• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Otomasi Perpustakaan IPB Pada Masa Krisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program Otomasi Perpustakaan IPB Pada Masa Krisis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Program Otomasi Perpustakaan IPB

Pada Masa Krisis

Oleh Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.1

Informasi merupakan sumberdaya yang strategis sepanjang hidup kita. Sebagai negara yang sedang membangun maka informasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia. Informasi juga sangat diperlukan didalam pendidikan dan penelitian guna pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di perguruan tinggi perpustakaan merupakan suatu lembaga yang mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan informasi dari sejak menghimpun, mengolah sampai mendessiminasikan informasi kepada para penggunanya baik sivitas akademi ka maupun bukan sivitas akademikanya..

Sampai pada akhir Pembangunan Jangka Panjang tahap I (PJP I) terjadi perkembangan yang sangat pesat di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan IPTEK ini ditandai dengan kemajuan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, terutama sekali pada dasa warsa 90an. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia tak terkecuali di perpustakaan. Kemajuan ini membawa perubahan-perubahan pada layanan perpustakaan sehingga kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, harus diterima di perpustakaan. Teknologi i ni memang menjanjikan kecepatan, yang merupakan salah satu faktor yang saat ini sangat dituntut dalam pengelolaan informasi. Program otomasi perpustakaan mulai menjadi trend perkembangan perpustakaan di Indonesia. Hasil survey sementara IPB menunjukkan bahwa 92,6 % perpustakaan telah dilengkapi dengan komputer, walaupun sebagian besar masih memiliki antara satu sampai lima unit PC (48 %) dan hanya 12 % saja yang memiliki komputer lebih dari 20 unit. Dari 92,6 % yang sudah dilengkapi dengan komputer tersebut sekitar 70

(2)

% sudah menggunakan perangkat lunak untuk layanan perpustakaan (library house

keeping) seperti katalogisasi, klasifikasi, OPAC, kontrol sirkulasi dan lain-lain.

Namun perkembangan tersebut belakangan ini seakan-akan berhenti bahkan di beberapa perpustakaan program otomasi tersebut seakan-akan menjadi bumerang seiring dengan terjadinya krisis moneter dan krisis ekonomi pada satu tahun terakhir ini. Beberapa perpustakaan tidak lagi memiliki dana cukup untuk memelihara perangkat keras dan perangkat lunak mereka. Anggaran perpustakaan dipotong antara 20 sampai 40 persen. Tanpa dipotongpun sebenarnya anggaran perpustakaan sudah sangat minim. Keadaan ini dibenarkan oleh pernyataan pemerintah melalui Mendikbud, Wardiman Djojonegoro (1997), bahwa anggaran pemerintah untuk pengadaan buku (baca:anggaran perpustakaan) masih sangat terbatas. Pemerintah sendiri masih dibantu oleh World Bank untuk pengadaan buku. Oleh karena itu Mendikbud menyarankan agar perpustakaan diupayakan sendiri, misalnya melalui sumbangan BP3 atau usaha lain tanpa harus menunggu dari pemerintah (Suara Pembaruan, Selasa 18-03-1997). Saat ini krisis moneter dan ekonomi tersebut melanda kita semakin parah. Untuk periode Januari sampai Juli 1998 saja laju inflasi sudah mencapai 59,1 %, sementara tahun depan diperkirakan mencapai 66 % (Republika, Sabtu 8 Agustus 1998). Keadaan ini memaksa beberapa perpustakaan melakukan realokasi anggarannya antara lain dengan mengurangi pembelian buku, mengurangi langganan jurnal, mengurangi jam layanan tambahan (lembur), mengurangi jenis layanan, menunda atau menghentikan program otomasi perpustakaan, terutama bila program otomasi tersebut sangat tergantung kepada vendor asing.

Perpustakaan IPB sejak semula memang tidak begitu optimistik dengan kondisi anggaran perpustakaan, khususnya anggaran UPT Perpustakaan IPB. Dalam keadaan tidak krisispun anggaran perpustakaan di IPB sangat kecil. Oleh karena itu program otomasi perpustakaan di IPB sejak semula sudah diarahkan kepada penggunaan perangkat lunak gratis namun dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Dalam hal ini Perpustakaan IPB mempercayakan kepada

(3)

perangkat lunak CDS/ISIS keluaran UNESCO. Program ini selain gratis dan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perpustakaan setempat, juga mempunyai keunggulan-keunggulan komparatif yang cukup tinggi dibandingkan dengan perangkat lunak sejenis.

Program Otomasi perpustakaan IPB dimulai pada tahun 1989 dan masih pada taraf otomasi katalogisasi dan klasifikasi saja. Namun pada tahun 1994 kebutuhan untuk otomasi kontrol sirkulasi/peminjaman koleksi dan kontrol pengadaan pustaka (akuisisi) semakin mendesak, sehingga pada tahun tersebut tim perpustakaan IPB mulai mengembangkan prangkat lunak interface untuk kontrol sirkulasi dan akuisisi yang diintegrasikan kedalam CDS/ISIS dan diberi nama program SIPISIS. Program ini dikembangkan sejak tahun 1994 dan saat ini sudah mencapai versi 2.7. Terhadap program SIPISIS tersebut telah dilakukan uji coba yang sangat panjang dan pada akhirnya dirilis pada tahun 1997, bertepatan dengan saat dimulainya krisis monoter dan krisis ekonomi di Indonesia. Dengan menggunakan program CDS/ISIS yang telah ditambah dengan program interface yang dikembangkan sendiri maka krisis moneter dan ekonomi yang semakin parah saat ini tidak terlalu berdampak kepada program otomasi perpustakaan IPB. Bahkan krismon yang menjadi ancaman bagi hampir seluruh perpustakaan di Indonesia, oleh perpustakaan IPB malah dijadikan suatu peluang untuk melakukan program 'income generation'. Perangkat lunak SIPISIS yang tadinya hanya direncanakan untuk digunakan sendiri oleh UPT Perpustakaan IPB mulai dipasarkan dan sudah mendatangkan pendapatan yang cukup signifikan bagi UPT Perpustakaan IPB. Dari sejak dipasarkan secara intensif sekitar pertengahan 1997 sampai bulan Agustus 1998 saja program SIPISIS versi 2.7 sudah menghasilkan revenue tidak kurang dari Rp.60 juta. Keuntungan dari menggunakan program SIPISIS tersebut ternyata banyak mendukung program otomasi perpustakaan di UPT Perpustakjaan IPB seperti antara lain:

• Menghemat biaya otomasi perpustakaan. Biaya otomasi perpustakaan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin. Ini dapat terjadi karena perangkat lunak interface tadi dibuat dan dikembangkan sendiri oleh staf perpustakaan. Biaya

(4)

pemeliharaan perangkat lunakpun hampir tidak ada. Semua trouble shooting dapat dilakukan sendiri oleh staf perpustakaan.

• UPT Perpustakaan dapat memelihara perangkat keras tanpa terlalu

menggantungkan diri kepada anggaran dari IPB (pemerintah), melainkan dari hasil penjualan perangkat lunak interface tersebut. Bahkan bukan saja hanya mampu memelihara, namun dari hasil penjualan tersebut perpustakaan dapat menambah fasilitas perangkat keras sehingga perpustakaan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada pemakainya..

• Dari hasil penjualan perangkat lunak tersebut UPT Perpustakaan juga dapat memberikan insentif kepada staf perpustakaan. Ini dapat membantu memperingan beban hidup para staf perpustakaan ditengah-tengah krisis moneter dan ekonomi yang melanda kita.

• Selain itu UPT Perpustakaan juga membuka peluang baru bagi staf

perpustakaan untuk menjadi instruktur pelatihan perangkat lunak CDS/ISIS dan perangkat lunak hasil pengembangannya. Dengan demikian membuka peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi staf perpustakaan.

Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia tidak harus menyebabkan kita mengurangi jumlah dan mutu layanan perpustakaan. Dengan anggaran yang berkurang kita harus tetap menjaga dan mempertahankan mutu dan jumlah jenis layanan yang kita tawarkan kepada pemakai perpustakaan kita. Bahkan kalau memungkinkan kita bisa meningkatkan mutu atau menambah jenis layanan. Berkaitan dengan hal ini perpustakaan IPB telah membuat program kerjasama dengan pihak swasta untuk menyelenggarakan warung internet (cyber café). Ruangan yang masih cukup besar tersedia di perpustakan ditawarkan kepada pihak investor untuk dimanfaatkan menjadi pusat layanan internet. Pihak IPB menyediakan ruangan dan fasilitas sambungan komunikasi, sedangkan pihak investor menyediakan perangkat keras komputer, perangkat lunak serta peralatan lain yang berhubungan dengan kebutuhan koneksi ke internet. Tawaran ini ternyata mendapat sambutan baik dari pihak investor swasta, serta mendapat dukungan dari pimpinan universitas. Saat ini sudah ada investor yang berminat dan sudah

(5)

menawarkan diri untuk menanamkan modalnya. Total investasi akan mencapai kurang lebih satu milyar rupiah dimana 70 % ditanggung pihak investor sedangkan sisanya 30 % ditanggung IPB yaitu berupa ruangan dan fasilitas sambungan komunikasi. Kerjasama ini merupakan kerjasama bagi hasil dimana pihak investor akan mendapatkan 60 % dari keuntungan bersih, sedangkan pihak perpustakaan IPB mendapatkan 40 %. Apabila kerjasama ini sudah berjalan, maka tahun pertama pihak IPB akan mendapatkan pemasukan sekitar Rp. 100 juta dan pada tahun kedua dan seterusnya akan meningkat dimana pada tahun kelima akan mencapai Rp. 250 juta. Proposal dan kontrak saat ini sedang dalam proses pembahasan dan negosiasi. Diharapkan pada bulan September 1998 program ini sudah berjalan. Dengan berjalannya program kerjasama ini maka perpustakaan IPB akan membuka layanan baru tanpa harus mengeluarkan biaya besar, bahkan dalam hal ini mungkin tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali karena ruangan dan koneksi ke internet tersebut sudah tersedia.

Dari pengalaman UPT Perpustakaan IPB dalam melakukan program otomasi perpustakaan tersebut ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan yaitu: (1) Program atau layanan perpustakaan sedapat mungkin tidak bergantung kepada orang lain dimana sangat memerlukan biaya besar, apalagi harus dibiayai dengan mata uang asing (US dollar misalnya); (2) Sedapat mungkin kita mencari peluang untuk melakukan program 'income generation' bagi perpustakaan. Perpustakaan memang bukan institusi yang profit oriented, namun tidak ada salahnya bila layanan-layanan inkonvensional dari perpustakaan dijadikan sumber pendapatan perpustakaan; (3) Perlu keberanian untuk melakukan terobosan yang mungkin tidak lazim dilakukan oleh instansi pemerintah, namun sepanjang terobosan tersebut tidak menyalahi aturan dan dilakukan secara transparan tidak ada salahnya bila kita mencobanya.

Daftar Bacaan

Djojonegoro, W. Pustakawan dan Tantangan Pengembangan Budaya Baca. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995.

(6)

Purbo, O.W. Jaringan Informasi Iptek: visi dunia pendidikan tinggi. Makalah lepas (tidak dipublikasi).

Rahardjo, A. I. Teknologi Informasi: Ancaman Ataukah Peluang Bagi Profesi Pustakawan Indonesia. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995.

Rahim, A.R. Peranan Perpustakaan dan Pustakawan dalam menunjang Pembangunan Nasional. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dilakukan transformasi pada protokorm anggrek Phalaenopsis amabilis umur 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu setelah penaburan biji dengan

Berarti tingkat kemampuan metakognisi mahasiswa yang memiliki nilai Kimia Dasar I sedang dalam menyelesaikan soal-soal kinetika kimia adalah rendah; (3) Mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan rata-rata lansia di RW.8 Bratang Binangun memiliki kualitas hidup baik dan harga diri yang tinggi dan hasil uji

Dari hasil pengamatan tersebut nilai flexibility ratio pada bagian batang pada kayu Anggerung memiliki serat yang lebih panjang dibanding pada bagian cabang diduga akan

Tujuan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) ini bagi kelompok mitra adalah : 1) mengetahui tentang teknik budidaya sayuran organik, 2) mengetahui pembuatan pupuk

Ibnu Hajar menjelaskan dengan menambahkan sebuah hadits dari Samurah, dari Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam, “ Janganlah sekali-kali adzan Bilal menghalangi kalian dari

Zona peluang rekreasi berdasarkan analisis kelas spektrum dengan parameter fisik, sosial dan manajerial menghasilkan zona semi urban untuk Pulau Pramuka, zona rural developed

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) juga meminta pendapat keluarga, korban, pihak masyarakat, dan pihak sekolah mengenai masalah tersebut dari kesemua hal tersebut akan ditarik