• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Syeikh Samsuddin Al Akfani dalam kitabnya Irsyad Al. Qashid mengemukakan bahwa kaligrafi Arab biasa dikenal dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Syeikh Samsuddin Al Akfani dalam kitabnya Irsyad Al. Qashid mengemukakan bahwa kaligrafi Arab biasa dikenal dengan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Syeikh Samsuddin Al Akfani dalam kitabnya Irsyad Al Qashid mengemukakan bahwa kaligrafi Arab biasa dikenal dengan khath.1 Khath adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara penerapannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Selain itu khath juga merupakan goresan yang ditulis berupa garis-garis, serta bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, termasuk menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.2

Kaligrafi Arab merupakan bentuk seni budaya Islam yang ditemukan dan menjadi tanda masuknya Islam di Indonesia melalui jalur perdagangan, lalu menyebar ke pelosok Nusantara sekitar abad ke-12 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam di Sumatera, Jawa, Madura, dan Sulawesi, menjadi tempat yang ideal bagi

1 Berarti garis atau tulisan indah. Garis lintang, equator atau

khatulistiwa terambil dari kata Arab, khathul istiwa, melintang elok membelah bumi menjadi dua bagian yang indah. D. Sirojuddin AR., Seni

Kaligrafi Islam, cet. I, edisi II (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),

3.

(2)

eksistensi kaligrafi dalam perjalanannya dari pesisir pantai merambah ke pelosok-pelosok daerah.3

Berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad ke-11. Tesis ini didasarkan atas data yang ditemukan pada batu nisan makam Fatimah, binti Maimun, di Gresik, Jawa Timur (tertanda 495 H/1092 M) dan

beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15.4 Sejak

kedatangan Islam ke Indonesia, tulisan Arab diadopsi sebagai alat komunikasi, yaitu berupa tulisan Arab Melayu atau juga disebut Aksara Jawi dan untuk berkomunikasi dalam bahasa daerah atau disebut Aksara Pegon.5

Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi Arab tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi Arab menjadi jalan (namun bukan pelarian) bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi Arab memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola

3 Ahmad Suudi, Konsep Kaligrafi Islami Amri Yahya dalam Seni Lukis Batik (Yogyakarta: FPBS-IKIP, 1995), 4.

4 Wiyono Yudoseputro, Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia

(Bandung: Angkasa, 1986), 19.

5 Abay D. Subarna, “Cakrawala Lukisan Kaligrafi Islam di

(3)

geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.

Kehadiran lukisan kaligrafi Arab mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup Nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia pada tahun 1980 di Balai Sidang Jakarta dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Padang, Sumatera Barat tahun 1983, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984).6

Pelopor lukisan kaligrafi Arab adalah Ahmad Sadali (Bandung, asal Garut), A. D. Pirous (Bandung, asal Aceh), Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang), dan Amang Rahman Djubair (Surabaya)7, dilanjutkan oleh angkatan di bawahnya, antara lain Syaiful Adnan, Hendra Buana, Hatta Hambali, Zulkarnaen,

Yetmon Amier.8 Mereka hadir dengan membawa pembaruan

bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang

6 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam (Jakarta: Multi Kreasi

Singgasana, 1992), 10.

7 Joop Ave, “Nafas Islam Kebudayaan Indonesia”, Festival Istiqlal I

(Jakarta: Jayakarta Agung Offset, 1991), 110.

(4)

menjauhkannya dari kaidah-kaidah aslinya. Mereka menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan disertai ciri khas masing-masing pelukis, sampai akhirnya bisa melahirkan karya seni lukis kaligrafi Arab yang karakteristik. Kaligrafi Arab yang hadir dalam karya pelukis tersebut, menjadi ekspresi yang larut dalam mediumnya. Unsur-unsur garis, bentuk, warna, dan tekstur, mampu mencuatkan nilai baru dalam seni lukis kaligrafi Arab di Indonesia sebagai lukisan kaligrafi Arab kontemporer.

Kontemporer atau contemporary berasal dari dua kata Latin yaitu com atau con, dan tempus atau tempor. Com atau con adalah awalan yang berbarti ‘dengan’ atau ‘bersama’, sedangkan kata tempo atau tempor berasal dari bahasa latin tempus atau temporis yang artinya ‘waktu’. Misalnya dapat dilihat pada kata temporer terjemahan temporary, artinya for the time being atau sekarang ini. Kata kontemporer berasal dari contemporary, kalau dipilah-pilah menjadi con-tempor-ary. Con artinya sama-sama atau bersamaan, tempor artinya waktu, dan ary adalah akhiran dari bahasa Inggris yang membentuk kata benda atau kata sifat, atau yang artinya ‘sama-sama’ atau ‘bersamaan’, dan tempus atau temporus berarti ‘waktu’. Contemporary mengartikan apa-apa atau mereka yang

(5)

hidup pada masa yang bersamaan.9 Kata ini menunjukkan suatu periode atau suatu angkatan yang paling baru. Beberapa literatur menunjuk pada angka tahun 70-an sebagai titik awal kebangkitan angkatan seni rupa kontemporer. Hal ini dapat dimaklumi dan bisa menjadi keyakinan karena sampai tahun-tahun terakhir sebelum itu, kata kontemporer tidak banyak dikenal di bidang seni rupa.

Di Yogyakarta, seni lukis kaligrafi Arab kontemporer berkembang dengan sangat baik. Hal ini terbukti dari aktifnya beberapa seniman kaligrafi Arab yang terkenal di bidang seni lukis pada taraf Nasional. Yogyakarta bahkan merupakan satu di antara empat kota (Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan Surabaya) yang mempelopori aliran baru dalam seni lukis kaligrafi Arab kontemporer. Seni lukis kaligrafi Arab yang diwujudkan dalam berbagai tema dihasilkan melalui pengolahan gaya-gaya lama maupun baru dan media lama maupun baru dalam kurun waktu masa kini.

Tokoh yang mempelopori seni lukis kaligrafi Arab kontemporer di Yogyakarta adalah Amri Yahya, diikuti Syaiful Adnan, Hendra Buana, Zulkarnaen, dan Yetmon Amier. Dalam penelitian ini, objek yang dipilih sebagai objek penelitian adalah

9 Dwi Marianto, “Gelagat Yogyakarta Menjelang Millenium Ketiga”,

dalam Outlet: Yogya Dalam Peta Seni Kontemporer Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti, 2001), 189.

(6)

pelukis Hendra Buana dan karya seni lukis kaligrafi Arab-nya. Proses perjalanan karirnya, dari awal hingga menjadi seniman lukis kaligrafi Arab seperti saat ini, dipandang sangat perlu untuk diungkapkan, mengingat saat ini jarang sekali ada topik-topik yang membahas mengenai lukisan kaligrafi Arab dan senimannya.

Topik penelitian ini juga menjadi penting guna melengkapi data kepustakaan atau sebagai sumber referensi dalam konteks penyusunan sejarah Seni Rupa Indonesia. Seniman kaligrafi Arab kontemporer selama ini jarang dikaji secara optimal. Selain itu, belum pernah ada penelitian sebelumnya yang membahas mengenai Hendra Buana dan karya seninya secara ilmiah, terstruktur, dan mendalam.

Maman Noor menyebutkan bahwa, catatan biografi seniman beserta seluruh bentuk kegiatan yang mendukung perjalanan karir, reputasi, karya, dan prestasi seniman, menjadi unsur penting di dalam menarik garis pelacakan data, dan merupakan kenyataan tak terelakkan bahwa perjalanan seni rupa Indonesia adalah perjalanan sekian banyak biografi seniman. Namun dalam kenyataannya terdapat berbagai kendala historik, teoretis, dan

(7)

pendekatan kritik, sebab Indonesia belum memiliki kepustakaan biografi seniman secara lengkap.10

Pemilihan sosok seniman Hendra Buana dilatar-belakangi oleh alasan bahwa Hendra Buana adalah salah seorang pelukis kaligrafi Arab yang islami, aktif, dan konsisten dalam berkarya seni lukis kaligrafi Arab. Hendra Buana, yang berdomisili di Yogyakarta adalah seorang pelukis kaligrafi Arab kontemporer kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat tanggal 8 Oktober 1963. Setelah ia menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Tilantang Kamang di Bukittinggi, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Seni Rupa di Padang.

Kecintaan Hendra Buana terhadap seni lukis kaligrafi Arab berawal dari kiprahnya menjadi seorang pemandu wisata pada pameran kaligrafi Arab yang diadakan di Sumatera Barat. Saat itu bertepatan dengan MTQ dan lomba baca Al-Qur’an tingkat Nasional tahun 1983 di Padang. Para pelukis Nasional yang mengikuti pameran, antara lain: Ahmad Sadali, A. D. Pirous, Amri Yahya, dan Syaiful Adnan. Berawal dari situ Hendra mulai tertarik dengan seni lukis kaligrafi Arab. Ketertarikan Hendra juga didasari oleh kenikmatannya menuliskan kaligrafi Arab ketika menarik garis-garis dan lekukan tangan saat memegang pena atau

10 Maman Noor, “Wacana Kritik Seni Rupa Indonesia, Sebuah

Telaah Kritik Jurnalistik dan Pendekatan Kosmologis” (IKAPI: Bandung, 2002), 166.

(8)

kuas, sehingga ia mendapatkan “roh” dalam penulisan kaligrafi Arab. Hendra juga terinspirasi dengan makna yang terkandung dalam ayat suci Al-Qur’an. Contoh dalam surat Al-'Alaq dikatakan …iqra’… artinya “bacalah”. Jika dilanjutkan, maka akan berbunyi “bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.

Tahun 1984 ia pindah ke Yogyakarta dan melanjutkan study ke Fakultas Seni Rupa (FSR), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Jurusan Seni Lukis. Selama mengikuti perkuliahan di FSR, ISI Yogyakarta, Hendra tetap menjalani prosesnya sebagai mahasiswa, yaitu menjalankan praktek melukis sesuai dengan aturan kampus, seperti melukis realis, landscape, membuat sketsa dan ilustrasi. Setelah tamat pendidikan di ISI Yogyakarta tahun 1990, Hendra memastikan diri untuk menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab. Pameran yang pernah diikutinya, antara lain: Pameran Bersama Tingkat ASEAN, di Masjid Istiqlal Jakarta, di Jerman Barat, dan di New York. Prestasi yang pernah diraih dari karya lukisan kaligrafi Arab-nya ialah saat Hendra mewakili Indonesia ke Brunei Darusalam dalam acara Asean Workshop &

(9)

Exhibition 1988. Dalam event itu, Hendra mendapatkan medali emas.11

B. Rumusan Masalah

Berpijak dari uraian di atas, maka permasalahan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kisah perjalanan hidup Henda Buana hingga akhirnya menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab.

2. Faktor apa saja yang berpengaruh dan mendorong Hendra Buana menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab.

3. Mengapa Hendra Buana memilih kaligrafi Arab sebagai medium ekspresi dalam proses kreatif seni yang dihasilkan.

C. Tujuan Penelitian

Beberapa sasaran yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan perjalanan hidup Henda Buana hingga akhirnya ia menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab.

11 Mikke Susanto, “Alam Takambang Jadikan Guru dalam Bias

Ekspresi Lukisan Hendra Buana”, Katalog Pameran (Yogyakarta: Cahaya Timur Offset, 2011), 39-40.

(10)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang berpengaruh dan mendorong sosok Hendra Buana menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab.

3. Untuk mengetahui dan mengeksplorasikan proses kreatif Hendra Buana dalam berkesenian.

4. Menemukan pola cipta seni lukis kaligrafi Arab versi Hendra Buana.

D. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian dilakukan, hasilnya diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut.

1. Memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat mendorong tumbuhnya motivasi bagi perkembangan serta kemajuan seni lukis kaligrafi Arab, khususnya kaligrafi Arab Kontemporer di Indonesia.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi sarana dan referensi untuk penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan seni lukis kaligrafi Arab. Selain itu juga sebagai bahan referensi pengajaran bagi institusi pendidikan seni atau institusi lain yang membutuhkan.

3. Memberikan inspirasi bagi masyarakat seni rupa ataupun masyarakat luas untuk menumbuhkan kesadaran estetik terhadap variasi budaya visual yang bersumber dari kaligrafi

(11)

Arab yang bermanfaat bagi pengembangan dan perluasan wawasan terhadap variasi budaya seni rupa, khususnya seni lukis kaligrafi Arab.

4. Memperkaya khasanah wacana pengkajian mengenai seni lukis, terutama pengkajian mengenai seni lukis kaligrafi Arab kontemporer.

E. Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian perlu didukung oleh literatur yang mencukupi untuk kelayakan hasil penelitian yang dilakukan. Sumber tertulis juga sangat diperlukan guna memperoleh wawasan untuk mendapatkan informasi yang lebih luas sesuai dengan objek penelitian yang dilakukan. Tinjauan pustaka sebagai referensi yang mendukung penelitian ini ditelusuri melalui sumber-sumber buku dan artikel ilmiah yang relevan, guna memposisikan hasil kajian ini di antara kajian-kajian yang telah ada, dan mencari informasi yang berguna untuk membantu pemecahan masalah.

Penelitian ini mengkaji riwayat hidup pelukis kaligrafi Arab Hendra Buana dan karakteristik seni lukis kaligrafi Arab-nya. Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, penelitian dengan topik Hendra Buana dan seni lukis kaligrafinya (kajian biografi dan estetika) ini belum pernah dilakukan peneliti lain, sehingga

(12)

penelitian dengan objek ini dapat dilanjutkan. Sebatas penelusuran yang telah dilakukan sebelum melakukan penelitian ini, pembahasan tentang Hendra Buana secara ilmiah hanya ditemukan dalam disertasi Agus Priyatno dengan judul “Unsur-Unsur Islam Dalam Seni Lukis Modern di Indonesia, 1962-1998”, tahun 2007 di Universitas Gadjah Mada. Pada halaman 145 disertasi ini dipaparkan biografi singkat Hendra Buana. Judul subbab ini adalah “Hendra Buana Pelukis Muda Religius yang Kreatif dan Produktif dalam Berkarya”. Pemaparan Hendra Buana hanya sebatas biografi singkat dan kegiatan pameran yang terdiri dari dua halaman saja. Kedalaman analisisnya menjadi kurang karena secara umum hanya membahas mengenai unsur-unsur Islam dalam seni rupa di Indonesia yang terdiri dari beberapa seniman senior kaligrafi Arab.12

Tulisan mengenai Hendra Buana juga terdapat dalam tesis yang ditulis oleh Eddy Fauzi Effendi tahun 2007 dengan judul “Seni Lukis Kaligrafi Islam, Kajian Hermeneutik (Studi Kasus 4 Pelukis Islami Di Indonesia)”.13 Tesis ini mengambil sampel 4

12 Agus Priyatno, “Unsur-Unsur Islam Dalam Seni Lukis Modern

di Indonesia, 1962-1998”, Disertasi, Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2007.

13 Eddy Fauzi Effendi “Seni Lukis Kaligrafi Islam, Kajian

Hermeneutik (Studi Kasus 4 Pelukis Islami Di Indonesia)”, Tesis, Program Studi Pengkajian Seni, Minat Utama Seni Lukis, Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2007, 104.

(13)

pelukis kaligrafi Arab di Indonesia. Meskipun Hendra Buana tidak menjadi sampel utama, namun dalam tesis ini sedikit dikupas mengenai kesenimanan Hendra Buana dalam dunia seni lukis kaligrafi Arab di Indonesia. Hendra digambarkan sebagai seorang seniman kaligrafi Arab yang melakukan inovasi dalam berkarya. Ia mampu bereksperimen dengan media baru, yaitu melukis cat minyak atau akrilik pada kanvas berupa hasil cetak foto digital. Kedalaman tulisan mengenai Hendra inipun menjadi terbagi karena secara umum membahas karya-karya pelukis kaligrafi Arab Indonesia yang sudah senior.

Hendra Buana dalam skripsinya yang berjudul “Pengekspresian Bentuk Kaligrafi Arab dalam Lukisan Saya”,14 juga menjadi sumber referensi dalam penelitian ini. Skripsi ini membahas mengenai proses penciptaan karya seni lukis kaligrafi Arab oleh Hendra Buana sendiri. Dengan membentuk kaligrafi Arab yang dinamis, maka terciptalah simbol-simbol yang Hendra Buana butuhkan untuk membantu mempertegas isi atau makna dari ayat yang Hendra kutip. Simbol tersebut antara lain, simbol segitiga adalah simbol dari keagungan Tuhan Yang Maha-Pencipta, karena bentuk tersebut menghadap ke atas atau

14 Hendra Buana, “Pengekspresian Bentuk Kaligrafi Arab dalam

Lukisan Saya”, Tugas Akhir karya untuk mencapai derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Seni Lukis, Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta, 1990.

(14)

vertikal, sedang garis mendatar atau horizontal untuk simbol manusia dan alam semesta. Pengekspresian kaligrafi Arab pada lukisan Hendra Buana dan usaha pembentukan motif-motif bersumber dari kitab suci Al-Qur’an maupun gubahan dari kitab Arab pada umumya. Hendra juga memperkaya improvisasi lukisannya demi mencapai suatu kebebasan dalam mengekspersikannya sesuai dengan keinginan dan tujuannya berkarya. Penelitian tersebut berbeda substansi dengan penelitian yang direncanakan ini, terutama dalam hal substansi yang lebih mendalam dan detail dan terhindar dari unsur subjektivitas, sehingga objektivitas analisisnya dapat ditegakkan.

Tesis yang ditulis oleh Soewarno Wisetrotomo juga digunakan sebagai referensi.15 Penelitian biografi ini melacak lebih jauh tentang riwayat hidup Raden Saleh, latar-belakang keluarga, latar-belakang pendidikan, latar-belakang sosial, latar-belakang kultural, beserta karya-karya lukisannya, namun tidak membahas secara khusus mengenai seniman Hendra Buana dan karya seninya.

Berdasarkan tinjauan pustaka di depan, belum ada penelitian mengenai Hendra Buana dan seni lukis kaligrafinya. Hanya ada beberapa buku yang secara lebih detail membahas

15 Soewarno Wisetrotomo, “Raden Saleh Syarif Bustaman (Sebuah

Biografi)”, Tesis sebagai syarat untuk mencapai derajat S-2 pada Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora, Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2001.

(15)

biografi seniman lain, lukisan kaligrafi Arab, dan perkembangannya.

F. Landasan Teori

Seni lukis adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan menggunakan garis dan warna. Apabila suatu lukisan unsur garisnya menonjol sekali, misalnya karya-karya yang dibuat dengan pena atau pensil, maka karya tersebut disebut “gambar”, sedangkan “lukisan” adalah yang kuat unsur warnanya.16

Ungkapan kaligrafi (dari bahasa Inggris yang disederhanakan, “calligraphy”17) diambil dari kata latin “calligrapia” yang dibentuk dari kata Yunani “kalios” yang berarti indah dan “graph” yang berarti tulisan atau aksara.18 Arti seutuhnya kata “kaligrafi” adalah kepandaian menulis elok, atau tulisan elok. Bahasa Arab sendiri disebut khath yang berarti garis atau tulisan indah. Tulisan Arab dibaca dari arah kanan ke kiri, sebagaimana keluarga tulisan Aramea yang lain, seperti Syria dan

16 Soedarso Sp., Tinjauan Seni, Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni (Yogyakarta : Saku Dayar Sana, 1990), 11.

17 John M. Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), 95.

18 David Diringer, “Calligraphy and Epigraphy”, Encyclopedia of World Art (London: McGraw-Hill Book Company, Inc., 1960), 2.

(16)

Ibrani.19 Adapun kaligrafi Arab adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. 20

Dua orang pakar kaligrafi Arab, Abdel Kebir Khatibi dan Mohammed Sijelmassi menjelaskan pengertian kaligrafi sebagai berikut.

Calligraphy is the art of the linear-graphic; it restructures one’s visualization of a language and its topography. In these sense, calligraphy in the Arabic language is constructed on a simple spatial principle: the Arabic alphabet is written in the interplay of a horizontal base line and the vertical lines of its consonants.21

Kaligrafi adalah seni linier-grafis, yang mana itu merestrukturisasi visualisasi seseorang tentang bahasa dan topografi. Dalam pengertian ini, kaligrafi dalam bahasa Arab dibangun pada prinsip spasial sederhana: huruf Arab ditulis dalam interaksi garis dasar horisontal dan garis vertikal dari konsonannya.

Dalam buku Seni Kaligrafi Islam karya D. Sirojuddin AR., dijelaskan bahwa lukisan kaligrafi Arab adalah model kaligrafi

19 Donal M. Anderson, The Art of Writen Forms: The Theory and Practice of Calligraphy (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1969),

296.

20 Syeikh Syamsuddin Al Akfani, Irsyad Al Qasid, bab “Hasr Al

‘Ulum”, Lihat Al Qalqasyandy, “Subh Al A’sya III”, 3-4, dalam Sirojuddin : 1992, 2.

21 Abdelkebir Khatibi, Mohammed Sijelmassi, The Splendor of Islamic Calligraphy (London: Thames and Hudson, 1996), 6.

(17)

yang digoreskan pada hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi yang “dilukis-lukis” sedemikian rupa, biasanya dengan kombinasi warna beragam, bebas dan (umumnya) tanpa mau terikat rumus-rumus baku yang ditentukan.22 Lebih lanjut dijelaskan mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan kaligrafi Arab, mulai dari makna yang terkandung dalam kaligrafi Arab, pertumbuhan kaligrafi Arab terakhir, rumus-rumus penulisan kaligrafi Arab, dan sejarah penulisan Kiswah Ka’bah. Bahkan dalam buku ini bisa diketahui ragam gaya kaligrafi Arab beserta para penciptanya. Dalam konteks itu Seyyed Hossen Nasr menjelaskan tentang nilai keindahan dari karya kaligrafi Arab dan posisi khusus yang sangat istimewa dalam Islam, sehingga dapat disebut sebagai leluhur seni visual Islam. Sepanjang masa kaligrafi Arab dikenal sebagai kebudayaan itu sendiri, dan kaligrafi yang indah dianggap sebagai ciri orang berbudaya dan kedisiplinan pikiran, jiwa, serta kekuasaan. 23

Kaligrafi Arab sebagai bagian dari kebudayaan dan seni Islam berawal dari adanya keperluan untuk menulis ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Khalifah Usman bin Affan, dan dikembangkan pada masa Umayyah sekitar tahun 688-692 M. Saat itu kaum

22 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1985), 9.

23 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas Dan Seni Islam (Bandung:

(18)

muslim meninggalkan warisan antropomorfisme dan naturalisme dari kebudayaan Hellenisme, Syria kuno, Babilonia maupun kebudayaan Pharao Mesir. Pada analisis terakhir, Islam telah mendasarkan kesahihan asal keilahiannya pada keaslian Al-Qur’an sebagai karya abadi Allah SWT. Kesempurnaan sastra pada kualitas Al-Qur’an ini tidak tertandingi, hal ini disebut dengan istilah I’jaz. Kesempurnaan Al-Qur’an tidak menghalangi kaum muslim untuk menjadikannya sebagai model bagi seluruh seni. Muatan sublime ajaran tauhid dalam Islam menjadi norma dan ideal bagi seluruh seni Islam selanjutnya.24 Dalam Seni Tauhid, Islam tidak melarang seni, karena Al-Qur’an sendiri mengandung nilai artistik yang sangat tinggi. Faruqi juga menyatakan bahwa hingga kini tilawah Al-Qur’an dan khath atau kaligrafi Arab semakin berkembang dan tersebar luas.

Dengan demikian lukisan kaligrafi Arab sangat erat kaitannya dengan Islam, meskipun terdapat pula kaligrafi yang bukan dari tulisan Arab.

1. Pendekatan Sejarah (Biografi)

Kuntowijoyo mengungkapkan bahwa setiap penulisan biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu: (1) kepribadian

24 Ismail Raji Al-Faruqi & Lois Lamya’al Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (New York: MacMillan,1986), 14.

(19)

sang tokoh, (2) kekuatan sosial yang mendukung, (3) lukisan sejarah zamannya, (4) keberuntungan dan kesempatan yang datang.25 Pertama, kepribadian sangat ditonjolkan bagi mereka yang menganut Hero in History. Mereka percaya bahwa sejarah adalah kumpulan biografi. Individulah yang menjadi pendorong transformasi sejarah. Kedua, Marxisme sangat mendukung anggapan bahwa kekuatan sosiallah yang berperan, bukan perorangan. Seperti halnya Lenin yang bisa naik berkat adanya proletariat. Ketiga, melukiskan zaman yang memungkinkan seseorang muncul jauh lebih penting daripada pribadi atau kekuatan sosial yang mendukung. Keempat, para tokoh muncul berkat adanya faktor luck, coincidence, atau change dalam sejarah. Menurut Allan Nevins, cara penulisan biografi yang baik perlu diuraikan secara detail, bahwa pendekatan historis sangat penting untuk membantu menguak kehidupan seseorang.26 Ia juga mengemukakan bahwa penelitian biografi adalah sebuah penelitian yang mengungkap tentang pikiran dan kehendak manusia dalam kehidupannya.27

Penulisan perjalanan hidup merupakan pengungkapan kembali rekaman-rekaman masa lalu yang menurut Garraghan

25 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua (Yogyakarta: PT

Tiara Wacana, 2003), 206.

26 Allan Nevins, The Gateway To History (Garden City, New York:

Doubleday Company, Inc., 1962), 2.

(20)

tidak luput dari metode sejarah, yaitu seperangkat aturan dan prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis dan menyajikan secara sistematis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Sejarah membuat interpretasi tentang masa-masa lampau, dalam hal ini sejarah riwayat hidup seseorang,28 yang mana sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana sejarah perjalanan hidup seniman lukis kaligrafi Arab Hendra Buana dari awal hingga saat ini.

Menurut Kuntowijiyo, biografi sebenarnya merupakan kombinasi antara sejarah dan seni, artinya fakta-faktanya dijaring lewat prosedur ilmiah, sementara penyajiannya dikerjakan secara artistik.29 Adapun Sartono Kartodirjo menjelaskan bahwa penulisan biografi berkaitan dengan pendekatan sejarah yang dapat diartikan sebagai suatu kisah seseorang dengan penekanan atas peran khusus yang dilakukan di lingkungan masyarakat. Biografi dalam sejarah sebenarnya memerlukan imajinasi yang besar agar dapat dibuat lukisan kata-kata yang menggambarkan riwayat hidup seseorang dari biodata yang tentu saja tidak menyimpang dari fakta sejarah, yaitu fakta yang dijaring melalui

28 Gilbert J. Garraghan, A Guide to Historical Method (New York:

FordhamUniversity Press, Fordham road, 1948), 33.

29 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta : PT Tiara Wacana,

(21)

prosedur ilmiah terhadap bukti-bukti sejarah, yang penyajiannya dilakukan dalam bentuk ungkapan artistik.30

Penulisan biografi harus dapat menciptakan kembali individu yang ditulisnya seolah ia hidup, berbicara, dan bergerak, tidak hanya menampilkan sisi luarnya saja, namun semuanya harus dipaparkan berdasarkan jejak tertulis yang ada.31 Hal ini berkaitan dengan penjelasan tentang sosok Hendra Buana sebagai seniman lukis kaligrafi Arab dalam lingkungan komunitasnya.

Penulisan ini tidak hanya terhenti sebatas pada pembicaraan riwayat hidup Hendra Buana semata, akan tetapi lebih diarahkan pada pengungkapan latar-belakang keluarga serta masyarakat yang memunculkan dan mendukung Hendra Buana, sejak lahir, tumbuh menjadi dewasa, hingga ia menentukan pilihan hidupnya. Proses pertumbuhan maupun proses kreatif Hendra Buana dalam berkesenian (dalam hal seni lukis kaligrafi Arab) tentu dipengaruhi oleh latar-belakang sosial, kultural, ekonomi, politik, dan komunitas masyarakat tertentu. Pada titik inilah maka riwayat hidup Hendra Buana juga akan direkonstruksi melalui analisis terhadap (sebagian) karya-karya lukis kaligrafi Arab-nya, yang dianggap penting. Karena melalui karya-karya itulah usaha untuk melacak proses kreatif terutama

30 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 76-77.

(22)

dalam aspek pemikiran dapat diinterpretasikan atau dimaknai. Interpretasi ini menjadi penting karena karya-karya itulah, di samping fakta berupa benda (artifact), juga sebagai fakta sosial. Fakta yang memberikan gambaran latar-belakang sosial Hendra Buana (sociofact), dan sebagai fakta mental, yaitu fakta yang menggambarkan kondisi atau pergulatan mental (mentifact), khususnya proses kreatif Hendra Buana.

Sehubungan dengan itu, khususnya yang berkaitan dengan penelitian sejarah kesenian, seperti diungkapkan oleh Sartono Kartodirdjo, juga dapat disusun dengan menonjolkan latar-belakang sosial dan latar-latar-belakang proses kreatif, antara lain berkaitan dengan kondisi sosial ekonominya, kedudukan sosio-historis para patron dan seniman, keagamaan, etos masyarakat yang membuka kesempatan untuk berkarya dan berekspresi, sistem pengelolaan dan lain sebagainya.32

Analisis dalam penelitian ini tentunya memerlukan landasan teori dengan menggunakan beberapa disiplin ilmu. Dunia seni sebagai fenomena sosial bukanlah suatu yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai aspek sosial kultural masyarakat yang mengitari. Demikian juga perjalanan hidup Hendra dalam menapaki dunia kesenian, bersinergi dengan sejumlah faktor sosial kultural yang menyertai, dan ikut berperan dalam setiap

(23)

langkah dan biografi kreatifnya. Untuk itu, teori utama yang dianggap relevan untuk mengkaji fenomena seni yang demikian akan dikupas menggunakan teori Sosiologi Vera L. Zolberg dalam bukunya Constructing a Sociology of The Art. Pendekatan Sosiologi ini digunakan untuk menjelaskan keberadaan Hendra dalam ruang lingkup sosial masyarakat dan penikmat seni.

Dari pandangan Zolberg, yang digunakan sebagai acuan analisis adalah pendapat yang mengemukakan “scholars have discovered the socially constructed nature of art, cultural institution, artist, and publics”. Dapat diartikan bahwa para sarjana telah menemukan suatu konstruksi seni, yaitu institusi sosial, seniman dan masyarakat. Asumsi tersebut bisa diterangkan bahwa gejala kompleksitas kesenian yang terjadi dalam eksplanasinya perlu menyertakan heterogenitas, proses penemuan seni (penciptaan), evalusasi, sejarah, dan kreasi tentang tradisi seluruh periode.33 Hal tersebut bermanfaat untuk mengkaji fenomena kesenian, khususnya seni lukis kaligrafi Arab Hendra Buana.

Dalam menguraikan kesenimanan mengenai keberadaan Hendra Buana sebagai pelukis kaligrafi Arab dalam ruang lingkup sosial, merujuk pada pandangan Zolberg pada penjelasan dalam bab Artist born or made? Yang di dalamnya membahas beberapa

33 Vera L. Zolberg, Constructing a Sociology of The Arts (New York:

(24)

pandangan tentang teori munculnya seniman, dan beberapa landasannya dari para ahli. Dalam paparan Zolberg, ia memberi kisi-kisi untuk membedah fakta-fakta sosial di balik munculnya seniman melalui perspektif psikologis, latar-belakang sosial serta aktualisasi dan mediasi.

Seniman sebagai makhluk sosial memiliki konsekuensi di mana karya seni yang dihasilkan merupakan bagian dari proses sosial. Studi tentang proses kreatif seniman terkait dengan pembawaan bakat sejak masih kanak-kanak. Dalam analisis Freud, menjelaskan mengenai psikoanalisis berusaha menghubungkan kerja seorang seniman dengan kehidupan kejiwaannya, khususnya pada masa kanak-kanak. Biasanya, meskipun semua anak manusia mampu menghasilkan fantasi kekanak-kanakan, sebagian mereka menekan fantasi semacam itu; para penderita penyakit jiwa tidak mampu mengontrol fantasi semacam itu; namun orang yang kreatif, yang paling langka, mampu menggunakan fantasi itu untuk mencapai keseimbangan kejiwaan dengan melakukan sublimasi, atau merubah fantasi-fantasi itu menjadi saluran-saluran kreatif.34

(25)

2. Pendekatan Estetik

Tahapan berikutnya, berhubungan dengan kekaryaan Hendra Buana, maka digunakanlah pendekatan estetik. Hal ini bertujuan untuk memahami dinamika yang terkait masalah kekaryaan. Sehubungan dengan karakteristik karya-karya lukisan kaligrafi Arab Hendra Buana, digunakan pendekatan estetik Edmund Burke Feldman dalam menjelaskan empat rumusan yang perlu dicermati, yaitu: (1) fungsi seni, (2) gaya seni, (3) struktur seni, (4) interaksi media dan makna. Pendekatan estetik ini digunakan untuk mengungkap karakteristik seni lukis kaligrafi Arab karya Hendra Buana.

Menurut Feldman, setiap wujud karya seni memiliki beragam fungsi, meliputi fungsi personal, fungsi sosial, dan fungsi fisik. Fungsi personal dalam seni terkait dengan karya seni yang difungsikan sebagai media ekspresi pribadi dari sang seniman. Ekspresi pribadi dapat berupa emosi pribadi, tentang persahabatan, dan pandangan-pandangan pribadi seniman terhadap suatu fenomena. Selain itu juga dapat berupa ekspresi mendasar pada manusia seperti tentang cinta, kematian, sakit, perayaan, dan lain sebagainya.35 Dijelaskan oleh Feldman bahwa fungsi sosial seni yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial,

35 Edmund Burke Feldman, Art as Image and Idea (New Jersey:

(26)

memiliki ciri-ciri, yaitu: a) karya seni itu cenderung mempengaruhi perilaku kolektif orang banyak, b) karya itu diciptakan untuk dilihat atau dipakai khususnya dalam situasi-situasi umum, c) karya seni itu mengekspresikan atau menjelaskan aspek-aspek tentang eksistensi sosial.36 Adapun dalam konteks fungsi fisik seni dijelaskan terkait dengan penggunaan benda yang efektif sesuai dengan kegunaan dan efisiensi. Sebuah karya seni selain dipergunakan juga untuk dilihat, jadi antara penampilan dengan fungsi tidak dapat dipisahkan.37 Dari ketiga fungsi seni seperti yang diungkapkan oleh Feldman tersebut, dalam mengkaji fungsi karya seni ciptaan Hendra Buana hanya difokuskan pada fungsi personal seni. Hal ini karena karya-karya Hendra Buana merupakan bentuk ekspresi pribadi Hendra dalam menuangkan ide-idenya, terutama yang berhubungan dengan kehidupan spiritual Hendra.

Dalam mengkaji suatu karya seni, apalagi sebuah karya seni rupa, konsep tentang gaya merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan. Gaya atau style atau dapat juga disebut corak maupun langgam adalah sesuatu yang hanya berurusan dengan bentuk luar suatu karya seni.38 Feldman memberikan penjelasan bahwa gaya berbeda dengan aliran atau faham yang lebih

36 Feldman, 36-37. 37 Feldman, 71. 38 Soedarso Sp., 93.

(27)

berurusan dengan pandangan atau prinsip yang lebih mendalam sifatnya sehingga mungkin saja terjadi suatu gaya yang dipakai oleh seorang seniman berbeda bahkan berlawanan dengan faham ataupun prinsip kesenian yang dianutnya. Feldman mengemukakan bahwa suatu gaya seni merupakan sebuah pengelompokan atau klasifikasi karya-karya seni (melalui waktu, daerah, wujud, teknik, subject matter) yang membuat kemungkinan studi dan analisis lebih jauh.39 Selanjutnya, Feldman membagi gaya dalam seni rupa ke dalam empat kategori, meliputi gaya ketetapan objektif, gaya susunan formal, gaya emosi, dan gaya fantasi. Akan tetapi, dalam menelusuri aspek gaya seni yang terdapat dalam karya Hendra Buana hanya menggunakan gaya fantasi. Mencermati visualisasi karya lukisan kaligrafi Arab Hendra Buana lebih terkait dengan penelusuran gaya fantasinya. Penciptaan fantasi merefleksikan persepsi seniman atas perannya sebagai seorang yang menuruti pedoman termasuk dalam kenyataan atau sebagai seorang yang mempunyai misi untuk mengubah aturan, baik secara sengaja menciptakan bentuk-bentuk baru yang ganjil, tidak logis dan dapat dipercaya, maupun membiarkan bentuk-bentuk fantastis terjadi menurut dirinya sendiri sebagai sebuah instrument yang bekerja sama dengan

(28)

berbagai proses penciptaan di dunia.40 Seni menguasai keinginan terhadap fantasi pada semua orang melalui “pengembangan” pada mimpi-mimpi, karena seniman melalui keahliannya bisa membuat mimpi dapat diraba, substansial, dan hidup. Gaya fantasi yang dikemukakan oleh Feldman tersebut, diharapkan kelak dapat dimanfaatkan untuk menganalisis karya-karya Hendra Buana, yang memang dirasa tepat menggunakan teori gaya ini.

Struktur seni meliputi unsur-unsur visual: kaidah (grammar), organisasi unsur-unsur desain, dan pengamatan unsur-unsur estetik. Feldman juga membagi struktur seni yang terdiri dari susunan elemen visual yang meliputi garis, bentuk, gelap-terang, warna, dan tekstur. Selain itu, prinsip desain yang meliputi kesatuan, keseimbangan, irama, dan proporsi.41 Baik unsur maupun prinsip seni ini sangat berguna untuk menjelaskan karya seni lukis Hendra Buana lebih lanjut.

Interaksi media dan makna menyangkut pengaruh media terhadap ide-ide yang diekspresikan melalui keahlian teknik yang dikuasai serta kesesuaiannya dengan hasil akhir dan makna atau isi karya. Feldman menyebutkan bahwa dalam mempertimbangkan karya-karya seni, perlu disadari mengenai kesesuaian hasil akhir dan makna, yakni kualitas interaksi antara

40 Feldman, 204. 41 Feldman, 223.

(29)

media dan makna. Feldman juga menyebutkan, beberapa pakar bahkan percaya bahwa pengalaman personal dalam proses penciptaan artistik diperlukan jika berbagai hubungan ini dimengerti, yaitu hubungan antara interaksi media dan makna.42 Setelah mengetahui teori-teori yang diungkapkan oleh Feldman di atas, maka teori-teori tersebut dianggap relevan untuk mengkaji karya-karya seni lukis kaligrafi Arab Hendra Buana. Dengan demikian, penelitian ini dapat dinyatakan menggunakan pendekatan multidisiplin.

G. Metode Penelitian

Dalam bukunya The Complete Guide To Writing Biographies, Ted Schwarz memaparkan dengan jelas tentang langkah-langkah pembuatan biografi. Mulai dari memilih subjek, memulai penelitian, pengumpulan data, memulai wawancara, hingga bagaimana menulis sebuah biografi. Buku ini penting sebagai panduan dalam penulisan maupun langkah-langkah dalam penelitian ini.43

Untuk memudahkan proses penelitian maka disusun urutan langkah-langkah penelitian sebagai berikut.

1. Batasan Penelitian

42 Feldman, 308-309.

43 Ted Schwarz, The Complete Guide To Writing Biographies

(30)

Pembatasan objek dan subjek penelitian, seperti yang dijelaskan R. M. Soedarsono. Pembatasan ini bisa berupa pembatasan spasial atau tempat, pembatasan temporal atau waktu, pembatasan aspek yang akan ditekuni, serta bisa juga berupa pembatasan pendekatan (approach).44 Berdasarkan judul di atas yang dikemukakan, pembatasan spasialnya khusus akan meneliti kehidupan Hendra Buana dan estetika karya seni lukis kaligrafi Arab-nya.

Pemilihan seniman Hendra Buana sebagai subjek penelitian berkaitan dengan pencapaian ke-khasan dalam menciptakan lukisan kaligrafi Arab. Karya-karya Hendra Buana dinilai menghadirkan pencapaian yang berbeda dan unik. Fokus analisisnya hanya pada karya seni lukis kaligrafi Arabnya saja. Faktanya sampai saat ini, selain melukis kaligrafi Arab, ia juga melukis non-kaligrafi Arab meskipun dengan tema-tema islami. Karya yang dijadikan sampel pada penelitian ini diambil dari tahun di mana ia mulai melukis kaligrafi Arab sampai saat ini. Hal tersebut tentunya didasarkan atas keberhasilannya menjadi seorang pelukis kaligrafi Arab yang diakui secara publik. Pada fase ini juga dihadapkan pada medan sosial seni yang nyata, karena kehidupan berkeseniannya semakin meningkat. Pada fase ini

44 R. M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (Bandung: MSPI /Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dan

(31)

Hendra juga sering mengikuti kegiatan pameran dan memperoleh apresiasi atas karya lukisannya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Objek penelitian atau populasi penelitian ini diarahkan pada riwayat hidup atau biografi Hendra Buana sebagai seorang pelukis kaligrafi Arab beserta seni lukis kaligrafi Arab-nya. Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif yang ditulis secara deskriptif-analitis. Data kualitatif ibarat sebuah teka-teki atau “misteri”. Dalam menebak teka-teki tersebut selalu harus mengarah untuk menjawab pertanyaan “mengapa”, dan bukan sekedar menjawab pertanyaan “apa”. Pertanyaan mengapa ini harus baik, dan sebanyak mungkin, sehingga analisis yang dihasilkan juga baik.45

Penelitian terhadap perjalanan hidup, faktor pendorong, proses kreativitas berkarya seni, serta gaya seni pada karyanya memiliki pendekatan tersendiri sesuai dengan bahasan yang ingin diungkap. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis atau kajian sejarah, dipadu dengan pendekatan sosiologi dan estetika sehingga disebut pendekatan multidisiplin. R.M. Sedarsono menjelaskan bahwa penelitian dengan pendekatan multidisiplin

(32)

dilakukan agar dapat diperoleh pembahasan yang menyeluruh meliputi berbagai aspek yang terkait.46

a. Cara Pengambilan Data

Tahap pertama yaitu heuristik. Tahap ini mencari sumber-sumber sejarah, baik sumber-sumber primer maupun sekunder yang relevan dengan penelitian ini. Sartono menegaskan bahwa untuk memahami kepribadian seseorang dituntut pengetahuan latar-belakang sosio-kultural, di mana seorang tokoh dibesarkan, bagaimana proses pendidikan formal dan informal yang dialami, watak-watak orang yang ada di sekitarnya, memori, buku harian, surat-surat, dan lain sebagainya.47 Merujuk pada konsep tersebut, kepribadian dan proses kreatif Hendra Buana dipahami melalui konteks dan aspek-aspek itu, termasuk teman-teman dekat yang sezaman, serta keluarganya. Selain itu, pemahaman terhadap kepribadian ini dapat pula dicermati keterkaitannya dengan karya ciptaannya. Sumber data ini meliputi: (1) data tertulis; (2) observasi; dan (3) wawancara.

Peneliti juga perlu mengumpulkan berbagai data empiris yang diperoleh dari lapangan. Data empiris ini diperlukan untuk

46 Soedarsono, 1. 47 Kartodirdjo, 77.

(33)

memahami secara komprehensif objek studi yang diteliti, karena pada dasarnya penelitian merupakan usaha dari seseorang untuk mendekati, memahami, mengurai, dan menjelaskan fenomena yang terkait dengan objek tertentu.48

Pengambilan data dilakukan melalui beberapa sumber data kualitatif. “Ada bermacam-macam sumber data kualitatif yang bisa dipergunakan yaitu: (1) sumber tertulis; (2) sumber lisan; (3) artefak; (4) peninggalan sejarah; dan (5) rekaman.” Sumber tertulis ada dua jenis, yaitu sumber tertulis tercetak dan sumber tertulis yang masih merupakan manuskrip. Sumber tertulis yang tercetak juga ada beberapa macam, antara lain: (1) buku; (2) jurnal; (3) ensiklopedi dan kamus; (4) brosur; (5) surat kabar; (6) surat-surat berharga, arsip, serta dokumen. Adapun manuskrip adalah sumber tertulis yang berbentuk tulisan tangan yang kebanyakan menggunakan huruf dan bahasa setempat.49

1) Data Tertulis/ Studi Kepustakaan

Pengumpulan data lewat sumber tertulis ini ditempuh melalui berbagai metode pengumpulan data. Metode yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Metode ini dilakukan dengan mendatangi Perpustakaan atau studi pustaka. Studi pustaka dilakukan diberbagai Perpustakaan yang tersebar di

48 Sukidin Basrowi, Metode Penelitian Perspektif Mikro (Surabaya:

Insan Cendekia, 2002), 8.

(34)

Yogyakarta, seperti Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Perpustakaan Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perpustakaan tersebut banyak menyediakan bahan terutama mengenai biografi, kaligrafi Arab, dan Hendra Buana beserta karyanya, baik dalam bentuk buku, laporan hasil penelitian, jurnal, katalog pameran seni rupa, arsip, dokumen fotografi, ensiklopedi, kamus, brosur, surat kabar, dan sumber tertulis lain yang relevan. Instrumen yang digunakan pada metode pustaka ini adalah buku catatan, laptop, modem, flashdisc, dan digital camera.

2) Observasi

Observasi adalah sebuah proses melihat dan mencatat informasi tentang tingkah laku secara sistematik untuk tujuan membuat keputusan.50 Observasi juga diartikan sebagai kegiatan mengenali tingkah laku individu, mencatat hal-hal pentingnya sebagai penunjang informasi mengenai subjek dan dilakukan

secara sistematis.51 Observasi yang dilakukan meliputi

pengamatan secara langsung di lokasi penelitian. Peneliti melakukan pengamatan secara langsung mengenai kegiatan

50 Carol A. Cartwright, & Glen Philip Cartwright, Developing Observation Skills (New York: Mc-Graw Hill, 1974), 11.

51 Ki Fudyartanta, Pengantar Psikodiagnotik (Yogyakarta: Pustaka

(35)

Hendra Buana dalam berkesenian. Melalui teknik observasi diperoleh data tentang objek kajian dengan mengamati secara langsung proses berkarya seniman dalam menghasilkan karya lukisan serta mengamati karya-karyanya. Proses observasi lapangan yang dilakukan dilengkapi sebuah digital camera, alat perekam suara, dan juga buku catatan, kemudian mendokumentasikan dengan peralatan tersebut. Seperti yang diisyaratkan oleh R. M. Soedarsono, salah satu sifat dari data kualitatif adalah bahwa data itu merupakan data yang memiliki kandungan yang kaya, yang multi-dimensional, dan kompleks. Maka dari itu, untuk merekam komunikasi yang non-verbal itu diperlukan sekali rekaman dengan kamera video. 52

3) Wawancara

Selain data yang diperoleh melalui observasi di lapangan, informasi dari narasumber yang berupa informasi lisan adalah sangat penting. Data lisan sangat penting untuk mendapatkan penjelasan yang lebih terinci dan mendalam yang tidak dijumpai dalam sumber pustaka. Untuk itu, maka dilakukan interview atau wawancara pada informan yang dipandang memiliki kompetensi dan pemahaman mengenai permasalahan penelitian. Pengertian wawancara adalah teknik atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan tanya jawab yang sifatnya sepihak,

(36)

dilakukan secara sistematis untuk tujuan tertentu.53 Wawancara dilakukan dengan nara sumber Hendra Buana selaku seniman kaligrafi yang diteliti, keluarga, sahabat, maupun kerabat lainnya. Tujuannya untuk menggali dan mengidentifikasi mengenai perjalanan hidup Hendra Buana, faktor-faktor yang mendorong Hendra Buana menjadi pelukis kaligrafi Arab, serta mengidentifikasi gaya yang diterapkan pada karya yang akan diteliti. Instrumen yang digunakan untuk wawancara adalah perekam suara dan buku catatan.

b. Teknik Analisis Data/ Kritik Sumber

Data yang terkumpul kemudian dianalisis melalui kritik sumber. Kritik sumber ini meliputi kritik ekstern, yaitu kritik yang menyangkut segi-segi keaslian atau keontetikan sumber, dan kritik intern, yaitu kritik yang berkaitan dengan segi-segi apakah isi dan kesaksian sumber-sumber itu dapat dipercaya.

Analisis data yang digunakan dalam kerangka pendekatan kualitatif adalah dengan melakukan penteorian dari lapangan dengan mengumpulkan data yang diarahkan secara strategis melalui pengembangan teori. Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagia sumber, baik data dari sumber tertulis, lisan (tekstual) dan rekaman berupa

53 Charles J. Stewart, & William B. Cash Jr., Interviewing: Principles and Practices (USA: WM. C. Brown, 1978), 14.

(37)

gambar atau foto dari artefak (visual) semenjak pengumpulan data dilakukan di lapangan dan dikerjakan secara intensif setelah meninggalkan lapangan penelitian, kemudian mengkonfrontir data tekstual dengan data visual tersebut.

Sejalan dengan itu, analisis data dilakukan dengan mereduksi dan membuat klasifikasi melalui analisis dan komponen. Proses analisis data yang berlangsung selama proses penelitian ditempuh melalui tiga alur kegiatan sebagai suatu sistem, antara lain:

1) Reduksi data, yaitu penyederhanaan data yang ada dengan pola tertentu, sehingga memudahkan untuk dianalisis.

2) Penyajian data, yaitu data yang telah disederhanakan kemudian dianalisis, sehingga didapatkan interpretasi oleh peneliti.

3) Penarikan kesimpulan/ verifikasi, dari interpretasi didapatkan kerangka-kerangka teori yang tersusun dari data lapangan, sehingga membentuk teori-teori baru.

Ketiga komponen analisis tersebut dilakukan dengan bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.

(38)

c. Penyajian Data/ Interpretasi

Tahap ketiga yaitu interpretasi terhadap fakta atau sumber-sumber yang telah diseleksi. Proses ini merupakan tahap analisis dalam penyusunan sejarah, yang sebelumnya sudah dilakukan usaha untuk merangkai berbagai faktor menjadi kesatuan yang masuk akal dan utuh. Untuk itu semua, maka suatu penelitian diperlukan kerangka teoritis sehingga menghasilkan suatu sintesis yang merupakan keutuhan makna.

d. Penulisan/ Historiografi

Tahap keempat merupakan tahap akhir dari seluruh proses penelitian sejarah, yaitu penulisan sejarah atau lebih dikenal dengan historiografi.

H. Sistematika Penulisan

Untuk dapat memberikan gambaran utuh mengenai penelitian yang dilakukan, sistematika penulisan ini direncanakan sebagai berikut.

Bab I merupakan pengantar yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Bab ini mengulas kemunculan dan perkembangan seni lukis kaligrafi Arab di Indonesia, meliputi: paparan mengenai

(39)

awal masuknya kaligrafi Arab di Indonesia, perbedaan antara kaligrafi Arab murni dengan lukisan kaligrafi Arab, dan perkembangan seni lukis kaligrafi Arab kontemporer di Indonesia.

Bab III Pelukis Hendra Buana dalam dimensi historis, yang berisi penjelasan tentang latar-belakang kehidupan Hendra Buana dari lahir sampai sekarang, mulai dari latar-belakang keluarga dan latar-belakang pendidikan, dengan rincian:

1. Perjalanan hidup Hendra Buana a. Latar belakang keluarga b. Latar belakang pendidikan c. Latar belakang sosial kultural

2. Faktor yang berpengaruh dalam perjalanan hidup Hendra Buana sebagai pelukis kaligrafi Arab, mencakup faktor internal dan eksternal.

3. Kehidupan Hendra Buana di Yogyakarta

Bab IV Proses berkesenian Pelukis Hendra Buana, membahas mengenai proses kreatif dan karya seni pelukis Hendra Buana, karya Hendra Buana, serta analisis estetika seni lukis kaligrafi Arab yang menjadi pilihan dalam ekspresi estetik.

Bab V berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran. Bab ini merupakan temuan hasil penelitian sesuai dengan permasalahan.

Referensi

Dokumen terkait