• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis maupun biologis untuk diberikan bayi di awal kehidupannya (Almatsier, 2004). Keuntungan ASI diantaranya ialah lebih bergizi, bersih, memberi kekebalan bayi terhadap penyakit-penyakit umum dan mengurangi resiko kanker payudara dan ovarium bagi ibu. Pemberian ASI langsung setelah bayi dilahirkan (60 menit pertama) dan dilanjutkan setiap bayi lapar, kemungkinan bayi menerima antibodi dalam ASI, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi (Roesli, 2002).

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI (2010) bahwa pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Persentase bayi menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Oleh karena kesadaran masyarakat dalam peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Hal ini sering ditemukan pada ibu bekerja, sering mengabaikan pemberian ASI dengan alasan kesibukan kerja. Padahal tidak ada yang bisa menandingi kualitas ASI, bahkan susu formula sekalipun.

Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia fluktuasi selama 3 tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif bayi sampai 6 bulan tahun 2007 sebesar 28,6% menurun menjadi 24,3% tahun 2008, dan meningkat menjadi 34,3% tahun 2009 (Depkes RI, 2009).

Pemberian ASI eksklusif yang masih jauh dari target (80%) tersebut akan berpengaruh pada lamanya amenorrhea selama laktasi sehingga kembalinya ovulasi pasca melahirkan semakin cepat (Kapp et al., 2010b). Permasalahan ini semakin bertambah berat karena penggunaan kontrasepsi pasca melahirkan masih relatif rendah akibat kesadaran dan pilihan teknologi kontrasepsi pasca melahirkan belum disosialisasikan dengan baik. Setiap tahun lebih dari 4 juta wanita melahirkan anak, akan tetapi hanya 14% pengguna kontrasepsi dalam kurun waktu 6 bulan pasca melahirkan (Faculty of Sexual and Reproductive

(2)

Healthcare Clinical Effectiveness Unit, 2009a) Ibu melahirkan yang memberikan ASI secara eksklusif tidak lebih dari 40% sehingga metode amenore laktase tidak dapat lagi diandalkan sebagai cara kontrasepsi alamiah yang relatif murah dan aman (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2010). Ibu yang masih menyusui mengalami ovulasi tanpa ada perlindungan dari kontrasepsi modern.

Sekitar 50% wanita kembali beraktivitas seksual pada 6 minggu pasca melahirkan dan bervariasi antar suku bangsa. Terdapat 3 fakta yang terjadi, yaitu: 1) wanita menyusui tidak dapat segera berovulasi paling awal 25 hari setelah melahirkan; 2) dua pertiga wanita pasca melahirkan, ovulasi tampak sudah terjadi sebelum perdarahan vaginal pertama kembali; dan 3) laktasi salah satu cara kontrasepsi wanita sedang menyusui, namun hanya efektif jika wanita tersebut menyusui bayinya secara penuh dan belum mendapatkan menstruasi kembali. Dengan demikian tindakan penggunaan kontrasepsi 6 minggu setelah melahirkan memiliki landasan yang cukup kuat, terutama bagi wanita yang tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif dan belum mengalami menstruasi kembali (Kapp

et al., 2010b, Dunson et al., 1993).

Idealnya, selama menyusui wanita menggunakan pil kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron saja (progestogen only pill atau POP). Pil KB yang mengandung hormon progestin saja dengan dosis rendah (“minipill”) tidak mempunyai dampak pada kualitas maupun kuantitas ASI sehingga menjadi pilihan tepat bagi wanita sedang menyusui (Kapp et al., 2010b). Beberapa penelitian menemukan bahwa Pil KB yang mengandung estrogen menimbulkan dampak kurang baik terhadap proses menyusui sehingga akan mengganggu pertumbuhan bayi. Disamping itu tercemarnya ASI dengan estrogen diduga akan meningkatkan risiko kanker vagina bagi bayinya, meskipun belum didukung bukti-bukti kuat (Kapp et al., 2010a).

Pemakaian kontrasepsi setelah melahirkan di Indonesia masih dianggap belum optimal, padahal kontrasepsi postpartum meningkatkan kesehatan ibu dan bayi dengan memperpanjang jarak kelahiran (BKKBN, 2005). Kehamilan dengan interval ≤ 24 bulan lebih sering dilaporkan sebagai kehamilan tidak diinginkan

(3)

sehingga pencegahan kehamilan tidak diinginkan ini dapat mengurangi stres fisik dan psikososial pada ibu. Selain itu, memperpanjang interval kehamilan memberikan kesempatan bagi bayi untuk menyusu secara lengkap dan lebih lama, serta memberinya manfaat nutrisi ASI optimal. Berbagai bukti menunjukkan interval antar kelahiran selama 3 tahun akan menurunkan risiko kematian

neonatal, postneonatal, dan kematian anak (Agudelo et al., 2005,

Conde-Agudelo et al., 2007). Oleh karena itu, kontrasepsi postpartum yang efektif, tidak mengganggu kualitas ASI dan pertumbuhan bayi serta terjangkau masyarakat sangat diperlukan untuk pengembangan program secara nasional. Salah satunya dengan pengadaan kontrasepsi “minipills” (POP) generik yang dapat diproduksi di Indonesia dengan harga cukup terjangkau program.

Di Indonesia terdapat 4 jenis POP yang beredar di pasaran, yaitu: 1) Exluton® mengandung 0,5 mg lynestrenol per tablet; 2) Microlut®

mengandung 0,03 mg levonorgestrel per tablet; 3) Cerazette mengandung desogestrel 75 mcg per tablet; dan 4) Postinor mengandung levonorgestrel (LNG) 0,75 mg. Dari ke 4 jenis POP, hanya POP yang mengandung 0,5 mg lynestrenol dan 0,03 mg levonorgestrel per tablet yang tepat digunakan wanita menyusui di Indonesia. Dengan melihat latar belakang diatas maka peneliti akan mengkaji lebih mendalam pengaruh pil KB mengandung lynestrenol dan LNG yang digunakan selama menyusui terhadap pertumbuhan bayi periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diambil adalah: “Apakah ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) terhadap pertumbuhan bayi pada periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan)?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) terhadap pertumbuhan bayi pada periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan).

(4)

2. Tujuan Khusus

a. Membedakan pola pertumbuhan bayi periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan) antara penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) dan kontrasepsi non-hormonal pada ibu menyusui.

b. Menganalisis pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) terhadap pola pertumbuhan bayi periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan).

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Penulis

Sebagai wahana pembelajaran dalam menyusun, melaksanakan dan menulis hasil penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah.

2. Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) terhadap pertumbuhan bayi pada periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan).

3. Pelayanan kesehatan

Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam memantau dan mengevaluasi penggunaan kontrasepsi hormonal (pil) terhadap pertumbuhan bayi pada periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan).

4. Ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dan bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian telah dilaksanakan untuk mengkaji pertumbuhan bayi periode 6 bulan pertama (umur 0-6 bulan) pada ibu menyusui pengguna kontrasepsi hormonal (pil) dan non-hormonal yang dilaksanakan di luar Indonesia. Beberapa penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini adalah: 1. Tankeyoon et al. (1984) melakukan penelitian mengenai “Effects of

(5)

penelitiannya wanita pengguna kontrasepsi oral kombinasi mengalami penurunan volume ASI dalam waktu 6 minggu pertama dan tidak ada penurunan signifikan kelompok perlakuan lainnya. Setelah 18 minggu penggunaan kontrasepsi oral kombinasi mengalami penurunan volume ASI 41,9% dibandingkan progestin minipills 12,0% dan kontrol non-hormonal 6,1%. Tidak ada perbedaan signifikan pertumbuhan bayi antara kelompok perlakuan. Kesimpulannya 30 mikrogram estrogen mengandung kontrasepsi oral kombinasi mengganggu sekresi ASI dan tidak mempengaruhi pertunbuhan. Persamaan dengan penelitian ini pada tujuan dan subjek penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini pada desain, variabel dan lokasi penelitian.

2. McCann et al. (1989) melakukan penelitian tentang “The effects of a

progestin-only oral contraceptive (levonorgestrel 0.03 mg) on

breast-feeding”. Penelitian ini merupakan uji non-klinis acak membandingkan

pengalaman menyusui 250 wanita Argentina menggunakan levonorgestrel 0.03 mg harian dan 250 wanita menggunakan kontrasepsi non-hormonal. Hasil penelitiannya tidak ada perbedaan dalam pertumbuhan bayi, pola penghentian kontrasepsi, persepsi ibu akan kecukupan ASI. Persamaan dengan penelitian ini pada desain, tujuan, variabel dan subjek penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian.

3. Moggia et al. (1991) melakukan penelitian mengenai “A comparative study

of a progestin-only oral contraceptive versus non-hormonal methods in

lactating women in Buenos Aires, Argentina”. Tujuan penelitian ini untuk

menilai pola menyusui wanita pengguna kontrasepsi oral progestin dan metode kontrasepsi non-hormonal, dan mempelajari hubungan antara menyusui dan mekanisme kerja klinis POP. Waktu penelitian selama 6 bulan.

Follow up setiap bulan dan dilakukan pengukuran berat badan, panjang badan

dan lingkar kepala bayi. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pertumbuhan bayi. Pengguna kontrasepsi non-hormonal menunjukkan penurunan signifikan dalam produksi ASI bulan ke-5 dan 6.

(6)

Persamaan dengan penelitian ini pada tujuan, subjek dan variabel penelitian. Perbedaannya dengan penelitian ini pada desain dan lokasi penelitian.

4. Fraser (1991) melakukan penelitian berjudul “A review of the use of

progestogen-only minipills for contraception during lactation”. Penelitian

dilakukan di India. Hasil penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan antara wanita pengguna levonorgestrel dan kontrol dalam volume ASI, total nitrogen, non-protein nitrogen, dan laktosa. Tidak ada bukti mengenai efek samping progestin pada pertumbuhan fisik dan mental remaja, bahkan beberapa studi telah mencatat peningkatan berat badan bayi dari wanita pengguna kontrasepsi progestogen oral. Persamaan dengan penelitian ini pada subjek, tujuan dan variabel penelitian. Perbedaannya dengan penelitian ini pada desain dan lokasi penelitian.

5. Espey et al. (2012) melakukan penelitian tentang “Effect of progestin

compared with combined oral contraceptive pills on lactation: a randomized

controlled trial”. Metode penelitian ini adalah double-blind randomized trial.

Tujuan penelitian adalah memperkirakan efek pil progestin dibandingkan dengan pil kombinasi terhadap keberlangsungan menyusui pada wanita setelah melahirkan. Hal lain yang diteliti adalah pertumbuhan bayi, keberlangsungan penggunaan kontrasepsi, dan kepuasan menyusui dan kontrasepsi. Responden adalah wanita usia 15-45 tahun, 2 dan 8 minggu setelah melahirkan, menyusui dan ingin menggunakan pil kontrasepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata keberlangsungan menyusui pada minggu ke-8 dan parameter pertumbuhan bayi tidak berbeda antara kedua kelompok perlakuan. Kesimpulannya adalah bahwa penggunaan pil kombinasi maupun pil progestin pada minggu ke-2 setelah melahirkan tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap keberlangsungan menyusui. Persamaan dengan penelitian ini pada subjek dan tujuan penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel, desain dan lokasi penelitian.

(7)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kontrasepsi 1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara dan permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (BKKBN, 2005). Prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma). Terdapat 3 cara untuk mencapai tujuan ini, baik bekerja sendiri maupun bersamaan. Pertama adalah menekan keluarnya sel telur (ovulasi), kedua menahan masuknya sperma ke dalam saluran kelamin wanita sampai mencaapai ovum dan ketiga ialah menghadang nidasi.

2. Metode Modern

a. Kontrasepsi hormonal (pil)

Kontrasepsi hormonal (pil) adalah alat atau obat kontrasepsi bertujuan mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron. Kontrasepsi hormonal meliputi: pil oral kombinasi, mini pil, injeksi (suntikan), dan implant (alat kontrasepsi bawah kulit). Kontrasepsi hormonal (pil) salah satu metode kontrasepsi paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi.

1) Kontrasepsi progesteron

Kontrasepsi progesteron tersedia dalam sediaan pil, implant, suntik dan Intra Uterine Device (IUD). Kontrasepsi progesteron aman digunakan perempuan menyusui karena mereka tidak mengganggu produksi ASI tetapi meningkatkan produksinya. Disamping itu tidak memiliki efek pada pertumbuhan atau kesehatan bayi dan tidak meningkatkan risiko Venous Thrombo Emboli (VTE) (Glasier and Gebbie, 2000). Rekomendasi waktu memulai

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen Rencana Kerja (RENJA) Badan Ketahanan Pangan Kabuapaten Musi Rawas Tahun 2015 ini adalah merupakan konsekuensi pelaksanaan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 yang kami susun

Pada proses ini akan dibuat rangkaian citra resolusi rendah dari citra tunggal resolusi tinggi. Citra resolusi tinggi yang digunakan sebagai masukan pada proses

Pada teks terjemahan Alquran yang mengandung etika berbahasa kalimat transformasi rapatan alternatif tidak hanya teridentifikasi satu bentuk perapat, tetapi beberapa

Pengujian dilakukan pada query yang menggunakan 2 tabel dengan indeks pada tahapan akses tabel secara penuh menghasilkan data yang menunjukan bahwa model Scalar memiliki

pertanggungjawaban manajemen kepada pemegang saham (Rini, 2010) Penelitian ini bertujuan menguji dan membuktikan pengaruh ukuran perusahaan, umur listing perusahaan, kepemilikan

Akan tetapi, dalam hal ini tabungan haji dan pengelolaan dana yang dimaksudkan bukan hanya sekedar sebuah produk serta metode apa yang digunakan dalam

Menurut hipotesis managerial , para manajer yang memiliki tingkat kepemilikan kecil dalam perusahaan, menggunakan internal cash flow untuk capital expenditures dalam