Hubungan Pemberian ASI dan Tingkat Pendidikan Ibu
dengan Status Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan
Aulia Nur Rokhmah1, Burhanuddin Ichsan2, Tri Agustina3, Muhammad Shoim Dasuki4*. 1,2,3,4Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
*Email: ms225@ums.ac.id Abstrak Keywords: Exclusive breastfeeding; Mother's Education; Nutritional Status First 1000 Days of Life
Periode 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode yang sangat penting untuk peningkatan nutrisi serta pertumbuhan dan perkembangan anak. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen 2018 menyebutkan bahwa balita dengan gizi buruk sebesar 8%, balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebesar 33,05%, dan ibu balita dengan gizi buruk sebagian besar berpendidikan SD sebanyak 60%, SMP sebanyak 20% serta SMA sebanyak 20%. Untuk menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu dengan status gizi balita pada 1000 hari pertama kehidupan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pengambilan sampel dengan Teknik purposive sampling sebanyak 117 sampel di Puskesmas Petanahan. Pada analisis bivariat uji Chi Square didapatkan pada variabel ASI menunjukkan nilai p = 0,000 dengan OR = 21,991 dan pendidikan ibu menunjukkan nilai p = 0,000 dengan OR = 6,279. Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan pendidikan ibu dengan status gizi balita pada 1000 hari pertama kehidupan.
Abstract
The period of the first 1000 days of life is a very important period for the improvement of nutrition and growth and development of children. The 2018 Kebumen District Health Profile states that 8% of toddlers with malnutrition, 33.05% of toddlers who do not get exclusive breastfeeding, and mothers of toddlers with malnutrition are mostly 60% primary school education, 20% junior high school and 20% high school education. . To analyze the relationship between exclusive breastfeeding and mother's education with the nutritional status of children under five in the first 1000 days of life. This research is an analytic observational study with a case control design. The instrument used in this study is secondary data by taking samples using purposive sampling technique as many as 117 samples at the Petanahan Health Center. In the bivariate analysis of Chi Square test, it was found that the ASI variable showed p value = 0.000 with OR = 21.991 and mother's education showed p = 0.000 with OR = 6.279. There is a relationship between exclusive breastfeeding and mother's education with the nutritional status of toddlers in the first 1000 days of life.
PENDAHULUAN
Periode 1000 Hari Pertama
Kehidupan merupakan periode emas untuk pertumbuhan dan perkembangan. Periode ini menjadi periode yang tepat untuk peningkatan nutrisi dan memperhatikan tumbuh kembang anak sehingga akan memiliki dampak yang besar pada populasi dengan gizi buruk [1]. Berbagai penelitian membuktikan bahwa lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi buruk. Risiko anak yang meninggal akibat gizi buruk 13 kali lebih lebih besar dibandingkan anak dengan gizi baik. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang buruk [2].
Berdasarkan data riset kesehatan dasar
(Riskesdas) 2018, secara nasional
prevalensi balita gizi buruk sebesar 3,8% dan gizi kurang sebesar 13,8%. Prevalensi balita stunting di Indonesia sebanyak 19,3%, wasting 6,7%, dan overweight 8% per 1000 kelahiran hidup [3]. Sedangkan
berdasarkan data Profil Kesehatan
Kabupaten Kebumen tahun 2018
menyebutkan bahwa prevalensi balita yang mengalami gizi buruk sebesar 8% [4].
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen pada tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebesar 33,05% [4].
Pemberian ASI eksklusif sendiri
dikaitkan dengan penurunan risiko
obesitas, diabetes, serta tekanan darah [5]. Dibandingkan dengan memberikan susu formula pada bayi, pemberian ASI dapat mengurangi pola pemberian makan ibu yang kurang terkontrol dan lebih responsif terhadap isyarat kenyang maupun lapar pada bayi, sehingga memungkinkan bayi mengatur sendiri asupan nutrisi yang lebih besar [5].
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, menerangkan bahwa ibu balita gizi buruk sebagian besar berpendidikan SD sebanyak 60%, 20% berpendidikan SMP, dan berpendidikan SMA sebanyak 20% [6].
Seorang ibu memiliki peran penting dalam kesehatan dan tumbuh kembang anak [7]. Hal ini dapat ditunjukkan oleh
kenyataan antara lain anak-anak dari ibu yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik dan mudah menerima wawasan lebih luas mengenai gizi [7]. Peran orang tua sangat berpengaruh terutama seorang ibu, karena seorang ibu berperan dalam pengelolaan rumah tangga termasuk menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi [7]. Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanan tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan [7].
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian mengenai status gizi bayi, dimana lokasi penelitiannya bertempat di posyandu wilayah kerja
Puskesmas Petanahan Kabupaten
Kebumen yang merupakan salah satu daerah dengan prevalensi balita gizi buruk maupun gizi kurang yang cukup tinggi.
1. METODE
Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Ethical clearance diperoleh
dari KEPK UMS dengan nomor:
3303/B.1/KEPK-FKUMS/I/2021. Lokasi
penelitian di wilayah Kebumen. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control. Metode penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan tingkat pendidikan terakhir ibu dengan status gizi pada 1000 hari pertama kehidupan.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah status gizi bayi yang dilakukan dengan mengukur berat badan bayi berdasarkan usia (BB/U) bayi kemudian dikonversikan ke dalam standar baku WHO yang disajikan dalam Z-score. Hasil ukurnya yaitu gizi buruk (< -3,0 SD), gizi kurang 3,0 SD s/d < -2,0 SD), gizi baik (-2,0 SD s/d (-2,0 SD), dan gizi lebih (> (-2,0 SD). Variabel terikat pada penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif dan tingkat pendidikan ibu. Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lainnya dan makanan pendamping ASi
(MP-ASI). Data didapatkan dengan
menggunakan buku KIA. Tingkat pendidikan ibu dinilai dengan tingkat
pendidikan formal terakhir yang
ditamatkan ibu. Data didapatkan dengan menggunakan biodata ibu yang terdapat pada buku KIA. Hasil ukurnya yaitu rendah jika pendidikan formal terakhir SD - SMP, tinggi jika pendidikan formal terakhir SMA – Perguruan Tinggi.
Data diambil menggunakan data sekunder di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Petanahan, Kabupaten
Kebumen. Waktu pelaksanaannya adalah bulan Desember 2020.
Subjek penelitian ini adalah balita dengan usia 0-24 bulan yang terdata di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Petanahan sebanyak 117 responden.
Kriteria restriksi pada penelitian ini mencakup kriteria inklusi yang terdiri dari responden balita yang terdata di Posyandu
wilayah kerja Puskesmas Petanahan;
responden ibu dari balita yang terdata di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Petanahan; responden ibu yang memiliki data berupa riwayat pendidikan terakhir ibu; responden balita yang berusia 0-24 bulan; responden balita yang mendapatkan ASI. Kriteria inklusi terdiri dari responden balita yang berusia lebih dari 24 bulan; responden balita yang tidak mendapatkan ASI; responden ibu yang tidak memiliki data berupa riwayat pendidikan terakhir.
Responden pada penelitian ini dipilih
dengan Teknik purposive sampling.
Pengambilan data dianalisis menggunakan
perangkat lunak komputer. Analisis
bivariat menggunakan Chi Square dengan
derajat kemaknaan p<0,05. Analisis
multivariat menggunakan regresi logistik.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan interpretasi hasil penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Karakteristik responden
Variabel Jumlah Presentase
(%) ASI Eksklusif 81 69,2 Tidak eksklusif 36 30,8 Pendidikan Tinggi 64 54,7 Rendah 53 45,3 Gizi Baik 94 80,3 Buruk 23 19,7
Data dari tabel 1 menunjukkan jumlah
responden dalam penelitian adalah
sebanyak 117 responden. Mayoritas balita yang mendapat ASI eksklusif sebanyak 81
(69,2%), ibu balita dengan riwayat
pendidikan tinggi sebanyak 64 (54,7%), dan balita yang mendapatkan gizi baik sebanyak 94 (80,3%).
Tabel 2. Hasil analisis bivariat ASI eksklusif dan status gizi
Tabel 3. Hasil analisis bivariat tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
Tabel 4. Hasil analisis multivariat
2.1. Hubungan ASI eksklusif dengan status gizi
Pada tabel 2 menunjukkan data
bahwa dari 81 balita yang mendapat
ASI eksklusif terdapat 77 balita yang
mendapat gizi baik (65,8%) dan
terdapat 4 balita yang mendapat gizi
buruk (3,4%). Dari 36 responden
yang tidak mendapat ASI eksklusif
terdapat 17 balita yang mendapat gizi
baik (14,5%) dan terdapat balita yang
nendapat gizi buruk (16,2%).
Hasil analisis bivariat dengan
menggunakan Chi Square didapatkan
nilai p = 0,000 (p<0,05) dan nilai OR
sebesar 21,515 yang berarti bahwa H1
terhadap
penelitian
ini
diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara ASI dan status gizi.
ASI eksklusif merupakan ASI
yang diberikan kepada bayi selama
enam bulan penuh tanpa adanya
makanan atau minuman tambahan
maupun pengganti
[8]. Pemberian ASI tidak eksklusif merupakan salah satu penyebab terjadinya status gizi kurang maupun berlebih pada balita. Hal ini disebabkan karena penggantian ASI dengan susu formula yang jumlah dantakarannya tidak sesuai dengan
kebutuhan balita [9]. Komposisi ASI yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bayi selama enam bulan pertama kehidupannya menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi [10]. Selain dapat menurunkan risiko malnutrisi maupun obesitas pada balita, pemberian ASI juga dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi penyakit akut pada balita seperti diare, pneumonia, meningitis, dan infeksi saluran kemih. Bayi yang tidak mendapatkan ASI akan rentan terkena infeksi dan terjadinya
infeksi yang berulang dapat
menyebabkan terjadinya gizi buruk pada balita [8]. Dibandingkan dengan susu formula, ASI memiliki tingkat protein yang lebih rendah dan fraksi whey-kasein yang tinggi yaitu sebesar 90% selama
awal kehidupan. Fraksi whey yang tinggi ini sangat bermanfaat untuk mendukung aktivitas antimikroba [11].
Selama bulan awal kehidupan,
komposis ASI berubah setiap harinya.
Dimulai dari kolostrum, kemudian
dari ASI transisi menjadi ASI yang
matur dan dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi
bayi
baru
lahir,
serta
mengoptimalkan
fungsi
sistem
pencernaan dan sistem pertahanan
tubuh bayi. Kolostrum memiliki
kandungan protein dan vitamin yang
larut dalam lemak seperti vitamin A
yang sangat tinggi serta terdapat
faktor pertumbuhan dan komponen
imunologi. Karena pentingnya dalam
pencegahan
penyakit,
kolostrum
sering dianggap sebagai imunisasi
pertama pada bayi
[12].Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh
Suharmanto yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi pada balita dengan nilai p = 0,000 [10].
Jonna F. Yocom dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi pada balita dengan nilai p = 0,004 [13]
2.2. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi
Pada tabel 3 menunjukkan data
bahwa dari 64 ibu yang memiliki
pendidikan tinggi terdapat 59 balita
yang mendapat gizi baik (50,4%) dan
terdapat 5 balita yang mnedapat gizi
buruk (4,3%). Dari 53 ibu yang
memiliki pendidikan rendah terdapat
35 anak yang mendapat gizi baik
(29,2%) dan terdapat 18 anak yang
mendapat gizi buruk (15,4%).
Hasil analisis bivariat dengan
menggunakan Chi Square didapatkan
nilai p = 0,000 (p<0,05) dan nilai OR
sebesar 6,069 yang berarti bahwa H1
terhadap
penelitian
ini
diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu dan status gizi.
Peran orang tua terutama ibu
sangatlah penting dalam tumbuh
kembang anak. Tumbuh kembang
anak sendiri dipengaruhi oleh pola
asuh yang diberikan oleh orang tua.
Pendidikan orang tua terutama ibu
mempengaruhi
pola
asuh
yang
diberikan,
karena
seorang
ibu
berperan penting dalam pengelolaan
rumah tangga dan jenis makanan
yang dikonsumsi. Pendidikan yang
pernah ditempuh seseorang juga akan
mempengaruhi
pola
pikir
dan
pemahamannya akan suatu hal
[7].Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh
Suharmanto yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dan status gizi dengan nilai p = 0,000 [10].
Jannah et al dalam penelitiannya
juga menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dan status gizi dengan nilai p = 0,001 [7]. Namun, pada penelitian Nilakesuma et al disebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dan status gizi [14].
2.3. Hubungan pemberian ASI dan pendidikan ibu dengan status gizi
Pada tabel 4 menunjukkan data
hasil uji regresi logistik pada variabel
ASI didapatkan nilai p = 0,004
(p<0,05),
yang
artinya
terdapat
hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI dan status gizi serta
nilai OR
sebesar 21,991 yang
menunjukkan bahwa balita dengan
ASI tidak eksklusif akan berisiko
21,991 kali lipat mendapatkan gizi
buruk.
Hasil
ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Andriani yang didapatkan nilai OR
sebesar 7,034 yang menunjukkan
bahwa balita yang tidak mendapatkan
ASI eksklusif lebih berisiko 7,034
kali lipat mengalami gizi buruk
[9].Hasil uji regresi logistik variabel pendidikan ibu didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05), yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dan status gizi serta nilai OR sebesar 6,279 yang menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan rendah akan berisiko 6,279 kali lipat balitanya mengalami gizi buruk.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmaliza et al yang menyebutkan bahwa ibu yang berpendidikan rendah akan berisiko 3 kali lipat mempunyai balita dengan gizi yang kurang atau buruk dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi [15].
3. KESIMPULAN
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi balita. Terdapat juga hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dan status gizi balita. Pemberian ASI eksklusif memiliki kekuatan hubungan yang lebih besar terhadap gizi dibandingkan dengan pendidikan ibu.
REFERENSI
[1] Ramadhani, FD. Analisis Faktor Resiko Stunting Pada 1000 Hari Pertama
Kehidupan di Puskesmas Seberang
Padang Kota Padang. Program
Pascasarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas; 2019.
[2] Jatuningsih Y. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6 Sampai 12 Bulan di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten
Sragen. Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret; 2010.
[3] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Laporan Nasional. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta; 2018.
[4] Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen; 2018.
[5] Pietrobelli Angelo et al. Nutrition in The First 1000 Days: Ten Practices to
Minimize Obesity Emerging from
Published Science. International Journal of Environmental Research and Public Health; 2017.
[6] Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen; 2013.
[7] Jannah M, Maesaroh S. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita di Posyandu Bangunsari Semin Gunung Kidul; 2014.
[8] Kemenkes RI. InfoDATIN. Menyusui Sebagai Dasar Kehidupan. 2018.
[9] Andriani Rully et al. Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Status Gizi Kurang pada Balita Umur 1-5 Tahun. Jurnal Wiyata; 2015; Vol 2 No 1.
[10] Suharmanto. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita. Jurnal Kesehatan UNILA; 2020; Vol 4 No 2.
[11] Biesalski Hans K. Nutrition Meets The Microbiome: Micronutrients and The Microbiota. Annals of The New York Academy of Sciences; 2016: 53-64. [12] Scherbaum Veronica et al. The Role of
Breastfeeding in the Prevention of Childhood Malnutrition. World Rev Nutr Diet, Basel, Karger; 2016; Vol 115 p. 82-97.
[13] Yocom Jonna et al. Hubungan Antara Riwayat Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Ratahan Kabupaten Minahasa
Tenggara. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi; 2018.
[14] Nilakesuma et al. Hubungan Status Gizi Bayi dengan Pemberian ASI Eksklusif, Tingkat Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Pasir. Jurnal
Kesehatan Andalas; 2015.
[15] Nurmaliza et al. Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Terhadap Status Gizi Balita. Jurnal Kesehatan Asclepius; 2019; Vol 2 No 1.