 14 - 15,8 persen, protein 5,3 - 5,6 persen, lemak 0,1 - 0,5 persen, laktosa 7,3 - 9,1 persen, kadar abu 1,1 - 1,16 persen (Barrantes, Tamime, Muir and Sword, 1996).

2.3. Proses Pembuatan Yogurt Set

Pada prinsipnya proses pembuatan yogurt set memiliki karakteristik yang hampir sama dengan proses pembuatan yogurt pada umumnya. Menurut Hui (1993), proses pemeraman dalam kemasan pada yogurt set membedakan dengan proses pembuatan yogurt tipe lainnya. Selain itu yogurt set memiliki tekstur semi padat, berbentuk seperti gel dan memiliki tingkat viskositas yang tinggi (Spreer, 1998). Tahapan proses

pembuatan yogurt set meliputi sebagai berikut: 1. Standarisasi

Standarisasi bertujuan untuk memperbaiki tekstur akhir produk yogurt set serta mengurangi produksi asam yang berlebihan selama fermentasi. Proses standarisasi dilakukan dengan penambahan bahan pembantu seperti skim milk powder (SMP) dan bahan penstabil yang membantu meningkatkan kadar bahan kering dalam susu.

Penambahan skim milk powder (SMP) berkisar antara 3-4 %, karena penambahan SMP yang terlalu tinggi akan menyebabkan rasa bubuk pada produk akhir (Tamime and Robinson, 1989). Proses standarisasi dilakukan pada suhu 50o-60oC selama 5 – 10 menit,

(22)

1994).

2. Homogenisasi

Homogenisasi bertujuan untuk memperbaiki tektur, mengurangi pembentukan gumpalan serta meningkatkan viskositas yogurt set (Varnam and Sutherland, 1994). Homogenisasi dilakukan agar ukuran globula-globula lemak dalam susu yang semula diameternya bervariasi menjadi seragam, apabila ukuran globula seragam maka globula-globula lemak akan tersebar merata keseluruh bagian susu. Susu yang telah

dihomogenisasi akan terkesan kandungan lemaknya lebih tinggi, disamping itu akan menaikkan daya cerna (Idris, 1995).

3. Pasteurisasi

Menurut Hui (1993), proses pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 85oC selama

2 menit. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri patogen beserta sporanya serta menginaktifkan enzim alkalin fosfatase pada susu (Walstra, Geurts, Noomen, Jellena and Van Boekel, 1999) Menurut Anonymous (2004), pasteurisasi bertujuan juga untuk merombak whey protein pada susu guna menghasilkan bodi serta tekstur yogurt yang baik.

4. Penurunan Suhu

Penurunan suhu bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi

pertumbuhan starter bakteri asam laktat pada yogurt (Hadiwiyoto, 1994). Menurut Early (1998), penurunan suhu dilakukan sampai mendekati suhu optimum bagi pertumbuhan

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus untuk mencegah kematian

pada starter akibat pengaruh suhu yang tinggi. 5. Inokulasi Starter

(23)

kontaminasi dari kapang, khamir dan coliform.(Spreer, 1998). Menurut Kosikowski (1982), prosentase inokulasi bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus

bulgaricus dalam pembuatan yogurt set sebesar 2-5%. Menurut Lee and Lucey (2004),

prosentase inokulasi starter yang sangat kecil akan mampu mendorong terjadinya

sineresis lebih besar pada produk akhir. Menurut Idris (1995), saat inokulasi starter harus dihindari pengadukan yang berlebihan karena menyebabkan oksigen kembali kedalam susu dimana oksigen tidak dikehendaki saat proses fermentasi berlangsung.

6. Pengemasan

Menurut Idris (1995), dalam melakukan pengemasan harus diperhatikan faktor lingkungan, alat dan bahan pengemas yang digunakan harus bersih dan steril. Menurut Robinson (1990), model pengemasan yang baik pada yogurt adalah pemberian label dan kode produksi pada wadah pengemas. Pada saat melakukan proses pengemasan kondisi lingkungan harus dalam kondisi yang higienis. Alat dan bahan pengemas yang digunakan harus dapat mempermudah dalam penanganan atau proses pengemasan produk. Volume pengisian produk kedalam wadah kemasan harus tepat dan tidak tumpah.

5. Pemeraman

Suhu yang kurang dari 43oC menyebabkan bakteri Streptococcus thermophillus

akan tumbuh optimal dan pada suhu lebih dari 43oC merupakan pertumbuhan optimal

bagi Lactobacillus bulgaricus. Waktu inkubasi yang diperlukan dalam pembuatan yogurt set berkisar antara 2,5-3 jam. Inkubasi dilakukan setelah proses pengisian susu kedalam wadah yang telah diinokulasi starter (Spreer, 1998). Menurut Lucey (2001), suhu pemeraman yang terlalu tinggi mampu menyebabkan terjadinya pemisahan whey atau sineresis pada yogurt.

(24)

Metode inkubasi pada pembuatan yogurt set ada 2 cara yaitu inkubasi pendek pada suhu 40oC - 42oC selama 4 jam dengan penambahan starter 2% dan inkubasi panjang pada

suhu 30oC selama 14-16 jam dengan penambahan starter sebesar 0,5% (Varnam and

Sutherland, 1994).

6. Penyimpanan pada Suhu Rendah.

Penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk mencegah terjadinya pengasaman lanjut atau postacidification pada yogurt, yang disebabkan oleh aktifitas metabolit bakteri asam laktat selama pendinginan (Beal, Skonova, Latrille, Martin and Corrieu, 1998). Menurut Widodo (2003), efek negatif yang timbul pada proses pengamasan lanjut oleh bakteri asam laktat adalah cita rasa yogurt yang pahit.

2.4. Bahan Penstabil

Menurut Hui (1993), bahan penstabil pada yogurt mempunyai fungsi utama untuk mengikat air dan meningkatkan viskositas, menghasilkan tekstur yogurt yang lembut, memperbaiki struktur gel dan mengurangi resiko sineresis namun tidak mengurangi rasa, efektif pada pH rendah dan mudah terdispersi pada waktu pemrosesan susu. Kelebihan penggunaan bahan penstabil akan menghasilkan yogurt dengan koagulum yang padat dan viskositas yang tinggi (Early, 1998). Bahan penstabil yang sering ditambahkan kedalam yogurt antara lain carboxymethylcellulose (CMC), loast bean guar, alginat, karagenan, protein whey terkonsentrasi dan gelatin (Anonymous,2003).

2.4.1. Carboxymethylcellulose (CMC)

(25)

cellulose gum, CMC, sodium carboxymethylcellulose (Na-CMC).

Carboxymethylcellulose (CMC) adalah eter asam karboksilat turunan selulosa yang

berwarna putih, tidak berbau, padat, digunakan sebagai bahan penstabil (Fennema, 1996).

Carboxymethylcellulose (CMC) dibuat dari reaksi sederhana yaitu pulp kayu ditambah

dengan NaOH kemudian direaksikan dengan Na monokhlor asetat atau dengan asam monoklor asetat (Tranggono, 1990). CMC biasanya digunakan sebagai bahan penstabil pada produk susu seperti yogurt. Hal ini disebabkan kemampuan CMC untuk membentuk larutan kompleks dan berguna mencegah terjadinya pemisahan whey atau sineresis dan mampu meningkatkan viskositas (Imeson, 1992). Menurut Prilestari (2001), penggunaan CMC sebesar 0,3% dari volume susu akan memberikan kualitas optimum ditinjau dari pH, keasaman, overrun dan mutu organoleptik yogurt beku.

Carboxymethylcellulose (CMC) dalam produk makanan berperan sebagai

pengikat air dan pembentuk gel yang akan menghasilkan tekstur produk pangan yang lebi (Belitz and Grosh, 1999). CMC dapat membentuk sistem dispersi koloid dan

meningkatkan viskositas sehingga partikel-partikel yang tersuspensi akan tertangkap dalam sistem tersebut dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter and Norman, 1986). CMC dapat mencegah pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan kekentalan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Fardiaz, 1986).

(26)

pH merupakan nilai keasaman yang sebenarnya dan penentuan nilai pH

merupakan cara yang lebih baik dibandingkan menggunakan keasaman tertitrasi untuk menentukan keasaman susu dan produk olahan susu (Van den Berg, 1987). pH yogurt akan menurun dari kisaran 6 hingga 7 menjadi kisaran 4,0 hingga 4,5 sebagai akibat dari peningkatan keasaman yogurt selama proses inkubasi (Buckle, Edwards, Fleet and Wooton, 1989).

Aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 1:1 dapat mencapai kondisi asam lebih cepat dibandingkan kultur tunggal karena adanya simbiosis antara kedua mikroorganisme tersebut yang akan mempengaruhi nilai pH yogurt (Tamime and Robinson, 1989). Menurut Weinbrenner

et.al., (1997), Streptococcus thermophillus tumbuh dominan pada awal fermentasi yang

berperan mengurangi potensial redoks pada medium susu dan menurunkan pH sampai 5,5, untuk menunjang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Proses proteolisis oleh

Lactobacillus bulgaricus membantu pertumbuhan Streptococcus thermophillus dengan

melepaskan asam amino dan mendorong pembentukan asetaldehida, asam asetat, diasetil, asam format dan asam laktat. Dibawah pH 5,0 menyebabkan Lactobacillus bulgaricus lebih mendominasi dibandingkan Streptococcus thermophillus, dilanjutkan peningkatan produksi asam hingga pH yogurt mencapai 4,6 yang mendorong pengumpalan pada kasein.

(27)

Keasaman yogurt disebabkan adanya pemecahan laktosa oleh bakteri asam laktat. Penentuan tingkat keasaman yogurt dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan alkali NaOH 0,1N (Atherton and Newlander, 1981). Suasana asam pada yogurt

disebabkan adanya katabolisme laktosa oleh bakteri asam laktat yang menimbulkan rasa asam pada yogur (Eckles, Comb and Marcy, 1980).

Nilai keasaman yogurt yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2981-1992 berada pada nilai 0,5% sampai 2,0% (Anonimous, 1992). Menurut Buckle et

al., (1987), tingkat keasaman dapat mempengaruhi nilai pH yogurt karena peningkatan

jumlah asam laktat akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi ion hidrogen menyebabkan nilai pH yogurt akan mengalami penurunan.

2.7. Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu hambatan yang menahan zat cair, secara molekuler disebabkan oleh gerakan acak dan gerakan berpindah dari suatu lapisan ke lapisan lain dalam zat cair dan resultan dari gerakan-gerakan tersebut menghasilkan hambatan (Kusumah, Hermanianto dan Andarwulan, 1989).

Kekentalan dapat diukur secara absolut atau relatif. Unit absolut mempunyai satuan poise, sedangkan yang relatif didasarkan atas besarnya volume yang dapat mengalir pada waktu tertentu dan dalam keadaan yang ditentukan (Hadiwiyoto,1994). Menurut Bourne (1992), faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas adalah suhu, konsentrasi larutan, berat molekul larutan, tekanan dan bahan pelarut.

(28)

disebabkan oleh pembengkakan pada misel kasein (Walstra et.al.,1999). Menurut

Tamime and Robinson (1989), penurunan viskositas pada yogurt dapat disebabkan antara lain oleh :

1. Jumlah bahan padatan yang rendah.

2. Kurangnya proses pemanasan atau homogenisasi pada susu. 3. Terlalu rendah suhu inkubasi yang digunakan

4. Rendahnya prosentase inokulasi bakteri asam laktat pada susu. 5. Tidak adanya penambahan bahan penstabil.

6. Terlalu lama proses pengadukan.

2.8. Sineresis

Sineresis merupakan akibat dari menurunnya kemampuan jaringan protein untuk mengikat air. Pemanasan susu dapat mengakibatkan terbentuknya kelompok misel kasein yang baru dengan daya ikat air yang lebih rendah dibandingkan daya ikat air struktur pada rantai asli yang memicu timbulnya sineresis. Sineresis juga dapat disebabkan karena adanya gangguan fisik misalnya intensitas pengaduan yang terlalu tinggi. Ikatan hidrogen antara molekul air dan molekul protein yang melemah karena lingkungan yang asam akan menyebabkan pori-pori diantara molekul kasein melonggar dan dapat dilalui oleh molekul air yang mulanya terikat protein (Kalab, 2000).

Menurut Tamime and Robinson (1989), upaya pencegahan terhadap terjadinya sineresis dapat dilakukan antara lain dengan :

1. Penambahan bahan penstabil

(29)

3. Proses pengasaman dilakukan sampai pH mencapai 4,4 4. Pendinginan yang cukup

5. Meningkatkan kandungan bahan padatan atau kandungan lemak.

2.9. Mutu Organoleptik

Mutu organoleptik dari suatu bahan pangan akan mempengaruhi diterima atau ditolak bahan pangan tersebut oleh konsumen sebelum menilai kandungan gizi dari bahan pangan (Winarno,1995).

Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menggunakan indera pengecap, pembau dan peraba pada bahan pangan yang dikonsumsi. Interaksi hasil penelitian dengan alat inderawi dipakai untuk mengukur mutu bahan pangan dalam rangka pengendalian mutu dan perkembangan produk (Idris, 1994). Metode pengujian mutu organoleptik bahan pangan digunakan untuk membedakan kualitas bahan pangan pada aroma, rasa dan tekstur secara langsung (Larmond, 1997).

Aroma pada yogurt berasal dari senyawa asetaldehid yang dihasilkan oleh

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dari treonin (Beal et al.,

1998). Menurut Idris (1995), aroma yogurt tidak hanya dipengaruhi oleh kultur murni yang melakukan metabolisme normal tetapi dipengaruhi juga oleh kondisi kultur yang baik dan rasio antara Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang tepat. Rasio kedua bakteri tersebut harus berkisar antara 1 : 1 sampai 3 : 2.

Rasa yang khas pada yogurt set ditimbulkan oleh adanya asam laktat dan

sejumlah kecil senyawa lain, antara lain asetaldehid, diasetil dan asam asetat. Komponen – komponen dihasilkan oleh adanya hubungan simbiotik mutualisme antara

(30)

Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus (Tamime and Robinson, 1989).

Menurut Bourne (1982), tekstur adalah tanggapan indera perasa terhadap stimulasi fisik yang disebabkan oleh kontak antara udara perasa dengan makanan. Tekstur yang bagus ditunjukkan oleh kelembutan dan rasanya dimulut. Menurut Beal et

al., (1998), tekstur pada yogurt merupakan hasil agregasi kedua asam pada misel kasein

dan produksi eksopolisakarida oleh bakteri asam laktat. Asam yang diproduksi selama proses fermentasi menyebabkan kasein mengalami pengumpalan dan tekstur akan menjadi padat (Van der Berg, 1987).

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

(31)

Pengolahan Hasil Ternak, Laboratorium Fisiko Kimia dan Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya mulai tanggal 19 September 2006 sampai 17 Nopember 2006.

3.2. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yogurt set yang dibuat dari susu segar yang dibeli dari KUD Dau Malang dengan ditambah susu skim dan CMC. Susu skim yang digunakan untuk pembuatan yogurt set merupakan susu skim bubuk lokal. Carboxymethylcellulose (CMC) diperoleh dari salah satu toko bahan kimia di Kota Malang. Starter yogurt yang digunakan merupakan campuran antara Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Bahan lain yang dipergunakan antara lain

larutan NaOH 0,1N, indikator Phenolpthalien 1%, alkohol 70%, larutan buffer pH 7. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain erlenmeyer, tabung sentrifus (DSC 158), viskometer (DV II + Pro Brookfield), pipet ukur, pipet tetes, beaker glass, pengaduk kaca, thermometer air raksa, buret, pH meter (Hanna), timbangan

analitik (Mettler AJ 150), gelas ukur, sendok, gunting, kertas label, aluminium foil, refrigerator (Hitachi) dan kertas tissu.

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Percobaan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yaitu yogurt set tanpa

penambahan 0% CMC (P0), yogurt set yang ditambah 0,2 % CMC (P1), yogurt set yang ditambah 0,4 % CMC (P2) dan yogurt set yang ditambah 0,5 % CMC (P3). Setiap perlakuan diulang masing – masing sebanyak 3 kali, sedangkan pengelompokan

(32)

didasarkan pada kualitas susu yang kemungkinan bervariasi, karena waktu pengambilan sampel yang tidak bersamaan.

3.4. Variabel Pengamatan

Variabel yang dilihat adalah pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set.

3.5. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian meliputi penambahan CMC pada masing – masing perlakuan dan susu skim bubuk (4%) ke dalam setiap beaker glass yang telah ditambah susu segar. Kemudian dilakukan standarisasi pada suhu 60oC selama 10 menit, diikuti proses

pasteurisasi pada suhu 85oC selama 2 menit. Kemudian dilakukan penurunan suhu pada

susu sampai 43oC, tahap berikutnya inokulasi starter sebesar 3% kedalam media susu dan

dilakukan pengemasan. Inkubasi kemudian dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam. Yogurt set yang dihasilkan lalu disimpan pada suhu 4oC kedalam refrigerator, kemudian

dilakukan analisis terhadap pH, keasaman, viskositas, sineresis dan mutu organoleptik yogurt set. Prosedur pembuatan yogurt set disajikan pada Gambar 1.

(33)

Gambar 1. Diagram alir penelitian

3.6. Prosedur Pengujian Produk

A. Pengujian pH dengan menggunakan pH meter merk Hanna, terdapat pada lampiran 1.

B. Pengujian keasaman dilakukan dengan metode titrasi (Hadiwiyoto, 1994), terdapat pada lampiran 2.

(34)

C. Pengujian viskositas dengan viskometer model DV (Anonimous, 2002) terdapat pada lampiran 3

D. Pengujian sineresis dengan modifikasi metode sentrifugasi ( Kalab,2000 ), terdapat pada lampiran 4.

E. Kualitas organoleptik menggunakan uji hedonic scale scoring, menurut Idris ( 1994 ), terdapat pada lampiran 5.

3.7. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan (Yitnosumarto, 1993) sedangkan data uji organoleptik dianalisis sesuai petunjuk (Watts, Ytimaki, Jeffrey dan Elias, 1993), apabila terdapat perbedaan pengaruh yang nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (Gasperz,1988).

3.8. Batasan Istilah

1. Yogurt set adalah salah satu tipe yogurt yang menghasilkan gel dengan massa setengah padat, dibuat dengan menginokulasikan starter yogurt ke dalam susu

(35)

yang telah dipasteurisasi, dimana pemeraman dan pendinginan dilakukan dalam kemasan (Early, 1998).

2. Carboxymethylcellulose (CMC) adalah turunan selulosa berupa eter asam karboksilat yang berfungsi sebagai penstabil pada produk pangan (Davidson, 1980).

3. Sineresis adalah pemisahan cairan yang mempunyai berat molekul rendah (whey) pada permukaan gel karena menurunnya kemampuan jaringan protein untuk mengikat air (Fennema,1996).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

(36)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC (0%, 0,2%, 04%, 0,5%) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pH yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai rata – rata pH yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata - rata pH yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing-masing perlakuan

Perlakuan Rata- Rata

P0 P1 P2 P3 4,23± 0,0577a 4,30± 0,1000a 4,37± 0,0577ab 4,53± 0,0577b

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih besar dibanding perlakuan P0, P1 dan P2, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2. Kenaikan nilai rata – rata pH sebanding dengan besarnya konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dipengaruhi oleh adanya penambahan CMC dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penggunaan bahan penstabil pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan aktifitas bakteri asam laktat untuk mengubah laktosa menjadi asam laktat kurang optimal sehingga asam yang dihasilkan berkurang dan nilai pH akan tinggi (Hui 1993). Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata pH yogurt set yang paling kecil, disebabkan tidak adanya penggunaan CMC pada perlakuan tersebut. Menurut Tamime and Robinson (1989), tidak adanya penambahan bahan penstabil pada yogurt akan menurunkan kemampuan

(37)

penyerapan air pada yogurt sehingga dapat mendorong kenaikan pH yogurt.

Pengikatan air oleh CMC mengakibatkan perubahan status air dari air bebas menjadi air terikat. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan air sebagai media

pertumbuhan mengalami penurunan dan proses difusi nutrisi terhambat karena jumlah air bebas sedikit. Mengakibatkan kebutuhan air dan zat nutrisi bagi bakteri kurang tercukupi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat dan metabolisme terganggu. Menurut Van den Berg (1988) dan Winarno (1995), air adalah komponen utama dari sel dan diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk reproduksi. Air berperan sebagai pembawa zat – zat makanan dari sisa – sisa metabolisme, sebagai media reaksi.

4.2. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Keasaman Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap keasaman yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai rata – rata keasaman (%) yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rata - rata keasaman (%) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing -

masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 0,94 ± 0,1000c 0,90 ± 0,1000b 0,86 ± 0,1000a 0,84 ± 0,1000a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

(38)

rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P0, P1 dan P2, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2. Perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3. Penurunan nilai rata – rata keasaman sebanding dengan besarnya konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata keasaman yogurt set yang lebih kecil daripada perlakuan lainnya, karena konsentrasi penggunaan CMC pada perlakuan P3 lebih tinggi daripada perlakuan P0, P1 dan P2. CMC termasuk hidrokoloid yang

mempunyai sifat hidrofilik, dapat terdispersi dan menyerap air bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah. Menyebabkan ketersediaan air sebagai media pertumbuhan

mikroorganisme berkurang dan aktifitas air yang menunjang proses transpor nutrisi secara difusi maupun enzimatik akan menurun. Mengakibatkan bakteri kekurangan air, nutrisi dan energi dalam melakukan aktifitasnya untuk menghasilkan asam laktat sehingga terjadi penurunan jumlah asam laktat dalam substrat. Penurunan jumlah asam laktat ini akan menurunkan tingkat keasaman substrat (Hui, 1993 ; Imeson, 1992).

4.3. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Viskositas Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai rata – rata viskositas yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata – rata viskositas (centipoise) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada

(39)

masing – masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 862,6667± 4,5092a 876,6667± 1,5275b 895,3333± 3,0551c 908,3333± 5,6862d

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P3 memiliki nilai rata - rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, P1 dan P2. Masing – masing perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada nilai rata – rata viskositas yogurt set. Peningkatan nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh adanya penggunaan CMC pada yogurt set. Semakin banyak CMC yang digunakan akan menyebabkan semakin besar jumlah air bebas yang diserap dan diikat sehingga keadaan gel menjadi lebih kuat dan viskositasnya meningkat. Menurut Fardiaz (1986), CMC dapat mencegah pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan kekentalan, hal ini disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein susu.

Selain pengaruh penggunaan CMC, penurunan nilai rata - rata viskositas dapat disebabkan oleh rendahnya prosentase inokulasi starter Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus ke dalam media susu yang akan difermentasi. Menurut

Tamime and Robinson (1989), inokulasi starter bakteri asam laktat Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebesar 3% dengan perbandingan 1:1 dapat

menghasilkan viskositas yogurt set yang baik.

4.4. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Sineresis Yogurt Set

(40)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sineresis yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai rata – rata sineresis yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata – rata sineresis yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 0,0116 ± 0,0020b 0,0094 ± 0,0034b 0,0066± 0,0015ab 0,0059 ± 0,0011a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 5 menunjukkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi daripada perlakuan P1, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang digunakan maka sineresis yogurt set akan

semakin rendah. Menurut Spreer (1998), bahan penstabil yang ditambahkan pada yogurt berfungsi untuk meningkatkan viskositas serta mengurangi resiko terhadap sineresis.

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, disebabkan perlakuan P3 mengandung CMC dengan konsentrasi yang paling besar. Menurut Tamime and Robinson (1989), CMC mampu membentuk ikatan peptida dengan kasein dan mencegah terjadinya ikatan hidrogen antara kasein yang bermuatan negatif dan asam laktat yang bermuatan positif pada kondisi suasana asam, mengakibatkan

(41)

protein terkoagulasi dan menurunkan daya ikat air serta memacu terjadinya sineresis. Sineresis juga dapat disebabkan oleh jumlah kandungan bahan padatan yang rendah pada yogurt. Menurut Anonymous (2004a), yogurt harus memiliki kandungan

minimum total padatan sebesar 12% guna meningkatkan viskositas dan mengurangi terjadinya sineresis. Peningkatan total padatan dapat dicapai dengan penambahan susu skim bubuk.

4.5. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Aroma Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,79 ± 1,8267ab 5,19 ± 1,9825b 5,03 ± 1,7766b 4,46 ± 1,8123a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0.

(42)

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang paling kecil, hal ini disebabkan adanya penggunaan CMC dengan prosentase yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut Walstra et.al (1999), penambahan bahan penstabil dengan prosentase yang besar dapat menghambat proses metabolisme bakteri asam laktat dalam

menghasilkan asam laktat, asetaldehida, diasetil dan senyawa lainnya yang berperan pada aroma yogurt.

Selain pengaruh penggunaan CMC pada yogurt set, rasio antara Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang tidak seimbang dapat mempengaruhi

proses produksi asam laktat dan senyawa – senyawa lain seperti asetaldehid, asam asetat dan diasetil, sehingga akan mempengaruhi aroma yogurt set. Aroma yogurt tidak hanya dipengaruhi oleh kultur murni yang melakukan metabolisme normal tetapi dipengaruhi juga oleh kondisi kultur yang baik dan rasio antara Streptococcus thermophillus dan

Lactobacillus bulgaricus yang tepat. Rasio kedua bakteri tersebut harus berkisar antara 1

: 1 sampai 3 : 2 (Idris, 1995).

Pada tabel sidik ragam aroma yogurt set (Lampiran 10), tampak tidak ada

perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set. Menurut Imeson (1992), penggunaan CMC pada pembuatan yogurt set tidak memberikan pengaruh lebih terhadap aroma yogurt set, disebabkan oleh karakteristik CMC yang tidak memiliki aroma. CMC merupakan molekul selulosa eter yang berwarna putih, padat dan tidak berbau.

4.6. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Rasa Yogurt Set

(43)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 11. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set dan hasil UJBD 5% dari masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,76± 1,7373ab 5,09± 1,7904b 4,49± 1,6232a 4,43± 1,6287a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Sedangkan perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih besar dibandingkan perlakuan P0, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan P0. Semakin tinggi konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set akan menyebabkan penurunan nilai rata – rata uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata perlakuan terkecil pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set, hal ini disebabkan adanya penggunaan CMC dengan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. CMC yang ditambahkan pada yogurt dapat menghambat aktifitas starter dalam menghasilkan asam laktat.

Semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan pada yogurt menyebabkan semakin rendah asam laktat yang dihasilkan sehingga rasa asam berkurang (Tamime and

Robinson, 1989).

(44)

yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set. Mengindikasikan bahwa panelis mampu menunjukkan adanya perbedaan rasa pada yogurt set di setiap masing – masing perlakuan. Rasa asam yang dihasilkan pada yogurt set merupakan hasil metabolisme komponen laktosa susu oleh bakteri asam laktat menjadi komponen – komponen yang lebih kecil. Menurut Campbell and Marshall (1975), komponen asam laktat, asam asetat dan asetaldehid merupakan kontributor penting terhadap rasa yogurt.

4.7. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Tekstur

Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set dan hasil UJBD 5% dari masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,34± 1,8673a 5,00± 2,0056b 4,96± 1,8897b 4,43± 2,0447ab

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata terkecil, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3.

(45)

Penggunaan CMC sebesar 0,2% (P1) menghasilkan nilai rata – rata perlakuan tertinggi pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set karena tekstur yang terbentuk lebih kompak dan seragam. CMC dalam produk pangan seperti es krim dan yogurt berperan sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel sehingga tekstur yang dibentuk tampak lebih baik (Belitz and Grosh, 1986). Molekul – molekul air

terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC dan meningkatkan viskositas yogurt set, menstabilkan emulsi sehingga pembentukan kristal es yang besar dapat dicegah dan tekstur yang dihasilkan lebih halus (Potter and Norman, 1986).

Data pada Tabel 8 menunjukkan perlakuan P0 dan perlakuan P3 memiliki nilai rata – rata perlakuan yang rendah. Disebabkan pada kedua perlakuan tersebut tidak ada penggunaan CMC serta adanya penggunaan CMC dengan konsentrasi yang tinggi. Menurut Anonymous (2004), yogurt akan memiliki tekstur yang kasar dan keras jika tidak ditambahkan bahan penstabil, sedangkan menurut Early (1998), jika terlalu tinggi konsentrasi penambahan bahan penstabil akan menyebabkan yogurt memiliki keadaan yang kurang bisa diterima oleh panelis serta memiliki tekstur yang buruk.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(46)

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tingkat penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) yang semakin tinggi dalam pembuatan yogurt set akan memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap pH, keasaman dan viskositas serta memberikan perbedaan yang nyata terhadap viskositas dan nilai rata-rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma,rasa dan tekstur yogurt set.

2. Penggunaan CMC yang semakin tinggi dalam pembuatan yogurt set menyebabkan nilai rata – rata pH dan viskositas akan meningkat, serta menyebabkan penurunan pada nilai rata – rata keasaman, viskositas dan nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma, rasa maupun tekstur yogurt set.

3. Konsentrasi penggunaan 0,2% CMC menghasilkan yogurt set berkualitas baik dengan pH 4,30, keasaman 0,90%, viskositas 876,667, sineresis 0,0084 dan memiliki nilai rata-rata pada uji kesukaan panelis terhadap aroma sebesar 5,19, rasa sebesar 5,09 dan tekstur yogurt set sebesar 5,00

5.2. Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut melalui penggunaan kombinasi CMC dengan bahan penstabil lainnya pada proses pembuatan yogurt set.

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, K ; Mustapha, A ; Grun, I.U and Fernando, L. 2000. Viability of

Microencapsulated Bifidobacteria in Set Yogurt During Refrigeration Storage. Journal Dairy Science 83: 1946 – 1951

Anonimous. 1992. Standarisasi Nasional Indonesia : Yogurt. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta

(47)

Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Anonymous.2003.Yogurt.Sumber:http.www.foodsci.uogoelph.ca/dairyedu/yogurt.html. Diakses tanggal: 30 Desember 2006

..2004.Yogurt.Sumber:http.www.milkingredisents.ca/DCP/article_e.asp?

catid=145&page=721.Diakses tanggal : 12 September 2006

.2004a.Yogurt.Sumber:http.www.dairyconsultant.co.uk/pages/yogurt

.htm.Diakses tanggal:24 Desember 2006

Atherton, H.V and Newlander, J.A. 1981. Chemistry and Dairy Testing. Fourth Edition. Avi Publishing Company.Connecticut

Barrantes, E ; Tamime, A.Y ; Muir, D.D and Sword, A.M. 1994. The Effects of

Substitution of Fat By Microparticulate Whey Protein on The Quality Set Type Natural Yogurt. Journal Dairy Science 64:743-750

Beal, C ; Skonova, J ; Latrille, M ; Martin, N and Corrieu, G. 1999. Combined Effects of Culture Conditions and Storage Time on Acidification and Viscocity of Stirred Yogurt. Journal Dairy Science 82: 673-681

Belitz, H.D and Grosh, W.1999. Food Chemistry. Second Edition. Springer Verlag Berlin Heidelberg. Germany

Bourne, M.C. 1982. Food, Texture, Viscosity Concept and Measurement. Academic Press. London

Broadbent, J.R ; McMahon, D.J ; Welkel, D.L ; Oberg, C.J and Morneau, S. 2002. Biochemistry, Genetics and Applications of Exopolysaccharide Production in

Streptococcus thermophillus : A Review. Journal Dairy Science 86 : 407 – 423

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wooton, M.1989. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono.UI Press. Jakarta

Campbell, J.R and Marshall, R.T. 1975. The Science of Providing Milk for Men. Mc Graw Hill Company. New York

Davidson, R.L. 1980. Handbook of Water Soluble Gum and Resin. Mc Graw Hill Book Co,Inc. New York

Davidson, R.H ; Duncan, S.E ; Hackney, C.R ; Eigel, W.N and Boling, J.W.2000. Probiotic Culture Survival and Implications in Fermented Frozen Yogurt Characteristic. Journal Dairy Science 83: 666-673

Early, Ralph.1998. The Technology of Dairy Products.Second Edition. Blackie Academic & Professional. New York

(48)

Eckles, C.H., Comb, W.B., and Marcy, H.1980. Milk and Milk Products. Mc Graw Hill Book Company Inc. New York

Fardiaz, S. 1986. Mikrobiologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka. Jakarta

Fennema, Owen. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Chemical Publishing Company Inc. New York

Fisher, L.R. and Parker, N.S. 1988. Effects of Surfactans on the Interaction Between Emulsion Droplet. Elsevier Applied Science Publishers. London

Gasperz.1988. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung

Hadiwiyoto. 1994. Penggujian Mutu Susu dan Olahannya. PT.Liberty.Jogyakarta Hui, Y.H. 1993. Dairy Science and Technology Handbooks: Principles and Properties.

VCH Publisher Inc. New York

Idris, Susrini.1994. Metode Pengujian Bahan Makanan Secara Sensoris. Fakultas Peternakan.Universitas Brawijaya.Malang

.1995. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Penerbir Fajar. Malang Imeson, A.1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Blackie Academic &

Professional. New York

Kalab, M. 2000. Yogurt : Electron Microscopy. Sumber: http.www.aka.livstek.lth.se. Diakses tanggal : 24 Desember 2006

Kosikowski, F.V. 1982. Cheese and Fermented Milk Foods. Kosikowski and Associates Brooktondale. New York

Kusumah, M.A.W, Hermanianto, D dan Andarwulan, N. 1989. Bahan Pengajaran Prinsip Teknik Pangan. Dalam Sadaka, A. 2003. Pengaruh Tingkat Penambahan Gelatin Dan Lama Penyimpanan Dalam Refrigerator Terhadap pH, Keasaman Dan Viskositas Yogurt Set Plain. Skripsi. Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. UNIBRAW.Malang

Larmond, D.1997.Metode Pengujian Bahan Pangan Secara Sensoris. Penerjemah: Susrini Idris. Fakultas Peternakan UNIBRAW.Malang

Lee, W.J. and Lucey, J.A. 2004. Structure and Physical Properties of Yogurt Gel : Effect of Inoculation Rate and Incubation Temperature. Journal Dairy Science 84 :3153-3164

Lucey, J.A. 2002. Formation and Physical Properties of Milk Protein Gel. Journal Dairy Science 85 :281-294

(49)

Marth, E.H. and Steele, J.L. 2001. Applied Dairy Microbiology. Second Edition. Marcel Dekker, Inc. New York

Noh, D.O. and Gillilard, S.E. 1994. Influence of Bile on β-Galaktosidase Activity of Component Species of Yogurt Starter Culture. Journal Dairy Science 77: 3532-3537

Potter W. and Norman, N. 1986. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport. Connecticut

Prilestari, C.D. 2001. Pengaruh Penambahan CMC Sebagai Bahan Penstabil Emulsi Terhadap pH, Keasaman, Overrun, Kecepatan Meleleh Dan Mutu Organoleptik Yogurt Beku. Skripsi. Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Robinson,R.K. 1990. Dairy Microbiology. Second Edition. Elsevier Science Publishing, Ltd. New York

Spreer, F.1998. Milk and Dairy Technology. Translated by Avel Mixa. Marcel Dekker Inc. New York

Tamime, A.Y and Robinson, R.K.1989. Yogurt Science and Technology. Pergamon.Oxford UK

Tarboush, Abu.1996. Comparison of Associative Growth and Proteolytic Acvtivity of Yogurt Starter in Whole Milk from Camels and Cows. Journal Dairy Science 79 :366 - 371

Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Makanan. PAU-UGM. Jogyakarta

Van der Berg, J.C.T.1987. Dairy Technology in The Tropics and Sub Tropics. Pudoc Wageningen. Netherland

Varnam, A.H and Sutherland, J.P. 1994. Milk and Milk Products. Chapman and Hall. London

Walstra, P., Geurts, T.J., Noomen, A., Jellema, A. and Van Boekel, M.A.J.S. 1999. The Dairy of Technology. Mc Graw Hill Publishing. New York

Watts, B.M.G.L., Ytimaki., L.E., Jeffrey dan Elias., L.G. 1993. Dasar-Dasar Metode Sensoris untuk Evaluasi Bahan Pangan. Penerjemah: Purwadi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UNIBRAW.Malang

Weinbrenner, D.R ; Barefot, S.F and Grinstead, D.A. 1997. Inhibition of Yogurt Starter Culture by Jensenii G, Propionibacterium Bacteriocin. Journal Dairy Science 79: 366-371

(50)

Widodo.2003.Bioteknologi Industri Susu.Lacticia Press.Jogyakarta

Winarno.1995. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka. Jakarta .1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta

Wood, B.J. 1998. Microbiology of Fermented Food. Second Edition. Blackie Academic and Professional. UK

Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan : Perancangan, Analisis dan Hipotesisnya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Lampiran 1. Pengujian pH dengan menggunakan pH meter Hanna

1. pH meter dikalibrasi dengan memasukkan elektrode pH meter dalam larutan buffer pH 7.

2. Knop diatur dengan angka monitor yang tercantum pada pH meter menunjukkan pH 7.

(51)

setelah itu dimasukkan ke sampel yang akan diuji.

4. Angka yang terbaca pada layar pH meter dicatat sebagai pH sampel setelah keadaan konstan.

Lampiran 2. Pengujian Keasaman Tertitrasi ( Hadiwiyoto,1994 )

1. Sampel sebanyak 18 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer. 2. Ditambah 3 tetes PP 1%.

3. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna merah muda. 4. Kadar asama laktat dihitung sebagai berikut :

(52)

TA = ml. NaOH x 0,009 x 100% Gram sampel

TA = Titratable Acidity

Lampiran 3. Prosedur Pengukuran Viskositas Yogurt dengan Viscometer Model DV (Anonimous, 2002)

1. Spindel dipasang pada lengan spindel

(53)

3. Motor dihidupkan sehingga spindel berputar, setelah jarum dial menunjukkan angka stabil, motor dimatikan.

4. Mencatat angka yang ditunjukkan oleh jarum dial, setiap sampel diukur 5 kali kemudian diambil rata- ratanya.

5. Nilai rata-rata dikalikan dengan faktor pengali yang sesuai dengan kecepatan dan nomor spindel yang dipakai merupakan nilai kekentalan produk yang diuji.

Lampiran 4. Pengujian Sineresis dengan Modifikasi Metode Sentrifugasi (Kalab, 2000).

1. Yogurt dimasukkan kedalam tabung sentrifugasi dan disentrifugasi pada 2240, 2560 dan 2880 rpm masing – masing selama 10 menit pada suhu ruang (Sentrifus DSC 108).

(54)

kumulatif (w/w) whey diplot dengan kekuatan sentrifugasi dan slope garis regresi awal dipakai sebagai koefisien kerentanan terhadap sineresis.

3. Kecenderungan sineresis dihitung dengan rumus Sineresis = X x 100 %

Y X = berat whey Y = berat awal sampel

4. Kerentanan sineresis terhadap kecepatan sentrifugasi dihitung dengan rumus: Slope = ( A:B )

A = Kecepatan sentrifugasi ( 2240, 2560, 2880 )

B = Sineresis setiap perlakuan dalam 3 kecepatan sentrifugasi

Lampiran 5. Contoh Daftar Pertanyaan untuk Uji Organoleptik (Idris, 1994)

Nama Panelis :……….. Tanggal :...

Produk yang Diuji :...

Ujilah rasa dari sampel – sampel yang saudara hadapi dan tuliskan seberapa anda menyukai atau tidak menyukainya dengan membubuhkan tanda ( v ) pada pernyataan

(55)

yang anda anggap paling sesuai.

Derajat Kesukaan Kode Sampel

Amat sangat menyukai Sangat menyukai

Menyukai Agak menyukai Bukan menyukai atau

tidak menyukai Agak tidak menyukai

Tidak menyukai Sangat tidak menyukai

Amat sangat tidak menyukai

Sampaikan alasan saudara tentang pemilihan pernyataan tersebut untuk masing – masing sampel ... ... ... ... ... ...

Lampiran 6. Analisis Data pH Yogurt Set

1. Data pH Yogurt Set.

· Yogurt Se · t. · · rt · S · et elo mpok 2 3 P O 4.2 4.2 4.3 12. 23 0.05 77 P 1 4.3 4.2 4.4 12. 30 0.10 00 P 2 4.4 4.3 4.4 13. 37 0.0 577 P3 4.5 4.6 4 .5 1 6

(56)

2. Hasil Sidik Ragam pH Yogurt Set

* Faktor Koreksi (FK) = (ΣiΣjΣk Yijk)2 = (52,3)2 = 227,9409

pxn 4x3 * Jumlah Kuadrat (JK)

JK total = ΣiΣjΣk Yijk2 - FK = 4,22 + 4,22 +...+ 4,52 - FK

= 228,13 – FK = 0,1891

JK perlakuan = ΣiΣk (Yijk)2 - FK = 12,72 + 12,92 + 13,12 + 13,62 - FK

n 3

= 228,09 – FK = 0,1491

JK kelompok = ΣiΣj (Yijk)2 - FK = 17,42 + 17,32 + 17,62 - FK

p 4

= 227,9525 - FK = 0,0116

JK galat = JK total - JK perlakuan - JK kelompok

= 0,1891 - 0,1491 – 0,0116 = 0,0284 * Derajat Bebas (db) db perlakuan = (p-1) = 3 db kelompok = (n-1) = 2 db galat = (p-1).(n-1) = 6

Tabel Sidik Ragam pH Yogurt Set

SK Db JK KT F hit F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 0,1491 0,0497 10,50** 4,76 9,78

Kelompok 2 0,0116 5,8.10-3 1,22 5,14 10,92

Galat 6 0,0284 4,73.10-3

Total 11

Keterangan : Tanda ** menunjukkan bahwa diantara perlakuan terdapat perbedaan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) 3. Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD)

(57)

JNT 1% = JND 1% x KTgalat n/ = JND 1% x 4,73.10 / 3−3 = JND 1% x 0,0397 Selingan 2 3 4 JND 1% 5,24 5,51 5,65 JNT 1% 0,2080 0,2187 0,2243

Perlakuan Rataan Notasi

P0 4,23 a

P1 4,30 a

P2 4,37 ab

P3 4,53 b

Lampiran 7. Analisis Data Keasaman Yogurt Set

1. Data Keasaman Yogurt Set

Yogurt S et ur t Se elo mpok 2 3 PO 0.93 0.94 0.95 2. .94 0.01 00 P1 0.89 0.9 0 .91 2.7 90 0.0 100 P2 0.87 0.85 0 .

(58)

2. Hasil Sidik Ragam Keasaman Yogurt Set

* Faktor Koreksi (FK) = (ΣiΣjΣk Yijk)2 = (10,62)2 = 9,3987

pxn 4x3 * Jumlah Kuadrat (JK)

JK total = ΣiΣjΣk Yijk2 - FK = 0,932 + 0,942 +...+ 0,832 - FK

= 9,4172 – FK = 0,0185

JK perlakuan = ΣiΣk (Yijk)2 - FK = 2,822 + 2,702 + 2,582 + 2,522 - FK

n 3

= 9,4164 – FK = 0,0177

JK kelompok = ΣiΣj (Yijk)2 - FK = 3,542 + 3,532 + 3,552 - FK

p 4

= 9,3988 - FK = 5.10-5

JK galat = JK total - JK perlakuan - JK kelompok

= 0,0185 – 0,0177 – 5.10-5 = 7,5.10-4 * Derajat Bebas (db) db perlakuan = (p-1) = 3 db kelompok = (n-1) = 2 db galat = (p-1).(n-1) = 6

Tabel Sidik Ragam Keasaman Yogurt Set

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 0,0177 5,9.10-3 47,20** 4,76 9,78

Kelompok 2 5.10-5 2,5.10-5 0,20 5,14 10,92

Galat 6 7,5.10-4 1,25.10-4

Total 11

Keterangan : Tanda ** menunjukkan bahwa diantara perlakuan terdapat perbedaan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) 3. Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD)

(59)

JNT 1% = JND 1% x KTgalat n/ = JND 1% x 1, 25.10 / 3−4 = JND 1% x 6,4550.10-3 Selingan 2 3 4 JND 1% 5,24 5,51 5,65 JNT 1% 0,0338 0,0356 0,0364

Perlakuan Rataan Notasi

P3 0,84 a

P2 0,86 a

P1 0,90 b

P0 0,94 c

Lampiran 8. Analisis Data Viskositas Yogurt Set

1. Data Viskositas Yogurt Set

Yogurt S et ur t Se elo mpok 2 3 P O 863 867 858 2588 86 67 4.50 92 P 1 881 880 878 2639 87 67 1.5 275 P2 892 896 89 8 26

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu yogurt (SNI 01-2981-1992)
Tabel 2. Nilai rata - rata pH yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing-masing  perlakuan
Tabel 3. Nilai rata - rata keasaman (%) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing -  masing perlakuan
Tabel 5. Nilai rata – rata sineresis yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing  perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait