• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik Hukum HAM Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Politik Hukum HAM Di Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10

Singgasana Hotel Surabaya, 10  13 O13 O tober 2011tober 2011 MAKALAH

MAKALAH Politi

Politi HuHu um HAM Di Indonesiaum HAM Di Indonesia Oleh:

Oleh:

Dr. Suparman Marzu

Dr. Suparman Marzu i, S.H., M.Sii, S.H., M.Si (Komisi Yudisial RI)

(Komisi Yudisial RI)

  

     

(2)

POLITIK HUKUM HAM DI INDONESIA Oleh: Suparman Marzu i

Politi hu um HAM adalah ebija an hu um HAM (human rights legal policy) tentang penghormatan (to respect), pemenuhan (to fulfill) dan perlindungan HAM (to prote ct). Kebija an

ini bisa dalam bentu pembuatan, perubahan, pemuatan pasal-pasal tertentu, atau pencabutan peraturan perundang-undangan. Dalam pandangan Moh. Mahfud, implementa si

politi hu um dapat berupa1: (a) pembuatan hu um dan pembaruan terhadap bahan-ba han

hu um yang dianggap asing atau tida sesuai dengan ebutuhan dengan penciptaan h u um

yang diperlu an; (b) pela sanaan etentuan hu um yang telah ada, termasu penega san

fungsi lembaga dan pembinaan para anggota penega

Politi hu um HAM pada aspe penghormatan adalah ebija an yang

mengharus an negara untu tida mengambil lang ah-lang ah yang a an menga ibat a n

individu atau elompo gagal meraih atau memenuhi ha -ha nya. Sementara pemenuha n

adalah negara harus mengambil tinda an legislatif, administratif, anggaran, yudi sial atau

lang ah-lang ah lain untu memasti an terealisasinya pemenuhan ha -ha . Sedang a n

perlindungan adalah bagaimana negara mela u an ebija an guna mencegah dan menanggulangi dila u annya pelanggaran sengaja atau pembiaran.

Bagaimana politi

hu um HAM pemerintah semenja awal emerde aan, era Orde Lama, Orde Baru, dan pas a Orde Baru. Penelusuran ini diperlu an untu melihat benang merah omitmen negara

terhadap HAM.

a. Perdebatan Dalam BPUPKI

Perdebatan tajam tentang perlu tida nya HAM dicantum an dalam UUD dalam

rapat besar Do uritu Zyunbi Tyoosa ai (Badan Usaha-Usaha Persiapan Kemerde aan Indonesia atau BPUPKI) tanggal 15 juli 1945 telah menjadi bagian dari sejarah te ntang

adanya perbedaan pandangan antara politi hu um HAM Soe arno dan Supomo di satu sisi serta M. Yamin dan M. Hatta di sisi yang lain. Inti perbedaan pandangan mer e a

adalah menyang ut substansi HAM dan e sistensi negara yang oleh masing-masing piha

ai

1 Moh. Mahfud, Disertasi.opc.cit,. hlm. 74. Abdul Ha im Garuda Nusantara, Politi Hu um Nasional, Ma alah, September 1985; baca juga Nurhadiantomo, Konfli -Konfli

Sosial Pri dan

Non Pri dan Hu um Keadilan Sosial, Muhammadiyah University Press, Sura arta, 200 4, hlm. 53-54.                                           hu um.                                                               

  hu um HAM di Indonesia? A an ditelurusi bagaimana politi     

                                     

  di onstru si an diantara paham individualisme, yang notabene dinilai sebag     

   

       

(3)

ara ter yang bersifat Barat dan ole tivitas yang dinilai sebagai ara ter yang bersifat

Timur.

Bagi Supomo, negara tida perlu menjamin HAM arena menurutnya: (i) HAM

dianggap berlebihan; (ii) dibayang an berdampa negatif; dan (iii) sebagai ha -h a

perorangan, selalu berada di bawah epentingan bersama. HAM, ata Supomo tida membutuh an jaminan Grund-und Freiheitsrechthe dari individu contra staat, oleh

arena

individu tida lain ialah bagian organi dari staat yang menyelenggara an emuli aan staat,

dan sebali seseorang.2

Menurut pengertian negara yang integralisti , sebagai bangsa yang teratur, sebagai persatuan ra yat yang tersusun, ma a pada dasarnya tida a an ada dualis me

staat dan individu, tida a an ada pertentangan antara susunan staat dan susunan hu um individu, tida a an ada dualisme staat und staatfreier Gesellschaft (negara

dan

masyara at bebas dari campur tangan negara). Negara ata Supomo adalah susunan masyara at yang integral, anggota-anggota dan bagian-bagiannya merupa an persatu an

masyara at yang organis, persatuan yang tida mementing an perseorangan dan mengatasi semua golongan, persatuan hidup berdasar

Senada dengan Supomo, Soe arno juga menganggap HAM a an

berdampa negatif arena memili i aitan dengan individualisme. Memberi an ha -ha epada warga negara, bertentangan dengan ebebasan negara yang berdaulat. Soe arno bah an dengan meya in an menyata an bahwa ji a negara

ini dibangun dengan filsafat individualisme-liberalisme, ma a ya inlah bahwa it a

a an penuh dengan onfli . Lebih jauh Soe arno menegas an:

Tuan-tuan yang terhorma! Kita menghenda i eadilan sosial. Buat apa grondwet menulis

emerde aan suara, mengada an persidangan dan berapat, ji alau

misalnya tida ada sociale rechtvaardigheid yang demi ian itu? Buat apa ita membi in grondwet, apa guna grondwet itu alau ia tida dapat mengisi perut orang yang henda mati elaparan. Grondwet yang berisi droit de Ihomme et du citoyen itu, tida bisa menghilang an elaparannya orang yang mis in yang henda mati elaparan. Ma a oleh arena itu, ji alau ita betul-betul henda mendasar an negara ita epada paham e eluargaan, paham

2 Muhammad Yamin, Nas rapanca, 1959, hlm. 114. 3 Ibid.                                          

  nya oleh politi  yang berdiri di luar ling ungan suasana    emerde aan 

                                    an   e eluargaan.3                                                       

  an, bahwa manusia bu an saja mempunyai ha   

                                                       

(4)

tolong menolong, paham gotong royong dan eadilan sosial, enyah anlah tiap-tiap pi iran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme daripadanya. :4

Pandangan dan pendirian Soe arno dan Supomo terhadap HAM tida

dapat menyembunyi an entalnya sentimen ideologis anti Barat pada di satu sisi, serta ecenderungan paham ole tivisme ebudayaan di sisi lain, dan dengan

argumen itu, secara pragmatis, Soe arno lalu mena ar dan mempertentang an arti penting gagasan HAM dengan dapat tida nya gagasan itu mengatasi

elaparan; suatu argumen yang sangat dipa sa an dan berbahaya sebab sama artinya menempat

enyang mes ipun dirampas emerde aannya.

Pandangan Soe arno dan Supomo yang tida hawatir negara a an

menyalahguna an e uasaannya, atau paling tida , tida selalu a an

mengguna an e uasannya dengan bija sana, berang at dari anggapan bahwa para pejabat negara dianggap sebagai manusia yang bai dan bija sana yang dengan sungguh-sungguh memi ir an epentingan ra yat sebagai eseluruhan, tida pernah memperhati an epentingan sendiri, dan arena itu tida perlu UUD membatasi

perseorangan.

Berbeda dengan Soe arno, Hatta berpendapat sebali nya, dengan menyata an:

Padu a Tuan Ketua, sidang yang terhormat! Po o -po o yang

di emu a an oleh Syusa Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar setuju. Memang ita harus menentang individualisme dan saya sendiri boleh di ata an lebih dari 20 tahun berjuang untu menentang

individualisme. Kita mendiri an negara baru di atas dasar gotong-royong dan hasil usaha bersama. Tetapi satu hal yang saya

ada satu eya inan atau satu pertanggungan epada ra yat dalam Undang-Undang Dasar yang mengenai ha untu mengeluar an suara,

yaitu bahwa nanti di atas Undang-Undang Dasar yang ita susun se arang ini, mung in terjadi suatu bentu an negara yang ita tida setujui....Kita menghenda i negara pengurus, ita membangun an masyara at baru

yang berdasar epada gotong-royong, usaha bersama; tujuan ita ialah membaharui masyara at. Tetapi di sebelah itu janganlah ita memberi an 4 Ibid., hlm. 296-297. Lihat juga Satya Arinanto, Ha

si Politi di Indonesia,

Pusat Studi Hu um Tata Negara Fa ultas Hu um Universitas Indonesia, 2003, hlm. 8 .                                    

  an manusia tida  berbeda jauh dengan hewan, yang penting

                                                             

  e uasaan negara dan mengatur dan menjamin ha -ha     

                               

  uatir an,    alau tida 

                                           

  Asasi Manusia dalam Transi

 

(5)

e uasaan yang tida terbatas epada negara untu menjadi an di atas negara baru itu suatu negara e uasaan.5

Pada bagian lain dari penjelasannya, Hatta menyata an:6

Tetapi satu hal yang saya uatir an alau tida ada satu eya inan atau satu pertanggungan epada ra yat dalam hu um dasar yang mengenai

ha nya untu mengeluar an suara, saya uatir menghianati di atas Undang-Undang Dasar yang ita susun se arang ini, mung in terjadi satu bentu an negara yang tida ita setujui. Sebab itu ada bai nya dalam satu fasal, misalnya fasal yang mengenai warga negara disebut

sudah diberi an juga epada misalnya tiap-tiap warga negara ra yat Indonesia, supaya tiap-tiap warga negara itu jangan ta ut mengeluar an suaranya. Yang perlu disebut disini ha buat ber umpul dan bersidang atau menyurat dan lain-lain. Tanggungan ini perlu untu menjaga supaya negara

ita tida menjadi negara e uasaan, sebab ita dasar an negara ita epada edaulatan ra yat.

Hal yang sama disampai an oleh Moh. Yamin yang menola eras argumenargumen yang membela tida

Dasar. Dalam pidatonya di sidang BPUPKI, Yamin menegas an bahwa:7

Supaya aturan emerde aan warga negara dimasu an dalam Undang-Undang

Dasar seluas-luasnya. Saya menola segala alasan-alasan yang dimaju an untu tida memasu annya. Aturan dasar tida lah berhubungan dengan liberalisme, melain an semata-mata satu esemestian perlindungan emerde aan, yang harus dia ui dalam Undang-undang Dasar.

Pendapat edua pendiri bangsa ini didu ung oleh anggota BPUPKI lainnya, Liem Koen Hian, yang mengusul

dru pers, onschendbaarheid van woorden (pers ceta , ebebasan mengeluar an pi ir an dengan

lisan).8 Mere a sangat menyadari bahaya otoritarianisme, sebagaimana yang mere a lihat

terjadi di Jerman menjelang Perang Dunia II, apabila dalam negara yang mau didir i an

itu tida diberi an jaminan terhadap ha warga negara. 5 Ibid., hlm. 209.

6 Di utip dari pidato Hatta tanggal 15 Juli 1945 di BPUPKI, berdasar an nas ah y ang dihimpun oleh

RM A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fa ultas Hu um Universitas Indonesia,

Ja arta , 2004, hlm. 345-355.

7 Di an

nas ah yang

dihimpun oleh RM A.B. Kusuma, ibid, hlm. 380. 8 Lihat RM A.B. Kusuma, op.cit., hlm. 392.

                                                            an di sebelah ha  yang                                          

  dicantum annya ha    warga negara dalam Undang-Undang

                                   

  an perlunya dimasu   an ha    emerde aan buat 

                                 

  utip dari pidato Muhammad Yamin tanggal 15 Juli 1945 di BPUPKI, berdasar 

(6)

Hatta dan Yamin pada a hirnya memang berhasil mendesa an beberapa pasal mengenai perlidungan ha -ha sipil dalam batang tubuh UUD 1945,9

tetapi perdebatan yang bera hir dengan ompromi itu menoreh an tiga catatan sejarah penting tentang politi hu um HAM yang digaris an BPUPKI.

Pertama, HAM yang masu dalam UUD 1945 adalah HAM yang dicurigai

atau diprasang ai sebagai Barat yang individualisti , dan arena itu harus diwaspadai.

Kedua, pencantuman HAM dalam UUD 1945 bersifat terbatas.

Keterbatasan itu bu an hanya dalam arti bahwa ha -ha tersebut lebih lanjut a an diatur oleh undang-undang, tetapi juga dalam arti onseptual.10 Konsep

yang diguna an Ha Asasi

Manusia (human rights). Penggunaan onsep Ha Warga Negara itu berarti bahwa secara implisit tida dia ui paham natural rights yang menyata an bahwa HAM adalah ha yang dimili i oleh manusia arena ia lahir sebagai manusia. Sebagai

onse uensi dari onsep itu, ma a negara ditempat an sebagai regulator of rights ,

bu an sebagai guardian of human rightssebagaimana ditempat an oleh sistem Perlindungan Internasional HAM.

Ketiga, Soe arno, yang emudian menjadi Presiden Indonesia pertama,

seja awal memang urang memili i omitmen dasar yang jelas dan tegas untu memenuhi, menghormati dan melindungi HAM, termasu

negara, dan terbu ti di era e uasaannya, terutama setelah Demo rasi Terpimpin, Soe arno mela u an pelbagai pra te pelanggaran HAM, hususnya ha

berorganisasi, berpendapat dan beres eperesi.

Pada bagian ini patut di etengah an pandangan lain yang menilai bahwa

perbedaan pandangan para pendiri bangsa itu sesungguhnya hanya pada bagian tertentu saja dari HAM. Menurut hasil penelitian Tim dari Universitas

Padjadjaran (Unpad) Bandung, perdebatan antara Soe arno dan Supomo dengan Hatta dan Yamin tida sebagaimana digambar an selama ini.11 Dari semua

9 Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, dan Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 dan 31. 10 Lihat T. Mulya Lubis, In Search of Human Rights Legal Political Dilemmas of I ndonesia,s New Order,

1966-1990, Gramedia, Ja arta, 1993.

11 Tim Unpad, Konsepsi Bangsa Indonesia tentang Ha egi Hu um, Ma alah, 1993, hlm. 4.                                       

  an adalah Ha  Warga Negara (rights of the citizens) bu   

                                              ha -ha    warga                                    

  Asasi Manusia ditinjau dari S

 

(7)

etentuan yang diatur dalam nasa ah UUD 1945, hanya ada satu etentuan yang tida tercantum yang emudian dimasu an dalam UUD 1945 yaitu: ha

berseri at, ber umpul, dan mengeluar an pi iran dengan lisan dan tulisan yang notabene dimuat dalam Pasal 28 UUD 1945. Jadi tida tepat alau Supomo tida menghenda i dicantum annya HAM dalam UUD. Yang ditola Supomo terleta

pada onsepsi HAM yang hanya semata-mata mencermin an pandangan

liberalisme-individualisme.12 Inti perbedaan pandangan mere a terleta pada pemahaman Supomo bahwa usul Hatta dan Yamin untu mencantum an ha

berseri vidualisme;

yang sebenarnya juga ditola oleh Hatta dan Yamin yang ruhnya terdapat dalam droit de I,homme de du citoyen.13

Dalam risalah sidang BPUPKI tanggal 13 Juli disebut an bahwa panitia

ecil yang notabene di etuai oleh Supomo telah dimuat pasal-pasal tentang HAM yang menca up ha persamaan edudu an di mu a hu um, ha atas pe erjaan

dan penghidupan yang laya , ha untu memelu agama dan epercayaan dan lain-lain yang menca up ha sipil dan ha politi .14

Lepas dari ontroversi sejarah perdebatan dalam BPUPKI, yang dapat dire

terdapat tari menari pandangan, serta terjadi pasang surut pengaturan yang tida bisa dibantah. Konstitusi Republi Indonesia Seri at (RIS) 1949 dan UUDS 1950 yang pernah berla u selama se itar 10 tahun (1949-1959) memuat pasalpasal tentang HAM yang lebih banya dan lebih leng ap dibanding an dengan

UUD 1945. Bah an edua UUD tersebut mendasar an etentuan tentang HAM

pada de larasi universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) 1948.15 Tetapi sejarah bergera mundur. Melalui Keppres No. 150 Tahun 1959 tanggal 5 Juli 1959, Soe arno menyata an UUD 1945 berla u embali, yang berarti

memberla

12 Ibid., hlm. 6. 13 Ibid., hlm. 8.

14 Se retariat Negara Republi Indonesia, Risalah Sidang Badan dan Panitia Persi apan

Kemerde aan Indonesia (PPKI), Se retariat Negara, Ja arta, 1998, hlm. 246-256. 15 Satya..., op.cit., hlm. 11.                                                   

  at, ber umpul dan mengeluar an pi iran cermin dari paham liberalismeindi     

                                           

  am adalah bahwa proses legalisasi HAM dalam Konstitusi Indonesia

                                       

  u an    etentuan tentang HAM yang berla u di dalamnya. 

   

(8)

Perdebatan tentang perlu tida nya HAM dimuat dalam UUD (1945),

yang emudian bera hir dengan ompromi menjadi bu ti sejarah bahwa usaha menjamin perlindungan HAM dalam sistem hu um Indonesia memili i jeja

sejarah esulitan yang siqnifi an. Konsep universalitas dan parti ularisti deng an

pelbagai variasi argumen di dalamnya masih terus muncul sebagai pang al perdebatan setiap ali ada gagasan yang berbau HAM dalam undang-undang. A hir dari debat yang panjang itu adalah ompromi, dan rumusan undangundang hasil ompromi dipasti an mengabai an substansi.

c. Era Orde Lama

Pada periode 1945 hingga 1950-an

jalur e uasaan yang demo ratis dan menghormati HAM. Ma lumat-ma lumat

yang ia eluar an sebagai jawaban terhadap tudingan Belanda a an e sistensi pemerintahan Indonesia merde a sebagai pemerintahan yang tida demo ratis dan bone a Jepang, di dalamnya memuat ebija an yang demo ratis dan

penghormatan pada HAM.

Tiga lang ah yang merupa an paradigma baru di bidang etatanegaraan

yang diambil oleh pemerintahan Soe arno, yaitu: 16 Pertama, mengeluar an ma lumat politi pemerintah tanggal 1 November 1945 antara lain menyata an:

....sedi

bahwa cita-cita ita dan dasar era yatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyara at dan negara ita. Mung in sebagai a ibat pemilihan itu pemerintah a an berganti dan UUD ita a an disempurna an menurut ehenda ra yat ita yang terbanya .

Kedua, mengeluar an ma lumat pemerintah 3 November 1945 yang berisi antara lain menegas an bahwa pemerintah menyu ai timbulnya partai-prati

politi , arena dengan adanya partai politi itulah dapat dipimpin e jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyara

ah

tersusun sebelum dilangsung an pemilihan anggota badan-badan perwa ilan ra yat pada bulan Januari 1946.

16 Bagir Manan, Per embangan Pemi iran dan Pengaturan Ha Asasi Manusia di Indon esia, Yayasan

Ha Asasi Manusia, Demo rasi dan Supremasi Hu um, Bandung, 2001, hlm. xiii-xiv.

                                     

  e uasaan Soe arno berada dalam   

                                               

  it hari lagi   ita a an mengada an pemilihan umum sebagai bu ti     

                                               

  at, dan partai-partai itu tel

   

 

     

(9)

Ketiga, mela u an perubahan mendasar dan siqnifi an terhadap sistem pemerintahan yang semula presidensil menjadi parlementer, sebagaimana

tertuang dalam ma lumat pemerintah 14 November 1945, yang isinya antara lain berbunyi:

Pemerintah Republi Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang etat dengan selamat, dalam ting atan pertama dari usahanya menega an diri, merasa bahwa saat se arang sudah tepat untu menjalan an macammacam tinda an darurat guna menyempurna an tata negara epada

susunan demo rasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan

susunan abinet baru itu ialah tanggungjawab adalah di dalam tangan mentri.

Dengan

anjuran pembentu an partai-partai politi menjadi lebih jelas dan berma na. Bah an edua ma lumat pemerintah tersebut yang sama-sama meleta an

ebebasan ataupun eleluasaan, menjadi pang al tola tumbuh dan

ber embangnya demo rasi liberal atau demo rasi parlementer selama se itar 10 tahun pertama e uasaan Presiden Soe arno.

Per embangan politi pada tahun-tahun beri utnya, terutama setelah de

pemerintahan Orde Lama mengalami degradasi politi yang luar biasa, derita ra yat tida saja pada aspe etida merataan e onomi dan emis inan, tetapi juga penge angan pada ebebasan ha sipil dan ha politi . Se itar 7 (tujuh) tahun, antara tahun 1959-1966, sistem politi dan bangunan negara hu um

Indonesia yang berdiri di atas pondasi UUD 1945 yang rapuh dan sangat minim menjamin HAM, terbu ti menjadi sebab utama terjadinya esewenang-wenangan

e uasaan.

Partai-partai politi yang mara pada era demo rasi liberal, secara perlahan melemah dan tida

yang memperluas pengaruhnya dengan berlindung di bawah e uasaan Soe arno; sementara Ang atan Darat dapat memperluas peran dan e uasaan politi nya,17 dan dari sana militer terus menerus memperlemah e uatan Partai Politi

(Parpol) sehingga eberadaan Parpol tida berfungsi sebagaimana mestinya

17 Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Cornell University Press, Ithaca, New

Yor , 1962, hlm. 583-584.                                 

  eluarnya ma lumat pemerintah 3 November 1945 itu, ma a   

                                          

  rit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai demo rasi terpimpinnya Soe arno,   

                                               

  berdaya   ecuali Partai Komunis Indonesia (PKI)      

       

     

   

(10)

ecuali memberi du ungan epada Soe arno.18 Partai-partai yang tida

mendu ung Soe arno dibubar an tanpa alasan yang jelas, dan bah an mengadaada, sebagaimana alasan pembubaran Partai Masyumi yang disebut Soe arno

arena pimpinan partai itu terlibat pemberonta an PRRI; suatu alasan yang oleh Syafii Maarif disebut tida didu ung oleh do umen otenti .19 Alih-alih mau menega an demo rasi, dalam Demo rasi Terpimpin Soe arno justru hilangnya demo rasi, dan yang tinggal terpimpinnya saja.20

Sifat anti riti Soe arno diwujud an dalam bentu tinda an penang

masa ceta , seperti Mochtar Lubis, serta pembredelan Pers yang mencapai 184

asus, dan ji a ditambah dengan si ap anti Pers lainnya berjumlah 244 tinda an21 .

Dengan mengutif Edward C. Smith, tinda an anti Pers selama urun wa tu 1957-1965, digolong an oleh Moh. Mahfud MD edalam tiga bentu , yaitu penahanan berjumlah 30 asus; pemenjaraan sebanya 30 asus, dan

pembredelan berjumlah 184 asus.22

Pelanggaran-pelanggaran ha sipil dan ha politi dalam bentu pembatasan dan bah

bere speresi dan berpendapat melalui pelbagai eputusan Presiden23 di era Presiden Soe arno memang sangat menonjol. Pers yang ter ena tinda an anti pers pada umumnya adalah Pers-Pers yang independen dan tida menyata an diri sebagai aliran atau pembawa politi yang diper enan an oleh pemerintah.24 Motif dari ebija an politi hu um demi ian itu jelas diorientasi an pada pena lu an Pers untu menjadi bagian dari e uatan e uasaan Soe arno dalam

memasyara t an gagasan manifesto politi dan Demo rasi Terpimpin yang ia gagas.

18 Mochtar Masoed, E ar

ta, 1989, hlm. 43-44.

19 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, Ja arta, 1985, hlm. 187-191.

20 Deliar Noer, Islam dan Politi Mayoritas atau Minoritas, dalam Prisma Nomor 5 T ahun 1988, hlm. 13.

21 Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politi dan Hu um di Indonesia, Gama Media, Yogya arta, 1999, hlm.

170. Baca juga Ru mana Amanwinata,  emerde aan Mengeluar an Pi iran Dengan Tulisa n Dalam

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, Tesis pada Fa ultas Pasca Sarjana Unpad, Band ung, 1988, hlm.

171-172.

22 Baca Moh. Mahfud MD, Per embangan...disertasi. op. cit., hlm. 287.

23 Penetapan Presiden No. 7 Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959 yang mengatur te ntang

pembubaran partai politi ; Kepres No. 200 Tahun 1960 tentang pembubaran Masyumi dan PSI.

24 Amir Effendi Siregar, Pers Mahasiswa Patah Tumbuh Hilang Berganti (cet.1), PT . Karya Unipress, Ja                                                       

  apan dan penahanan tanpa proses hu um terhadap pimpinan media 

                                     

  an pelarangan implementasi   ebebasan berorganisasi,

                                                       

  onomi dan Stru tur Politi    Orde Baru 1966-1971, LP3ES, Ja 

                            arta, 1983, hlm. 44.

(11)

d. Era Orde Baru

Pada era Orde Baru, eadaan HAM di Indonesia jauh lebih buru

dibanding era Soe arno. Di era ini, Soeharto menerap an tiga ebija an

se aligus. Pertama, menge ang ha berseri at, bere sepresi dan berpendapat. Kedua, mela u an eliminasi dan ebija an redu sionis onsep-terhadap onsep HAM, dan etiga, mela u an pembunuhan dan penghilangan orang secara pa sa tanpa alasan hu um. Ketiga hal tersebut merupa an satu esatuan tinda an pelanggaran HAM, sebagai bagian dari politi mempertahan an e uasaan. Semenja de ade awal hingga a hir 1970-an, pemerintahan Soeharto mulai

mela ang

ebebasan berorganisasi dengan mela u an ebija an penyederhanaan Partai Politi ,

yaitu melebur sejumlah Partai e dalam dua Partai dan satu Golongan Karya (Gol a r).25

Partai-Partai Islam dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP); Partai-P artai

Nasionalis Se uler dilebur menjadi Partai Demo rasi Indonesia (PDI). Pada Pemilu tahun 1971, Gol ar yang untu pertama alinya i ut Pemilu

menang dengan ang a mengejut an, yaitu 62,8%. Begitu seterusnya hingga Pemilu 19 97,

Gol ar selalu memenang an Pemilu di atas 60 %. Kemenangan yang dicapai Gol ar tentu saja bu an emenangan pemilu dalam pengertian dan substansi pemilu

sesungguhnya, tetapi

stabilitas elangsungan e uasaan di satu sisi, dan politi pemberangusan suara berbeda

( ritis) di sisi lain.

Pemilu era Orde Baru tida lebih sebagai ritual lima tahunan untu mengisi

formal demo rasi serta proye legalisasi de-demo ratisasi. Dengan sistem un-pred ictable

procedures serta predictable result, emenangan Gol ar sudah bisa dipasti an jau h sebelum

pemilu dila u an, sebagaimana juga Soeharto sudah dapat dipasti an a an menjadi Presiden lagi sebelum pemilu digelar.

25 Gol ar adalah nama baru dari Se retariat Bersama (Se ber) Gol ar yang telah b erdiri pada tanggal 19

O

si fungsional yang tida bernanung

di bawah partai tertentu. Gol ar yang sebenarnya tida disebut partai, walaupun peran dan fungsi yang

dila u annya persis seperti partai, semenja awal Orde Baru sudah disiap an untu menjadi partai pemerintah

yang diproye si an untu menjadi tangan sipil Ang atan Darat (AD) yang dulu seca ra efe tif berhasil

mengimbangi PKI.                                                                  

  u an lang ah-lang ah politi        depolitisasi dengan pertama-tama menge 

                                         

  emenangan yang telah disiap an sebagai bagian dari politi   

                                         

  tober 1964. Organisasi ini didiri an sebagai federasi dari organisasi-organisa 

                         

(12)

Guna mendu ung proye eberlangsungan e uasaan, dan atas nama stabilitas

politi sebagai syarat pencapaian pertumbuhan e onomi, pemerintahan Soeharto jug a

meng ontrol secara etat media massa, ampus, mahasiswa, LSM, DPR dan lembaga yudisial. Siapa saja dari lembaga-lembaga atau orang dari lembaga tersebut mela u an

tinda an ritis terhadap pemerintah, dipasti an a an dihadap an pada persoalan. Ji a

yang mela u annya lembaga, seperti LSM atau Pers misalnya, dipasti an a an dibre del,

atau dilarang atau di , ma a

bisa dipasti an a an ditang ap, ditahan, dipenjara, dihilang an atau minimal men galami

ematian perdata, seperti yang diberla u an terhadap anggota Petisi 50, atau a t ivis

Lembaga Bantuan Hu um (LBH).

Politi hu um HAM penguasa Orde Baru adalah mela u an eliminasi dan

redu si onsep- onsep HAM universal e dalam onsep HAM politis parti ular. Poli ti

parti

terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945. Menyata an HAM yang eluar dari erang a Pancasila dan UUD 1945, merupa an tinda an penghianatan dan mengancam ideologi dan onstitusi. Kedua, HAM universal adalah Barat yang jahat, intervensionis, individidualisti yang juga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan d ua

cara pandang tersebut, tudingan piha luar mengenai pelanggaran HAM di suatu neg ara

di riti sebagai campur tangan ideologis yang tida sah.

Kalangan intele tual, Pers dan a tivis LSM yang mengintrodusir onsep universal dalam forum ilmiah se

i

negara yang membahaya an stabilitas politi nasional dengan bung us tida sesuai dengan budaya bangsa dan Pancasila. Cara pandang Orde Baru itu dapat di atagori an

sebagai pandangan yang oleh Jac Donnelly disebutnya pendirian relativisme buday a

radi al yang menegas an bahwa budaya adalah satu-satunya sumber esahihan ha moral atau e uasaan.26 Penguasa Asia yang otoriter, termasu rezim Orde Baru se lalu

mengaju an argumen bahwa negara dan masyara at yang ia pimpin memili i onsepsep i

HAM tersendiri; suatu pandangan yang sama dengan penganut absolutisme budaya bahwa HAM pada masyara at yang berbeda memili i onsep HAM yang berbda pula.27 26 Jac

ity Press, N.Y. Ithaca, 1989, hlm. 109.

27 Baca Rhoda W. Howard, Dignity, Community and Human Rights, dalam Abdullah Ahmed

An-Naim (Ed), Human Rights in Cross Cultural Perspective: A Quest for Consensus, Un iversity of Pennsylvania Press,

Philadelphia, 1992, hlm. 81-101.                                            

  e ang a tivitasnya. Tetapi ji a yang mela u annya personal         

                                         

  ular yang dima sud adalah: Pertama bahwa HAM Indonesia adalah apa yang 

                             

  alipun, di elompo     an sebagai perongrong ideolog

                                         

(13)

Atas dasar pandangan politis parti ular itu, pemerintahan Soeharto mela u an hegemonisasi dan dominsasi paham melalui pendidi an formal dan informal. Materi mata pelajaran Pancasila, Kewiraan, Sejarah, Kewarganegaraan untu Se olah Dasar (SD), Se olah Menengah Pertama (SMP), Se olah Menengah Umum (SMU), dan

Perguruan Tinggi diisi dengan do trin-do trin yang mengarah an peserta didi men jauhi

pengetahuan, pemahaman dan esadaran HAM universal, serta menanam an pahampaham HAM politis parti ular.

Di luar pendidi an formal, dila u annya juga penataran P4 yang sejatinya

do u

an

pembelengguan ebebasan berpi ir sebagai salah satu ha sipil yang penting, sert a pada

saat yang sama membangun an pemahaman dan esadaran tentang onsep HAM redu sionis, yang diorientasi an pada penumpulan daya ritis masyara at. Di sampiang dua ebija an politi di atas, pelanggaran HAM era Orde Baru

pada a hirnya mewujud dalam bentu nyata, berupa pelanggaran HAM melalui acts of commission maupun act of ommision arena egagalan negara dan/atau pemerintah memenuhi

Pelanggaran terhadap ewajiban untu menghomati HAM berupa tinda an (aparat) negara dalam hal:

Pertama, Pembunuhan diluar hu um sebagai pelanggran atas ewajiban

menghormati ha untu hidup,29 seperti: (i) pembunuhan terhadap sejumlah besar orang yang dituduh PKI pada tahun-tahun awal Orde Baru, bai yang secara langsun g

dila u an oleh aparat negara (acts of commission) maupun yang dila u an oleh pel a u

bu an-negara, tetapi (aparat) negara tida mencegahnya (act of ommission); (ii) pembunuhan diluar hu

a

paroh pertama tahun 1980-an, yang di enal sebagai petrus (penemba an misterius); ( iii)

pembunuhan di luar hu um dalam peristiwa Tanjung Prio , peristiwa Talangsari, pembunuhan yang terjadi dalam operasi militer di Aceh dan Papua seja awal tahun 28 Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 menyebut an:  perlindungan, pemajuan, penega an, dan

pemenuhan ha asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah (ceta mi ring dan garis bawah oleh MMB).

Lihat juga pasal 71: pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindun gi, menega an, dan

memaju an ha asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini dst; dan pasal 72:

tangungjawab pemerintah., meliputi lang ah implementasi yang efe tif di bidang hu um, politi , e onomi,

sosial, budaya, pertahanan eamanan negara, dan bidang lain.

29 Lihat Pasal 4; ha untu hidup..dst. adalah ha asasi manusia yang tida di u rangi dalam eadaan

apapun, dan Pasal 9 ayat (1) UU. 39 Tahun 1999; setiap orang berha untu hidup, m empertahan an hidup dan

mening at an taraf ehidupannya. Pasal 33 (1): setiap orang berha untu bebas dar i penghilangan nyawa.                                    

  trinasi secara meluas dan sistematis. Dengan dua cara itulah Orde Baru mela 

                                   

  ewajibannya sebagaimana yang disebut an di dalam undang-undang.28 

                             

  um sejumlah orang yang dituduh sebagai pela u    ejahatan pad

                           ewajiban dan                                        

(14)

1990-an; serta (iv) pembunuhan dalam peristiwa Trisa ti dan Semanggi pada paroh tera hir tahun 1990-an.

Kedua, Penghilangan secara pa sa (enforced disappearence) atau penculi an30 (pelanggaran atas ewajiban untu menghormati ha hidup)31 sejumlah a tivitas mahasiswa demo rasi oleh apa yang disebut sebagai team Mawar Kopassus pada paroh edua tahun 1990-an.

Ketiga, Penyi saan dan penganiayaan (pelanggaran atas ha untu tida disi sa)32 yang dila u an oleh (aparat) negara (satuan polisi/Brimob) terhadap sejumlah a t ivis

mahasiswa dalam e. Pas a Orde Baru

Berhentinya Soeharto sebagai Presiden Republi Indonesia pada 21 Mei 1998

menandai berhentinya secara formal rezim Orde Baru, se aligus terbu anya harapan a an ehidupan hu um dan politi demo ratis di Indonesia. B.J. Habibie yang

mengganti an Soeharto di tengah-tengah etida pastian politi yang mencemas an, mengambil lang ah cepat dengan mengumum an se aligus menyebut abinetnya dengan nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Sebutan Kabinet Reformasi sudah

merupa an respon positif B.J. Habibie terhadap gera an sejumlah to oh, antara la in

Amin Rais dan mahasiswa yang mengusung isu reformasi sebagai pengi

elemen gera an untu meng ore si dan bah an a hirnya menuntut Soeharto turun dar i

jabatannya.

Konsisten dengan nama abinet yang ia bentu , dan untu memenuhi tuntutan

reformasi, Presiden B.J. Habibie mela u an lang ah awal yang strategis dalam ben tu

membu a sistem politi yang selama ini tertutup, menunju an emauan politi yan g

uat untu menjamin perlindungan HAM, menghenti an orupsi, olusi dan nepotisme ,

menghapus dwi-fungsi ABRI, mengada an pemilu secepatnya, dan sebagainya.

30 Lihat Pasal 33 ayat (2) UU.No. 39 Tahun 1999. setiap orang berha untu bebas dari penghilangan

pa

31 Lihat pasal 4 dan pasal 9 (1), pasal 33 (2)UU No. 39 Tahun 1999.

32 Lihat pasal 4; ha untu .tida disi sa dst, adalah ha asasi manusia yang tida dapat di urangi

dalam eadaan apaun dan oleh siapapun, dan pasal 33 (1) UU No. 39 Tahun 1999; seti ap orang berha untu

bebas dari penyi saan, penghu uman atau perla uan yang ejam, tida manusiawi, m erendah an derajat dan

martabat emanusiaannya,dan pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999; setiap orang tida bole h ditang ap, ditahan,

disi                                    

  asus penculi an oleh Team Mawar Kopassus. 

                                            at semua                                                     

  sa dan penghilangan nyawa.

                                     

(15)

Masa-masa awal pemerintahan B.J. Habibie, isu tentang HAM sempat diwarnai

oleh perdebatan mengenai onstitusionalitas perlindungan HAM. Perdebatannya tida saja ber aitan dengan teori HAM, tetapi juga dasar hu umnya, apa ah ditetap an melalui TAP MPR atau dimasu an dalam UUD? Gagasan mengenai Piagam HAM

yang pernah muncul di awal Orde Baru itu muncul embali. Begitu pula gagasan unt u

mencatum annya e dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar juga muncul embali e dalam wacana perdebatan HAM eti a itu.

Karena

bermuara pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Isinya bu an hanya memuat Piagam HAM, tetapi juga memuat amanat epada presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara untu memaju an perlindungan HAM, termasu

mengamanat an untu meratifi asi instrumen-instrumen internasional HAM.33 Hasil Pemilu 1999 merubah peta e uatan politi di MPR/DPR. Ke uatan

politi pro-reformasi mulai memasu i gelanggang politi formal, ya ni MPR/DPR. Selain berhasil mengang at K.H. Abdurrachman Wahid sebagai Presiden, mere a juga berhasil menggulir an terus isu perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Tet api

perjuangan untu berjalan alot.

Para pendu ung HAM memandang bahwa perlindungan yang lebih besar

terhadap HAM sangat diperlu an, untu mencegah terjadinya berbagai pelanggaran seperti yang pernah terjadi pada zaman pemerintahan otoriter Soeharto.34 Menurut Harianto, endati MPR sudah mengundang an Tap MPR No. XXVII Tahun 1998

tentang HAM dan pemerintahan B.J. Habibie sudah mengeluar an UU No. 39 Tahun 1999 juga tentang HAM, perlindungan oleh Konstitusi masih tetap diperlu an.35 Kelompo penentang berpendapat, bahwa orang tida perlu mengadopsi aturan tentang HAM. Muhammad Ali (PDIP) beranggapan bahwa undang-undang dan Tap MPR tentang HAM sudah lebih dari cu up. Mengamini Muhammad Ali, Siti Hartati Murdaya dari FUG mengata

33 Presiden B.J. Habibie membuat Rencana A si Nasional Ha Asasi Manusia (RAN-HA M) 1998-2003,

yang memuat agenda pemerintahannya dalam penega an HAM, meliputi pendidi an dan sosialisasi HAM serta

program ratifi asi instrumen internasional HAM. 34 Denny, Amanademen..op.cit., hlm 232.

35 Ibid.                               

  uatnya tuntutan dari   elompo - elompo      reformasi, ma a perdebatan 

                                     

  membuat   erang a hu um perlindungan HAM dalam UUD 1945   

                   

  an bahwa usulan   omprehensif tentang HAM a an 

   

   

(16)

menghancur an ara ter husus dan semangat 1945 emerde aan Indonesiatanpa merinci apa yang dima sud dengan  ara ter dan semangat itu.36

Mes ipun perdebatan berlangsung alot, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perjuangan untu memasu an perlindungan HAM e dalam Undang-Undang Dasar

a hirnya berhasil dicapai. MPR sepa at memasu an HAM e dalam Bab XA, yang beris i

10 Pasal HAM (dari pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua UUD 1945 yang

ditetap an pada 18 Agustus 2000, yang meleng api dan memperluas Pasal 28. Tola tari epentingan antar elite di MPR/DPR mengenai luas ling up

perubahan UUD 1945, termasu substansi HAM yang harus dimuat di dalamnya tida saja dilatarbela

elite

politi di parlemen, yang nyaris menyerupai perdebatan para pendiri bangsa di BP UPKI,

tetapi juga epentingan politi pendu ung status quo Orde Baru yang cemas a an uatnya

desa an untu menyelesai an pelanggaran HAM yang terjadi dan dila u an oleh

penguasa Orde Baru. Kuatnya tari menari itu, mema sa politi hu um HAM pada er a

reformasi terpa sa dinegosiasi an, dan hasilnya memperlihat an ara ter politi hu um

HAM ompromisti yang tercermin dalam substantif undang-undang; bai yang terdapat dalam UUD 1945 perubahan

No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Politi hu um HAM di era reformasi, yang notabene adalah era awal demo rasi

ditandai juga oleh pembentu an dan penguatan institusi-institusi perlindungan HA M,

seperti penguatan Komnas HAM, pembentu an Mah amah Konstitusi (MK), Komnas Perempuan, Komnas HAM Ana , dan Lembaga Perlindungan Sa si dan orban.

Pembentu an dan penguatan institusi-institusi tersebut dituju an agar penghormat an,

perlindungan dan penega an terhadap HAM dapat dila u an lebih uat dan lebih bai ,

terutama mencegah negara mengulangi

sebagaimana terjadi pada era e uasaan sebelumnya.

Ketentuan mengenai jaminan HAM dalam onstitusi, hanya mung in dila u an

dalam sistem politi yang demo ratis, arena demo rasilah yang memberi an landas an

dan me anisme e uasaan berdasar an prinsip persamaan dan esederajatan manusia. 36 Ibid.                                                   

  angi oleh perbedaan persepsi tentang   onsep HAM di antara para

                                                   

  e-II,   hususnya pasal yang mengatur HAM; UU

                               

  esalahan mela u an pelanggaran HAM       

       

         

(17)

Demo rasi menempat an manusia sebagai pemili edaulatan yang emudian di enal dengan prinsip edaulatan ra yat.37

Berdasar an teori ontra sosial,38 untu memenuhi ha -ha setiap manusia

tida mung in dicapai oleh masing-masing orang secara individual, tetapi harus b ersamasama.

Ma a dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas ha individual, dan siapa yang bertanggungjawab untu penca paian

tujuan tersebut dan menjalan an perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasn ya.

Perjanjian tersebut diwujud an dalam bentu onstitusi sebagai hu um tertinggi d i suatu

negara (the supreme law of the land), yang dalam

hu um dan ebija an negara. Proses demo rasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untu memilih wa il ra yat dan pejabat publi lainnya.

Prinsip demo rasi atau edaulatan ra yat dapat menjamin peran serta

masyara at dalam proses pengambilan eputusan, sehingga setiap peraturan perunda ngundangan

yang diterap an dan ditega an benar-benar mencermin an perasaan eadilan

masyara at. Peraturan perundang-undangan yang berla u tida boleh ditetap an dan diterap an secara sepiha oleh dan atau hanya untu epentingan penguasa. Hu um tida

epentingan eadilan bagi semua orang (justice for all). Dengan demi ian negara hu um

yang di embang an bu an absolute rechtsstaat, melain an democratische rechtsstaa t.39

Politi hu um HAM dalam negara hu um demo ratis harus bersifat promotif,

prote tif dan implementatif terhadap HAM guna mencegah penyalahgunaan e uasaan dalam bentu pelanggaran HAM. Promotif, berarti undang-undang yang dibuat memili

i

e uasaan menghormati dan menghargai HAM. Prote tif, berarti undang-undang yang dibuat memili i daya cegah terhadap pelbagai emung inan terjadinya pelanggaran HAM, sementara implementatif, berarti undang-undang yang dibuat harus bisa

dila sana an atau diterap an ji a terjadi pelanggaran, dan bu an undang-undang y ang

37 Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Perubahan etiga menegas an bahwa Kedaulatan berada di tangan

ra yat dan dila sana an menurut Undang-Undang Dasar. Sebelum perubahan, Pasal ini berbunyi,  edaulatan

berada di tangan ra yat dan dila sana an sepenuhnya oleh MPR. Ma na perubahan itu menegas

undang-undang sebagai penjamin, se aligus penjaga edaulatan ra yat.

38 Harus diingat bahwa paling tida terdapat tiga macam teori ontra sosial mas ing-masing

di emu a an oleh John Loc e, Thomas Hobbes, dan J.J. Rousseu yang masing-masing melahir an onsep negara

yang berbeda-beda. Lihat George H. Sabine, A History of Political Theory, Third Edition, New Yor -Chicago-San

Fransisco-Toronto-London; Holt, Rinehart and Winston, 1961, hlm. 517  596. 39 Ibid.                                                

  emudian dielaborasi secara   onsisten

                                                    

  dima sud an untu      hanya menjamin   epentingan yang ber uasa, melain an   

                                 

  e uatan moral dan hu um yang memung in an setiap          ebija an, setiap orang dan 

                                            an   edudu an                           

(18)

tida bisa dila sana an, bai arena rumusan pasalnya yang abur, tida jelas, d upli asi

atau multi tafsir, maupun arena pela sana undang-undang tida independen. Dalam onte s Indonesia pas a Orde Baru, pemerintahan telah dibuat pelbagai produ aturan hu um, bai berupa perubahan UUD, pembuatan UU, Peraturan

Pemerintah, dan Keputusan Presiden. Di samping itu, pemerintah juga telah merati fi asi

sejumlah onvensi HAM internasional.

Dari pelbagai aturan hu um yang telah dibuat, pengaturan HAM dalam UUD

1945, hasil perubahan pertama, hu um

paling penting dan mendasar.40 Penting arena substansi tere am lebih leng ap da n

terperinci. Mendasar arena diatur di dalam hu um dasar (Konstitusi) pada semua aspe

etatanegaraan dalam negara hu um modern sehingga memili i jang auan luas41, ter ait

dan tida terpisah satu sama lain.42

Politi hu um HAM di pas a Orde Baru juga ditandai oleh ebija an hu um penguatan dan pembuatan pelbagai institusi perlindungan HAM sebagai upaya memper

40 Ha Asasi Manusia yang diatur dalam Pasal 28, 28A-28J telah terlebih dahulu d iatur dalam UU No.

39 Tahun 1999, yaitu antara lain: ha hidup, ha ber eluarga dan melanjut an et urunan, ha untu

mengembang an diri, ha untu mendapat an eadilan, ha atas ebebasan pribadi ( al: ha untu tida

diperbuda , bebas memelu agama, bebas memilih dan dipilih, ha untu ber umpul dan berseri at, ha untu

menyampai an pendapat); ha atas rasa aman, ha atas esejahteraan, ha untu tu rut serta dalam pemerintahan).

41 Penghormatan dan perlindungan HAM telah diatur formal dan tere tansial pada

hampir semua Pasal dalam perubahan pertama, edua, etiga dan eempat.

42 Pembatasan jabatan Presiden hasil perubahan pertama misalnya sudah merupa an pema naan

terhadap arti pentingnya pembatasan e uasaan bagi ha asasi manusia, arena e uasaan yang tida terbatas

telah terbu ti menimbul an penyalahgunaan e uasaan (abuse of power); salah satu wujudnya pelanggaran ha asasi manusia.                                        

  edua,   etiga dan   eempat merupa an produ     

                                   

  uat institusi penghormatan, perindungan dan pemenuhan HAM.

                                                                  am secara subs                                  

(19)

Referensi

Dokumen terkait

adalah petugas bandara, oleh karena itu terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum tersebut karena ada “maksud” dari pelaku untuk mengambil barang

Sekarang Linux adalah sistem UNIX yang lengkap, bisa digunakan untuk jaringan (networking), pengembangan software, dan bahkan untuk sehari- hari.Linux sekarang merupakan alternatif

jangka waktu yang sesuai maka dinyatakan diterima. Penentuan terakhir mengenai persetujuan kredit terletak kepada pemutus tertinggi yaitu Kepala Cabang PT Bank

Biomonitoring (pemantauan biologi) adl suatu metode yang digunakan untuk mempelajari kandungan bahan kimia di dalam tubuh manusia dan efek biologi dari bahan

Oleh itu, setiap rakyat Malaysia harus bertanggungjawab untuk mengekalkan keamanan negara daripada anasir yang buruk. Kehidupan yang aman dan damai merupakan teras kepada pembangunan

pria obesitas, setiap kenaikan 10 poin di HBI Rata dikaitkan dengan kemungkinan 4% lebih rendah memiliki tinggi puasa insulin dan kadar kolesterol LDL tinggi dan 3% lebih rendah

Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali X% NaOH menyebabkan serat mengalami perubahan pola difraksi yang berarti terjadi perubahan kimia susunan molekul selulosa, konsentrasi

tutularak arak, , özel uygulama alanları için özel uygulama alanları için yöne bağlı yöne bağlı özel özellikle likler r yönle yönlendiri ndirilmiş lmiş