• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN

MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO

DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

WONOGIRI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh Ambar Sari NIM. S12002

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

(2)

PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO

POSISI PAROKSIMAL JINAK DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

WONOGIRI

Ambar Sari1), Wahyu Rima Agustin2), Yeti Nurhayati3)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta

2,3)

Dosen Program Studi S-1 KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta

Abstrak

Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/CRT) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).Modifikasi Manuver Epley (MME) merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley di RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Desain penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif, Quasi Eksperimendengan rancangan Pretest-Posttest with control grup berupa pemberian terapi sebanyak tiga kali hari sekali dalam 1 bulan dengan cara consecutive sampling, sejumlah 30 responden.

Hasil penelitian menunjukkan vertigo sebelum diberi terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley (pre test) 14,27 dan setelah diberi terapi reposisi kanalit 6,78 , modifikasi manuver epley 12,87 (post test). Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh terapi terhadap vertigo di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dengan nilai analisa uji Maan-whitney <0,03 ( p value =0,000).

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo. Dalam penelitian terapi reposisi kanalit mengalami pengaruh yang signifikan.

Kata Kunci : Vertigo, terapi reposisi kanalit, modifikasi manuver epley Daftar Pustaka : 21(2006-2015)

(3)

1

PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari

dizziness yang secara definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar (Iskandar Junaidi, 2013).

Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menyusahkan sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja ; hari ini terjadi, besok hilang. Namun, ada juga vertigo yang kambuh lagi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada umumnya vertigo yang terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah, dan makanan/minuman tertentu. Selain itu, vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan organ di dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Artinya, pada umumnya vertigo tidak disebabkan oleh kerusakan yang terjadi di dalam otak. Namun, suatu ketegangan atau tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar di dalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat pada kepala (Iskandar Junaidi, 2013).

Vertigo adalah sensasi abnormal berupagerakan berputar. Pada

penderita vertigo harus dipikirkan apakah vertigo tersebut tipe sentral (misalnya stroke) atau perifer

BPPV(Benign Positional Paroxymal Vertigo). Namun, tidak jarang merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya : obat, hipotensi, penyakit endokrin dan sebagainya)(Wahyudi 2012). Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan silisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo (Fransisca 2013). Prevelensi angka kejadian vertigo di Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). Diperkirakan sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun dan jarang pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.

Vertigo terjadi pada sekitar 32 % kasusdan sampai dengan 56,4 % pada populasi orangtua. Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia dilaporkan sekitar 15 % anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “ paroxysmal vertigo” yang disertai dengan

(4)

gejala-2 gejala migrain (pucat, mual, fonofobia,

dan fotofobia).

Vertigo merupakan salah satu gejala sakit kepala yang sering disertai pusing yang berputar. Menurut data di Amerika keluhan pusing merupakan alasan 5,6 juta orang berkunjung ke klinik. Menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa 1/3 orang mengeluhkan pusing mengalami vertigo. Angka kejadian vertigo sendiri tidak banyak hanya 4,9% (vertigo terkait migrain sebanyak 0,89% dan BPPV sebanyak 1,6%). Walaupun vertigo bukan merupakan salah satu penyakit yang banyak dikenal orang dan dengan angka kejadian yang tinggi, namun seseorang dengan vertigo dapat berbahaya karena berisiko jatuh saat beraktivitas akibat gangguan keseimbangan hingga kehilangan kesadaran/pingsan.

Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri didapatkan data pasien yang mengalami vertigo mulai bulan Oktober – Desember 2015 sebanyak 33 pasien

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley

Terhadap Vertigo Posisi Paroksismal Jinak di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, Quasi Eksperimendengan rancangan

Pretest-Posttest with control grup yang bertujuan

untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan, kemudian dibandingkan hasil sebelum dan sesudah perlakuan. Dua kelompok subyek yang dinilai saat sebelum dan sesudah pemberian Terapi untuk pasien Vertigo. Sebelum diberikan perlakuan dilakukan pengukuran (pretest) dan setelah perlakuan dilakukan pengukuran (posttest) untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian Terapi Reposisi Kanalit dan Modifikasi Manuver Epley.

HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Usia Responden

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur (n=30)

Klasifikasi Umur RespondenFrekuensi Prosentase (%)

40-59 13 43,33 %

60-79 17 56,67 %

Total 30 100 %

Dari hasil analisa yang didapatkan Karakteristik menurut umur menunjukkan sebagian besar responden berumur 60-79 sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden.

(5)

3 Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin (n=30) Klasifikasi Jenis Frekuensi Prosentase(%) Kelamin Responden

Laki-Laki 7 23,33 %

Perempuan 23 76,67 %

Total 30 100 %

Jenis kelamin responden pada penelitian ini menunjukan sebagian responden memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 23 responden (76,67%) dengan total 30 responden.

Pekerjaan

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan (n=30)

Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase(%) Menurut Pekerjaan

Wiraswasta 13 43,33 %

Buruh 17 56,67 %

Total 30 100 %

Karakteristik menurut pekerjaan menunjukan sebagian besar responden bekerja sebagai buruh sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden.

Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit

Tabel 4.4 Skor Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit (n=15)

Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%)

< 12 0 0 %

>12 15 100 %

Total 15 100 %

Pada tabel 4.4 Skor Vertigo sebelum dilakukan terapi reposisi

kanalit menunjukkan ≥ 12 maka pasien termasuk menderita vertigo. Vertigo Symptom Scale – Short Form (VSS-SF) menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total ≥ 12 menunjukkan seseorang menderita vertigo.

Vertigo Sebelum Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley

Tabel 4.5 Skor Vertigo Sebelum Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley(n=15)

Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%)

< 12 0 0 %

>12 15 100 %

Total 15 100 %

Pada tabel 4.5 Skor Vertigo sebelum dilakukan terapi modifikasi Manuver Epley menunjukkan ≥ 12 maka pasien termasuk menderita vertigo. Vertigo Symptom Scale – Short Form (VSS-SF) menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total ≥ 12

(6)

4 menunjukkan seseorang menderita

vertigo.

Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit

Tabel 4.6 Skor Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit

Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%)

< 12 15 100 %

>12 0 0 %

Total 15 100 %

Pada tabel 4.6 Skor Vertigo setelah dilakukan terapi reposisi kanalit menunjukkan ≤ 12 maka terapi reposisi kanalit menunjukkan penurunan vertigo. Sehingga ada perbedaan setelah diberi terapi reposisi kanalit.

Vertigo Sesudah Diberi Terapi Modifikasi

Manuver Epley

Tabel 4.7 Skor Vertigo Setelah Diberi Terapi

Manuver Epley

Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%)

< 12 4 26,67 %

>12 11 73,33 %

Total 15 100 %

Pada tabel 4.7Skor Vertigo setelah dilakukan terapi modifikasi manuver epley terjadi penurunan tetapi tidak signifikan maka terapi modifikasi manuver epley menunjukkan sudah ada penurunan vertigo. Ada perbedaan setelah diberi terapi manuver epley.

Vertigo Sebelum Dan Setelah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi

Manuver Epley

4.2.1.1Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi Reposisi kanalit

Tabel 4.8Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi Reposisi

kanalit terapi/ Kelompok Kontrol P value Nilai

Mean Median St.dev Min Max Pre 14,27 14,00 .704 13 15 Post 6,78 7,00 1,246 5 9 0,001

Tabel 4.8 Uji wilcoxon menunjukkan skala vertigo pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah Terapi Reposisi Kanalit dengan p value 0,001 maka ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit.

4.2.1.2 Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi modifikasi manuver epley

Tabel 4.9 Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi modifikasi

manuver epley

terapi/ Kelompok

Kontrol P value

Nilai Mean Median St.dev Min Max Pre 14,27 15,00 .704 13 15 Post 12,87 13,00 .834 11 14 0,001

Tabel 4.9 Ujiwilcoxon

menunjukkan skala vertigo pada kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan Terapi

(7)

5 Modifikasi Manuver Epley dengan

p value 0,001 maka ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Modifikasi Manuver Epley.

Vertigo Setelah Dilakukan Intervensi Pada Kedua Kelompok

Uji perbedaan skala vertigo setelah dilakukan intervensi pada kedua kelompok

Tabel 4.11 Uji perbedaan skala vertigo setelah dilakukan intervensi pada kedua

kelompok

Kelompok N Mean SD P value

Kontrol 15 8,00 120,00 0,000

Perlakuan 15 23,00 345,00

Uji mann-whitney menunjukkan skala vertigo pada kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan intervensi p value 0,000 maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada perbedaan terapi terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo.

PEMBAHASAN Analisa Univariate Usia

Dari hasil penelitian ini bahwa rata-rata usia paling tinggi yang mengalami vertigo adalah 60 sampai 79 sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly)

adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho 2008).

Insiden vertigo dan ketidakseimbangan adalah 5-10%, dan mencapai 40% pada pasien yang berusia lebih tua dari 40 tahun (Samy et. Al 2008). Usia yang digunakan pada penelitian ini juga sama dengan usia yang digunakan pada penelitian Widjajalaksmi Kusumaningsih (2015) yang melakukan penelitian pada 23 Responden dengan consecutive samplingyang bertujuan untuk Untukmengetahui dan membandingkan efek terapi latihan vestibular mandiri Brandt Darrof dan Modifikasi Manuver Epley terhadap perbaikangangguan keseimbangan penderita VPPJ. Menurut Neuhauser et al. (2008) prevalensi vertigo pada orang dewasa berusia 18-79 adalah 7%.

Menurut Kang Is (2008). Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan kepusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibular keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan implusnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang

(8)

6 menghubungkan nuclei vestibularis

dengan nuclei N III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis dan vestibulo spinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibular, visual dan proprioseptik. Reseptor vestibular memberikan kontribusi paling besar yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.

Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebesar 76,67% dan laki-laki 23,33%. Menurut Bittar et al. (2011) proporsi Benign Paroxysmal Positional vertigo

antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki – laki yaitu 2,2 : 1,5. Benign Paroxysmal

Positional vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17%-20% pasien mengeluh vertigo (Bhattacharyya et al. 2008). Sedangkan menurut Neuhauser et al. (2008) prevalensi rasio vertigo dalam satu tahun didapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1: 2,7

Jenis Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai buruh sebanyak 17 responden sebesar

56,67% dan wiraswasta sebanyak 13 responden 43,33%. Stress kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stress kerja timbul karena tuntutan lingkungan. Stress kerja yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya (Novitasari 2009).

Menurut Joesoef (2006) dan Wreksoatmodjo (2006), Rangsang gerakan menimbulkan stress yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF

selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi susunan saraf parasimpatis.

(9)

7

Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi

Kanalit

Vertigo sebelum diberi terapi reposisi kanalit menunjukkan ≥12 dengan Mean = 14,27 , Median = 14,00 dan SD = .704. Menunjukkan seseorang menderita vertigo. Vertigo terjadi dari beberapa gejala seperti rasa pusing yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (Wreksoatmodjo 2006). Selain itu menurut Israr (2008) penyebab vertigo terjadi karena keadaan lingkungan, obat-obatan, kelainan sirkulasi di telinga, kelainan neurologis.

Analisa frekuensi durasi > 20 menit. Frekuensi durasi < 20 menit dan gejala penyerta pada vertigo dalam rentang 0 sampai 4 dengan Vertigo

Symptom Scale – Short Form (VSS-SF)

total yang relatif tinggi. Vertigo

Symptom Scale – Short Form (VSS-SF)

menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total ≥ 12 menunjukkan seseorang menderita vertigo (Wilhelmsen et al, 2008).

VertigoSebelum Diberi Terapi Modifikasi

Manuver Epley

Vertigo sebelum diberi terapi modifikasi manuver epley menunjukkan ≥12 dengan Mean = 14,27 , Median = 15,00 dan SD = . Maka pasien termasuk mengalami vertigo. Vertigo Vertigo adalah gangguan orientasispasial atau ilusi persepsi dari pergerakantubuh (rasa

berputar) dan/atau

lingkungansekitarnya. Hal ini dapat berhubungan dengan gejala lain, seperti

impulsion (sensasitubuh seperti mengambang), oscillopsia(ilusi visual dari mata sehingga pandanganseperti maju atau mundur), nausea, muntah,atau gangguan melangkah (Widjajalaksmi Kusumaningsih 2015).

Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi

Kanalit

Hasil penelitian menunjukkan vertigo sesudah diberi terapi reposisi kanalit mengalami penurunan ≤12 total Mean = 6,78 , Median = 7,00 dengan SD 1,246. dengan.Uji wilcoxon

menunjukkan pada kelompokperlakuan sebelum dan setelah terapi Reposisi Kanalit dengan p value 0,001 maka ada perubahan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit. Terapi reposisi kanalit diberikan untuk mengurangi vertigoTerapi untuk VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior dan anterior adalah perasat prosedur reposisi kanalit/

(10)

8 canalith repositioning procedure (CRP)

menurut Epley dan perasat liberatory menurut Semont.3 Perasat Epley

merupakan terapi yang banyak dipakai di berbagai negara, termasuk di Departemen THT FKUI-RSCM Jakarta.Perasat Epley telah mengalami modifikasi berupa tidak digunakannya vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal dengan istilah terapi reposisi kanalit/canalith repositioning treatment (CRT). (Rully Ferdiansyah, 2006).

Terapi reposisi kanalit (canalith

repositioning treatment/CRT) adalah

terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Sebagian besar vertigo yang di jumpai oleh ahli THT merupakan penyakit yang dikenal dengan nama vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Lesi pada VPPJ terletak pada labirin, sehingga ahli THT berperan besar dalam diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ. Penegakkan diagnosis VPPJ memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Patofisiologi VPPJ yang banyak dianut saat ini adalah teori canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula sebagai organ detektor perubahan. (Rully Ferdiansyah, 2006).

VertigoSesudah Diberi Terapi Modifikasi

Manuver Epley

Hasil penelitian sesudah diberi terapi modifikasi manuver epley

mengalami penurunan karena nilai ≤ dengan Mean = 12,87 , Median = 13,00 dan SD = .834. Terapi modifikasi

manuver epley diberikan untuk mengurangi pusing vertigo. Modifikasi

Manuver Epley (MME) merupakan

rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Latihan Modified

Epley Manuver dikembangkan oleh

Radtke11 sebagai suatu latihan mandiri yang memodifikasi posisi. Terapi reposisi kanalit yang diperkenalkan oleh JM Epley kemudian dibandingkan dengan latihan Brandt Daroff.

Dari penelitian tersebut didapatkan hilangnya gejala vertigo posisional dan nistagmus setelah manuver Dix Hallpike pada 64% penderita VPPJ dengan latihan modifikasi manuver Epley. Tanimoto dkk12 meneliti 40 subjek yang mendapat latihan modifikasi manuver

Epley dan 36 subyek (90%) di antaranya

sudah ditemukan vertigo saat diberikan manuver Dix-Hallpike, kemudian 35 subjek (88%) setelah terapi MME keluhan vertigo menghilang dengan manuver Dix-Hallpike. (Widjajalaksmi K, 2015).

(11)

9

Perbedaan VertigoSetelah Dilakukan

Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi

Manuver Epley

Penelitian ini membandingkan terapi Reposisi Kanalit dan Modifikasi

Manuver epley pada pasien yang

mengalami vertigo setelah pemberian terapi reposisi kanalit dengan mean = 8,00 dan SD = 120,00 terapi modifikasi

manuver epley dengan mean = 23,00

dan SD = 345,00 dengan p value 0,000 Uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan terapi reposisi kanalit dan terapi modifikasi manuver epley

terhadap vertigo.

Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/CRT) adalah terapi standar

untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Sebagian besar vertigo yang di jumpai oleh ahli THT merupakan penyakit yang dikenal dengan nama vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Lesi pada VPPJ terletak pada labirin, sehingga ahli THT berperan besar dalam diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ. Penegakkan diagnosis VPPJ memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Patofisiologi VPPJ yang banyak dianut saat ini adalah teori canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula

sebagai organ detektor perubahan. (Rully Ferdiansyah, 2006).

posisi kepala dan mengirimkan impuls yang salah ke otak, akibatnya terjadi vertigo. Kanalit paling sering terjadi di kanalis semisirkularis posterior.

Terapi untuk VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior dan anterior adalah perasat prosedur reposisi kanalit/ canalith repositioning

procedure (CRP) menurut Epley dan

perasat liberatory menurut Semont.3 Perasat Epley merupakan terapi yang banyak dipakai di berbagai negara, termasuk di Departemen THT FKUI-RSCM Jakarta. Perasat Epley telah mengalami modifikasi berupa tidak digunakannya vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal dengan istilah terapi reposisi kanalit/canalith repositioning

treatment (CRT). (Rully Ferdiansyah,

2006).

Modifikasi Manuver Epley (MME) merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Latihan Modified Epley Manuver dikembangkan oleh Radtke11 sebagai suatu latihan mandiri yang memodifikasi posisi. Terapi reposisi kanalit yang diperkenalkan oleh JM Epley kemudian dibandingkan dengan latihan Brandt Daroff. Dari penelitian

(12)

10 tersebut didapatkan hilangnya gejala

vertigo posisional dan nistagmus setelah manuver Dix Hallpike pada 64% penderita VPPJ dengan latihan modifikasi manuver Epley. Tanimoto dkk12 meneliti 40 subjek yang mendapat latihan modifikasi manuver Epley dan 36 subyek (90%) di antaranya sudah ditemukan vertigo saat diberikan manuver Dix-Hallpike, kemudian 35 subjek (88%) setelah terapi MME keluhan vertigo menghilang dengan manuver Dix-Hallpike. (Widjajalaksmi K, 2015).

Simpulan

Karakteristik responden mayoritas 60-79 tahun sebanyak 56,67%, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 76,67% dan laki-laki 23,33%

Vertigo Sebelum Dan Setelah dilakukan terapi Reposisi Kanalit ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit dengan skor sebelum diberi terapi ≥ 12 sebanyak 100% dan setelah diberi terapi < 12 sebanyak 100% jadi vertigo mengalami penurunan setelah diberi terapi reposisi kanalit.

Vertigo Sebelum Dan Setelah dilakukan terapi Modifikasi Manuver Epleyada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Modifikasi Manuver Epleydengan skor sebelum diberi terapi ≥ 12

sebanyak 100% dan setelah diberi terapi 4 sebanyak 26,67%

Analisis Perbedaan Vertigo Setelah Dilakukan Terapi Reposisi Kanalit Dan

Modifikasi Manuver Epley. Uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan terapi reposisi kanalit dan terapi modifikasi manuver epley terhadap vertigo dengan p value 0,000.

Saran

Bagi Pelayanan Keperawatan

a. Mengembangkan program seminar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien vertigo yang mendapatkan perawatan di ruang anyelir sesuai perkembangan penelitian jurnal terbaru.

b. Menerapkan standar operasional prosedur (SOP) dalam pemberian terapi pada pasien vertigo.

BagiInstitusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan kajian mahasiswa tentang perbedaan pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo posisi paroksimal jinak.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda yaitu tentang relaksasi untuk penurunan vertigo dan menambah variabel yang berbeda.

(13)

11

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010), Rineka Cipta, Jakarta.

Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L.

Clinical Practice Guideline : Benign Paroxymal Positiona Vertigo.

Otolaryngology-Head And Neck Surgery. 2008:139:S47-S81

Dewi, Ida N (2009). VERTIGO, Penanganan Dan Terapi Rehabilitasi , di akses6 Oktober 2013 jam 22.30

Fransisca, Kristiana (2013). Awas! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele.Cetakan 2. Cerdas Sehat. Jakarta.

Hidayat, A A .(2007) Metode Penelitian Kepemberi Informasian Dan Teknik Analisa Data,Salemba Medika, Jakarta.

Israr, Y. A(2008) vertigo. Diakses 9 November 2013, jam 08.05

Joesoef. A.A 2006. Etiologi dan Patofisiologi Vertigo. Dalam: Leksmono P., Mohammad Saiful Islam, dkk (eds). Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Nyeri Kepala, Nyeri, & Vertigo. Surabaya: Airlangga University Press, Pp: 209-23.

Nasir. A, Abdul Muhith, M.E Ideputri 2011,

Metodologi Penelitian Kesehatan,

edisi 1, Nuha Medika, Yogyakarta.

Neuhauser H , Radtke A, Von Brevem M, Lezius F, Feldmann M, Lempert T (2008) Burden Of Dizziness And

Vertigo In The Community. Arch Int

Med 168: 2118-2124

Notoadmodjo, Soekidjo.(2012). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta

Novitasari 2009. Stress kerja. Diakses 20 mei 2014

Nursalam. (2013). Konsep & Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Kepemberi Informasian Pedoman Skripsi, Tesis & Instrumen Penelitian Kepemberi Informasian,Salemba, Medika, Jakarta.

Riwidikdo, H. 2007. Statistik Kesehatan Dan Aplikasi SPSS Dalam Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rohima Press.

Rully. Ferdiansyah(2006). Evaluasi Pasien Vertigo Posisi Paroksimal Jinak Dengan Terapi Reposisi Kanalitdan Latihan Brandt Daroff, Jakarta, Indonesia.

Sugiono.(2013). MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Eds.19, Alfabeta, Bandung

Wahyudi . (2012). Vertigo, Kupiya Timbul. Vol. 39 no. 10, hal.738-741

Wahyudi, Nugroho 2008. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik. Jakarta.

EGC

Widjajalaksmi, Kusumanigngsih(2015). Pengaruh Latihan Brandt Daroff Dan Modifikasi Manuver Epley Pada Vertigo Posisi Paroksimal Jinak, Jakarta.

Wilhelmsen, Kjersti et al. 2008. Psychometric

Properties Of The Vertigo Symptom Scale – Short Form. BMC Ear, Nose,

and Throat Disorders. 8:2.

Wiranita, H. A (2010) “ Hubungan Antara

Otitis Media Supuratif Kronis Dengan Terjadinya Vertigo Di RSUD Dr.Moewardi Surakarta “ FIK UNS

(14)

12 Wreksoatmodjo, Budi Riyanto (2006).

Vertigo: aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 144, hal. 41-46

Referensi

Dokumen terkait

pembiayaan jamkesmas dan sistem pembiayaan langsung pasien rawat jalan di instalasi farmasi RS “X” Kabupaten Wonogiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa pelayanan

Sedangkan efek penurunan tekanan darah umum terjadi pada semua obat anti hipertensi, efek intrarenal berbeda antara kelas dan antara obat individual dalam kelas tertentu