• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DAN DEBU SETELAH MELALUI JALUR HIJAU AKASIA (Acacia mangium Willd.) DI JALAN TOL JAGORAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DAN DEBU SETELAH MELALUI JALUR HIJAU AKASIA (Acacia mangium Willd.) DI JALAN TOL JAGORAWI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DAN

DEBU SETELAH MELALUI JALUR HIJAU AKASIA (Acacia

mangium Willd.) DI JALAN TOL JAGORAWI

NUGROHOJATI ARIPRAYOGO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

NUGROHOJATI ARIPRAYOGO. Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) di Jalan Tol Jagorawi. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan AGUS HIKMAT.

Saat ini kemacetan merupakan pemandangan sehari-hari di lingkungan perkotaan. Kemacetan ini merupakan sumber pencemaran udara yang dapat merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran udara adalah dengan menata dan membangun hutan kota. Salah satu bentuk hutan kota adalah jalur hijau yang terdapat di tepi jalan. Jalur hijau jalan memiliki manfaat sebagai peneduh jalan, penjerap dan penyerap polutan, peredam kebisingan dan penambah nilai estetika keindahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi timbal (Pb) setelah melalui jalur hijau akasia serta membandingkannya dengan baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan pemerintah melalui PP No. 41 Tahun 1999. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai data awal mengenai fungsi jalur hijau jalan dalam hubungannya dengan pengendalian polusi udara, khususnya polusi udara oleh partikel Pb.

Pengambilan sampel udara ambien dilakukan dengan menggunakan

Low-volume air sampler. Kemudian, untuk mengetahui konsentrasi Pb digunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data lain yang diambil meliputi

jumlah kendaraan bermotor, parameter iklim mikro, lebar dan tinggi tajuk, serta diameter pohon.

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (Januari-Maret 2011) di salah satu jalur hijau di Jalan Tol Jagorawi, tepatnya di daerah Gunung Putri (Km 25). Kepadatan kendaraan bermotor yang melintas di lokasi ini sekitar 44-48 kendaraan setiap menitnya. Jalur hijau di lokasi ini terdiri dari satu jenis pohon yaitu pohon akasia (Acacia mangium Willd.) berjumlah 49 pohon yang membentuk jalur hijau 2 baris sepanjang 81 m dengan tinggi pohon rata-rata 13,85 m dan diameter pohon rata-rata 21,73 cm. Adapun indeks luas daun (ILD) berdasarkan hasil perhitungan adalah sebesar 2,04. Penutupan lahan setelah jalur hijau tersebut didominasi oleh lahan perkebunan serta semak belukar yang ditumbuhi oleh ilalang.

Konsentrasi Pb setelah melalui jalur hijau akasia menurun 0,142 µg/m3 (39,8%) setelah 5 meter, 0,3093 µg/m3 (86,8%) setelah 15 meter, dan 0,3163 µg/m3 (88,7%) setelah 30 meter. Konsentrasi Pb di Jalan Tol Jagorawi sebesar 0,3563 µg/m3 berarti belum melampaui ambang batas baku mutu udara ambien PP No. 41 tahun 1999 yakni sebesar 2 µg/m3. Konsentrasi debu total di Jalan Tol Jagorawi sebesar 266,84 µg/m3 berarti telah melewati batas baku mutu udara ambien PP No. 41 tahun 1999 yakni sebesar 230 µg/m3.

Kata kunci : Timbal (Pb), Hutan Kota, Jalur Hijau, Akasia (Acacia mangium Willd.), Jalan Tol Jagorawi.

(3)

SUMMARY

NUGROHOJATI ARIPRAYOGO. Decreased Concentrations of Lead (Pb) and Dust Particle After Passing Through Acacia (Acacia mangium Willd.) Greenbelt at Jagorawi Highway. Under Supervision of RACHMAD HERMAWAN and AGUS HIKMAT.

Nowadays, traffic jam becomes routine scenery at urban affairs environment. This traffic jam is the source of air pollution that damaging environment and human life. One of the efforts to reduce air pollution is by configuring and builds urban forest. One of the urban forest forms is greenbelt that can be found on the side of road. Greenbelt has benefited as roads shaded, absorbed and adsorbed pollutants, noise silencer and added aesthetics value.

The aim of this research was to find out lead (Pb) concentration after passing through acacia greenbelt, and then compare it with standard ambient air quality that has been appointed by government on PP No. 41 Year 1999. The results of this research will become beginning data about greenbelt function in the connection with air pollution control, especially air pollution by Pb particle.

Ambient air sample was taken by using Low-volume air sampler. Then, to detect Pb concentration used Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Other data those taken are number of motor vehicle, micro-climate parameters, wide and height canopy tree, along with tree diameter.

This research was carried out 3 months (January-March 2011) at one of the greenbelt at Jagorawi Highway, precisely at Gunung Putri region (Km 25). The density of motor vehicle that passes this site was 44 – 48 vehicles per minute. In this location, greenbelt from acacia tree (Acacia mangium Willd.) consist 49 trees that form 2 lines greenbelt along 81 with average tree height 13,85 m and average tree diameter 21,73 cm. Leaf area index (LAI) based on calculation was 2,04. The land cover after the greenbelt was dominated by community farm and underbrush. Pb concentration after passing through acacia greenbelt decreased 0,142 µg/m3 (39,8%) after 5 meters, 0,3093 µg/m3 (86,8%) after 15 meters, and 0,3163 µg/m3 (88,7%) after 30 meters. Pb concentration at Jagorawi Highway was 0,3563 µg/m3 means not exceed standard limit of ambient air quality PP No. 41 Year 1999 that was 2 µg/m3. Total dust concentration at Jagorawi Highway was 266,84 µg/m3 means has passed standard limit of ambient air quality PP No. 41 Year 1999 that was 230 µg/m3.

Key words : Lead (Pb), Urban Forest, Greenbelt, Acacia (Acacia mangium Willd.), Jagorawi Highway.

(4)

PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DAN

DEBU SETELAH MELALUI JALUR HIJAU AKASIA (Acacia

mangium Willd.) DI JALAN TOL JAGORAWI

NUGROHOJATI ARIPRAYOGO

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) di Jalan Tol Jagorawi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Nugrohojati Ariprayogo NIM. E34052978

(6)

Judul Skripsi : Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) di Jalan Tol Jagorawi

Nama : Nugrohojati Ariprayogo NIM : E34052978

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 19670504 199203 1 004 NIP. 19620918 198903 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor dengan judul “Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia

mangium Willd.) di Jalan Tol Jagorawi”.

Kepadatan kendaraan di jalan raya merupakan sumber pencemaran udara oleh partikel timbal (Pb). Salah satu upaya penanggulangannya adalah dengan membangun dan menata hutan kota. Salah satu bentuk hutan kota yang mudah dijumpai yaitu jalur hijau di tepi jalan. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penurunan konsentrasi Pb setelah melalui jalur hijau. Oleh karena itu diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pengelola jalur hijau jalan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik pada saat penelitian maupun pada saat penyelesaian skrispi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam tulisan ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan terutama dari dosen pembimbing guna perbaikan dan penyempurnaan yang akan terus menerus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk penelitian yang berkualitas. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.

Bogor, Oktober 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 9 Juli 1987 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Budijoko dan Siti Sofur. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN Pengadilan V Bogor pada tahun 1999, kemudian menyelesaikan pendidikan tingkat menengah di SMP Negeri 5 Bogor pada tahun 2002, dan menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama selepas lulus SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah melalui tahun pertama melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2006 penulis diterima di Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selain itu, penulis memilih Minor Manajemen Fungsional, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yakni sebagai anggota Fotografi Konservasi (FOKA) di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Selain itu penulis juga telah melakukan berbagai kegiatan praktik lapang, antara lain: Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman Nasional Gunung Ciremai – Kuningan dan KPH Indramayu, Jawa Barat pada tahun 2007, Praktik Eksitu di Kebun Binatang Ragunan – Jakarta dan Kebun Tanaman Obat Karyasari di Leuwiliang – Bogor pada tahun 2008, serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi – Jawa Timur pada tahun 2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penuruan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) di Jalan Tol Jagorawi” dibawah bimbingan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbal „Alamiin, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, M.S selaku ketua sidang dan dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak, ibu dan kedua orang kakak penulis (Yulita Sari Andini dan Baskoro Agung Widiono) serta kedua kakak ipar penulis (Erick Firdaus dan Melati Ubaya) yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan, serta doa kepada penulis.

4. Seluruh staf Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) terutama kepada pada Pak Deni, Pak Hendrik, dan Mba Keke yang telah membantu pengambilan data di lapangan dan pengolahan data.

5. PT. Jasa Marga (Persero) dan Ditlantas Polri atas bantuan dan kerjasamanya. 6. Dosen pengajar dan staf KPAP, serta seluruh keluarga besar Fakultas

Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang selalu membantu selama ini.

7. Lonik Diriantini atas ketulusan kasih sayangnya, kesabaran, serta semangat dan motivasinya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Galih Radityo, Setyo Wibowo, Rahmat Darmawan, Rikto, Bobi Riharno, dan Pemi Aprilis yang telah membantu pengambilan data di lapangan, serta Iska Gushilman yang telah membantu pengolahan data.

9. Teman-teman KSHE 42 (Tarsius 42) dan KSHE 43, serta seluruh keluarga besar HIMAKOVA atas bantuan, dukungan dan kebersamaanya.

(10)

10. Teman-teman di IPB terutama Gilang Haditama, Oktora Trianggana, Khairul Umam Gunawan, Irvan Fajar, Gian Y. Wilo Harlan, Mietra Ayu Dhistira, dan Fina Mariany atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.

11. Teman-teman kos Tirta Kencana terutama Papang, Temin, Azis, Oci, Lutfan dan Dian atas pertemanan dan kebersamaannya.

12. Sahabat-sahabat setia Aditya Triadi, Andri Yuliansyah Simatupang, Dicky Firmana, Fajar Syaeful Anas, Fajri Sofianto, Firman Rury Pramaditya, Garry Nugraha Winoto, Hernindyo Pranowo Widhi, Indra Mauludi Rachmat, Muhammad Adethiya Dwi Putra, Mohammad Hardi Pebriansyah dan Okku Ihsan Persada atas bantuan, semangat dan persahabatannya.

13. Seluruh pihak yang telah bekerja sama dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga semua bantuan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada penulis bernilai amal ibadah dalam pandangan Allah SWT dan mendapat balasan yang lebih dari-Nya. Amiin.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... .xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara ... 3

2.2 Timbal... 4

2.2.1 Penyebaran timbal di atmosfir ... 5

2.2.2 Pengaruh timbal terhadap kesehatan manusia ... 5

2.3 Hutan Kota dan Jalur Hijau ... 7

2.4 Data Botanis Pohon Akasia (Acacia mangium Willd.) ... 8

2.4.1 Peranan pohon akasia dalam mereduksi partikel Pb ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 9

3.3 Tahapan Penelitian ... 10

3.3.1 Penentuan titik sampling ... 10

3.3.2 Pembuatan diagram profil ... 10

3.3.3 Penghitungan Indeks Luas Daun (ILD) ... 11

3.3.4 Pengukuran faktor-faktor klimatologis... 12

3.3.5 Pendugaan kepadatan lalu-lintas ... 13

3.3.6 Pengambilan sampel udara ... 13

3.3.7 Analisis konsentrasi udara ambien ... 15

3.4 Analisis Data ... 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 16

(12)

x

4.2 Lingkungan Fisik dan Kima ... 17

4.3 Lingkungan Biologi ... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1 Penutupan Lahan di Lokasi Penelitian ... 19

5.2 Kepadatan Kendaraan Saat Pengambilan Sampel Udara Ambien 20 5.3 Kemampuan Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) dalam Menurunkan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) ... 23

5.4 Keadaan Klimatologis Saat Pengambilan Sampel Udara Ambien 27 5.4.1 Kecepatan angin ... 27

5.4.2 Suhu udara dan kelembaban Udara ... 28

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1 Kesimpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Baku mutu udara ambien………..……… 2. Dampak paparan timbal (Pb) dalam darah……… 3. Daftar peralatan yang digunakan dalam penelitian………... 4. Jenis-jenis pohon dan tanaman hias di Jalan Tol Jagorawi…………... 5. Jumlah kendaraan bermotor yang melintas di lokasi penelitian……... 6. Hasil analisis konsentrasi udara ambien (µg/m3)……….. 7. Faktor-faktor klimatologis saat pengambilan sampel udara…………

4 6 9 18 21 24 27

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel udara ambien... 2. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor klimatologis 3. Sketsa pengambilan sampel udara ambien di sekitar jalur hijau…….. 4. Kertas saring hasil pengambilan sampel udara………. 5. Keadaan lokasi penelitian di Km 25 Jalan Tol Jagorawi……….. 6. Keadaan penutupan lahan di belakang jalur hijau……… 7. Kendaraan bermotor roda 4 dan roda > 4 di lokasi penelitian……….. 8. Penurunan konsentrasi debu total dan timbal (Pb)………... 9. Suhu udara dan kelembaban udara rata-rata di setiap titik

pengambilan sampel……….. 10 13 14 14 19 20 22 26 30

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Jalan Tol Jagorawi……….. 2. Diagram profil jalur hijau akasia (Acacia mangium Willd.)……….. 3. Perhitungan Indeks Luas Daun (ILD)……… 4. Data faktor-faktor klimatologis dan tingkat konsentrasi debu total

dan timbal (Pb)………... 5. Cara Kerja Low-volume Air Sampler………..

35 36 37

38 39

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran udara merupakan masalah yang umumnya terjadi di perkotaan. Ketidakmampuan kota dalam mengakomodasi kebutuhan transportasi warganya mendorong sebagian masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Namun, pertumbuhan kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan raya menyebabkan terjadinya kemacetan. Bahkan kemacetan terjadi sampai di jalan yang diklaim sebagai jalan bebas hambatan. Soedomo (2001) mengungkapkan bahwa pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas dan hasil produksi sampingan yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara.

Wardhana (2004) menyatakan bahwa udara bersih yang dihirup oleh hewan dan manusia merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Namun demikian, udara yang benar-benar bersih sangat sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar yang banyak terdapat industri dan lalu-lintas yang padat. Udara yang tercemar akan merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung alam terhadap kehidupan yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia secara keseluruhan.

Oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 telah diatur secara teknis upaya-upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kualitas udara. Namun, dalam peraturan tersebut lebih ditekankan kepada pengendalian pencemaran udara dari sumbernya. Di samping itu, perlu juga dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara di lingkungan (udara ambien) dengan menata dan membangun hutan kota yang dapat memberikan manfaat maksimal dalam meningkatkan kualitas udara. Jalur hijau merupakan salah satu bentuk hutan kota yang terletak di sepanjang jalan, rel kereta api, dan sepanjang sungai atau saluran air (Irwan 2008).

(17)

2

Jalur hijau jalan selain memiliki fungsi keamanan dan estetika (keindahan), juga memiliki fungsi sebagai penyerap dan penjerap emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Salah satu emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor adalah timbal (Pb). Soedomo (2001) mengatakan bahwa timbal sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan mesin.

Dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, tentunya jumlah emisi timbal yang dikeluarkan juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu, jalur hijau jalan perlu terus dikembangkan guna mengantisipasi laju peningkatan timbal di udara. Salah satu jalur hijau yang dapat dikembangkan adalah jalur hijau di Jalan Tol Jagorawi.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui penurunan konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau akasia di Jalan Tol Jagorawi

2. Mengetahui besarnya konsentrasi partikel Pb dan debu di Jalan Tol Jagorawi 3. Membandingkan konsentrasi partikel Pb dan debu di Jalan Tol Jagorawi

dengan baku mutu udara ambien PP No. 41 tahun 1999

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi besarnya penurunan konsentrasi partikel timbal (Pb) setelah melalui jalur hijau akasia. Selain itu, diharapkan hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi jarak dari pinggir jalur hijau jalan yang aman dari partikel Pb.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana 2004). Menurut Purnomohadi (1995) pencemaran udara adalah hadirnya kontaminan di ruang terbuka dengan konsentrasi dan durasi sedemikian rupa sehingga mengakibatkan gangguan, merugikan atau berpotensi merugikan kesehatan/kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda, dan mempengaruhi kenyamanan. Pencemaran udara menurut Soemarno (1999) ialah masuknya zat pencemar (gas beracun dan aerosol) ke dalam atmosfer sehingga melampaui batas ambangnya dan mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-02/MENKLH/I/1988, pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Sumber pencemaran udara dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural) dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan lain dan sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik), secara kuantitatif sering lebih besar. Untuk kategori ini sumber-sumber pencemaran dibagi dalam pencemaran akibat aktivitas transportasi, industri, dari persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran, dan rumah tangga. Pencemaran udara akibat kegiatan transportasi yang sangat penting adalah akibat kendaraan bermotor di darat. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan dihasilkannya gas CO, NOx,

hidrokarbon, SO2 dan tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah yang

ditambahkan ke dalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan pada mesin (Soedomo 2001).

(19)

4

Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya, dapat dibedakan menjadi lima kelompok antara lain (Wardhana 2004): (1) Karbon monoksida (CO), (2) Nitrogen oksida (NOx), (3) Hidrokarbon (HC), (4) Sulfur

dioksida (SOx), dan (5) Partikel. Nilai baku mutu udara ambien menurut lampiran

Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Baku mutu udara ambien

No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu

1. SO2 (Sulfur Dioksida) 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 900 µg / Nm3 365 µg / Nm3 60 µg / Nm3 2. CO (Karbon Monoksida 1 Jam 24 Jam 30.000 µg / Nm3 10.000 µg / Nm3 3. NO2 (Nitrogen Oksida) 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 400 µg / Nm3 150 µg / Nm3 100 µg / Nm3 4. O3 (Oksida) 1 Jam 1 Tahun 235 µg / Nm3 50 µg / Nm3 5. HC

(Hidro Karbon) 3 Jam 160 µg / Nm

3 6. PM10 (Partikel < 10 mm) 24 Jam 150 µg / Nm 3 PM2,5 (Partikel < 2,5 mm) 24 Jam 1 Tahun 65 µg / Nm3 15 µg / Nm3 7. TSP (Debu) 24 Jam 1 Tahun 230 µg / Nm3 90 µg / Nm3 8. Pb (Timah Hitam) 24 Jam 1 Tahun 2 µg / Nm3 1 µg / Nm3 (Sumber: Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999)

2.2 Timbal

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 °C dan titik didih 1.740 °C pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82. Namun logam ini sangat beracun. Seperti halnya merkuri yang juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang dapat merusak sistem

(20)

5

syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama (BPLHD Jabar 2009).

2.2.1 Penyebaran timbal di atmosfir

Harahap (2004) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi timbal di udara antara lain: (1) waktu, suhu, kecepatan dari emisi, ukuran, bentuk dan kepadatan timbal; (2) parameter meteorologi seperti kecepatan angin dan kelembaban udara; (3) jarak pengambilan contoh dari sumber pencemar, topografi setempat seperti lembah atau bukit yang akan mempengaruhi penyebarannya.

Konsentrasi tertinggi dari timbal di udara ambien ditemukan pada daerah dengan populasi yang padat, makin besar suatu kota makin tinggi konsentrasi timbal di udara ambien. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang sangat padat mengandung timbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di jalan raya dengan kepadatan lalu lintas yang rendah. Konsentrasi timbal di udara bervariasi dari 2 – 4 µg/m3 di kota besar dengan lalu lintas yang padat sampai kurang dari 0,2 µg/m3 di daerah pinggiran kota dan lebih rendah lagi di daeah pedesaan. Konsentrasi tertinggi terjadi di sepanjang jalan bebas hambatan selama jam-jam sibuk dimana konsentrasinya bias mencapai 14 – 25 µg/m3 (WHO 1977).

Penyebaran bahan pencemar udara dari sumber pencemar ke lingkungan sekitarnya dapat melalui proses difusi, proses konveksi atau kombinasi kedua proses tersebut. Proses difusi terjadi pada waktu tidak ada angin, sehingga penyebaran pencemar udara hanya tergantung dari perbedaan konsentrasi pencemar antara lokasi dan gradien konsentrasi dan difusivitas zat pencemar udara. Proses penyebaran zat pencemar secara konveksi ditentukan oleh arah dan kecepatan angin (Satriyo 2008). Razif dan Prasasti (2006) menyatakan bahwa angin dapat mempengaruhi perpindahan polutan karena angin dapat membawa polutan sesuai dengan arahnya dengan kecepatan tertentu. Ali et al. (1986) diacu Rachmawati (2005) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsentrasi Pb di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : kecepatan angin, curah hujan, gedung-gedung tinggi, jalan raya yang sempit dan kepadatan lalu lintas.

2.2.2 Pengaruh timbal terhadap kesehatan manusia

Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap,

(21)

6

disimpan dan kemudian ditampung dalam darah. Pada wanita hamil logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama air susu. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam Pb ini sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh (BPLHD Jawa Barat 2009).

Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Dampak paparan timbal dalam darah sesuai

Environmental Health Criteria yang dibuat oleh WHO dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Dampak paparan timbal (Pb) dalam darah

Timbal (Pb) dalam darah

(µg/dl)

Dampak Populasi

< 10 Meningkatkan kadar enzim ALAD dalam sel

darah merah Dewasa, Anak-anak

20 – 25 Meningkatkan kadar protopporhin dalam sel

darah merah Anak-anak

20 – 30 Meningkatkan kadar protopporhin dalam sel

darah merah Perempuan Dewasa

25 – 35 Meningkatkan kadar protopporhin dalam sel

darah merah Laki-laki Dewasa

30 – 40 Meningkatnya ekskresi ALA Umum

40 Meningkatnya ALA dalam urin Dewasa, Anak-anak

40 Meningkatkan CP dalam urin Dewasa

40 Anemia Dewasa, Anak-anak

40 – 50 Gangguan sistem saraf tepi Dewasa

50 – 60 Gangguan fungsi otak Anak-anak

60 – 70 Gangguan fungsi otak Dewasa

60 – 70 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa

encephalopathy dan keracunan timah hitam Anak-anak

> 80 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa

encephalopathy dan keracunan timah hitam Dewasa Keterangan : ALAD = Amino Levulinic Acid Dehidrase;

ALA = Amino Levulinic Acid; CP = Coproporphyrine. (Sumber: WHO 1977)

(22)

7

2.3 Hutan Kota dan Jalur Hijau

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Wilayah perkotaan merupakan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa atau suatu bentuk, ciri kehidupan kota. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang (Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002). Menurut Irwan (2008) hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.

Adapun fungsi hutan kota seperti yang tercantum dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 adalah untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Selain itu menurut Dahlan (1992) hutan kota juga memiliki beberapa manfaat di antaranya adalah sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerat partikel timbal, penyerap dan penjerat debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbonmonoksida, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penepis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, dan pengelolaan sampah.

Lebih lanjut dalam Dahlan (1992) disebutkan bahwa bentuk-bentuk dari hutan kota antara lain berupa: (1) Jalur hijau, dapat berupa pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota maupun di luar kota; (2) Taman kota yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya

(23)

8

hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah; (3) Kebun dan halaman; (4) Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; (5) Hutan lindung; (6) Kuburan dan taman makam pahlawan.

2.4 Data Botanis Pohon Akasia (Acacia mangium Willd.)

Akasia (A. mangium) termasuk dalam sub famili Mimosoideae, family

Leguminosae dan ordo Rosales. Pada umumnya akasia dapat mencapai tinggi

lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7-10 meter. Tinggi bebas cabang dapat lebih dari setengah tinggi total pohon. Daunnya dapat mencapai ukuran 25 x 10 cm berwarna hijau gelap dengan urat paralel. A. mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun dan setelah tumbuh beberapa minggu tidak menghasilkan daun lagi, melainkan tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan kelihatan seperti daun tumbuh pada umumnya (phyllodae/phyllocladus). A. mangium yang sudah tua berkayu keras dan kulitnya kasar beralur, warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Diameter pohon jarang lebih dari 50 cm. (Balitbang Dephut 1994).

2.4.1 Peranan pohon akasia dalam mereduksi partikel Pb

Pepohonan memiliki kemampuan dalam menjerap dan menyerap partikel timbal (Pb) sehingga pohon dapat digunakan sebagai penghalang untuk memperkecil jangkauan penyebaran partikel Pb. Beragamnya tingkat penjerapan (adsorpsi) dan penyerapan (absorpsi) tanaman terhadap partikel Pb disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kepadatan lalu-lintas, jenis tanaman (khususnya permukaan daun), jarak dari sumber pencemar, iklim, musim, serta tingkat akumulasi Pb dalam tanah (Koeppe dan Miller 1970 diacu Dahlan 1989).

Setiadi (2001) melaporkan pada jarak < 10 m tanaman akasia mampu menyerap Pb sebesar 4,155 µg/g dan pada jarak 10-20 m tanaman akasia mampu menyerap partikel Pb sebesar 3,933 µg/g. Sedangkan Rachmawati (2005) melaporkan pada jarak 10-20 m dari tepi Jalan Tol Jagorawi, tanaman akasia memiliki kemampuan menjerap Pb sebesar 57 mg/m3 dan menyerap Pb sebesar 9,97 µg/g.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Jalan Tol Jagorawi Km 25 (Lampiran 1), kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel udara di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Maret 2011.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Daftar peralatan yang digunakan dalam penelitian

No. Nama Alat Fungsi

1. Global Position System (GPS) mencatat titik lokasi

2. Pita meteran mengukur keliling batang pohon 3. Meteran gulung mengukur koordinat (x,y) pohon 4. Haga hypsometer mengukur tinggi pohon

5. Low-volume air sampler mengambil sampel udara ambien 6. Anemometer mengukur kecepatan angin (m/detik)

7. Higro-thermometer mengukur suhu udara (°C) dan kelembaban

udara (%)

8. Hand counter menghitung jumlah kendaraan bermotor 9. Atomic Absorption

Spechtrophotometer (AAS) menganalisis konsentrasi timbal (Pb)

10. Alat tulis dan tally sheet mencatat hasil pengukuran 11. Kamera digital dokumentasi

Keterangan : Satu set Low-volume air sampler terdiri dari tripod (kaki penyangga),

vacuum (penghisap debu) merk SIBATA, flowrate (laju alir) merk

SIBATA, kertas saring, dust holder (penjepit kertas saring) tipe C-30, dan selang plastik. Untuk menjalankan semua fungsi peralatan diperlukan tenaga listrik yang dihasilkaan dari generator merk HONDA.

(25)

10

(a) (b)

Gambar 1 Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel udara ambien. Keterangan: (a) Low-volume air sampler untuk mengambil sampel udara ambien; (b) Genset sebagai pembangkit tenaga listrik.

3.3 Tahapan Penelitian

Untuk mengetahui penurunan konsentrasi timbal (Pb) setelah melalui jalur hijau akasia, dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut.

3.3.1 Penentuan titik sampling

Titik sampling untuk lokasi pengambilan sampel jalur hijau akasia ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria awal sebagai berikut: (1) Panjang jalur hijau 50-100 m;

(2) Mempunyai strata tajuk yang sama;

(3) Secara teknis dapat dilakukan pengambilan sampel udara.

3.3.2 Pembuatan diagram profil

Untuk mengetahui kondisi jalur hijau akasia maka diperlukan sketsa dari profil vegetasi yang berada di lokasi penelitian. Adapun data yang diperlukan dalam pembuatan diagram profil yaitu:

a. Tinggi Pohon

Pengukuran tinggi pohon meliputi tinggi total (Tt) dan tinggi bebas cabang (Tbc). Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan alat haga

(26)

11

b. Diameter Pohon

Pengukuran diameter pohon dilakukan menggunakan pita meteran untuk mengukur keliling pohon yang kemudian dibagi dengan phi (π).

c. Luas Proyeksi Tajuk

Pengukuran luas proyeksi tajuk dilakukan menggunakan pita meteran untuk mengukur lebar tajuk ke empat arah mata angin (utara, selatan, timur, barat). d. Koordinat Pohon (X dan Y)

Pengukuran koordinat pohon dilakukan dengan memposisikan pohon terhadap sumbu x dan y. Pengukuran jarak tanam dengan menggunakan meteran gulung dijadikan sebagai posisi x dan y pohon.

Setelah data-data diperoleh, kemudian digambarkan dalam bentuk diagram profil pada kertas milimeter blok. Untuk membantu pembuatan diagram profil, maka kondisi tegakan dan pohon penyusunnya didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital.

3.3.3 Penghitungan Indeks Luas Daun (ILD)

Penghitungan Indeks Luas Daun (ILD) dimulai dengan mengambil contoh daunnya sebanyak satu anak ranting, kemudian digambar polanya pada kertas milimeter blok dan diukur luasnya berdasarkan pola yang telah dibuat.

Luas daun (D) adalah luas daun per anak ranting dikali jumlah ranting dikali jumlah ranting per cabang dikali jumlah cabang.

D = Luas daun per anak ranting x Jumlah anak ranting x Jumlah ranting x Jumlah cabang

Keterangan: D = luas daun (m2)

Selanjutnya dilakukan penghitungan luas proyeksi tajuk tiap pohon yang merupakan pendekatan dari luas lingkaran yaitu:

L =

dimana:

(27)

12

d = diameter tajuk rata-rata ( ) π = 3,14

Luas lahan tegakan yang ternaungi (Lt) adalah jumlah total luas proyeksi tajuk semua pohon contoh yang berada pada stasiun pengamatan.

Lt = L1+ L2+...+ Ln

Keterangan:

L1 =Luas proyeksi tajuk pohon ke-1

L2 = Luas proyeksi tajuk pohon ke-2

Ln = Luas proyeksi tajuk pohon ke-n

Pengukuran luas lahan tegakan yang ternaungi (Lt) dapat dilakukan melalui diagram profil yang telah digambar pada kertas milimeter blok kemudian diukur luasnya berdasarkan pola yang ada.

ILD tegakan adalah jumlah luas daun total semua pohon dalam satu tegakan dibagi luas lahan tegakan yang ternaungi (Lt).

Keterangan :

D1 = Luas daun pohon ke-1

D2 = Luas daun pohon ke-2

Dn = Luas daun pohon ke-n

Lt = Luas total tajuk tegakan yang ternaungi

3.3.4 Pengukuran faktor-faktor klimatologis

Faktor-faktor klimatologis yang diukur antara lain kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara. Lokasi-lokasi pengukuran faktor-faktor tersebut sesuai dengan titik pengambilan sampel udara.

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan pada ketinggian 1,5 m di atas permukaan tanah untuk menghindari adanya pengaruh lokal gradien suhu tanah akibat pemanasan atau pendinginan. Pengukuran faktor-faktor klimatologis dilakukan dua kali pada setiap titik sampel.

(28)

13

(a) (b)

Gambar 2 Alat-alat yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor klimatologis. Keterangan: (a) Anemometer untuk mengukur kecepatan angin; (b) Higro-thermometer untuk mengukur suhu dan kelembaban udara.

3.3.5 Pendugaan kepadatan lalu-lintas

Untuk mengetahui jumlah kendaraan bermotor yang melewati lokasi penelitian maka dilakukan penghitungan jumlah kendaraan bermotor. Penghitungan jumlah kendaraan bermotor dilakukan pada pagi dan sore hari dengan pertimbangan bahwa kepadatan kendaraan tertinggi terjadi pada pagi dan sore hari sehingga polutan udara diduga akan tinggi.

Metode penghitungan yang digunakan adalah metode scanning dengan intensitas sampling 50% (30 menit penghitungan dan 30 menit istirahat). Kendaraan bermotor dibedakan atas kendaraan roda empat dan kendaraan roda lebih dari empat.

3.3.6 Pengambilan sampel udara

Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat

Low-volume Air Sampler yang dipasang pada ketinggian 1,5 meter dari permukaan

tanah. Pengambilan sampel udara dilakukan pada titik-titik sampel selama 3 jam pada pagi hari (Pukul 08.00-11.00 WIB) dan 3 jam pada sore hari (Pukul 14.00-17.00 WIB) dengan lokasi titik sampel seperti pada Gambar 3.

(29)

14

Gambar 3 Sketsa pengambilan sampel udara ambien di sekitar jalur hijau.

Setelah 3 jam kertas saring yang terdapat di dust holder dikeluarkan menggunakan pinset dan disimpan ke dalam plastik tertutup, kemudian diberi label berupa lokasi pengambilan udara ambien dan urutan titik contoh.

Gambar 4 Kertas saring hasil pengambilan sampel udara. Keterangan : x = lokasi pengambilan sampel udara ambien 15 m 5 m

B

C

Jalur Hijau T1 T2 T0

A

Jalan raya 30 m T3

D

(30)

15

3.3.7 Analisis konsenstrasi udara ambien

Analisis konsentrasi partikel timbal (Pb) dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Untuk pengukuran kandungan debu di udara ambien menggunakan metode Gravimetri. Sedangkan untuk analisis konsentrasi timbal (Pb) meliputi beberapa proses sebagai berikut:

a. kertas saring yang mengandung partikel Pb diletakkan di cawan Petri dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105° C selama 6 jam, lalu didinginkan; b. kertas saring dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan dengan aqua

regia (campuran HCl dan HNO3 pekat 3:1) kemudian dipanaskan di hot plate

selama 30 menit sambil diaduk (sampai kertas saring menjadi putih);

c. larutan disaring dan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml. Dari larutan ini dilakukan pengukuran kandungan Pb dengan menggunakan AAS (Atomic

Absorption Spechtrophotometer) pada panjang gelombang 283,3 nm.

3.4 Analisis Data

Data hasil analisis di laboratorium kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif serta dibandingkan dengan baku mutu udara ambien sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengandalian Pencemaran Udara.

(31)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Deskripsi

Jalan Tol Jagorawi adalah jalan tol tertua di Indonesia yang dibangun sejak 1973. Pada tahap awal pembangunannya, jalan tersebut belum berstatus sebagai jalan tol. Namun seiring berjalannya waktu dan berdasarkan usulan Ir. Sutami, Menteri Pekerjaan Umum saat itu, maka ruas jalan tersebut dijadikan jalan tol agar biaya pengoperasian dan pemeliharaannya dapat dilakukan secara mandiri tanpa membebani anggaran pemerintah. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Februari 1978 terbit Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 tahun 1978 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Persero yang mengurusi dan mengelola infrastruktur jalan raya. Berdasarkan PP tersebut, dibentuklah PT. Jasa Marga (Persero) pada tanggal 1 Maret 1978 dengan tujuan menyelenggarakan jalan tol di seluruh Indonesia. Kemudian pada tanggal 9 Maret 1978, Presiden Soeharto meresmikan Jalan Tol Jagorawi yang pada saat itu baru menghubungkan ruas Jakarta-Cibinong dengan jumlah karyawan 200 orang. Selanjutnya ruas Cibinong-Bogor mulai dibuka dan dioperasikan pada tanggal 19 April 1979 (PT. Jasa Marga 2011).

Secara administratif Jalan Tol Jagorawi terletak di DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Jalan Tol Jagorawi memotong wilayah dari 28 desa, 9 berada di wilayah administrasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan 19 desa lainnya berada di wilayah administrasi Kabupaten Bogor (Ardian 2006). Jalan Tol Jagorawi terdiri dari dua jalur yang dipisahkan oleh bidang median yaitu dari arah selatan ke utara dan dari arah utara ke selatan. Jalan Tol Jagorawi memiliki 10 buah gerbang pembayaran tol yaitu: Gerbang Tol Ramp Taman Mini (Km 4,25), Gerbang Tol Pasar Rebo (Km 7,45), Gerbang Tol Cibubur (Km 13,90), Gerbang Tol Cimanggis (Km 18,60), Gerbang Tol Gunung Putri (Km 24,20), Gerbang Tol Cibinong (Km 27,50), Gerbang Tol Sentul (Km 33,20), Gerbang Tol Sentul City (Km 37,00) Gerbang Tol Bogor (Km 42,00) dan Gerbang Tol Ciawi (Km 44,60).

Saat ini ruas tol Jagorawi telah mengalami pelebaran dari 3 jalur menjadi 4 jalur dari Jakarta sampai Cibinong, sedangkan dari Cibinong sampai Bogor tetap 3

(32)

17

jalur dan dari Bogor sampai Ciawi masih 2 jalur. Jalan Tol Jagorawi juga dilengkapi dengan tempat istirahat, di antaranya terdapat di kawasan Taman Mini (Km 6), Cibubur (Cibubur Square, Km 10) dan Sentul (Km 35) untuk arah Jakarta ke Bogor/Ciawi. Sedangkan untuk arah sebaliknya terdapat tempat istirahat di Bogor (Km 39) dan Cimanggis (SPBU SHELL, Km 19,50).

4.2 Lingkungan Fisik dan Kimia

Jalan Tol Jagorawi menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, termasuk dalam wilayah yang memiliki iklim tipe A, yaitu mempunyai curah hujan rata-rata lebih besar dari 2000 mm/tahun, yang disertai pula dengan penyebaran hujan tahunan yang cukup tinggi. Di wilayah Jakarta, curah hujan rata-rata 1800 mm/tahun sedangkan di wilayah Bogor dan sekitarnya mencapai 4200 mm/tahun. Hujan yang cukup lebat terjadi pada bulan November hingga Maret, sedangkan bulan-bulan kering jarang dijumpai pada setiap tahunnya. Berdasarkan data curah hujan bulanan diketahui di wilayah Cibinong sampai Bogor rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan cukup tinggi mulai bulan November sampai April. Suhu udara antara Jakarta, Cibinong maupun Bogor relatif hampir sama (Rachmawati 2005).

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Kabupaten Bogor tahun 1966 dan Peta Tanah semi detail Kabupaten Bogor tahun1979, pada wilayah Jalan Tol Jagorawi terdapat dua macam tanah. Di wilayah Bogor hingga mendekati Cibinong (Gunung Putri) tanahnya merupakan jenis latosol coklat kemerahan dan dari Cibinong sampai Jakarta jenis tanahnya adalah latosol merah (Ardian 2006).

Jalan Tol Jagorawi memiliki topografi berbentuk datar (dengan kemiringan lereng 0-2%), berombak (kemiringan lereng 3-8%) dan bergelombang (kemiringan lereng 9-15%). Dari arah Jakarta topografi relatif datar, kemudian mendekati wilayah Bogor mulai berombak dan bergelombang terutama di wilayah Citereup-Cibinong. Jalan Tol Jagorawi memiliki ketinggian bervariasi, wilayah sekitar Jakarta sampai dengan Cibubur berada pada ketinggian sekitar 20 m dpl, wilayah sekitar Cibinong berada pada ketinggian 125 m dpl dan di wilayah sekitar Bogor berada pada ketinggian sekitar 250-300 m dpl. Terdapat tiga buah sungai yang dilintasi oleh Jalan Tol Jagorawi yaitu sungai Ciliwung (Km 12) dan sungai

(33)

Cikeas (Km 22 dan Km 38) yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, serta sungai Cisunter (Kali Sunter, Km 40) yang berada di wilayah DKI Jakarta (Rachmawati 2005).

4.3 Lingkungan Biologi

Sepanjang median luar dan median dalam Jalan Tol Jagorawi terdapat berbagai jenis tanaman terdiri dari jenis rumput, semak, bambu dan pohon. Beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah untuk melindungi tanah dari kemungkinan tererosi adalah Centroccema pubescens, Calopogonium

mucinoides, dan Pueraria javanica. Jenis-jenis pohon dan tanaman hias yang ada

di median Jalan Tol Jagorawi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis-jenis pohon dan tanaman hias di Jalan Tol Jagorawi

No. Jenis-jenis Pohon No. Jenis-jenis Tanaman Hias 1. Kesumba (Bixa orellana) 1. Agave (Agave sp.)

2. Kayu Manis (Cinnamomum sp.) 2. Alamanda (Allamanda cathartika) 3. Bunga Kupu-kupu

(Bauhinia purpurea) 3.

Kembang Merak (Caesalpinia

pulcherima)

4. Palem Raja (Roystonea regia) 4. Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis) 5. Cemara (Casuarina sp.) 5. Bougenvile (Bouganvillea sp.) 6. Albisia (Albizia sp.) 6. Akalipa (Acalypha wilkesiana) 7. Mahoni Daun Besar

(Swietenia macrophylla) 7. Kacapiring (Gardenia jasminoides) 8. Johar ( Cassia siamea) 8. Pangkas Kuning (Duranta sp.) 9. Bambu Cina (Bambusa sp.) 9. Flumbago (Flumbago sp.)

10. Asam Londo (Pithecelobium dulce) 10. Pagoda (Clerodendrum japonikum) 11. Flamboyan (Delonix regia) 11. Nusa Indah

(Mussaenda erithrophylla) 12. Kasia (Cassia sp.) 12. Kana (Canna coccinea) 13. Lamtoro Gung

(Leucaena leucocephala) 13. Soka Hawai (Ixora sp.) 14. Bungur (Lagerstroemia speciosa)

15. Pinus (Pinus merkusii) Sumber : PT. Jasa Marga (2004)

Beberapa tanaman yang berada di luar lokasi Jalan Tol Jagorawi (di desa yang berbatasan dengan jalan tol) di antaranya adalah padi (sawah irigasi dan tadah hujan), ketela (singkong) dan tanaman buah-buahan. Penanaman padi dilakukan rata-rata hanya dua kali dalam setahun, terutama pada sawah tadah hujan seringkali tampak pada musim kering (Rachmawati 2005).

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penutupan Lahan di Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian selain didasarkan pada kriteria awal penentuan titik sampling, juga disesuaikan dengan pernyataan Bernatzky (1978) bahwa tanaman penyangga yang tipis, seperti satu baris tanaman hanya mampu membelokkan arah angin. Sedangkan tanaman penyangga yang tebal, seperti sekelompok tanaman yang rapat mampu menyaring partikel-partikel bahan pencemar udara. Oleh karena itu, jalur hijau di daerah Gunung Putri (Km 25 Jalan Tol Jagorawi) merupakan salah satu tempat yang cocok untuk dilaksanakannya penelitian. Berdasarkan GPS yang digunakan, lokasi jalur hijau berada pada titik UTM 9284950 dan 0708169. Pada lokasi ini terdapat jalur hijau berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput. Jalur hijau di lokasi ini terdiri dari satu jenis pohon yaitu pohon akasia (Acacia mangium Willd.) berjumlah 49 pohon yang membentuk jalur hijau 2 baris sepanjang 81 m dengan jarak tanam 3-4 m serta tinggi pohon rata-rata 13,85 m dan diameter pohon rata-rata 21,73 cm. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa tajuk jalur hijau di lokasi ini cukup rapat dan padat (Lampiran 2). Adapun indeks luas daun (ILD) berdasarkan hasil perhitungan adalah sebesar 2,04 (Lampiran 3). Keadaan lokasi penelitian dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5 Keadaan lokasi penelitian di Km 25 Jalan Tol Jagorawi. Keterangan: (a) Kepadatan kendaraan di Jalan Tol Jagorawi; (b) Kondisi jalur hijau

(35)

Setelah jalur hijau tersebut, terdapat tembok setinggi 1,5 meter yang merupakan batas antara areal lahan milik jalan tol dengan tanah milik pribadi. Penutupan lahan di balik tembok tersebut berupa semak belukar yang ditumbuhi oleh ilalang serta perkebunan yang dikelola oleh penduduk sekitar. Selanjutnya terdapat tembok pembatas dengan pabrik garmen setinggi 2 meter. Jarak antara tembok batas areal lahan milik jalan tol dengan tembok pembatas pabrik yaitu 30 meter. Keadaan penutupan lahan setelah jalur hijau dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6 Keadaan penutupan lahan di belakang jalur hijau. Keterangan : (a) Lahan perkebunan yang dikelola penduduk dengan latar belakang semak belukar yang ditumbuhi ilalang; (b) Low-volume air sampler yang dipasang di atas kebun dengan latar belakang tembok pembatas pabrik.

5.2 Kepadatan Kendaraan Saat Pengambilan Sampel Udara Ambien

Jalan Tol Jagorawi merupakan prasarana transportasi yang memiliki arus lalu-lintas yang ramai dilalui oleh kendaraan bermotor, baik kendaraan roda 4 maupun kendaraan roda lebih dari 4. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, arus lalu-lintas paling ramai terjadi pada pagi dan sore hari. Oleh karena itu, penghitungan jumlah kendaraan dilakukan di pagi hari antara pukul 08.00-11.00 WIB dan di sore hari antara pukul 14.00-17.00 WIB. Hasil penghitungan jumlah kendaraan bermotor di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

(36)

21

Tabel 5 Jumlah kendaraan bermotor yang melintas di lokasi penelitian

Pagi Sore Waktu (WIB) Kendaraan Total Kendaraan Waktu (WIB) Kendaraan Total Kendaraan Roda 4 Roda > 4 Roda 4 Roda > 4 08.00-08.30 975 311 1286 14.00-14.30 1156 338 1494 09.00-09.30 1016 324 1340 15.00-15.30 1097 315 1412 10.00-10.30 991 328 1319 16.00-16.30 1174 250 1424 Jumlah 2982 963 3945 Jumlah 3427 903 4330

Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam 90 menit, total kendaraan bermotor yang melintas adalah 3945-4330 kendaraan dan rata-rata dalam 30 menit adalah 1315-1443 kendaraan. Itu berarti rata-rata kepadatan kendaraan yang melintas pada pagi dan sore hari adalah 44-48 kendaraan setiap menitnya. Tingginya kepadatan kendaraan di Jalan Tol Jagorawi tentunya tidak lepas dari keberadaan Ibukota Jakarta sebagai pusat pemerintahan maupun pusat bisnis dan perdagangan di Indonesia. Oleh karena itu, Jalan Tol Jagorawi berperan sebagai salah satu jalur distribusi dari Jakarta ke Bogor maupun sebaliknya. Tanggungan beban Jalan Tol Jagorawi juga ditambah lagi dengan distribusi dari dan ke kota-kota lain yang melalui jalur Jakarta-Bogor ini. Selain itu, Jalan Tol Jagorawi merupakan salah satu akses transportasi darat warga Bogor menuju Jakarta dan juga sebaliknya. Banyaknya para pekerja di Jakarta yang tinggal di Bogor membuat Jalan Tol Jagorawi selalu dipadati kendaraan bermotor pada hari kerja terutama di pagi dan sore hari. Pada akhir pekan/hari libur, Jalan Tol Jagorawi juga tetap dipadati oleh kendaraan bermotor karena banyak warga Jakarta yang berlibur ke daerah Bogor dan sekitarnya. Dengan kepadatan yang tinggi setiap harinya, maka pencemaran udara di Jalan Tol Jagorawi juga akan semakin tinggi. Menurut Suyanti (2008) semakin tinggi kepadatan kendaraan maka konsentrasi timbal (Pb) di udara ambien juga akan semakin meningkat.

Dari hasil penghitungan jumlah kendaraan bermotor di lokasi penelitian, kendaraan roda 4 lebih banyak daripada kendaraan roda lebih dari 4. Perbandingan jumlah kendaraan bermotor roda 4 dengan roda lebih dari 4 dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 7.

(37)

Gambar 7 Kendaraan bermotor roda 4 dan roda > 4 di lokasi penelitian.

Gambar 7 menunjukkan bahwa kendaraan bermotor yang melintas di lokasi penelitian umumnya didominasi oleh kendaraan roda 4. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, kendaraan roda 4 didominasi oleh kendaraan berbahan bakar bensin, sedangkan kendaraan roda lebih dari 4 didominasi oleh kendaraan berbahan bakar solar. Oleh karena itu, dapat dikatakan jumlah kendaraan roda 4 mewakili jumlah kendaraan berbahan bakar bensin dan jumlah kendaraan roda lebih dari 4 mewakili jumlah kendaraan berbahan bakar solar.

Secara umum, kendaraan berbahan bakar bensin mengeluarkan emisi Pb lebih besar daripada kendaraan berbahan bakar solar. Hal ini dikarenakan timbal merupakan bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk mengurangi letupan selama proses pemampatan dan pembakaran di dalam mesin, pencegah korosi, anti pengembunan dan zat pewarna (Harahap 2004). Menurut Widiriani (1996), logam timbal terdapat di alam dalam bentuk mineral, sehingga harganya relatif lebih murah dan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan bahan aditif lainnya. Jumlah timbal yang ditambahkan ke dalam bensin, berbeda-beda untuk setiap negara. Di Indonesia setiap liter bensin premium yang dijual dengan nilai oktan 87 dan bensin super dengan nilai oktan 98 mengandung 0,70-0,84 g senyawa tetraetil dan tetrametil. Hal ini berarti sebanyak 0,56-0,63 g senyawa timbal akan dilepaskan ke udara untuk setiap liter bensin yang dimanfaatkan. Oleh

975 1016 991 1156 1097 1174 311 324 328 338 315 250 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 J um la h K enda ra a n Waktu (WIB) Roda > 4 Roda 4

(38)

23

karena itu, dengan dominasi kendaraan berbahan bakar bensin berarti pencemaran udara oleh Pb juga akan semakin tinggi. Bahkan di negara-negara yang telah berhasil menghapuskan penggunaan bensin yang mengandung timah, debu di udara tetap tercemar karena penggunaan bensin yang mengandung timah selama puluhan tahun (Satriyo 2008).

5.3 Kemampuan Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.) dalam Menurunkan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb)

Jalur hijau jalan berupa pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang jalan raya dapat berfungsi untuk mengurangi partikel Pb yang melayang-layang di udara hasil buangan dari asap kendaraan bermotor. Melalui proses hembusan angin partikel Pb tanah yang mulanya berasal dari emisi kendaraan bermotor dapat menjadi timbal udara dan dapat menempel pada permukaan daun menjadi timbal jerapan. Permukaan daun seperti permukaan daun licin atau kesat, lentur atau kaku, dan ada atau tidak adanya rambut-rambut halus (pubescent) di permukaan daun, semua sangat mempengaruhi jumlah partikel Pb yang terjerap oleh daun (Koeppe dan Miller 1970 diacu Dahlan 1989).

Tanaman akasia (Acacia mangium Willd.) memiliki luas permukaan daun yang cukup lebar sehingga kemampuan dalam menjerap (adsorpsi) partikel Pb di udara juga cukup tinggi, namun permukaan daunnya yang licin dapat menyebabkan partikel Pb yang menempel di permukaan daun dengan mudah melayang kembali ke udara setelah tertiup angin yang cukup kencang.

Kemampuan menyerap (absorpsi) partikel Pb di udara dipengaruhi adanya kerapatan dan ukuran stomata. Timbal (Pb) merupakan unsur yang tidak esensial bagi tanaman, sehingga masuknya partikel ini dalam jaringan daun bukan karena timbal diperlukan oleh tanaman, melainkan sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar yakni 2-4 µm, sedangkan ukuran partikel Pb jauh lebih kecil daripada ukuran celah stomata. Partikel timbal yang dikeluarkan asap kendaraan bermotor berukuran antara 0,08 µm-1,00 µm dengan masa tinggal di udara selama 4-40 hari (Saeni 1995 diacu Harahap 2004). Sari (2002) melaporkan bahwa jumlah kerapatan stomata akasia adalah 708 per mm2. Mengingat timbal bersifat akumulatif, maka konsentrasi timbal serapan dapat menjadi beberapa kali lebih

(39)

besar daripada timbal di udara sebagai sumbernya. Partikel Pb akan terakumulasi ke dalam tanaman melalui celah stomata dan akan menetap di dalam jaringan daun antara celah sel jaringan pagar (palisade) dan jaringan bunga karang (spongi

tissue). Selain diserap melalui stomata daun, partikel Pb juga dapat terserap

melalui akar tanaman.

Untuk mengetahui sejauh mana penurunan konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau akasia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis konsentrasi udara ambien (µg/m3)

Titik Jenis partikulat

Debu total Pb

A (tepi jalan) 266,84 0,3563

B (5 m di belakang jalur hijau) 185,71 0,2143 Penuruan A-B (µg/m

3

) 81,13 0,142

(%) 30,4 39,8

C (15 m di belakang jalur hijau) 179,76 0,0470 Penuruan A-C (µg/m

3

) 87,08 0,3093

(%) 32,6 86,8

D (30 m di belakang jalur hijau) 138,08 < 0,04 Penuruan A-D (µg/m

3

) 128,76 0,3163

(%) 48,2 88,7

Keterangan : Konsentrasi < 0,04 µg/m3 merupakan batas deteksi minimal dari alat yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi Pb.

Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi debu total tertinggi adalah 266,84 µg/m3 di titik A (tepi jalan). Kemudian di titik B (5 m di belakang jalur hijau) konsentrasi debu total berkurang 30,4% menjadi 185,71 µg/m3, lalu di titik C (15 m di belakang jalur hijau) konsentrasi debu total berkurang 32,6% menjadi 179,76 µg/m3, dan di titik D (30 m di belakang jalur hijau) konsentrasi debu total berkurang 48,2% menjadi 138,08 µg/m3. Data tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi debu total di tepi Jalan Tol Jagorawi (titik A) telah melewati batas ambang baku mutu udara ambien Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 sebesar 230 µg/m3. Sedangkan konsentrasi debu total setelah melalui jalur hijau dapat dikatakan masih dalam batas aman karena pada saat pengukuran di titik B, C dan D konsentrasi debu total masih berada di bawah ambang batas baku mutu udara ambien Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999.

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau mengalami penurunan. Konsentrasi partikel Pb di titik A (tepi jalan)

(40)

25

sebesar 0,3564 µg/m3 kemudian menurun 0,142 µg/m3 (39,8%) menjadi 0,2143 µg/m3 di titik B (5 m di belakang jalur hijau). Penurunan yang cukup signifikan ini disebabkan jalur hijau memiliki tajuk yang cukup rapat dengan nilai ILD sebesar 2,04. Ardian (2006) menyatakan bahwa ILD memiliki pengaruh yang besar terhadap penurunan partikulat, baik debu, timbal, maupun seng pada suatu tegakan. Tegakan yang memiliki nilai ILD lebih besar memiliki kemampuan yang lebih besar pula dalam mereduksi partikel. Suyanti (2008) melaporkan bahwa konsentrasi Pb setelah melalui jalur hijau mengalami penurunan dengan rata-rata 0,26 µg/m3 di pagi hari, 0,30 µg/m3 di siang hari, dan 0,41 µg/m3 di sore hari. Tingginya tingkat penurunan konsentrasi Pb disebabkan karena jalur hijau di lokasi penelitian Suyanti lebih lebar, yakni 13 baris pohon tanjung (Mimusops

elengi Linn.).

Selanjutnya Tabel 6 juga menunjukkan bahwa konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau semakin jauh semakin menurun, di titik C (15 m di belakang jalur hijau) konsentrasi Pb menurun 0,3093 µg/m3 (86,8%) menjadi 0,047 µg/m3, lalu di titik D (30 m di belakang jalur hijau) konsentrasi Pb menurun 0,3163 µg/m3 (88,7%) menjadi < 0,04 µg/m3. Konsentrasi < 0,04 µg/m3 merupakan batas deteksi minimal dari alat yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi Pb, sehingga dapat dikatakan partikel Pb di titik D sangat sedikit sekali atau bahkan hampir tidak ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa tingkat akumulasi timbal pada vegetasi dan tanah akan meningkat seiring bertambahnya kepadatan lalu-lintas dan menurun apabila semakin jauh dari tepi jalan raya (Birdsall et al. diacu Taihuttu 2001).

Dari hasil analisis konsentrasi udara ambien menunjukkan bahwa konsentrasi partikel Pb baik di tepi Jalan Tol Jagorawi maupun setelah melalui jalur hijau belum melampaui ambang batas baku mutu udara ambien Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 sebesar 2 µg/m3. Selain itu dapat diketahui bahwa penurunan konsentrasi partikel Pb tidak berbanding lurus dengan penurunan konsentrasi debu total sebagaimana dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8.

(41)

Gambar 8 Penurunan konsentrasi debu total dan timbal (Pb).

Gambar 8 menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi partikel Pb tidak berbanding lurus dengan penurunan konsentrasi debu total. Hal ini berkaitan dengan massa jenis partikel Pb yang lebih besar dibandingkan dengan partikel logam yang lain seperti Zn (seng), Ni (nikel), dan Cu (tembaga). Pada suhu kamar, massa jenis Pb 11,34 g/cm3, sedangkan massa jenis Zn 7,14 g/cm3, massa jenis Ni 7,81 g/cm3, dan massa jenis Cu 8,94 g/cm3. Dengan massa jenisnya yang lebih berat, partikel Pb lebih cepat jatuh ke tanah dibandingkan partikel logam yang lain. Sedangkan partikel-partikel lain yang lebih ringan akan lebih lama melayang-layang di udara dan bergerak lebih jauh sesuai arah angin yang membawanya.

Dari keterangan-keterangan tersebut menunjukkan bahwa jalur hijau akasia mempunyai peranan yang sangat penting dalam mereduksi timbal di udara yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Nasrullah (1997) menyatakan bahwa konsentrasi gas dan partikel yang diemisikan oleh kendaraan bermotor akan menurun menurut jarak dari pinggir jalan raya dan penurunan konsentrasi pada lokasi yang ditumbuhi oleh tanaman (planting sites) akan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan lokasi ruang terbuka (tanpa tumbuhan).

266,84 185,71 179,76 138,08 0.3563 0.2143 0.047 < 0.04 A B C D Debu to ta l ( µg /m 3 )

Titik Pengambilan Sampel

debu total debu timah hitam Keterangan:

A = tepi jalan B = 5 m di belakang jalur hijau C = 15 m di belakang jalur hijau D = 30 m di belakang jalur hijau

Debu t im a h hita n ( µg /m 3 )

(42)

27

5.4 Keadaan Klimatologis Saat Pengambilan Sampel Udara Ambien

Faktor-faktor klimatologis yang diukur selama pengambilan sampel udara meliputi kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban udara. Giddings (1973) diacu Dahlan (1989) menyatakan bahwa lamanya partikel Pb menetap di udara tergantung frekuensi dan besarnya curah hujan. Akan tetapi selama pengambilan sampel tidak terjadi hujan sehingga faktor hujan dapat diabaikan. Keadaan cuaca rata-rata selama pengambilan sampel adalah cerah berawan. Hasil pengukuran faktor-faktor klimatologis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Faktor-faktor klimatologis saat pengambilan sampel udara

Parameter A B C D

Kecepatan angin (m/detik) 3,1 2,1 3,2 1,5

Suhu udara (°C) 30,7 32 37 33,375

Kelembaban (%) 67,25 59,25 48,15 56,75

Keterangan: A = pengambilan sampel di tepi jalan; B = pengambilan sampel 5 m di belakang jalur hijau; C = pengambilan sampel 15 m di belakang jalur hijau; D = pengambilan sampel 30 m di belakang jalur hijau.

5.4.1 Kecepatan angin

Partikel Pb yang dikeluarkan dari emisi kendaraan bermotor akan berada di udara dalam jangka waktu tertentu dan akan melayang secara bebas sesuai arah angin yang membawanya. Hembusan angin dapat mengecerkan polutan-polutan yang ada di udara, sehingga dapat memperkecil kandungan Pb di udara. Walaupun demikian dengan adanya arah angin dapat menyebabkan meluasnya daerah yang terkena pencemaran jika dibandingkan dengan tidak adanya hembusan angin.

Tabel 7 menunjukkan kecepatan angin rata-rata di titik A (tepi jalan) sebesar 3,1 m/detik lebih tinggi daripada kecepatan angin rata-rata di titik B (5 m di belakang jalur hijau) sebesar 2,1 m/detik. Hal ini terjadi karena tiupan angin di tepi jalan mendapat hambatan berupa jalur hijau akasia, sehingga kecepatan angin yang bertiup dari tepi jalan semakin berkurang ketika angin berbenturan dengan jalur hijau akasia dengan tajuk yang cukup rapat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bernatzky (1978) bahwa pepohonan memiliki kemampuan untuk mengurangi kecepatan angin dan meningkatkan turbulensi aliran udara. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa kecepatan angin rata-rata di titik A hampir sama dengan dengan di titik C. Hal ini terjadi karena titik A dan C relatif terbuka sehingga tidak banyak benda yang dapat menghambat aliran udara. Sedangkan pada titik B dan

Gambar

Tabel 1  Baku mutu udara ambien
Tabel 2  Dampak paparan timbal (Pb) dalam darah  Timbal (Pb)
Tabel 3  Daftar peralatan yang digunakan dalam penelitian
Gambar 1  Alat-alat  yang  digunakan  untuk  pengambilan  sampel  udara  ambien.
+7

Referensi

Dokumen terkait

so before he meet my family, we have to talk properly, not just basic talking, we just real talk and then I show and I introduce him to my family that this is my partner, he want

Vahel jõutakse üle suurte jõgede juba siis, kui need on veel jääs ja seetõttu kerged ületada.. Nad leiavad jõe peal instinktiivselt paksema

Jumlah operasi elektif dalam satu bulan  100%  100% Metodologi pengumpulan Metodologi pengumpulan data data Sensus harian Sensus harian Cakupan. Cakupan data data Total

hukum dan pemerintahan yang berlaku secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Di Provinsi Sulawesi Barat sendiri, instrumen hukum berupa peraturan daerah serta

Interpretasi yang mereka lakukan menentukan mereka akan memiliki konsep diri positif atau konsep diri negatif (Hurlock, 1992, h. 203) mengatakan bahwa umpan balik dari orang

Tahap pengamatan pada siklus II menjelaskan mengenai hasil tindakan yang didapat dari hasil pengamatan proses belajar mengajar yang dilakukan selama satu kali

Berdasar kebutuhan ini, dibuatlah aplikasi marketplace untuk kalangan Mahasiswa dan Alumni Universitas Kristen Petra sebagai wadah informasi dan perantara untuk