1
Komunitas Makrobentos di Kawasan Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran
Titi Rindi ANTIKA 1, Rizka RAHMAWATI1, Ika Puspita SARI1, Kufah Nur AFIFAH1,Yohanes DANIAR1, Khoirun NISAK1
Ekologi Project 2014, Laboratorium Ekologi 1
Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Bentos yaitu organisme perairan yang hidupnya terdapat pada substrat dasar dari suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun yang bersifat vigil (bergerak bebas). Makrofauna bentik merupakan organisme yang hidup pada substrat suatu perairan yang memiliki ukuran tubuh lebih dari 0,5mm. Berdasarkan tempat hidupnya makrofauna bentik dibedakan menjadi 2 yaitu epifauna bentik dan infauna bentik. Makrofauna bentik biasa digunakan sebagai indikator kualitas perairan. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampling makrofauna bentik dengan tujuan untuk mengetahui dan mampu melaksanakan metode standard sampling makrofauna bentik pada area perairan mangrove, mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman makrofauna bentik, serta mengetahui kesamaan komunitas makrofauna bentik pada lokasi yang berbeda di Pantai Bama, Baluran. Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 04 April 2014 pada pukul 13.00-15.00 WIB di kawasan perairan Mangrove Pantai Bama, Baluran untuk pengambilan sampel dan pada hari Jumat, 04 April 2014 pukul 16.00 – 17.00 WIB serta pada tanggal 11 April 2014 pukul 17.00 - 18.00 WIB untuk identifikasi sampel. Metode yang digunakan dalam pengamatan makrofauna bentik ini adalah metode belt-transect. Analisis data meliputi perhitungan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener ( ), indeks richness Margalef (d), indeks evenness Pielou (J), dan indeks kesamaan komunitas Morisita Horn. Banyak ditemukan spesies makrobentos di perairan Pantai Bama, Baluran. Diantaranya yaitu pada zona lamun diketahui kelimpahannya 26 dengan spesies yang mendominan yaitu Holothuria atra dan jumlah banyaknya spesies yaitu 18 spesies. Pada zona transisi lamun-karang diketahui kelimpahannya 89 dengan spesies yang mendominan yaitu Holothuria atra dan jumlah banyaknya spesies yaitu 14 spesies. Pada zona mangrove diketahui kelimpahannya 42 dengan spesies yang mendominan yaitu Littorina scraba dan jumlah banyaknya spesies yaitu 12 spesies.
Kata Kunci : Bentik, Epifauna, Infauna, Makrofauna, Substrat 1. PENDAHULUAN
Perairan Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki potensi yang kaya dengan beragam sumberdaya alam, baik hayati maupun non hayati. Selain memiliki potensi yang besar, beragamnya aktifitas manusia di wilayah pesisir menyebabkan daerah ini merupakan wilayah yang paling
mudah terkena dampak kegiatan manusia. Akibat lebih jauh adalah terjadinya penurunan kualitas perairan pesisir, karena adanya masukan limbah yang terus bertambah. Keadaan lingkungan seperti tipe sedimen, salinitass, dan kedalaman di bawah permukaan memberi variasi yang amat besar dari satu daerah dasar lautan ke
2 daerah dasar lautan yang lain. Sehingga
tidak mengherankan jika hal ini menyebabkan perbedaan jenis-jenis hewan pada daerah yang satu dengan lainnya (Kovacs, 2000). Sedangkan pada tempat hidupnya, hewan dasar dibedakan atas epifauna yang hidupnya di atas permukaan dasar lautan. Serta ada infauna yang hidupnya menggali lubang pada dasar lautan. Infauna sering mendominasi komunitas substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan epifauna terdapat pada semua substrat, akan tetapi lebih banyak hidup di daerah yang memiliki substrat yang keras seperti daerah intertidal. Umumnya adalah moluska, misalnya pada gastropoda dan bivalve (Pavluk, 2000).
Bioindikator merupakan seluruh organisme atau populasi yang keberadaannya, mempunyai kemampuan bergerak dan kemampuan dalam merespon kondisi perubahan lingkungan dapat memberikan respon spesifik. Beberapa spesies dapat dikategorikan sebagai bioindikator apabila mempunyai karakteristik antara lain bersifat taksonimis (mudah diidentifikasi) dan dikenali dengan baik oleh awam, merupakan spesies yang bersifat kosmopolit, kelimpahannya dapat terhitung, memiliki variasi genetic dan ekologi yang rendah sehingga memudahkan dalam identifikasi, berukuran tubuh besar, memiliki mobilitas yang terbatas dan siklus hidup yang relative lama. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Berdasarkan ukuran hidupnya benthos terbagi menjadi dua yaitu makrofauna bentik dan mikrofauna bentik. Makrofauna bentik berukuran lebih dari 0,5mm , sedangkan mikrofauna bentik berukuran kurang dari
0,5mm (Montagna, 2004). Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos. Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. (Barbour, 1999) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.
Keberadaan makrozoobentos yang mendiami daerah padang lamun menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik karena terjadi interaksi antar lamun dan biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan saling membutuhkan dalam proses pertumbuhan dan berkembang biak. Adapula komunitas bentos yang memliki peranan penting bagi kepentingan manusia misalnya sebagi makanan manusia, sebagai mata rantai makan di laut dan sebagai indicator suatu perairan. Dengan demikian menunjukan bahwa pada daerah padang lamun memiliki potensi yang cukup besar untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat serta menunjang produksi perikanan di wilayah pesisir (Mandavile, 2002). Pada penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana mengetahui dan mampu melaksanakan metode standard sampling makrofauna bentik pada area perairan mangrove untuk mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman makrofauna bentik, serta mengetahui kesamaan komunitas makrofauna bentik pada lokasi yang berbeda.
3
2. METODOLOGI
Gambar 1. Pengambilan Sampling Makrofauna Bentik 2.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian komunitas makrobentos, Pengambilan sampling makrobentos dilakukan di kawasan Pantai Bama Taman Nasional Baluran, dengan titik koordinat masing-masing zonasi adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Titik Koordinat tiap Zonasi Zona Titik Koordinat Lamun 7°50'38.79"S dan 114°27'41.47"E Transisi Lamun- Karang 7°50'41.32"S dan 114°27'44.39"E Mangrove 7°50'40.79"S dan 114°27'39.38"E
Untuk pengambilan spesimen dilakukan pada hari jumat 04 April 2014 dan untuk identifikasi dilakukan pada hari Jumat, 04 April 2014 pukul 16.00 – 17.00 WIB serta pada tanggal 11 April 2014
pukul 17.00 - 18.00 WIB di Jurusan Biologi ITS, Surabaya.
2.2 Pengambilan Sampling
Peralatan yang dibutuhkan dalam sampling makrobenthos antara lain peralatan skin diving (masker, snorkel, dan fins), meteran lapangan, toples plastik, kertas newtop, clipboard, alat tulis, dan kamera. Sedangkan untuk identifikasi sampel makrobenthos dibutuhkan buku identifikasi makrobenthos. Sampling makrofauna bentik dikoleksi dengan menggunakan metode transek sabuk (belt transect) dengan lebar area 0,5 meter ke arah kanan dan kiri garis transek. Metode transek sabuk bertujuan untuk menggambarkan kondisi populasi makrobentos yang bermacam-macam dan juga untuk mengetahui keberadaan makrobentos (jumlah, jenis dan lain-lain) sehingga pencatatan data jumlah individu
yang ditemukan lebih teliti. Transek yang digunakan adalah transek yang sama untuk analisis lamun. Dimana setiap transek dilakukan di tempat yang berbeda. Semua jenis makrofauna bentik yang terdapat dalam transek dikoleksi (dimasukkan ke dalam plastik zip-lock yang telah diisi air laut). Spesimen hasil koleksi dipindah ke dalam wadah plastik yang juga telah diisi air laut untuk mempermudah identifikasi. Semua spesimen diidentifikasi hingga taksa spesies atau genus dan dihitung kelimpahannya. Setelah diidentifikasi, spesimen koleksi dikembalikan ke habitat asalnya.
2.3 Analisis Data
Analisis data meliputi perhitungan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener ( ), indeks richness Margalef (d), indeks evenness Pielou (J) dan indeks kesamaan komunitas MorisitaHorn.
Indeks Diversitas Shannon-Wiener ( )
Dimana Pi : ni / N
H’ : indeks diversitas Shannon-Wiener
Pi : Porporsi jumlah individu spesies ke-i
Ni : jumlah individu spesies i dalam komunitas
N : jumlah total individu semua spesies dalam komunitas
Dengan ketentuan :
H’<1 maka keanekaragaman spesies rendah
1<H’<3 maka keanekaragaman spesies sedang
H’>3 maka keanekaragaman spesies tinggi
Indeks kekayaan Jenis (Richness) Margalef
Dimana
D : Indeks kekayaan jenis
S : Jumlah taxon dalam satu sampel N :Jumlah total keseluruhan spesies
Lalu digunakan indeks Morisita-Horn untuk membuat dendogram kesamaan komunitas :
Dimana :
CM-H : koefisien Morisita – Horn
ani : jumlah total individu pada tiap-tiap spesies dikomunitas a
bni : jumlah total individu pada tiap- tiap spesies dikomunitas b
aN : jumlah individu di komunitas a bN : jumlah individu di komunitas b da : ∑ ani2 / aN2
db : ∑ bni2 / bN2
(Barnes, 1999).
Setelah itu dilakukan analisis kelimpahan dan keanekaragaman species burung dengan menggunakan software Canoco. Langkah kerja menggunakan software tersebut adalah sebagai berikut, pertama buat data pada microsoft excel dengan jenis species sebagai kolom dan titik transek sebagai baris.
Kedua copy data tersebut pada software WcanoImp terlebih dahulu kemudian disimpan.
Ketiga buka software Canoco for Windows, klik file – new project,
masukkan data yang telah disimpan menggunakan WcanoImp kemudian klik next. Ketika keluar box Type of Analisis, pilih response model yang linear kemudian klik next hingga finish.
Langkah ke empat buka software Canoco Draw, klik file – new project. Masukkan data hasil dari software Canoco for Windows.
Setelah dimasukkan klik bar create pada bar di atas program, pilih biplots and join plots, klik species and samples,
Maka gambar persebaran tersebut akan keluar.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Metode belt transect dan hand
collecting
Dalam penelitian ini digunakan kombinasi dua metode, yaitu belt transect dan hand collecting. Belt transect adalah sebuah metode yang digunakan untuk menggambarkan kondisi populasi suatu jenis spesies yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu[1]. Kelebihan dari metode belt transect diantaranya pencatatan data jumlah individu lebih teliti dan data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi serta dapat mengambarkan struktur populasi suatu spesies makrobentos. Sedangkan metode hand collecting dilakukan dengan cara mengambil setiap organisme makrobentos yang ditemui sepanjang transek. Jika ditemui makrobentos diluar area transek, maka tetap diambil dan dijadikan data sekunder atau data tambahan . Lebar area transek yang digunakan adalah 0.5 meter kearah kanan dan kiri garis transek dengan panjang 0,5 meter. Semua jenis makrobentos yang ada dilokasi transek dikumpulkan dan dimasukkan dalam plastik zip-lock yang telah berisi air laut. Semua spesies makrobentos yang telah didapat kemudian dibawa ke tepi untuk selanjutnya diidentifikasi.
3.2 Analisis Data
3.2.1 Kelimpahan tiap Zonasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jumlah spesies yang paling banyak ditemukan dalam lokasi penelitian berada pada zona transisi lamun-karang (transek 3) dimana terdapat 89 spesies makrobentos yang didominasi oleh spesies Holothuria atra sebanyak 68 individu, dan yang paling sedikit adalah spesies Conus
litteratus, Cymasium pileare, Echinotrix calamaris, Luidia maculate, Peristernia ustulata, Pyrene versicolor, Strombus labiosus, Trachycardium rugosum, dan Trapezium obesa yang masing-masing terdiri dari 1 individu. Untuk zona mangrove (transek 2) terdapat 42 spesies makrobentos yang didominasi oleh spesies Lottia digitalis sebanyak 13 individu, dan yang paling yang paling sedikit adalah spesies Charybdis sp., Holothuria atra, Jacksonaster depressum, Turbo sutosus, Nassarius sufflatus, Patteloida saccharina, dan Lottia digitalis yang masing-masing terdiri dari 1 individu. Sedangkan pada zona lamun (transek 1) terdapat 26 spesies makrobentos yang didominasi oleh spesies Holothuria atra dan hanya ditemukan masing-masing satu spesies makrobentos lain.
Kelimpahan spesies pada zona lamun dapat diamati dari table berikut:
Tabel 2. Kelimpahan Spesies Pada Zonasi Lamun
No. Nama Spesies Jumlah
1 Anadara nodifera 1
2 Astropecten sand star 2 3 Cypraea labrolineata 3 4 Cypraea moneta 4 5 Dosisnia derapta 5 6 Ergalatax magariticola 6 7 Hebra corticata 7 8 Hebra corticata-lirata 8 9 Holothuria atra 9 10 Macrophiothrix longipeda 10 11 Mactra grandis 11 12 Nassarius (Telasco) sufflatus 12 13 Nassarius globosus 13 14 Nassarius pullus 14 15 Nassarius reticosa 15 16 Phos roseatus 16 17 Strombus urceus 17
18 Vasticardium angulatum 18
Total 26
Melimpahnya spesies Holothuria atra pada zona lamun disebabkan oleh adaptasi hidupnya yang lebih daripada spesies lain, selain itu spesies ini memiliki struktur tubuh yang dapat beradaptasi dengan cekaman lingkungan dan predator sehingga keberadaannya selalu berlimpah. Kelimpahan spesies pada zona mangrove dapat diamati dari table berikut:
Tabel 3. Kelimpahan Spesies pada Zonasi Mangrove
No. Nama Spesies Jumlah
1 Charybdis sp. 1 2 Holothuria atra 2 3 Jacksonaster depressum 3 4 Littorina scabra 4 5 Littoraria filosa 5 6 littoraria aberrans 6 7 Turbo sutosus 7 8 Bathybembix convexiusculus 8 9 Metopograpsus latifrons 9 10 Pyrene decussata 10 11 Nassarius sufflatus 11 12 Patteloida saccharina 12 13 Lottia digitalis 13 Total 42
Melimpahnya spesies Lottia digitalis pada zona lamun disebabkan oleh adaptasi hidupnya yang lebih daripada spesies lain, selain itu spesies ini memiliki struktur tubuh yang dapat beradaptasi dengan cekaman lingkungan dan predator sehingga keberadaannya selalu berlimpah pada zona mangrove disebabkan oleh adaptasi hidupnya yang lebih daripada spesies lain, selain itu spesies ini memiliki struktur tubuh yang dapat beradaptasi dengan cekaman lingkungan dan predator
sehingga keberadaannya selalu berlimpah. Kelimpahan spesies pada zona lamun-karang dapat diamati dari table berikut:
Tabel 4. Kelimpahan spesies di zona Transisi Lamun-Karang
No. Nama Spesies Jumlah
1 Conus litteratus 1 2 Cymasium pileare 1 3 Cypraea tigris 3 4 Diadema setosum 4 5 Echinotrix calamaris 1 6 Holothuria atra 68 7 Luidia maculata 1 8 Nassarius stolatus 2 9 Peristernia ustulata 1 10 Pyrene versicolor 1 11 Strombus labiosus 1 12 Synaptha maculata 3 13 Trachycardium rugosum 1 14 Trapezium obesa 1 Total 89
Melimpahnya spesies Holothuria atra pada zona lamun-karang disebabkan oleh adaptasi hidupnya yang lebih daripada spesies lain, selain itu spesies ini memiliki struktur tubuh yang dapat beradaptasi dengan cekaman lingkungan dan predator sehingga keberadaannya selalu berlimpah.
Dari ketiga data kelimpahan di masing-masing zona tersebut, dapat dibuat grafik perbandingan kelimpahan dari masing-masing zonasi seperti yang bisa diamati dari grafik berikut:
Gambar 2. Diagram Batang Kelimpahan Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dari ketiga zona, yaitu zona lamun, zona transisi lamun-karang, dan zona mangrove, zona transisi lamun-karang memiliki kelimpahan yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada zona tersebut memiliki keanekaragaman biota yang besar sehingga jaring-jaring transfer nutriennya juga semakin kompleks.
3.2.2 Dominansi Spesies tiap Zonasi Indeks dominansi Makrofauna bentik digunakan untuk menghitung adanya species tertentu yang mendominasi suatu komunitas makrozoobenthos. Menurut Odum (1993), Nilai indeks dominansi berkisar antara 1-0. Semakin mendekati satu, maka semakin tinggi tingkat dominansi spesies tertentu, sebaliknya bila nilai mendekati nol berarti tidak ada jenis yang mendominansi.
Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominansi dari simpson (Odum, 1971). Dengan rumus sebagai berikut ebagai berikut :
∑ ( ) C = 1- D Dimana :
C = Indeks Dominansi
ni= Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai dominansi spesies makrofauna bentik pada ketiga zonasi Lamun, Zonasi Transisi Lamun-Karang, dan Zonasi Mangrove. Berikut ini adalah pembahasan mengenai dominansi pada ketiga zonasi.
Pertama adalah Zonasi Lamun, dari nilai dominansi yang diperoleh sesuai dengna tabel berikut
Tabel 5. Tabel Dominansi spesies pada Zona Lamun
No Nama Spesies D
1 Anadara nodifera 3.846154 2 Astropecten sand star 3.846154 3 Cypraea labrolineata 3.846154 4 Cypraea moneta 3.846154 5 Dosisnia derapta 3.846154 6 Ergalatax magariticola 3.846154 7 Hebra corticata 3.846154 8 Hebra corticata-lirata 3.846154 9 Holothuria atra 34.61538 10 Macrophiothrix longipeda 3.846154 11 Mactra grandis 3.846154 12 Nassarius (Telasco) sufflatus 3.846154 13 Nassarius globosus 3.846154 14 Nassarius pullus 3.846154 15 Nassarius reticosa 3.846154 16 Phos roseatus 3.846154 17 Strombus urceus 3.846154 18 Vasticardium angulatum 3.846154 Total 100
Kemudian direpresentasikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut
Gambar 3. Diagram Batang Dominansi Spesies Lamun
Dari diagram batang tersebut menunjukkan bahwa nilai dominansi pada zona lamun tergolong tinggi karena nilai indeks dominansi mendekati 1. Spesies yang paling mendominasi adalah
Holothuria atra. Holothuria atra/
Teripang (Holothuroidea) merupakan salah satu hewan laut yang termasuk dalam phylum Echinodermata. Hewan tersebut merupakan golongan yang paling banyak dijumpai, mulai dari paparan terumbu karang, pantai berbatu atau berlumpur, di laut dalam, bahkan di palung laut yang terdalam sekalipun (Nontji,1993). Pada umumnya teripang pemakan deposit pasir yang penting di daerah coral reef (Sutaman,1993). Makanan utama teripang adalah organisme-organisme mikro, detritus (sisa-sisa pembusukan bahan organik), diatomae, protozoa, nematodae, algafilamen, kopepoda, ostrakoda, dan rumput laut (Martoyo, dkk, 1993).
Selanjutnya adalah dominansi pada zonasi Transisi Lamun-Karang. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Indeks dominansi Simpson maka didapatkan nilai dominansi seperti pada tabel berikut :
Tabel 6. Tabel Dominansi spesies pada Zona transisi lamun-karang Nama Spesies Ni D Conus litteratus 1 1.123596 Cymasium pileare 1 1.123596 Cypraea tigris 3 3.370787 Diadema setosum 4 4.494382 Echinotrix calamaris 1 1.123596 Holothuria atra 68 76.40449 Luidia maculata 1 1.123596 Nassarius stolatus 2 2.247191 Peristernia ustulata 1 1.123596 Pyrene versicolor 1 1.123596 Strombus labiosus 1 1.123596 Synaptha maculata 3 3.370787 Trachycardium rugosum 1 1.123596 Trapezium obesa 1 1.123596 Total 89 100
Dari tabel diatas kemudian direpresentasikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut :
Gambar 4. Diagram Batang Dominansi spesie Zonasi Transisi Lamun-Karang
Dari diagram batang tersebut dapat diketahui bahwa indeks dominasi tiap jenis kurang dari 1. Sehingga dapat dikatakan bahwa dominansi makrofauna bentik pada zonasi ini tergolong tinggi
Perbedaan antara zonasi lamun dengan zonasi transisi Lamun-Karang adalah pada zonasi lamun memiliki nilai dominansi yang lebih tinggi. Artinya ada jenis yang mendominansi pada zonasi tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa
0 2 4 6 8 10 jum lah s pe si es 0 10 20 30 40 50 60 70 Jum lah spe si e s
setiap individu pada setiap zonasi mempunyai kesempatan yang tidak sama dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada didalam perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan peryataan Odum (1993) yang menyatakan bahwa nilai indeks dominansi yang tinggi menyatakan konsentrasi dominansi yang tinggi (ada individu yang mendominansi), sebaliknya nilai indeks dominansi yang rendah menyatakan konsentrasi yang rendah (tidak ada yang dominan).
Holothuria atra memiliki nilai
dominansi tertinggi di zonasi lamun dan zonasi Transisi lamun-karang. Ini menunjukkan bahwa dominansi dinyatakan rendah. hal tersebut disebabkan karena Holothuria atra merupakan salah satu spesies makrofauna bentik yang habitatnya di substrat berpasir seperti substrat pada zona lamun. Adanya dominansi karena kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan spesies tertentu. Selain itu dominansi juga dapat terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi tiap jenis species terhadap lingkungan.
Berikutnya adalah dominansi pada zona Mangrove. Berdasarkan perhitungan dengan indeks dominansi Simpson diperoleh nilai dominansi seperti pada tabel berikut:
Tabel 7. Tabel Dominansi spesies pada Zona transisi Mangrove Nama Spesies Ni D Charybdis sp. 1 2.380952 Holothuria atra 1 2.380952 Jacksonaster depressum 1 2.380952 Littorina scabra 9 21.42857 Littoraria filosa 3 7.142857 littoraria aberrans 2 4.761905 Turbo sutosus 1 2.380952 Bathybembix convexiusculus 6 14.28571 Metopograpsus latifrons 8 19.04762 Pyrene decussata 7 16.66667 Nassarius sufflatus 1 2.380952 Patteloida saccharina 1 2.380952 Lottia digitalis 1 2.380952 Total 42 100
Dari tabel tersebut kemudian direpresentasikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut
Berdasarkan diagram batang berikut ini dapat diketahui bahwa pada zona mangrove memiliki dominansi tinggi dan umumnya mendekati 1 yang berarti ada jenis yang mendominansi (Odum, 1993).
Gambar 5. Diagram Batang Dominansi Spesies Zonasi Mangrove
Meskipun pada zonasi mangrove dijumpai beberapa individu yang lebih banyak. Hal tersebut disebakan oleh keadaan perairan atau jenis substrat yang mendukung bagi populasinya. Spesies
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 C ha ry bd is sp. H o lo thu ri a edu lis Jac kso na st er d epr es su m Li tt o ri na s cab ra Li tt o rar ia fi lo sa lit to rar ia ab er ran s Tur bo s ut o su s B at hy be m bi x c o nv exi us cul us M et o po gr aps us lat if ro ns P yr ene d e cus sa ta N as sa ri us s uf fl at us P at te lo ida s ac cha ri na Lo tt ia di gi ta lis Jum lah s pe si es
yang mendominasi pada zonasi mangrove adalah Littorina scabra. Penyebab dominansi Littorina scarba adalah karena Littorina scabra termasuk golongan gastropoda yang bersimbiosis dengan tumbuhan mangrove, yaitu simbiosis mutualisme. Littorina scarba
melangsungkan kehidupan serta berkembang biak diatas tumbuhan mangrove dan mangrove, mendapatkan nutrisi tambahan dari feses dari Littorina
scarba.
3.2.3 Keanekaragaman Spesies Pada Tiap Zonasi
Keanekaragaman spesies pada tiap zonasi dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan indeks Shannon-Winner sebagai berikut :
H’ = -∑{( ) ( )}
Dengan keterangan H : Indeks Keragaman Shannon-Wiener, ni : Jumlah Individu spesies ke-i, Jumlah total individu (Odum, 1993).
Dari perhitungan indeks tersebut diperoleh nilai keanekaragamn sebgaia berikut
Tabel 8. Keanekaragaman tiap spesies
Zonasi H'
Lamun 2,497519
Transisi Lamun-Karang 1,112797
Mangrove 2,178988
Dari nilai yang telah didapatkan kemudian direpresentasikan dalam bentuk diagram batang berikut
Gambar 6. Diagram Batang Keanekaragman Spesies di tiap Zonasi Dari diagram batang diatas
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies tertinggi terdapat pada zona lamun dengan nilai H’ sebesar 2.5. Kemudian yang kedua adalah zona mangrove dengan nilai H’ sebesar 2.2. Sedangkan yang
ketiga adalah Zona Transisi Lamun-Karang dengan nilai H sebesar 1,1. Unruk Zonasi Lamun dan Zonasi Mangrove termasuk dalam keanekaragaman tinggi karena H’≥2. Sedangkan untuk Zonasi Transisi Lamun dan Karang termasuk
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Lamun Transisi Lamun-Karang Mangrove
Perbandingan Keanekaragaman
Spesies Makrofauna Bentik
keanekaragaman sedang karena 1 ≤ H’ ≥ 2. Hal tersebut menunjukkan kondisi lingkungan perairan distasiun tersebut masih cukup baik dan masih bisa mendukung kehidupan biota perairan (Setiawan, 2009).
Pada Zona Lamun terdapat 18 spesies yaitu Anadara nodifera, Astropecten sand star, Cypraea labrolineata, Cypraea moneta, Dosisnia derapta, Ergalatax magariticola, Hebra corticata, Hebra corticata-lirata, Holothuria atra, Macrophiothrix longipeda, Mactra grandis, Nassarius (Telasco) sufflatus, Nassarius globosus, Nassarius pullus, Nassarius reticosa, Phos roseatus, Strombus urceus, Vasticardium angulatum, Litorina scarba, Littoraria filosa, Littoraria aberrans, Turbo sutosus, Bathybembix convexiusculus, Metapograpsus latifrons, Pyrene decussata, Nassarius sufflatus, Patteloida saccharina, Lottia digitalis. Sedangkan Zona Transis Lamun-Karang terdapat 14 spesies yaitu Conus litteratus, cymasium pileare, cypraea tigris, Diadema setosum, Echinotrix calamaris, Holothuria arta, Luidia maculata, Nassarius stolatus, Peristernia ustulata, Pyrene versicolor, Strombus labiosus, Synaptha maculata, Trachycardium, Trapezium obesa. Pada Zona Mangrove terdapat 13 spesies yaitu Charybdis sp., Holothuria atra, Jacksonaster depressum, Litorina scarba, Littoraria aberrans, Turbo sutosus, Bathybembix convexiusculus, Metopograpsus latifrons, Pyrene decussata, Nassarius sufflatus, Patteloida saccharina, Lottia digitalis.
Brower et. Al(1990) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing
spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Perbedaan keanekargaman spesies disebabkan oleh kondisi air pada zonasi, untuk zonasi dengan keanekaragaan yang tinggi kualitasnya baik dan tidak tercemar (Siahaan, 2012). Selain itu, disebabkan pula oleh tipe substrat dasar (emiyarti, 2004). Beberapa faktor lain yang juga menetukan keanekaragaman adalah salinitas, salinitas tanah atau substrat akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas organisme. Penurunan Salinitas menyebabkan ketidaknormalan morfologis (Susana, 2009). Dari hasil pengukuran salinitasnya adalah 35 ppm pada zona mangrove, sehingga keanekaragamannya lebih sedikit dibandingkan zona lamun yang salinitasnya lebih rendah pada zonasi lamun.
Selanjutnya adalah tipe substrat, ikut menetukan jumlah dan jenis organisme bentik disuatu perairan. Macam dari substrat sangat penting dalam perkembangan komunitas organisme bentik. Pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini. (Susanto, 2000). Zonasi pengambilan bentos bentos merupakan daerah berpasir sehingga terdapat banyak spesies dan keanekaragaman spesiesnya tinggi.
Penyebab Zonasi lamun memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi daripada zonasi Mangrove dan Zonasi Transisi karena menurut Odum (1993) keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh
pembagian atau penyebaran individu dari tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenis tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah.
3.2.4 Analisis Kesamaan Komunitas Sekumpulan populasi (baik yang sama jenis spesies penyusunnya ataupun beda jenis spesies penyusunnya) akan membentuk suatu komunitas karena saling berinteraksi. Komunitas sendiri dapat didefinisikan sebagai sekumpulan populasi yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi tanpa adanya campur tangan dengan faktor lingkungan. Interaksi antar populasi didalam suatu komunitas dapat berupa predasi, kompetisi, ataupun lain hal. Terjadinya interaksi salah satunya disebabkan karena adanya kesamaan dalam satu hal, baik berupa ruang tempat tinggal, makanan ataupun lain hal. Dan hal ini terkait dengan parameter fisikokimia di lokasi tersebut (Susanto, 2000).
Komunitas yang sama akan dicirikan oleh organisme atau spesies penghuni yang “sama” pula. Sama dalam tanda petik tersebut mempunyai beberapa ukuran, diantaranya dengan melakukan suatu perhitungan statistik dengan mendasarkan pada spesies penghuni komunitas tersebut. Komunitas yang sama akan memberikan informasi bahwa beberapa komponen penyusun komunitas tersebut memang memiliki kesamaan (baik dari faktor abiotik ataupun faktor biotiknya). Perhitungan statistik untuk membuktikan bahwa suatu komunitas dianggap sama dapat dilakukan secara kuantitas ataupun kualitas (Magurran, 1998).
Untuk mengetahui atau untuk membuktikan bahwa suatu komunitas
memiliki kesamaan maka dapat menggunakan Indeks Morisita- Horn, dengan rumus sebagai berikut :
CMH = 2∑(ani x bni) / (da + db)aN x bN, Dimana :
CMH = koefisien Morisita – Horn
ani = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di komunitas a
bni = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di komunitas b
aN = jumlah individu di komunitas a bN = jumlah individu di komunitas b da = ∑ ani2
/ aN2 dan db = ∑ bni2 / bN2 Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Indeks Morisita-Horn diperoleh nilai Z1:Z2 adalah 0.71933, Z1:Z3 adalah 0.06388, Z2:Z3 adalah 0.04974. Dari ketiga nilai yang sudah diperoleh, kemudian dicari nilai yang terbesar. Kemudian direpresentasikan dalam dendogram sebagai berikut
Gambar 4. Dendogram kesamaan Komunitas Dengan Z1 adalah Zona Lamun, Z2 adalah Transisi Lamun-Karang, dan Z3 adalah Zona Mangrove.
Nilai terbesar adalah IMH dari Zonasi Lamun dan Zonasi Transisi Lamun-Karang. Hal tersebut menandakan bahwa kesamaan komunitas antara zonasi lamun dan mangrove besar. Karena Zonasi Lamun dan Transisi Lamun-Karang memiliki indeks kesamam komunitas yang tinggi, maka menurut Magurran (1988), kedua spesies tersebut dianggap sebagai komunitas yang sama. Sehingga kemudian dicari indeks kesamaan habitat antara Z1:Z2 dengan Z3. Diperoleh IMHnya
sebesar 0,3919. Nilai tersebut menunjukkan tingkat kesamaan komunitas ketiganya.
3.3 Kecenderungan Habitat
Dari hasil analisis kecenderungan habitat melalui software Canocoo diperoleh grafik berikut:
Gambar 7. Diagram Multivarian Kecenderungan Habitat
Dari grafik analisis kecenderungan habitat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kuadran satu spesies Nassarius sufflatus, Strombus urceus, Nassarrius reticosa, Mactra grandis, Macrophiothrix longipeda, Pros roseatus, Anadara nodifera, Dosisnia derapta, Cypraea labrolineata, Ergalatax magariticola, Hebracorticata, dan Nassarius pullus memiliki kecenderungan habitat di transek satu, yaitu zona lamun. Spesies-spesies tersebut hidup menempel pada helaian-helaian daun dari lamun, serta meliang di dalam substrat pasir tempat tumbuhnya lamun, sehingga memiliki kecenderungan habitat di zona lamun.
Pada kuadran ketiga, spesies Holothuria atra, Conus litteratus, Trapezium obeza, Trachicardium rugosum, Cymasium pileare, Echinotrix calamaris, Luidia maculata, Synapta maculata, Cypraea trigis, Nassarius stolatus, Pyrene versicolor, Diadema setosum, Peristernia pusculata, dan
Strombus labiosus memiliki kecenderungan habitat di transek dua, yaitu zona mangrove. Spesies-spesies tersebut hidup menempel pada batang dan akar mangrove.
Pada kuadran empat, spesies Lottia digitalis, Patteloida saccharina, Pyrene decussate, Littorina scraba, Littoria abberas, Turbo sutosus, Metopograpsus latifrons, Bathybembix convexiusculus, Jacksonaster depressum, Charibdis sp., dan Littoraria filosa memiliki kecenderungan di transek tiga, yaitu zona transisi lamun-mangrove. Spesies-spesies tersebut hidup meliang di substrat berpasir pada zona diantara lamun dan mangrove. 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kelimpahan tertinggi adalah spesies Holothuria atra pada semua zonasi. Dominansi pada setiap zonasi berbeda beda, namun ketiga zonasi tergolong kedalam dominansi yang tinggi. Keanekaragaman spesies teringgi terdapat pada zonasi lamun, kemudian Mangrove, dan yang terahir adalah Zonasi Transisi Lamun-Karang. Selanjutnya adalah zonasi lamun dengan zonasi Transisi Lamun-Karang memiliki kesamaan komunitas yang tinggi daripada dengan zonasi Mangrove. Setiap spesies memilki kecenderungan habitat yang berbeda sesuai dengan perilaku dan habitatnya.
5. DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M.T., J. Gerritsen, B.D. Snyder, & J.B. Stribling, 1999, Rapid Bioassessment Protocols For Use In Streams And Wadeable Rivers:
Periphyton, Benthic
Macroinvertebrates And Fish, Second Edition. Epa
841-B-99-002, Us-Epa, Office Of Water Washington, D.C.
Barnes, R. S. K. And R. N. Hughes. 1999. An Introduction To Marine Ecology 3rd Edition. Blackwell Science Ltd. London.
Brower J. Jerold, Z., Von Ende, C. 1990. Field And Laboratory Methode For General Ecology . Third Edition. W. M.C.Brown Publisers, Usa. Hlm. 88.
Emiyarti. 2004. Karakteristik Fisika Kimia Sedimen Dan Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Perairan Teluk Kendari. Thesis Sekolah Pasca Sarjana Ipb. Bogor
Kovacs, M. 2000. Biological Indicators Of Environment Protection. Ellis Horwoad. New York.
Magurran, A.E,. 1988. Ecological Diversity And Its Measurement. Chapman And Hall Published. 167 Pages.
Mandavile, S.M. 2002. Benthic Macroinvertebrates In Freshwaters – Taxa Tolerance Values, Metrics, And Protocols. (Project H-1) Soil & Water Conservation Society Of Metro Halifax
Montagna, P. A., J. E. Bauer, D. Hardin And R. B., Spies. 2004. Vertical Distribution Of Microbial And Meiofaunal Populations In Sediments Of Natural Coastal Hydrocarbon Seep. Journal Of Marine Science.
Odum, E. P. 1971. Fundamental Of
Ekology. Third Edition, W.B.
Saunders Company. Toronto Florida.
Odum, E.P., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Pavluk T.I., A. Bij De Vaate, & H. A.
Leslie, 2000, Development Of An Index Of Trophic Completeness For Benthic Macroinvertebrate Communities In Flowing Waters. Hydrobiologia 427: 135–141.
Setiawan, Doni. 2009. Studi Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. Jurnal Penelitian Sains. Universitas Sriwijaya. Sumsel Siahaan, Ratna., Dkk. 2012
Keanekargaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadene, Jawa Barat-Banten.
Stephen Et Al. 2000. Estimating Density From Surveys Employing Unequal-Area Belt Transects. The Society Of Wetland Scientists Bio One Reseach Envolved. Vol. 20, No. 3 Pp. 512–519
Susana, T Dan Rositasari, R., 2009. Dampak Deterjen Terhadap Foraminifera Di Kepulauan
Susanto, P., 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.