• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC (0%, 0,2%, 04%, 0,5%) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pH yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai rata – rata pH yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata - rata pH yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing-masing perlakuan

Perlakuan Rata- Rata

P0 P1 P2 P3 4,23± 0,0577a 4,30± 0,1000a 4,37± 0,0577ab 4,53± 0,0577b

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih besar dibanding perlakuan P0, P1 dan P2, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2. Kenaikan nilai rata – rata pH sebanding dengan besarnya konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dipengaruhi oleh adanya penambahan CMC dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penggunaan bahan penstabil pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan aktifitas bakteri asam laktat untuk mengubah laktosa menjadi asam laktat kurang optimal sehingga asam yang dihasilkan berkurang dan nilai pH akan tinggi (Hui 1993). Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata pH yogurt set yang paling kecil, disebabkan tidak adanya penggunaan CMC pada perlakuan tersebut. Menurut Tamime and Robinson (1989), tidak adanya penambahan bahan penstabil pada yogurt akan menurunkan kemampuan

penyerapan air pada yogurt sehingga dapat mendorong kenaikan pH yogurt.

Pengikatan air oleh CMC mengakibatkan perubahan status air dari air bebas menjadi air terikat. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan air sebagai media

pertumbuhan mengalami penurunan dan proses difusi nutrisi terhambat karena jumlah air bebas sedikit. Mengakibatkan kebutuhan air dan zat nutrisi bagi bakteri kurang tercukupi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat dan metabolisme terganggu. Menurut Van den Berg (1988) dan Winarno (1995), air adalah komponen utama dari sel dan diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk reproduksi. Air berperan sebagai pembawa zat – zat makanan dari sisa – sisa metabolisme, sebagai media reaksi.

4.2. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Keasaman Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap keasaman yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai rata – rata keasaman (%) yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rata - rata keasaman (%) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada masing -

masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 0,94 ± 0,1000c 0,90 ± 0,1000b 0,86 ± 0,1000a 0,84 ± 0,1000a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P0, P1 dan P2, tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2. Perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3. Penurunan nilai rata – rata keasaman sebanding dengan besarnya konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata keasaman yogurt set yang lebih kecil daripada perlakuan lainnya, karena konsentrasi penggunaan CMC pada perlakuan P3 lebih tinggi daripada perlakuan P0, P1 dan P2. CMC termasuk hidrokoloid yang

mempunyai sifat hidrofilik, dapat terdispersi dan menyerap air bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah. Menyebabkan ketersediaan air sebagai media pertumbuhan

mikroorganisme berkurang dan aktifitas air yang menunjang proses transpor nutrisi secara difusi maupun enzimatik akan menurun. Mengakibatkan bakteri kekurangan air, nutrisi dan energi dalam melakukan aktifitasnya untuk menghasilkan asam laktat sehingga terjadi penurunan jumlah asam laktat dalam substrat. Penurunan jumlah asam laktat ini akan menurunkan tingkat keasaman substrat (Hui, 1993 ; Imeson, 1992).

4.3. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Viskositas Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai rata – rata viskositas yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata – rata viskositas (centipoise) yogurt set dan hasil UJBD 1% pada

masing – masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 862,6667± 4,5092a 876,6667± 1,5275b 895,3333± 3,0551c 908,3333± 5,6862d

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,01).

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan P1, P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P3 memiliki nilai rata - rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, P1 dan P2. Masing – masing perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada nilai rata – rata viskositas yogurt set. Peningkatan nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh adanya penggunaan CMC pada yogurt set. Semakin banyak CMC yang digunakan akan menyebabkan semakin besar jumlah air bebas yang diserap dan diikat sehingga keadaan gel menjadi lebih kuat dan viskositasnya meningkat. Menurut Fardiaz (1986), CMC dapat mencegah pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan kekentalan, hal ini disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein susu.

Selain pengaruh penggunaan CMC, penurunan nilai rata - rata viskositas dapat disebabkan oleh rendahnya prosentase inokulasi starter Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus ke dalam media susu yang akan difermentasi. Menurut

Tamime and Robinson (1989), inokulasi starter bakteri asam laktat Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebesar 3% dengan perbandingan 1:1 dapat

menghasilkan viskositas yogurt set yang baik.

4.4. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Sineresis Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sineresis yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai rata – rata sineresis yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata – rata sineresis yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing – masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 0,0116 ± 0,0020b 0,0094 ± 0,0034b 0,0066± 0,0015ab 0,0059 ± 0,0011a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 5 menunjukkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi daripada perlakuan P1, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang digunakan maka sineresis yogurt set akan

semakin rendah. Menurut Spreer (1998), bahan penstabil yang ditambahkan pada yogurt berfungsi untuk meningkatkan viskositas serta mengurangi resiko terhadap sineresis.

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, disebabkan perlakuan P3 mengandung CMC dengan konsentrasi yang paling besar. Menurut Tamime and Robinson (1989), CMC mampu membentuk ikatan peptida dengan kasein dan mencegah terjadinya ikatan hidrogen antara kasein yang bermuatan negatif dan asam laktat yang bermuatan positif pada kondisi suasana asam, mengakibatkan

protein terkoagulasi dan menurunkan daya ikat air serta memacu terjadinya sineresis. Sineresis juga dapat disebabkan oleh jumlah kandungan bahan padatan yang rendah pada yogurt. Menurut Anonymous (2004a), yogurt harus memiliki kandungan minimum total padatan sebesar 12% guna meningkatkan viskositas dan mengurangi terjadinya sineresis. Peningkatan total padatan dapat dicapai dengan penambahan susu skim bubuk.

4.5. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Aroma Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set dan hasil UJBD 5% pada masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,79 ± 1,8267ab 5,19 ± 1,9825b 5,03 ± 1,7766b 4,46 ± 1,8123a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Sedangkan perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang paling kecil, hal ini disebabkan adanya penggunaan CMC dengan prosentase yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut Walstra et.al (1999), penambahan bahan penstabil dengan prosentase yang besar dapat menghambat proses metabolisme bakteri asam laktat dalam

menghasilkan asam laktat, asetaldehida, diasetil dan senyawa lainnya yang berperan pada aroma yogurt.

Selain pengaruh penggunaan CMC pada yogurt set, rasio antara Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang tidak seimbang dapat mempengaruhi

proses produksi asam laktat dan senyawa – senyawa lain seperti asetaldehid, asam asetat dan diasetil, sehingga akan mempengaruhi aroma yogurt set. Aroma yogurt tidak hanya dipengaruhi oleh kultur murni yang melakukan metabolisme normal tetapi dipengaruhi juga oleh kondisi kultur yang baik dan rasio antara Streptococcus thermophillus dan

Lactobacillus bulgaricus yang tepat. Rasio kedua bakteri tersebut harus berkisar antara 1

: 1 sampai 3 : 2 (Idris, 1995).

Pada tabel sidik ragam aroma yogurt set (Lampiran 10), tampak tidak ada

perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma yogurt set. Menurut Imeson (1992), penggunaan CMC pada pembuatan yogurt set tidak memberikan pengaruh lebih terhadap aroma yogurt set, disebabkan oleh karakteristik CMC yang tidak memiliki aroma. CMC merupakan molekul selulosa eter yang berwarna putih, padat dan tidak berbau.

4.6. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Rasa Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 11. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set dan hasil UJBD 5% dari masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,76± 1,7373ab 5,09± 1,7904b 4,49± 1,6232a 4,43± 1,6287a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Sedangkan perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih besar dibandingkan perlakuan P0, P2 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan P0. Semakin tinggi konsentrasi penggunaan CMC pada yogurt set akan menyebabkan penurunan nilai rata – rata uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set.

Perlakuan P3 menghasilkan nilai rata – rata perlakuan terkecil pada uji kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set, hal ini disebabkan adanya penggunaan CMC dengan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. CMC yang ditambahkan pada yogurt dapat menghambat aktifitas starter dalam menghasilkan asam laktat.

Semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan pada yogurt menyebabkan semakin rendah asam laktat yang dihasilkan sehingga rasa asam berkurang (Tamime and

Robinson, 1989).

yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yogurt set. Mengindikasikan bahwa panelis mampu menunjukkan adanya perbedaan rasa pada yogurt set di setiap masing – masing perlakuan. Rasa asam yang dihasilkan pada yogurt set merupakan hasil metabolisme komponen laktosa susu oleh bakteri asam laktat menjadi komponen – komponen yang lebih kecil. Menurut Campbell and Marshall (1975), komponen asam laktat, asam asetat dan asetaldehid merupakan kontributor penting terhadap rasa yogurt.

4.7. Pengaruh Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap Tekstur

Yogurt Set

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai tingkat penggunaan CMC memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set. Data dan analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set dan hasil Uji Jarak Berganda Duncan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata – rata perlakuan pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set dan hasil UJBD 5% dari masing - masing perlakuan

Perlakuan Rata - Rata

P0 P1 P2 P3 4,34± 1,8673a 5,00± 2,0056b 4,96± 1,8897b 4,43± 2,0447ab

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada masing – masing perlakuan (P<0,05).

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan P1 menghasilkan nilai rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Sedangkan perlakuan P0 menghasilkan nilai rata – rata terkecil, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3.

Penggunaan CMC sebesar 0,2% (P1) menghasilkan nilai rata – rata perlakuan tertinggi pada uji kesukaan panelis terhadap tekstur yogurt set karena tekstur yang terbentuk lebih kompak dan seragam. CMC dalam produk pangan seperti es krim dan yogurt berperan sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel sehingga tekstur yang dibentuk tampak lebih baik (Belitz and Grosh, 1986). Molekul – molekul air

terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC dan meningkatkan viskositas yogurt set, menstabilkan emulsi sehingga pembentukan kristal es yang besar dapat dicegah dan tekstur yang dihasilkan lebih halus (Potter and Norman, 1986).

Data pada Tabel 8 menunjukkan perlakuan P0 dan perlakuan P3 memiliki nilai rata – rata perlakuan yang rendah. Disebabkan pada kedua perlakuan tersebut tidak ada penggunaan CMC serta adanya penggunaan CMC dengan konsentrasi yang tinggi. Menurut Anonymous (2004), yogurt akan memiliki tekstur yang kasar dan keras jika tidak ditambahkan bahan penstabil, sedangkan menurut Early (1998), jika terlalu tinggi konsentrasi penambahan bahan penstabil akan menyebabkan yogurt memiliki keadaan yang kurang bisa diterima oleh panelis serta memiliki tekstur yang buruk.

BAB V

Dokumen terkait