• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN AKSES MAKAN SERANGGA HAMA KUMBANG BUBUK DAN FAKTOR FISIKOKIMIA YANG MEMPENGARUHINYA. Muhammad Yasin Balai Penelitian Tanaman Serealia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMAMPUAN AKSES MAKAN SERANGGA HAMA KUMBANG BUBUK DAN FAKTOR FISIKOKIMIA YANG MEMPENGARUHINYA. Muhammad Yasin Balai Penelitian Tanaman Serealia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

400

KEMAMPUAN AKSES MAKAN SERANGGA HAMA KUMBANG BUBUK

DAN FAKTOR FISIKOKIMIA YANG MEMPENGARUHINYA Muhammad Yasin

Balai Penelitian Tanaman Serealia

Abstrak. Tingkat kekerasan kulit, kadar air biji, warna, tekstur biji (ada tidaknya

bulu) dan komposisi senyawa yang dikandungnya sangat berpengaruh terhadap kecenderungan serangga hama Sitophilus zeamais Motsch dalam memilih sumber makanan. Hasil-hasil penelitian mencatat bahwa varietas yang berbulu keras dan kadar tanin yang tinggi, mengalami kerusakan dengan tingkat skor kerusakan rendah, sebaliknya, kulit yang lunak dengan kadar tanin yang rendah, skor kerusakannya nampak tinggi. Fenomena ini membuktikan bahwa terdapat keterkaitan erat antara kondisi fisikokimiawi suatu biji terhadap tingkat kerusakan. Tulisan ini mencoba mengupas kemampuan akses makan serta peranan faktor fisikokimia dan kualitas sumber makanan (biji sorgum), dalam hubungannya dengan prefrensi serangga dalam memperoleh sumber makanan serta besarnya kerusakan yang diakibatkannya.

Kata Kunci : Kumbang Bubuk, Fisikokimia, Kualitas dan Makanan PENDAHULUAN

Sorgum merupakan bahan pangan yang kandungan nutrisinya setara beras akan tetapi kadar protein, lemak dan kandungan P lebih tinggi (Yayuk et.al.,1990). Karena kondisi yang demikian maka sorgum lebih cocok sebagai media untuk perkembangbiakan dan reproduksi dari hama kumbang bubuk jenis Sitophilus zeamais Motsch dibanding jagung itu sendiri dan beras (Santhoy and Rejesus,1973). Sorgum mempunyai keragaman genetik yang cukup besar, memiliki ragam varietas yang sangat berbeda dalam hal mutu, rasa, warna dan kegunaannya. Komposisi kimia biji sorgum sangat beragam, tetapi secara umum adalah protein total 9,5%, serat kasar 2,3%, abu 2,3%, karbohidrat 68%, kalsium 0.11%, methionion 0,35% dan lysine 0,22% (Wright,1993).

Faktor fisika dan kimia dari suatu varietas/galur sorgum sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat serangan. Faktor yang dominan adalah bulu, tingkat kekerasan kulit dan tinggi rendahnya tingkat kandungan senyawa tanin. Varietas yang mempunyai bulu yang keras dengan kandungan tanin yang tinggi, tingkat serangan hama biasanya rendah. Pada biji dengan kandungan tanin rendah bila kondisi kulitnya lunak maka serangan hama akan tinggi (Nonci et.al.,1997). Ini berarti bahwa tekstur fisika lebih dominan sebagai faktor ketahanan struktural dalam suatu biji dari pada komposisi kimianya. Keterkaitan antara faktor fisika dan kimia yang menyusun bukan saja berpengaruh terhadap tingkat kekerasan dan kelunakan kulit suatu biji sorgum, bahkan berpengaruh terhadap perfomansi warnanya. Hasil pengamatan Mudjisihono dan Darmadjati (1987) dan Suarni

et.al.,(1996) bahwa sorgum yang mempunyai kandungan tanin yang tinggi, warnanya

lebih gelap (berwarna coklat tua kemerah-merahan) dibanding yang berkadar tanin tinggi rendah yang berwarna coklat muda atau coklat krem. Sedangkan warna itu sendiri berpangaruh terhadap prefensi terhadap suatu serangga dalam mengakses sumber makanan (Harris and Miller,1983; Vernon and Bartel,1985). Fenomena ini membuktikan bahwa terdapat keterkaitan yang erat sekali antara kadar suatu unsur kimia yang terkandung dalam biji dengan performansi tekstur fisika suatu biji, yang pada akhirnya akan berpangaruh terhadap prefensi serangga. Prefensi juga secara umum disamping terkait unsur warna suatu biji, dan faktor fisikokimia lain seperti kekerasan bulu ada

(2)

401

tidaknya bulu, ukuran biji dan kadar air biji (Weston Hoffman, 1991;1992). Kondisi fisikokimia suatu biji akan menentukan suatu makanan termasuk kategori prefered food atau non prefered food.

Sitophilus sp adalah serangga hama yang berupa kumbang kecil berwarna coklat

kemerah-merahan, berukuran 3-4 mm dan mempunyai 4 bercak terang berwarna kemerah-merahan atau kekuning-kuningan dibawah sayapnya (Borror et.al.,1979). Baik serangga dewasa maupun larvanya makan dan berkembang dalam biji. Serangga induk menggerek/melubangi biji kemudian meletakkan sebutir telur, setelah itu menutupinya dangan cairan kenyal. Seekor serangga betina mampu meletakkan telur 300-500 butir dalam 4-5 bulan. Periode inkubasi telur memakan waktu 3 hari. Larvanya berupa lundi tanpa kaki berwarna putih dan kepalanya berwarna coklat. Larva menjadi dewasa dalam 3-6 hari. Panjang umur(longevity) serangga dewasa sekitar 4-5 bulan. Biasanya terdapat 5-7 generasi dalam setahun (Teetes et.al., 1983). Serangga hama ini termasuk famili Curculionidae dan paling banyak merusak produk pertanian yang berupa biji-bijian di penyimpanan (gudang) dan di lapangan. Diketahui ada 2 genus yaitu Sitophilus oryzae Lin dan Sitophilus zeamais Motsch (Teetes et.al., 1983), sebelumnya serangga ini dikenal sebagai Calandara oryzae kemudian terbagi menjadi Sitophilus oryzae Lin yaitu kumbang yang berukuran kecil, sedang yang berukuran lebih besar adalah Sitophilus

zeamais Motsch (Wafiah et.al., 1997), namun yang paling dominan ditentukan pada

produk pertanian adalah Sitophilus zeamais Motsch (Van der Laan, 1981).

Tulisan ini mencoba mengangkat keterkaitan erat antara faktor fisikokimia, tekstur dan struktur suatu biji sorgum. Dikaji 4 varietas yakni lokal selayar-2, ISCV1, ISCV111, dan Isiap Dorado. Keempat varietas tersebut mempunyai warna dan tekstur yang berbeda, dan prosentase rendemen tepung yang berbeda.

INTERAKSI SERANGGA DAN LINGKUNGAN Ekologi Serangga Hama

Telah banyak usaha-usaha para ahli untuk melihat lebih jauh tata cara atau upaya untuk mendapat cara yang mantap atau sebaik mungkin guna dapat mengendalikan dan mengatasi gangguan hama baik pada kondisi tanaman masih berada di lapangan maupun pada saat pasca panen (periode penyimpanan). Keberhasilan para ahli dalam kegiatan dan usaha ini harus ditunjang oleh pengetahuan tentang urgensinya memahami ekologi suatu serangga hama.

Ekologi hama adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara faktor luar lingkungan dengan hama serangga itu sendiri yang menentukan perkembangan maupun kemunduran dari populasi suatu hama. Faktor-faktor tersebut khusus untuk umumnya hama gudang dibagi atas; a) faktor makanan (kualitas, kadar air), b) faktor iklim (temperatur, kelembaban, cahaya, aerasi), c) keadaan musuh alami (predator, parasit, patogen), d) faktor kegiatan manusia. Faktor-faktor tersebut diatas dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman dan produk pertanian dalam simpanan, baik secara sendiri maupun secara bersama. Makanan yang cukup sangat berpengaruh pada perkembangbiakan hama, yang dalam hal ini dapat meningkatkan populasi hama. Iklim berpangaruh besar baik terhadap hama serangganya maupun kondisi musuh almnya. Musuh alam berada seimbang dengan serangga hama akan dapat menekan musuh serangga hama sebaliknya bila jumlah populasinya kecil maka peranannya juga semakin kecil. Faktor kegiatan manusia dalam mengeksploitasi alam atau menekan serangga hama justru dapat menimbulkan masalah baru dengan munculnya hama. Kasus-kasus seperti resistensi dan resurgensi suatu hama merupakan contoh konkrit dari faktor ini diakibatkan oleh kegiatan manusia.

(3)

402

Peranan Faktor Makanan

Pada hama-hama tanaman pangan, dan produk pertanian dalam simpanan, makanan sangat diperlukan untuk menopang tingkat hidup yang aktif, terutama pada proses peneluran dan stadium larva. Stadium imago porsinya menjadi kecil karena periode kehidupannya menjadi relatif pendek apabila hama-hama tersebut telah meletakkan telur. Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses perkembangbiakan keturunannya. Sebagai contoh, kandungan protein, lemak dan P yang tinggi pada komoditas sorgum dibanding beras dan jagung, ternyata sorgum lebih cocok untuk perkembangbiakan serangga Sitophilus sp (Yayuk et.al., 1990). Fenomena tersebut memberikan indikasi bahwa kualitas makanan suatu bahan mempunyai arti yang sangat dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan serangga yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang dilakukannya (kualitas dan kuantitas serangan).

Kualitas Makanan

Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama.

Pada kondisi makanan yang berkondisi baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Andrewartha dan Birch, 1954). Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut a) kurangnya kandungan unsur yang diperlukan serangga, b) rendahnya kadar air bahan, c) permukaan terlalu keras, bentuk material bahan yang kurang disenangi, misalnya beras lebih disenangi dari pada gabah.

Kadar Air Bahan

Kondisi kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas

kerusakan yang sangat mudah. Hasil penelitian Kalshoven (1981) disimpulkan bahwa perkembangan populasi kumbang bubuk sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%, sebaliknya bila kadar air bahan diturunkan maka mortalitas serangga besar sehingga perkembangan populasi terhambat. John (1991) mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75% pada 9,7%, sedang Mas`ud et.al (1996) mencatat kadar air 6,8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan pupulasi

Sitophilus zeamais Motsch. Peranan Faktor Iklim

Perkembangbiakan hama umumnya sangat bergantung pada kondisi iklim mikro (iklim sekitar). Pada kasus hama gudang, yang dimaksud iklim mikro adalah kondisi iklim ruang simpan. Unsur-unsur iklim yang sangat berpengaruh pada hama gudang adalah temperatur, kelembaban, kadar air bahan, cahaya dan aerasi (Husain, 1982; Cho

et.al., 1988).

Temperatur. Hama kumbang bubuk Sitophilus sp memelurkan temperatur optimum

antara 250C – 300C untuk perkembangan. Temperatur sangat berpengaruh dalam siklus

hidup dari fase telur sampai dewasa. Hasil penelitian Yos Sutyoso (1964: dalam

Kartasapoetra, 1991) diperoleh hasil bahwa pada temperatur 180C dengan (RH 70%)

siklus hidupnya 91 hari, pada temperatur 180C (RH 80%) 70 hari, pada temperatur 210C

(4)

403

Kelembaban. Seperti halnya temperatur serangga hama Sitophilus sp memerlukan

kondisi lembab optimum untuk menopang perkembangbiakannya. Kelembaban optimum untuk serangga hama Sitophilus sp adalah sekitar 75%. Lebih jauh hasil penelitian Yos Sutyoso tersebut disimpulkan bahwa disamping siklus hidup dipengaruhi temperatur, kelembaban juga salah satu faktor yang berpengaruh. Pada perlakuan temperatur tetap

(210C) dengan perbedaan kelembaban, maka siklus hidupnya adalah masing-masing 59

hari pada RH 50%, 52 hari RH 60%, 42 hari pada RH 70% dan 37 hari pada RH 80% (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh kelembaban udara dan temperatur terhadap siklus hidup serangga

Sitophilus sp Kelembaban relative (%) Temperatur ( oC) Siklus hidup (Hari) 70 70 70 80 80 18 21 23 18 21 91 42 28 79 37 Sumber: Yos Sutyoso (1964 dalam Kartasapoetra, 1991)

Intensitas Cahaya. Pengaruh cahaya (kondisi gelap dan terang) sangat berpengaruh basar

terhadap tingkah laku serangga dalam memilih makanan, dan reproduksi (kopulasi dan penelusuran) (Weston and Hoffman, 1991; Weston and Hoffman, 1992).

Percobaan pendahuluan pengaruh cahaya(kondisi gelap dan terang) terhadap prefensi serangga dalam memilih makanan yang dilakukan oleh Sudjak Saenong et.al (1996) disimpulkan bahwa pada pengamatan kondisi terang, prefensi tertinggi pada pengamatan 24 jam setelah infeksi dicatat pada jagung kuning 16.75%, terendah pada varietas lokal selayar (sorgum) yakni 3.25%. Pada pengamatan 48 jam, prefensi tertinggi tercatat pada jagung kuning dan putih, trend menurun tercatat pada varietas IS3552 untuk sorgum masing-masing 13%, terendah pada varietas selayar 1.50% dan Upcasi 4.30%. Pada pengamatan 48 jam, prefensi tertinggi tercatat pada jagung putih 25.50%, ICSH91222 dan IS3552 masing-masing 13.75% dan 13%, terendah pada varietas lokal selayar 1.75%, sedang pada 72 jam, prefensi tertinggi tercatat pada jagung putih dan kuning masing-masing 22.75%, terendah lokal selayar 2.25 %.

Peredaran Udara. Faktor peredaran udara ruangan simpan berpengaruh besar terhadap

tinggi rendahnya bahan. Udara yang rendah dengan aerasi yang kurang akan mendukung perkembangan serangga hama disamping akan meningkatkan kadar air bahan yang berakibat lunaknya kulit dari biji bahan simpan. Dengan demikian serangga hama khusus

Sitophilus sp akan mudah menggerek bahan simpan yang kadar airnya tinggi (Mas`ud et.al., 1997; Kalshoven, 1981). Pada percobaan Barley (1959) dalam Kartasapoetra

(1991) perihal kebutuhan 02 oleh hama bubuk Sitophilus sp dalam gudang disimpulkan bahwa apabila kadar CO2 > 40% atau O2 > 2%, hama tersebut dalam semua tingkatan stadianya akan mati. Apabila kadar CO2 diudara pada kondisi biasa, sedangkan kadar O2

hanya 4% pada temperatur 290C maka yang mati hanya serangga dewasanya saja,

sebaliknya bila CO2 5% dan O2 pada kondisi biasa, kematian serangga baru terjadi setelah 3 minggu. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa teknologi aerasi udara sangat berpengaruh besar dalam menyumbang informasi tentang cara-cara pengelolahan hama dan sekaligus bahan yang disimpan.

(5)

404

Faktor Musuh Alam

Seperti halnya tanaman lain, hama produksi pertanian dalam simpanan juga mempunyai faktor musuh alam yang terdiri atas predator, parasit dan patogen. Secara teoritir dapat dikatakan bahwa apabila keseimbangan antara serangga hama dan musuh alami sepadan, maka tidak akan terjadi peletupan. Pada kasus hama gudang teori ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan mengingat infestasi bahan simpan biasanya paling banyak terjadi pada stadium larva yang mana akan sulit bagi serangga predator untuk melakukan searching terhadap serangga target. Musuh alam untuk hama gudang yang berbentuk predator misalnya cecak dan tokek yang memangsa serangga dewasa dalam gudang, juga kumbang Necrobia rufifes dan larva Omphrate fenestralis dan Omphrate

glabrifrons. Musuh alam yang berbentuk parasit misalnya Pronops nosuta, yang

memarasit hama larva bubuk, Exidechtinis conescens yang memarasit hama gudang ordo Coleoptera, sedangkan organisme patogen yang menjadi musuh alami hama gudang umumnya adalah kelompok cendawan khususnya yang menyerang ordo Celeoptera.

KARAKTER FISIKOKIMIAWI VARIETAS UJI Karakter Agronomi

Prosentase skor penampilan dari ketiga varietas (kecuali varietas lokal Selayar) berkisar antara 1-1,3%. Skor penampilan dengan nilai 1% adalah terbaik yang ternyata terdapat pada varietas Isiap Dorado. Skor kerebahan rata-rata adalah 1%. Umur berbunga dan umur panen masing-masing berkisar antara 58-65 hari dan 93-98 hari. Panjang malai dan tinggi tanaman masing-masing antara 24,3-28,5 cm dan 79,6-139 cm dengan berat malai berkisar antara 2,75-3,93 g (Tabel 2).

Tabel 2. Diskipsi karakter agronomi empat varietas sorgum

Uraian Varietas

Lokal Selayar ISCV 1 ISCV 111 Isiap Dorado

Skor Penampilan (%) Skor Kerebahan (%) Umur Berbunga (hari) Umur Panen (hari) Tinggi Tanaman (cm) Panjang Malai (cm) Berat Malai (g) - - - - - - - 2.00 1.00 58-62 95-98 79.6-124 28.5 3.06-2.47 2.00 1.00 58-60 93-95 126.7-144.0 23.3 3.75-3.93 1.00 1.00 62-65 93-96 122.3-139.0 24.5 2.75-3.32 Sumber: Muslimah Hamdani et.al.,(1996), data diolah.

Sifat Mutu Fisika

Indikator sifat mutu fisika yang dicatat adalah warna, tekstur kulit, bobot dan rendemen tepung. Untuk warna, varietas Lokal Selayar-2 adalah coklat, krem (ISCV1),krem putih (ISCV111) dan krem tua (Isiap Dorado), sedangkan tekstur kulit, berbulu (Lokal Selayar-2), lunak (ISCV1 dan ISCV111), keras (Isiap Dorado). Bobot per 1000 biji, Lokal Selayar-2 24,20 g, ISCV1 27,40 g, ISCV111 33,40 g dan Isiap Dorado 31,30 g, sedangkan prosentase rendemen masing-masing 50,40% untuk Lokal Selayar-2, 65,49% (ISCV1), 73,17% (ISCV111) dan 65,29% (Isiap Dorado) (Tabel 3).

(6)

405

Tabel 3. Diskripsi sifat mutu fisika empat varietas sorgum

Uraian Varietas

Lokal Selayar ISCV1 ISCV111 Isiap Dorado

Warna Bobot 1000 biji (g) Rendemen Tepung (%) Tekstur Kulit Coklat 24,20 50,40 Berbulu Krem 27,40 65,49 Lunak Krem/Putih 33,40 73,13 Lunak Krem Tua 31,30 65,29 Keras Sumber: Suarni dan Singgih (1996), data diolah

Komposisi Kimia

Data analisis komposisi kimia yang dicatat adalah prosentase kandungan air,abu, lemak, protein, serat kasar, tanin, pati, amilosa, dan beberapa data lain seprti nisbah penyerapan air, nisbah kelarutan air dan kelarutan protein baik pada NaOH maupun pada SDS-2 ME. Prosentase kadar air masing-masing adalah 7,9% (Lokal Selayar-2), 9,33% (ISCV1), 9,02% (ISCV111) dan 9,35% (Isiap Dorado). Kadar abu 3,35% (Lokal Selayar-2), 1,59% (ISCV1), 1,68% (ISCV111) dan 1,62% (Isiap Dorado). Kadar lemak 3,80% (Lokal Selayar-2), 2,69% (ISCV1), 2,59% (ISCV111) dan 2,36% (Isiap Dorado). Kadar protein 9,02% (Lokal Selayar-2), 8,62% (ISCV1), 7,33% (ISCV111) dan 7,98% (Isiap Dorado). Serat kasar 3,92% (Lokal Selayar-2), 2,76% (ISCV1), 2,80% (ISCV111) dan 2,84% (Isiap Dorado). Kadar tanin 6,66% (Lokal Selayar-2), 0,62% (ISCV1), 0,33% (ISCV111) dan 1,26% (Isiap Dorado). Kadar pati 58,94% (Lokal Selayar-2), 67,25% (ISCV1), 70,26% (ISCV111) dan 62,87% (Isiap Dorado). Kadar amilosa 1,83% (Lokal Selayar-2), 10,12% (ISCV1), 12,26% (ISCV111) dan 12,16% (Isiap Dorado). Nisbah Penyerapan Air (NPA) 45,1 (Lokal Selayar-2), 37,6 (ISCV1), 39,6 (ISCV111) dan 38,8 (Isiap Dorado). Nisbah Kelarutan Air(NKA) 1,16 (Lokal Selayar-2), 0,79 (ISCV1), 0,83 (ISCV111) dan 0,81 (Isiap Dorado). Kelarutan protein dalam NaOH 556,24(Lokal Selayar-2), 59,12 (ISCV1), 57,26 (ISCV111) dan 55,14 (Isiap Dorado). Kelarutan protein dalam SDS-2 ME 48,76 (Lokal Selayar-2), 53,58 (ISCV1), 51,48 (ISCV111) dan 51,09 (Isiap Dorado) (Tabel 4).

PERPORMANSI VARIETAS DI LABORATORIUM Pada Pengujian Prefensi Serangga

Secara alami serangga hama akan mampu memilih sumber makanan yang disenangi. Serangga akan mempunyai suatu kecenderungan tertentu dalam mengakses sumber makanannya. Perbedaan dalam hal tekstur dan struktur, jenis varietas dan komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan akan berpengaruh besar pada sifat prefensi tersebut. Studi prefensi dilakukan menggunakan gelas pengujian yang diisi biji sorgum seberat 200 g dan diletakkan secara melingkar dalam toples transparan yang berukuran besar. Serangga hama kumbang dewasa dimasukkan dengan kepadatan 100 ekor tiap gelas, diamati dengan menghitung jumlah serangga yang masuk dalam gelas pengujian. Pengamatan dilakukan dalam tiga interval yakni 24, 48 dan 72 jam setelah infeksi. Hasilnya adalah prosentase serangga yang masuk dalam gelas uji semuanya rendah dengan rata-rata masing-masing 3,17% untuk varietas Lokal Selayar-2, 2,00% untuk varietas ISCV1, 2,71% untuk varietas ISCV111 dan 2,92% untuk Isiap Dorado (Tabel 5). Akan tetapi pada biji dengan tekstur berbulu dan yang keras masing-masing Lokal Selayar-2 dan Isiap Dorado, prosentase nilai prefensi rata-ratanya justru lebih

(7)

406

tinggi masing-masing 3,17% dan 2,91%, dibanding varietas yang bertekstur lunak seperti ISCV1 dan ISCV111 yang bernilai 2,00% dan 2,71%. Fenomena ini akan sejalan dengan hasil penelitian Nonci et.al., (1997) yang menyatakan bahwa tekstur kulit biji sorgum varietas Lokal Selayar-2 yang berbulu mudah digerek oleh kumbang bubuk walaupun kadar taninnya tinggi. Tingkat kecenderungan serangga dalam mengakses sumber makanan dapat dilihat pada plotting grafik trend yang terefleksi pada semua interval pencatatan (Gambar 1).

Tabel 4. Diskripsi komposisi kimia dan sifat kelarutan protein, nisbah penyerapan dan kelarutan air empat varietas sorgum

Uraian Varietas

Lokal Selayar

ISCV1 ISCV111 Isiap Dorado

Air (%) Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Serat Kasar (%) Tanin (%) Pati (%) Amilosa (%) NPA(x 0,001) g NKA Kelarutan protein dalam: NaOH SDS-2 ME 7,91 3,35 3,80 9,02 3,92 6,66 58,94 1,83 45,1 1,16 56,24 48,76 9,32 1,59 2,69 8,62 2,76 0,62 67,25 10,12 37,6 0,79 59,12 52,58 9,02 1,69 2,59 7,33 2,80 0,33 70,26 12,26 39,6 0,83 57,26 51,48 9,35 1,62 2,26 7,98 2,84 1,26 62,87 12,16 38,8 0,81 55,14 51,09 NPA= Nisbah Penyerapan Air, NKA = Nisbah Kelarutan Air

Sumber: Suarni dan Singgih (1996), data diolah

Tabel 5. Pengamatan prosentase preferensi serangga pada interval 24, 48 dan 72 jam setelah infeksi

Uraian Varietas

Lokal Selayar ISCV1 ISCV111 Isiap Dorado

Jam Setelah Infeksi 24 48 72 Rata-rata 1,50 4,50 3,50 3,17 1,25 1,50 3,25 2,00 3,25 2,25 2,63 2,71 2,00 3,50 3,25 2,92 Sumber : Sudjak Saenong et.al., (1996), data diolah.

Pengamatan Perkembangan Populasi

Perkembangan imago yang muncul dicatat pada tiga interval pengamatan yakni pada penyimpangan 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Pada varietas Lokal Selayar-2, perkembangan populasi serangga cenderung menurun pada interval berikutnya yakni tercatat ada 80,33 ekor pada interval 2 bulan, 78,33 ekor (4 bulan), dan 37,67 ekor (6 bulan) dengan nilai rata-rata 65,44 ekor. Sebaliknya pada varietas ISCV1, perkembangan populasi serangga sangat berfluktuasi pada setiap interval dengan nilai rata-rata 20,67

(8)

407

ekor pada varietas ISCV111 dan 14,34 ekor pada varietas Isiap Dorado. Dari 4 varietas yang diamati, Lokal Selayar-2 mencata skor tertinggi, dan terendah adalah Isiap Dorado (Tabel 6).

Secara teoritis, semestinya perkembangan serangga pada varietas lokal Selayar-2 lebih sedikit mengingat varietas ini mempunyai kandungan tanin yang lebih tinggi dibanding varietas lain, akan tetapi nisbah penyerapan airnya lebih besar, maka varietas ini cenderung mudah lembab yang cepat meningkatkan kadar air, sehingga tekstur kulit akan menjadi lebih lunak, yang akibatnya memudahkan serangga hama untuk menyerang dan mengembangkan progenisnya (Tabel 6). Hasil pengamatan Tenrirawe et.al., (1997) sedikit berbeda dari pencatatan Nonci et.al., (1997). Pada interval 4 bulan perkembangan imago pada pencatatan Tenrirawe adalah 34,2 ekor untuk varietas Lokal Selayar-2, kurang lebih 50% lebih kecil dari pencatatan Nonci. Akan tetapi pada varietas Isiap Dorado, pencatatan Tenrirawe justru lebih tinggi yakni 30,80 ekor, kurang lebih 25% lebih tinggi (Tabel 7).

Tabel 6. Perkembangan populasi serangga setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan

Uraian Varietas

Lokal Selayar ISCV1 ISCV111 Isiap Dorado

Interval Pengamatan 2 bulan 4 bulan 6 bulan Rata-rata 80,33 78,33 37,67 65,44 8,67 53,33 87,67 49,89 14,67 41,67 5,67 20,67 1,33 23,00 18,67 14,34 Sumber : Nonci et.al., (1997), data diolah.

Tabel 7. Prosentase kerusakan yang ditimbulkan setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan

Uraian Varietas

Lokal Selayar ISCV1 ISCV111 Isiap Dorado

Interval Pengamatan 2 bulan 4 bulan 6 bulan Rata-rata 36,58 47,90 56,39 46,96 13,26 27,39 82,49 41,05 10,04 36,31 58,28 34,88 3,67 14,21 19,18 12,35 Sumber : Tenrirawe et.al., (1997), data diolah.

KESIMPULAN

Hasil-hasil penelitian mencatat bahwa varietas yang berbulu keras dan kadar tanin yang tinggi, mengalami kerusakan dengan tingkat skor kerusakan rendah, sebaliknya, kulit yang lunak dengan kadar tanin yang rendah, skor kerusakannya nampak tinggi. Fenomena ini membuktikan bahwa terdapat keterkaitan erat antara kondisi fisikokimiawi suatu biji terhadap tingkat kerusakan. Tulisan ini mencoba mengupas peranan kualitas sumber makanan (biji sorgum), kondisi fisikokimiawi dan hubungannya dengan prefrensi serangga dalam memperoleh sumber makanan serta besarnya kerusakan yang diakibatkannya.

(9)

408

DAFTAR PUSTAKA

Andrewartha,H.G., and L.C.Birch. 1954. The distribution and abundance of animals. The University of Chicago Press.Chicago.

Borror, D.J., D.M.De Long and C.A.Triplehorn. 1981. An Introduction to the Study of Insect.Saunders Collage Publishing.p.356-549.

Cho,K.J.,Ryoo, and S.Y.Kim. 1988. Life table statistic of rice weevil (Coleoptera:Curculionodae) in relation to the presence of rough, brown and polished rice.Korean.Entomol. 18: 1-16 Hamdani,M., S.Singgih, dan M.Yasin.HG.1996. Penampilan beberapa galur/varietas sorgum.

Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serelia Lain.Tgl.19 Januari 1996. Harris,M.O and J.R.Miller.1983. Color stimuli and oviposition behavior of onion fly Delia antiqua

(Meigen)(Diptera:Anthomyiidae).Ann.Entomol.Am.76: 766-771

Husain,I.1982.The susceptibility of milled rice and rough rice attack by Sitophilus oryzae (Lin) and Sitophilus zeamais (Motsch). Bogor Indonesia.Biotrop.

John,P.,Sed Lack, Robert,J.,Bryan,D.Price, and Maya Siddiqui. 1991. Effect of several management tactics of adult mortality and progeny production of Sitophilus zeamais (Coleptera:Curculionidae) on stored corn in the laboratory. Journal of Econ Entomol.84(3): 1042-1046.

Kalshoven,L.E.1981. The pest of crops in Indonesia. Rivised and translated by P.A.Vander Laan with assistance of G.L.H.Rothsid.PT.Ikhtiar Baru- Van Hoeven. Jakarta.

Kartaspoetra., A.G.1991.Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. PT.Prince Cipta.Jakarta.

Margot J.G. and J.T.Trumble.1985. Response of Spodoptera Exigua (Lepidoptera:Noctuide) Larvae to light.Environ.Entomol.14: 65-653

Mas`ud.S., M.Yasin., D.Baco., S.Saenong.1996. Pengaruh kadar air awal biji sorgum terhadap perkembangan kumbang bubuk Sitophilus zeamais. Hasil-hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman tahun 1995/1996.Badan Litbang Pertanian, Balitjas Maros.p.35-44. Mudjisihono,R. dan D.S.Darmadjati. 1987.Prospek kegunaan Sorgum sebagai sumber pangan dan

pakan.Journal Penelitian Pengembangan Pertanian.vol. VI(I)hal. 1-5

Nonci,N., S.Singgih, dan A.Muis.1997.Tingkat kerusakan biji sorgum oleh hama kumbang bubuk gudang.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.Pusat Penelitian Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.vol 15(2):28-33

Ryoo.M.I and H.W.Cho.1992.Feeding and oviposition prefence and demography of rice weevil(coleoptera:curculionidae) reared on mixtures of brown, polished and rough rice.Environ.Entomol>21:549-555

Santhoy,Q. and M.Rejesus.1973.The developmental rate, body weight and reproductive capacity of Sitophilus zeamais Motsch reared on the natural hosts.Philippine Ento.2:311-321 Suarni dan S.Singgih.1996.Evaluasi karakter biji sorgum.Seminar Mingguan Balai Penelitian

Tanaman Jagung dan Serealia Lain.Tgl.23 November 1996.

Sudjak Saenong.M., Muslimah Hamdani dan Masnawati.1996. Pengaruh perbedaan warna sumber makanan pada kondisi terang dan kedap cahaya terhadap prefensi serangga Sitophilus sp jantan dan betina. Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan X, PEI, PFI dan HPTI Komda Sul-Sel. Maros 10 Januari 1996.p.76-84.

Teetes,G.L., K.V.S.Reddy, K.Leuschener and L.R.House.1983.Sorgum Insect Identification Hand Book. Information Bulletin no.12.ICRISAT

Tenrirawe., D.Baco, danW.Akib. 1997. Uji ketahanan varietas/galur sorgum terhadap hama gudang.Hasil penelitian Hama/Penyakit 1996/1997

Van der Laan,P.A.1981.Pest of Crops in Indonesia.Revised from The plagen van de Cultur gewessen in Indonesia by L.G.G.Kalshoven.Pt.Icthiar Bon_Van Hoeve,Jakarta.p.197-201;3870437.

Vernon.R.S. and D.L.Bartel.1985.Effect of hue, saturation and intensity on color selection by the onion fly Delia antiqua (Meigen) (Diptera:Anthomyidae). Environ.Entomol.14:210-216 Wafiah,A., M.Yasin Said, dan D.Baco. 1997. Inventarisasi serangga hama gudang sorgum di

Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 1996/1997.hal.57-68

Weston,P.A and S.A.Hoffman.1991. Humadity and tactile Responces oif Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae). Environ. Entomol.20:1433-1437.

(10)

409

Weston,P.A and S.A.Hoffman.1992. Influence of Starvation, Dehydration and Humadity Differential on Humadity Responces of Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae).Environ. Entomol. 21:1345-1350.

Wright,A.F.1993.Animal Feeds:Combuning the Best of Both Worlds. World Agriculture, 1993.Tarling Publishing Group PLC.Hongkong

Yayuk,A.B., A.Ispandi dan Sudayono. 1990. Sorgum Monograf. Bulletin Malang no.5 Balittan Malang.

Gambar

Tabel  1.  Pengaruh  kelembaban  udara  dan  temperatur  terhadap  siklus  hidup  serangga  Sitophilus sp   Kelembaban relative  (%)  Temperatur ( oC)  Siklus hidup                 (Hari)  70  70  70  80  80  18 21 23 18 21  91 42 28 79 37  Sumber: Yos Sut
Tabel 2. Diskipsi karakter agronomi empat varietas sorgum
Tabel  4.  Diskripsi  komposisi  kimia  dan  sifat  kelarutan  protein,  nisbah  penyerapan  dan  kelarutan air empat varietas sorgum
Tabel 7. Prosentase kerusakan yang ditimbulkan setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan

Referensi

Dokumen terkait