• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sk Panduan Sedasi Pab 3.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sk Panduan Sedasi Pab 3.1"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO

NOMOR XXX/SK/DIR/XX/XXXX NOMOR XXX/SK/DIR/XX/XXXX TENTANG TENTANG PANDUAN SEDASI PANDUAN SEDASI RUMAH SAKIT BUDI MULYO RUMAH SAKIT BUDI MULYO

Tindakan

Tindakan Nama Nama JabatanJabatan TandaTanda Tangan

Tangan TanggalTanggal

Disiapkan

Disiapkan dr. dr. Zuniarsih Zuniarsih Kepala Kepala Unit Unit MedisMedis

Diperiksa

Diperiksa Niken Niken LarasatiLarasati  Autorized Person Autorized Person

Diperiksa

Diperiksa dr.H. Dwi Prasetyodr.H. Dwi Prasetyo O.A.W

O.A.W Manajer Manajer PelayanPelayananan

Disahkan

(2)

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO NOMOR :XXX/SK/DIR/XX/XXXXX

TENTANG PANDUAN SEDASI RUMAH SAKIT BUDI MULYO

Menimbang : 1. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Budi Mulyo , diperlukan suatu proses pelayanan yang professional, cepat dan tepat

2. bahwa untuk melancarkan tugas dan pelayanan sedasi di Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Budi Mulyo dipandang perlu untuk membuat Panduan Sedasi di Rumah Sakit Budi Mulyo

3. bahwa untuk kepentingan tersebut diatas, perlu diterbitkan Keputusan Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo tentang Panduan Sedasi di Rumah Sakit Budi Mulyo

Mengingat : 1. Undang

 –

 Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang nomer 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen; 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.129/menkes/SK/II/2008 tentang Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit; 5. Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006;

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 7. Undang

 –

 Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

8. Undang-undang RI No 44 tahun 2009 tentang RumahSakit;

9. PERMENKES RI No.519/MENKES/PER/III/2011 tentang Panduan Sedasi di Rumah Sakit;

10. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan; 11. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang

Rekam Medis;

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO TENTANG PANDUAN SEDASI RUMAH SAKIT BUDI MULYO.

Pertama : Panduan Sedasi sebagaimana terlampir dalam lampiran keputusan ini.

Kedua : Perubahan panduan harus dibahas sekurang

 –

 kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali dan apabila diperlukan, sewaktu waktu akan dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada

(3)

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kesalahan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Kesamben Pada Tanggal : ... Direktur, ` dr. Prima Evita, MMR NIK. 01.0217.001

(4)

Lampiran Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo Nomor : //DIR/XI/

Tentang : Pemberlakuan Panduan Sedasi Rumah Sakit Budi Mulyo

Tanggal :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian

Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresi dari sistem saraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan/ prosedur terhadap pasien. Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga. Setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien tetap dapat mempertahankan jalan nafas dan reflek protektif. Suatu konsep sedasi dalam telah disarankan, akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas. Menentukan tingkat sedasi pada anak mungkin lebih sulit, sehingga bahaya anestesi dapat terjadi.

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasi menjadi lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi.

Pedoman terbaru dari Departement Of Healthon General Anesthesia and Dentistry   telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi ringan dan anestesi lokal, sedangkan untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.

1.2 Kriteria Sedasi

Sedasi diklasifikasikan ke dalam 3 tahapan yaitu :

1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.

Contoh sedasi minimal adalah:

a. Blok saraf perifer yang mendapatkan ansiolitik b. Anestesi lokal atau topikal yang mendapat ansiolitik

c. Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri

2. Sedasi sedang/moderat (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.

3. Sedasi berat / dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular pada umumnya terjaga dengan baik.

Sedasi berbeda dengan anestesi umum. Pada anestesi umumterjadi hilangnya kesadaran di mana pasien tidak memberikan respon, bahkan dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

(5)

Sedasi ringan / minimal (anxiolysis) Sedasi sedang/moderat (pasien sadar) Sedasi berat / dalam Anestesi umum Respons Respons normal terhadap stimulus verbal Merespons terhadap stimulus sentuhan Merespons setelah diberikan stimulus berulang / stimulus nyeri Tidak sadar, meskipun dengan stimulus nyeri

Jalan napas Tidak terpengaruh Tidak perlu intervensi Mungkin perlu intervensi Sering memerlukan intervensi Ventilasi spontan Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat Fungsi kardiovaskular Tidak terpengaruh Biasanya dapat dipertahankan dengan baik Biasanya dapat dipertahankan dengan baik Dapat terganggu 1.3 Tujuan

Tujuan sedasi antara lain :

1. Mengurangi kecemasan, memberikan efek tenang agar dapat membantu berjalannya prosedur dan memfasilitasi pengalaman yang membuat pasien m erasa nyaman.

2. Meminimalkan cedera selama prosedur

3. Memberikan kondisi lingkungan yang ideal untuk tindakan endoskopi 1.4 Resiko Dan Komplikasi

Faktor resiko sedasi antara lain : 1. Riwayat gagal sedasi

2. Mengalami efek samping pada pemberian obat sedasi 3. Riwayat sulit intubasi atau ventilasi

4. Bentuk jalan nafas yang tidak normal 5. Status ASA klas 3-4

6. Pengosongan lambung terganggu dan resiko refluk Gastro-Esphageal yang tinggi 7. Neonatus, infant, dan prematuritas

8. Kehamilan 9. Geriatri

(6)

BAB II RUANG LINGKUP Jika pemilihan pasien secara cermat dan dengan prosedur yang sesuai, penggunaan sedasi bisa sangat berhasil (lihat Kotak 1). Semua penggunaan sedasi harus mempunyai :

1. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan personil operasi lain dalam departemen ini, yang semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang peran mereka.

2. Orang yang melakukan prosedur disebut sebagai operator dan orang yang terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat selama sedasi disebut sedationist.

3. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk : penilaian pra operasi, informasi pra dan pasca operasi, protokol puasa, pemberian informed consent.

4. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernafasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV, penggunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya memerlukan monitoring tekanan darah, capnography, elektrokardiogram dan suhu secara rutin.

5. Fasilitas resusitasi

6. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan advanced life support. 7. Pelatihan resusitasi secara reguler

8. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis 9. Rekam medis dan audit praktek.

BAB I DEFINISI

2.1 Petugas Pemberi Sedasi

Berikut adalah anggota tim pemberi sedasi : 1. Dokter

a. Anestesiologis(Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif)

 –

 Pimpinan Tim sedasi

Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi yang ter akreditasi.

b. Residen anestesi

Merupakan dokter yang sedang mengikuti program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.

2. Non-dokter

a. Perawat anestesi

Merupakan perawat dengan STR yang telah menyelesaikan program studi Perawat Anestesi terakreditasi.

b. Asisten anestesi

Merupakan professional kesehatan yang telah menyelesaikan program studi Asisten Anestesi terakreditasi.

Kotak 1. Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi Ekstraksi gigi, radiologi : CT-Scan, MRI, angiografi, insersi kateter lumbar puncture, aspirasi sumsum tulang, kateterisasi jantung, oesophagogastroscopy, pengangkatan/penggantian plester, penjahitan minor, injeksi sendi, biopsi otot, biopsitranskutaneus, seperti ginjal dan hepar, dressings seperti luka bakar, dll.

(7)

2.2 Managemen Keselamatan Pasien

1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama penanganan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).

2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang tindakan.

3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan ter dapat peningkatan risiko sedasi.

4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam melakukan suatu tindakan sedasi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.

5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.

6. Sertifikat PTC dan atau ACLS dan ATLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi dan dokter non-anestesi yang mengawasinya, serta sertifikat BLS dan atau sertifikat perawat asisten/terampil aneste si bagi tenaga asisten perawat. 2.3 Fasilitas Ruang Pelayanan Sedasi

1. Standar minimal fasilitas yang harus ada adalah : a.  Airway Management Kit

Tersedianya alat untuk penanganan kegawatan nafas, antara lain : 1)  Ambubag sesuai ukuran

2)  Jackson Reese

3) Ventilasi Breathing Mask (VBM) sesuai ukuran 4) Oro-Pharingeal Airway (OPA) / guedel sesuai ukuran 5) Naso-Pharingeal Airway (NPA)

6) Laringeal Mask Airway (LMA) sesuai ukuran 7) Laringoskop

8) Endo-Tracheal Tube (ETT) dan introduser/stylet sesuai ukuran 9) Masker oksigen (NRBM)

b. Gas Oksigen

Di dalam ruang pelayanan sedasi harus tersedia suplai gas oksigen, dalam hal ini bisa berupa gas oksigen dalam tabung atau gas sentral lengkap dengan konektor humidifier . c. Alat Pijat Jantung / Defibrillator 

d. Bedside Monitor

Bedside monitor yang harus ada mencakup alat pemantauan saturasi oksigen (oksimetri), alat pengukur tekanan darah (tensimeter), alat pengukur nadi, alat rekam jantung (ECG minimal 2 lead), alat pengukur suhu tubuh.

e. Mesin suction

Mesin yang sudah siap dengan perlengkapannya, antara lain : tabung, slang suction dan catheter suction (sesuai ukuran).

f. Obat Emergensi

Obat-obatan emergensi yang harus tersedia di ruang pelayanan sedasi, antara lain : 1) Sulfas Atrophine (SA)

(8)

3) Epedrine 4) Lidokain

5) Dexamethason 6)  Aminophilyne g. Lembar Rekam Medis

Lembar rekam medis yang diperlukan adalah :

1) Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) folder 7.5A 2) Form. laporan sedasi di folder 6

3) Form. Edukasi tindakan sedasi

4) Form informed consent dan penolakan tindakan sedasi h. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Standar Prosedur Operasional (SPO) minimal harus ada, yaitu : 1) SPO Pengkajian Pra Sedasi

2) SPO Pemberian Sedasi

3) SPO Asistensi Pemberian Sedasi 4) SPO Monitoring Selama Sedasi 5) SPO Perawatan Pasca Sedasi 2.4 Ruang Lingkup Pelayanan Sedasi

Berdasarkan SK Direktur Nomor xxxx/xxxx/xxxx  tentang Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Budi Mulyo ayat 4 kebijakan khusus, yang menyebutkan pelayanan anestesi termasuk di dalamnya pelayanan sedasi ringan, sedang dan dalam di seluruh satuan kerja rumah sakit dikerjakan oleh tenaga anestesi yang kompeten di bawah supervisi dokter spesialis anestesi.

(9)

BAB III TATA LAKSANA 3.1 Evaluasi Pre Prosedur

1. Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan analgesik yang berjalan lancar) 2. Menurunkan risiko kejadian efek samping.

Evaluasi ini meliputi:

a. Riwayat penyakit pasien yang relevan 1)  Abnormalitas sistem organ utama

2) Riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan efek samping yang pernah terjadi / dialami 3) Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi obat, dan interaksi obat yang mungkin

terjadi

4)  Asupan makan terakhir

5) Riwayat merokok, alkohol, atau penyalahgunaan obat-obatan b. Pemeriksaan fisik terfokus

1) Tanda vital

2) Evaluasi jalan napas

3)  Auskultasi jantung dan paru

c. Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi yang mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan pasien)

d. Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan sedasi. e. Konsultasi

3.2 Konseling Pasien

Mengenai resiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif/pilihan yang ada 1. PUASA PRE PROSEDUR

a. Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung ( minimal 6  jam untuk makanan padat, 2 jam untuk clear fluid)

b. Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumoniaaspirasi, pertimbangkan dalam menentukan tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi.

3.3 Pemantauan

Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan:

1. Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus) a. respons menjawab (verbal): menunjukkan bahwa pasien be rnapas

b. hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal): dalam sedasi berat / dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera ditangani.

2. Oksigenasi:

a. memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anestesi b. gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)

3. Respons terhadap perintah verbal (jika memungkinkan) 4. Ventilasi paru (observasi, auskultasi)

a. Semua pasien yang menjalani sedasi harus memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau secara terus-menerus

b. Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong pernapasan, auskultasi dada

(10)

5. Sirkulasi

a. Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular yang signifikan b. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali dikontraindikasikan) 6. Temperatur tubuh

3.4 Pilihan Obat-Obatan Sedasi

1. Sedatif: untuk mengurangi ansietas / kecemasan, menyebabkan kondisi somnolen 2. Analgesik: untuk mengurangi nyeri

3. Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat

3.5 Titrasi Dosis

1. Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan interval yang cukup antar-pemberian untuk memperoleh efek yang optimal

2. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan analgesik

3. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek sedasi / analgesik tidak direkomendasikan.

3.6 Penggunaan Obat Anestesi Induksi (diazepam, midazolam, propofol, ketamin, etomidate, penthotal, dexmethomidin)

1. Digunakan untuk sedasi ringan, sedang, berat dan anestesi umum

2. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan, pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk penanganan jika pasien jatuh dalam keadaan anestesi umum.

3.7 Akses Intravena

1. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi kardiorespirasi dan ekstravasasi.

2. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan kasus per-kasus. 3. Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian mengakses jalur intravena 3.8 Obat Antagonis

Tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat opioid dan benzodiazepin. 3.9 Pemulihan

1. Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi sistem kardiorespirasi

2. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien terbebas dari risiko hipoksemia

3. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien diperbolehkan pulang.

4. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko depresi kardiovaskular / pernapasan setelah pasien dipulangkan.

(11)

BAB IV DOKUMENTASI Pencatatan rekam medis oleh pemberi sedasi dilakukan pada beberapa dokumen, antara lain : catatan perkembangan pasien terintegrasi, lembar edukasi anestesi / sedasi, lembar informed consent atau lembar penolakan anestesi / sedasi, lembar laporan sedasi.

5.1 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

Di lembar ini dokter pemberi sedasi melakukan dokumentasi tindakan pelayanan sedasi dimulai dengan assesmen pra-sedasi sampai dengan pasca sedasi dengan tehnik S-O-A-P.

5.2 Lembar Edukasi Anestesi / Sedasi

Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga berdasarkan lembar edukasi anestesi / sedasi harus dilakukan oleh dokter pemberi sedasi.

5.3 Lembar Informed Consent

Lembar ini harus diisi dan ditandatangani oleh pasien, dokter pemberi sedasi, dan saksi apabila pasien bersedia dilakukan sedasi. Pencatatan dokumen ini harus sudah dilakukan sebelum pasien dilakukan sedasi.

5.4 Lembar Penolakan

Lembar ini juga harus terisi lengkap jika pasien menolak dilakukan tindakan sedasi. 5.5 Lembar Laporan Sedasi

1. Lembar Ke-1

Lembar ini adalah lembar dokumentasi tindakan assesmen pra-sedasi yang harus diisi dengan lengkap. Lembar ini berisi informasi mengenai biodata pasien, informasi (I) tentang pemeriksaan pra sedasi, analisa (A) dari hasil pemeriksaan, dan rencana (R) program sedasi yang akan dilakukan, serta ditandatangani oleh dokter pemberi sedasi (DPJP).

2. Lembar Ke-2

Lembar kedua adalah lembar dokumentasi monitoring selama sedasi. Lembar ini harus terisi dengan lengkap karena lembar ini mencatat tentang waktu mulai dan akhir dari sedasi, kondisi klinis pasien selama sedasi, pemberian jenis dan dosis obat sedasi serta waktu pemberiannya, tanda-tanda vital yang harus diisi setiap 5 menit selama pemberian sedasi, dan ditandatangani oleh petugas yang memonitor selama sedasi baik dokter anestesi ataupun perawat asisten anestesi.

3. Lembar Ke-3

Lembar ini adalah lembar dokumentasi perawatan pasca sedasi yang dimulai dari pencatatan waktu masuknya pasien ke ruang pemulihan, hasil pemantauan tanda-tanda vital, skala nyeri, penilaian kriteria pemindahan/pemulangan pasien, discharge summary , waktu pasien keluar dari ruang pemulihan, dan dokumentasi ini harus ditandatangani oleh perawat RR.

4. Lembar Ke-4

Lembar ini adalah lembar instruksi dokter pasca sedasi yang harus diisi dan ditandangani oleh dokter pemberi sedasi (DPJP). Instruksi yang diisi tentang obat-obatan, mobilisasi, diet/nutrisi, edukasi / follow up, dll.

(12)

BAB V PENUTUP Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan kedokteran berdampak pula pada bidang medis dan perawatan. Instalasi Anestesi dan rawat intensif merupakan bagian integral dari pelayanan Rumah Sakit yang salah satunya adalah pelayanan sedasi dalam rangka kesuksesan tindakan diagnostik maupun terapeutik demi keselamatan dan pemulihan kondisi pasien.

Pelayanan sedasi yang dilakukan di Rumah Sakit Budi Mulyo tentunya perlu senantiasa disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dalam menyongsong era globalisasi dan menghadapi persaingan bebas di bidang kesehatan, maka pelayanan sedasi juga harus disiapkan secara benar dan berkualitas.

Pedoman ini disusun untuk menjadi acuan Pelaksanaan Pelayanan sedasi di Rumah Sakit Budi Mulyo , dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan disempurnakan dari waktu ke waktu.

(13)

AUDIT DAN REVISI 1. Dilakukan oleh Anggota POKJA PAB (Kelompok Kerja Pelayanan Anestesi Dan Bedah).

Kesamben,

Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo

dr. Prima Evita, MMR NIK. 01.0217.001

Referensi

Dokumen terkait

Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian obat yang benar dan tepat pada pasien yang benar, sesuai dengan dosis dan jumlah

Diberikan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap dokter, pemberian obat dengan dosis yang tepat dapat menimbukan kadar terapi yang optimal bagi pasien sehingga dokter

Pemberian larutan obat langsung ke dalam vena dengan teknik bolus adalah metode dimana obat yang diberikan bekerja dengan cepat karena langsung masuk ke dalam sirkulasi pasien..

sebagai pakan alami pada pemeliharan larva udang vaname sejak stadia mysis 1- PL 10 dengan dosis pemberian pakan yang tepat, kondisi parameter kualitas air yang sesuai

Pada kondisi dimana petugas tidak yakin/ tidak pasti dengan identitas pasien (misalnya saat pemberian obat), petugas dapat menanyakan nama dan tanggal lahir5. pasien (jika