• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI KADAR MOLASE DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1 DAN R2 PADA FERMENTOR AIR-LIFT 18 LITER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI KADAR MOLASE DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1 DAN R2 PADA FERMENTOR AIR-LIFT 18 LITER"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KADAR MOLASE

DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR

UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1

DAN R2 PADA FERMENTOR AIR-LIFT 18 LITER

Mutia Noviati

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Dengan Menyebut Nama Allah

Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

“ Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang

paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.” (QS Ali Imran (3): 139)

Orang yang memiliki Ilmu adalah mereka yang mengamalkannya

Skripsi ini Kupersembahkan untuk Kedua Orang tuaku tercinta

(3)

OPTIMASI KADAR MOLASE DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1 DAN R2

PADA FERMENTORAIR-LIFT 18 LITER

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: Mutia Noviati 103095029771

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2007 M/ 1428H

(4)

OPTIMASI KADAR MOLASE DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1 DAN R2

PADA FERMENTORAIR-LIFT 18 LITER

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh Mutia Noviati 103095029771

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Irawan Sugoro, M.Si Megga Ratnasari Pikoli, M.Si

NIP. 330 005 176 NIP. 150 321 587

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 150 375 182

(5)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Optimasi Kadar Molase dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar untuk Pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R2 pada Fermentor Air-Lift 18 Liter” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 29 Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Jakarta, Agustus 2007

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Dra Nani Radiastuti, M.Si Reno Fitri, M.Si NIP. 150 318 610

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 150 317 956 NIP. 150 375 182

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2007

Mutia Noviati 103095029771

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas karunia dan nikmatnya disetiap saat sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh keteladanan bagi kita semua.

Begitu banyak dukungan serta bantuan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Irawan Sugoro, M.Si selaku pembimbing I yang dengan tulus dan

ikhlas hati memberikan bimbingan dan bantuannya selama penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

2. Ibu Megga Ratnasari, M.Si selaku pembimbing II atas motivasi serta bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi beserta Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

4. Ibu Drh. Boky J. Tuasikal, MS. Vet selaku Kepala Laboratorium Kesehatan dan Reproduksi Ternak BATAN, Pasar Jumat beserta staff.

5. Dosen-dosen yang telah membantu dan membimbing penulis diantaranya Ibu Nani, Ibu Reno, serta dosen lainnya.

(8)

6. Kedua orang tua dan kakak dari penulis atas bantuan, dukungan, perhatian dan pengertiannya selama berlangsungnya penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

7. Rekan-rekan di lokasi penelitian, Fuji, Bahri, Danil, Feri, Fatimah dan Dwi yang telah membantu dan menemani penulis selama berada di tempat penelitian.

8. Fikrul Gifar, S.Si suami tersayang yang selalu pengertian dan setia mendampingi penulis.

9. Teman-teman Biologi angkatan 2003 yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

Jakarta, Agustus 2007

(9)

ABSTRAK

Mutia Noviati. 2007. OPTIMASI KADAR MOLASE DALAM MEDIUM EKSTRAK UBI JALAR UNTUK PERTUMBUHAN ISOLAT KHAMIR R1 DAN R2 PADA FERMENTOR AIR-LIFT 18 LITER. Program Studi biologi FST. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar penambahan molase yang terbaik (0 %, 0,5 % atau 1 %) untuk produksi biomassa maksimum isolat khamir R1 maupun R2 dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter. Tahapan penelitian adalah persiapan kultur inokulum secara bertingkat, kemudian dilakukan inokulasi 1000 ml kultur khamir ke dalam fermentor air-lift skala 18 liter yang berisi ekstrak ubi jalar dengan penambahan kadar molase bervariasi. Proses fermentasi berlangsung selama 8 hari. Parameter yang diukur adalah berat kering biomassa khamir, pH, kadar glukosa, dan protein medium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi biomassa maksimum isolat khamir R2 paling tinggi tercapai dalam medium molase 1 % (1,29 g/l) yang berbeda nyata dengan medium tanpa molase (0,95 g/l) dan molase 0,5 % (0,95 g/l), sedangkan isolat khamir R1 tidak berbeda nyata di antara medium tanpa molase (0,625 g/l), molase 0,5 % (0,7875 g/l) dan molase 1 % (0,79 g/l). Produksi biomassa isolat khamir R1 dalam semua medium perlakuan dan R2 dalam medium molase 1 % memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kadar glukosa medium, yang menunjukkan efisiensi penggunaan glukosa medium tersebut. Pada semua medium perlakuan, produksi biomassa isolat khamir R1 memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kadar protein medium, sedangkan produksi biomassa isolat khamir R2 memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kadar protein medium. Dengan demikian produksi biomassa isolat khamir R1 dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter tidak memerlukan penambahan molase, sedangkan untuk R2 perlu ditambahkan molase 1%.

(10)

ABSTRACT

Mutia Noviati. 2007. OPTIMATION OF MOLASSES CONCENTRATION IN SWEET POTATO EXTRACTS MEDIUM FOR YEAST ISOLATE R1 AND R2 BIOMASS GROWTH IN 18 LITER AIR-LIFT FERMENTOR. Biology, FST. State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta.

The aim of this research was to find out the optimum concentration of molasses (wheter 0 %, 0,5 % or 1 %) for maximum yeast isolate R1 and R2 biomass production in sweet potato extracts medium in 18 liter air-lift fermentor. The steps of this research were some preparation of inoculum culture in sequence, then inoculating of 1000 ml yeast culture into 18 liter air-lift fermentor containing sweet potato extract media added with variable concentration of molasses. Each fermentation process was done in 8 days. The observed parameters were dry weight of yeast biomass, pH of medium, the rest of glucose and protein content in medium. The results showed that the maximum biomass production of yeast isolate R2 was reached in medium added with 1 % molasses (1,29 g/l) which have significant differences between media with without molasses (0,95 g/l) and with molasses 0,5 % (0,95 g/l), whereas R1 biomass production showed no significant differences between media without molasses (0,625 g/l), with molasses 0,5 % (0,7875 g/l), and with molasses 1 % (0,79 g/l). Biomass production of R1 in all treatment media and R2 in medium added with 1 % molasses have opposite relationships with glucose medium content, which shows efficient use of glucose in those media. In all treatment media, biomass production of R1 have opposite relationships with protein medium content, whereas biomass production of R2 have straight relationships with protein medium content. In conclusion, biomass production of R1 in sweet potato extract media in 18 liter air-lift fermentor doesn’t need molasses addition, whereas R2 needs to be added with 1% molasses in the medium.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……… i

DAFTAR GAMBAR………... iii

DAFTAR TABEL……… iv DAFTAR LAMPIRAN……….... v BAB I. PENDAHULUAN……… 1 1.1. Latar Belakang………. 1 1.2. Perumusan Masalah ……… 3 1.3. Hipotesis... 3

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Pertumbuhan Mikroba...5

2.1.1. Kurva Pertumbuhan Mikroba... 5

2.2. Khamir... 8

2.2.1. Morfologi Khamir... 8

2.2.2. Kondisi Pertumbuhan Khamir... 10

2.2.3. Metabolisme khamir... 11

2.2.4. Isolat khamir R1 dan R2... 12

2.3. Probiotik... 12

2.4. Molase... 13

2.5. Ubi Jalar (Ipomoea batatas)... 14

2.6. Fermentasi Kultur Terendam... 15

2.7. Fermentor Tipe Air-Lift... 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 17

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 17

3.2. Alat dan Bahan………. 17

3.3. Cara Kerja……… 18

3.3.1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Agar (PDA)... 18

3.3.2. Pembuatan Medium Ekstrak Ubi Jalar... 18

3.3.3. Persiapan Kultur Inokulum... 19

3.3.4. Optimasi Penambahan Kadar Molase pada fermentor Air-Lift 18 L... 20

3.3.5. Pengukuran Kadar Glukosa dalam Medium... 21

3.3.6. Pengukuran Kadar Protein dalam Medium... 23

3.3.7. Pengukuran Biomassa Khamir... 24

(12)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1. Pertumbuhan Biomassa Isolat Khamir R1 dan R2……… 26

4.2. Hubungan antara Produksi Biomassa Khamir dengan Kadar Glukosa Medium...………32

4.3. Hubungan antara Produksi Biomassa Khamir dengan Kadar Protein Medium...………..37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..42

5.1. Kesimpulan……… 42

5.2. Saran……….. 43

DAFTAR PUSTAKA……….. 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Mikroba... 5

Gambar 4.1. Pola Pertumbuhan Biomassa Isolat khamir R1 dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar dengan Variasi Kadar Molase pada Fermentor Air-lift Skala 18 Liter... 26

Gambar 4.2. Pola Pertumbuhan Biomassa Isolat khamir R2 dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar dengan Variasi Kadar Molase pada Fermentor Air-lift Skala 18 Liter... 27

Gambar 4.3. Kurva Perubahan pH Medium Pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R2... 30

Gambar 4.4. Biomassa Isolat Khamir R1 dan Kadar Glukosa Medium... 33

Gambar 4.5. Biomassa Isolat Khamir R2 dan Kadar Glukosa Medium... 35

Gambar 4.6. Biomassa Isolat Khamir R1 dan Kadar Protein Medium... 38

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Nutrien Molases (Kusumawardhani,2003)... 14

Tabel 3.1. Perlakuan pada Fermentor Air-lift 18 Liter... 20

Tabel 3.2. Pembuatan Larutan Glukosa Standar... 24

Tabel 4.1. Produksi Biomassa Tertinggi Isolat Khamir R1 dan R2... 29

Tabel 4.2. Kisaran Perubahan pH Medium Pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R2... 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Berpikir...……… 47

Lampiran 2. Diagram Alur Percobaan………. 48

Lampiran 3. Foto Penelitian………. 49

Lampiran 4. Hasil Analisis Variansi untuk Produksi Biomassa Maksimum... 51

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian probiotik kepada ternak yang dilakukan secara teratur akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan produksi susu, meningkatkan berat badan ternak, mencegah diare, meningkatkan produksi bulu, dan meningkatkan penampilan ternak. Keuntungan ini dikarenakan terjadinya kesetimbangan populasi mikroflora rumen yang sangat penting untuk pemecahan dan pencernaan bahan pakan menjadi nutrisi yang berguna bagi ternak. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa produksi susu dapat meningkat hingga 5 pound (2,267 kg) atau lebih per ekor per hari bagi sapi perah dan peningkatan bobot badan 500 - 1000 gram per ekor per hari bagi sapi potong setelah pemberian probiotik khamir (Sugoro dan Pikoli, 2004b).

Suplemen probiotik dapat berupa bakteri dan jamur. Jamur, khususnya khamir, lebih sering digunakan karena mudah untuk diproduksi (Sugoro dan Pikoli, 2004b). Isolasi dalam rangka mencari isolat khamir yang terbaik sebagai bahan probiotik telah dilakukan dari sumber rumen kerbau. Isolat khamir R1 adalah isolat yang paling dominan di dalam cairan rumen, sehingga mampu tumbuh dengan baik secara in vitro dibandingkan dengan R2. Kedua isolat ini memiliki kemampuan sebagai probiotik dan telah teruji secara in vitro dan in vivo untuk ternak kerbau, kambing dan sapi perah (Sugoro, 2006).

Perbanyakan khamir secara in vitro membutuhkan medium yang cocok dan kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu penelitian

(17)

untuk perbanyakan khamir, terutama untuk produksi probiotik, perlu dilakukan (Sugoro dan Pikoli, 2004b). Penggunaan medium diusahakan semurah mungkin tanpa mengurangi kemampuan khamir sebagai probiotik ternak ruminansia. Bahan medium pertumbuhan khamir yang banyak digunakan adalah bahan berkarbohidrat tinggi, seperti ekstrak kentang atau bahan substitusi yang memiliki kemampuan sama seperti ekstrak ubi jalar dan ubi kayu (Sugoro dan Mellawati, 2005).

Medium ekstrak ubi jalar lebih baik untuk pertumbuhan khamir R1 dan R2 dibandingkan medium ekstrak ubi kayu berdasarkan kurva tumbuh khamir tersebut pada produksi 30 ml, 300 ml, 1000 ml, dan 2000 ml (Rahayu, 2006). Pada skala 18 liter, produksi biomassa sel khamir R1 dan R2 dengan menggunakan ekstrak ubi jalar lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan ubi kayu (Undari, 2007).

Semakin tinggi sumber karbon sederhana (glukosa) yang diberikan dalam medium diharapkan dapat meningkatkan produksi biomassa khamir. Penambahan sumber karbon dapat dilakukan dengan penambahan molase pada medium. Penambahan molase dalam medium pertumbuhan khamir telah dilakukan, misalnya yang dikombinasikan dalam medium ekstrak ubi kayu. Pada skala 30 ml, kurva pertumbuhan khamir R2 dalam medium ekstrak ubi kayu dengan penambahan molase 0,5 %, 1%, dan 0,5% menunjukkan adanya pengaruh molase terhadap pertumbuhan, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (Taurina, 2005).

Pengaruh penambahan molase dalam medium ekstrak ubi jalar sampai skala 18 L terhadap pertumbuhan khamir R1 dan R2 belum diketahui. Oleh karena

(18)

itu, pada penelitian ini molase divariasikan dalam kadar tertentu (0,5% dan 1%) untuk mengetahui kadar yang optimum untuk produksi khamir R1 dan R2 dalam fermentor air-lift skala 18 liter dengan melihat laju konsumsi karbon dan protein yang berperan penting untuk pertumbuhan khamir.

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa masalah yang telah dirumuskan adalah:

1. Berapakah kadar penambahan molase yang terbaik, apakah 0%, 0,5% atau 1%, untuk produksi biomassa maksimum khamir R1 maupun R2 dalam ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 L?

2. Bagaimana hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar glukosa medium dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter?

3. Bagaimana hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar protein medium dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter?

1.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Produksi biomassa maksimum isolat khamir R1 dan R2 masing-masing menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap kadar penambahan molase (0%, 0,5% dan 1%), sehingga menunjukkan kadar tertentu yang terbaik sebagai medium produksi.

(19)

2. Hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar glukosa medium adalah berbanding terbalik, yaitu pada produksi biomassa mengalami peningkatan, kadar glukosa medium mengalami penurunan, dan sebaliknya.

3. Hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar protein medium adalah berbanding terbalik, yaitu pada produksi biomassa mengalami peningkatan, kadar protein medium mengalami penurunan, dan sebaliknya.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kadar penambahan molase yang terbaik, antara 0%, 0,5% atau 1% untuk produksi biomassa maksimum khamir R1 maupun R2 dalam ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 L.

2. Mengetahui hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar glukosa dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter.

3. Mengetahui hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar protein dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift skala 18 liter.

Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi tentang produksi khamir probiotik bagi peneliti dan produsen probiotik ternak ruminansia agar dapat menghasilkan produk probiotiknya secara lebih efektif dan efisien.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiseluler, yang disebut pertumbuhan adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga menjadi lebih besar. Pada organisme uniseluler pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel, yang berarti juga pertambahan jumlah organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur mikroba (Fardiaz, 1992).

2.1.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba

Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan mikroba terdiri dari beberapa fase yaitu (Fardiaz, 1992): 1. Fase adaptasi

Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena

(21)

beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini tetap, tetapi kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dengan cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya.

Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Medium dan lingkungan pertumbuhan. Sel yang ditempatkan dalam medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak memerlukan fase adaptasi. Tetapi jika nutrien yang tersedia dan lingkungan yang baru sangat berbeda dengan yang sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme.

b. Jumlah inokulum. Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.

2. Fase pertumbuhan awal

Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.

3. Fase pertumbuhan logaritmik

Pada fase ini sel mikroba membelah dengan cepat dan konstan, di mana pertambahan jumlahnya mengikuti fase logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini sel membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan fase lainnya, selain itu sel paling sensitif terhadap keadaan lingkungan.

(22)

4. Fase pertumbuhan lambat

Pada fase ini pertumbuhan populasi mikroba diperlambat karena beberapa sebab, misalnya zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari yang mati.

5. Fase pertumbuhan tetap (statis)

Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan kimia.

6. Fase menuju kematian dan fase kematian

Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab, yaitu nutrien di dalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis mikroba.

(23)

2.2. Khamir

Fungi atau jamur terdiri dari kapang dan khamir. Kapang bersifat filamentous sedangkan khamir bersifat uniseluler (Pelczar, 1986).

Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan membentuk filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari ganggang karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari protozoa karena mempunyai dinding sel yang lebih tegar. Khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya yang lebih besar dan morfologinya yang berbeda (Fardiaz, 1992).

2.2.1. Morfologi Khamir

Khamir sangat beragam ukurannya, berkisar antara 1 sampai 5 mμ lebarnya dan panjangnya 5 sampai 30 mμ atau lebih. Biasanya berbentuk oval, tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang khas dalam hal ukuran dan bentuk sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya (Pelczar, 1986). Khamir yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces dan yang berbentuk oval misalnya Saccharomyces (Fardiaz, 1992).

Khamir tidak dilengkapi flagelum atau organ-organ penggerak lainnya (Pelczar, 1986).

(24)

Beberapa khamir ditutupi oleh komponen ekstraseluler yang berlendir dan disebut kapsul. Kapsul tersebut menutupi bagian luar dinding sel dan terutama terdiri dari polisakarida termasuk fosfomanan, suatu polimer yang menyerupai pati, dan heteropolisakarida yaitu polimer yang mengandung lebih dari satu macam unit glukosa seperti pentosa, heksosa, dan asam glukoronat (Fardiaz, 1992).

Dinding sel khamir yang paling banyak diteliti adalah dinding sel Saccharomyces. Dinding sel khamir terdiri dari komponen-komponen sebagai

berikut (Fardiaz, 1992):

a. Glukan khamir, disebut juga selulosa khamir. Komponen ini terdiri dari polimer glukosa dengan ikatan beta-1,3 dan beta-1,6 (selulosa mempunyai ikatan beta-1,4 dan beta-1,6). Glukan merupakan komponen terbesar dari dinding sel khamir, dan pada Saccharomyces cerevisiae meliputi 30-35% dari berat kering dinding sel.

d. Mannan, yaitu polisakarida yang terdiri dari unit D-mannosa dengan ikatan alfa-1,6, alfa-1,2 dan sedikit alfa-1,3. Pada Saccharomyces, polimer ini merupakan komponen terbanyak kedua setelah glukan, yaitu kira-kira 30% dari berat kering dinding sel.

c. Protein, merupakan komponen dinding sel khamir yang jumlahnya relatif konstan, yaitu 6-8 % dari berat kering dinding sel. Protein yang terdapat pada dinding sel termasuk juga enzim yang memecah substrat yang akan diserap, misalnya invertase dan hidrolase.

(25)

d. Khitin, yaitu suatu polimer linear dari N-asetilglukosamin dengan ikatan beta-1,4. Khitin yang terdapat pada dinding sel khamir meyerupai khitin yang terdapat pada skeleton luar serangga, tetapi derajat polimerisasinya lebih kecil sehingga lebih mudah larut. Jumlah khitin di dalam dinding sel khamir bervariasi tergantung dari jenis khamir, misalnya 1-2% pada Saccharomyces cerevisiae, dan lebih dari 2 % pada Nadsonia, Rhodotorula, Sporobolomyces,

dan khamir berfilamen yaitu Endomyces, sedangkan Schizosaccharomyces tidak mengandung khitin.

e. Lipid, terdapat dalam jumlah 8,5-13,5%, mungkin lebih rendah pada beberapa spesies.

2.2.2. Kondisi Pertumbuhan Khamir

Khamir adalah mikroorganisme fakultatif yang dapat tumbuh baik pada kondisi anaerob maupun aerob apabila terdapat sumber karbohidrat, nitrogen (organik atau anorganik), mineral, termasuk trace element, dan vitamin. Suhu optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 20ºC-25 ºC. Sebagian besar khamir dipengaruhi suplai oksigen, pH dan temperatur (Donald, 1996).

Pertumbuhan khamir juga dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen penyusun media pertumbuhan. Suplai karbon merupakan sumber yang paling berpengaruh pada pertumbuhan optimum. Penyusun medium harus mencakup semua unsur yang diperlukan untuk suplai energi (Hariyum, 1986). Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5. Batas aktivitas air terendah untuk pertumbuhan khamir berkisar antara

(26)

0,88-0,94. Banyak khamir bersifat osmofilik, yaitu dapat tumbuh pada medium dengan aktivitas air realtif rendah, yaitu 0,62-0,65 (Fardiaz, 1992).

2.2.3. Metabolisme khamir

Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu khamir yang bersifat fermentatif dan khamir yang bersifat oksidatif. Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut (Fardiaz, 1992):

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Glukosa Alkohol (etanol)

Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat, tetapi dengan adanya oksigen, S.

cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi

karbon dioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S. cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi

oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan melalui fermentasi (Fardiaz, 1992).

Nutrisi utama bagi organisme selain karbon dan oksigen adalah nitrogen. Sebagai salah satu makronutrisi penting, nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan sel dan memelihara kemampuan sel untuk membentuk enzim (Rehm dan Reed, 1981). Mikroorganisme ternyata dapat tumbuh pada laju maksimumnya walaupun konsentrasi nitrogen amat rendah (Griffin, 1981).

(27)

Umumnya khamir dapat menggunakan sumber nitrogen organik dan nonorganik. Nitrogen anorganik dapat disuplai dalam bentuk garam amonium, nitrit dan nitrat, sedangkan nitrogen organik dapat berupa asam amino, protein dan urea (Stanbury dan Whitaker, 1987).

2.2.4. Isolat Khamir R1 dan R2

Isolat khamir R1 dan R2 adalah khamir hasil isolasi dari sumber rumen kerbau. Kedua isolat ini termasuk jenis Saccharomyces cerevisiae. Isolat khamir R1 adalah isolat yang paling dominan di dalam cairan rumen, sehingga mampu tumbuh dengan baik secara in vitro dibandingkan dengan R2. Isolat khamir R1 lebih efisien memanfaatkan nutrisi, karena pertumbuhan populsi yang lebih banyak dan produksi gas yang lebih sedikit. Isolat khamir R2 memiliki jumlah populasi yang sedikit dibanding R1 yang menunjukkan efisiensi penggunaan substrat rendah karena memproduksi gas yang tinggi. Kedua isolat ini memiliki kemampuan sebagai probiotik dan telah teruji secara in vitro dan in vivo untuk ternak kerbau, kambing dan sapi perah (Sugoro, 2006).

2.3. Probiotik

Probiotik adalah suplemen pakan berupa mikroba hidup, yang memberi pengaruh menguntungkan bagi ternak inang dengan cara meningkatkan kesetimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan (Fuller, 1992). Suplemen probiotik dapat berupa bakteri dan jamur. Jamur, khususnya khamir, lebih sering digunakan karena mudah untuk diproduksi (Sugoro dan Pikoli, 2004b). Khamir merupakan sumber yang kaya akan enzim seperti laktase,

(28)

invertase dan katalase dan juga kaya akan sumber vitamin serta beberapa kofaktor yang tidak teridentifikasi yang berguna dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen (Alshaikh et al., 2002).

Secara in vitro, probiotik ditambahkan ke dalam pakan untuk mendegradasi serat menjadi senyawa sederhana sehingga mudah untuk dicerna secara in vivo. Probiotik diberikan langsung pada ternak sehingga meningkatkan fermentasi pakan dalam rumen dan mempengaruhi metabolisme ternak (Sugoro dan Pikoli, 2004a) . Probiotik ini kemudian dikenal dengan viable innoculant atau direct fed microbial. Probiotik dapat diberikan dalam bentuk bubuk (bubuk dalam kapsul), cair, pasta, dan tablet, melalui pakan dan air minum (Sugoro dan Pikoli, 2004b).

2.4. Molase

Molase adalah limbah dari pengolahan tebu yang berbentuk cairan kental, berwarna coklat tua kehitaman, berbau manis atau harum khas (Hatmono, 1997). Molase termasuk medium pertumbuhan kompleks yang kaya akan sukrosa (Walker, 1998). Gula yang umumnya dapat difermentasi oleh khamir adalah glukosa, galaktosa, maltosa, sukrosa, laktosa, trehalosa, melibiosa, dan raffinosa (Fardiaz, 1992).

(29)

Tabel 2.1. Kandungan Nutrien Molase (Kusumawardhani,2003).

Nutrien Prosentase (%)

Agar 15-24 Sukrosa 30-40 Gula tereduksi (invert) 15-32

Protein Kasar 2-4,6 K2O 3-6,5 Na2O 0,5-3 Ca 0,5-4,7 Mg 0,5-1,7 Cu 0-0,4 Zn 0,1-1,5 P2O 0,01-0,3

2.5. Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

Ubi jalar banyak mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan), dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa). Kandungan gizi ubi jalar segar dalam 100 g terdapat 76 kalori yang terdiri dari karbohidrat 17,6 g; protein 1,57 g; lemak 0,05 g; serat 3 g; kalsium 30 mg; zat besi 0,61 mg; magnesium 25 mg; seng 0,30 mg; selenium 0,6 mg; kalium 337 mg; Vitamin C 22,7 mg; dan juga terdapat Vit A, E, B-6 dan K dan tidak mengandung kolesterol (www.dinkesjatim.go.id).

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang baik, mengandung lebih dari 25 persen karbohidrat atau lebih dari 70 persen jika sudah dikeringkan/ditepungkan. Kandungan karbohidratnya hampir sama dengan beras (www.mail-archive.com).

Jamur mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya. Sekalipun demikian, mereka itu heterotrof. Berbeda dengan bakteri mereka tidak dapat menggunakan senyawa karbon anorganik, seperti misalnya karbondioksida. Karbon harus berasal dari sumber organik misalnya glukosa (Pelczar, 1986).

(30)

2.6. Fermentasi Kultur Terendam

Medium cair digunakan pada fermentasi permukaan dan fermentasi terendam. Fermentasi permukaan medium cair merupakan cara fermentasi yang sejak lama dipraktekkan untuk membuat produk fermentasi, misalnya produksi asam asetat secara tradisional. Fermentasi permukaan medium cair ini mulai ditinggalkan sejak fermentasi terendam terbukti lebih efisien, khususnya dalam memproduksi produk-produk fermentasi yang bernilai ekonomi tinggi dan menghendaki sterilitas tinggi (Rahman,1992). Medium fermentasi kultur terendam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstak ubi jalar.

2.7. Fermentor Tipe Air-Lift

Peningkatan skala fermentasi dilakukan dalam suatu fermentor/bioreaktor. Bioreaktor merupakan tempat transformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan (McNeil dan Harvey, 1990). Bioproses di dalam bioreaktor melibatkan udara sebagai sumber oksigen, cairan dalam bentuk substrat dan suspensi sel mikrobia (Stanburry dan Whitaker, 1987).

Bioreaktor yang digunakan dalam produksi biomassa sel adalah fermentor tipe “air-lift” (Ward, 1989). Fermentor air-lift tidak menggunakan sistem agitasi mekanik. Pengadukan terjadi karena adanya sirkulasi udara (McNeil dan Harvey, 1990).

Untuk mendukung proses sirkulasi udara, fermentor berukuran kecil dan besar dilengkapi dengan sparger yang berfungsi memasukkan udara ke dalam

(31)

medium. Sparger ini terletak di dasar fermentor. Ada 3 jenis sparger yaitu, sparger berpori, sparger berupa pipa-pipa berlubang dan sparger nozel (Rahman,1992). Sparger yang digunakan dalam penelitian ini adalah sparger berupa pipa-pipa berlubang. Fermentor biasanya beroperasi dengan laju aerasi 0,5-1,0 vvm (volume udara/ volume medium/ menit) (Rahman,1992). Gambar fermentor dapat dilihat dalam Lampiran 3C.

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2007 di Laboratorium Nutrisi, Reproduksi, dan Kesehatan Ternak, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN yang terletak di Jalan Cinere, Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet pasteur, mikropipet, pipet serologis, kamar hitung Neubauer, mikroskop, pisau, botol semprot, tips, kain kassa, aerator, timbangan analitik, gelas ukur, gelas beker, labu Erlenmeyer, ose, autoklaf, pH meter, lampu Bunsen, sentrifus, tabung sentrifus, tabung eppendorf, desikator, labu Kjeldahl, labu destilasi, biuret, hot plate, kelereng, spektrofotometer, oven 1050 C dan 800 C, shaker, vortex, laminar air flow, galon dan corong.

Bahan yang digunakan adalah medium Potato Dextrose Agar (PDA), medium Potato Dextrose Broth (PDB), ubi jalar, isolat khamir R1 dan R2, akuades, d-glukosa, agar, alkohol 70%, spirtus, asam laktat 10%, molase, asam cuka, Natrium karbonat anhidrat, Rochelle, Natrium bikarbonat, Natrium sulfat anhidrat, CuSO4.H2O, asam sulfat pekat, ammoniummoblidat, Na2H2SO4.7H2O, glukosa anhidrat, HCl 0,04 N, indikator PP (phenolpthalein), NaOH 40 %, NaOH 0,04 N, selenium, kuprisulfat pentahidrat dan kalium sulfat.

(33)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Agar (PDA)

Sebanyak 300 g kentang yang telah dicuci, dipotong-potong, direbus dalam 500 ml akuades selama 1 jam kemudian disaring dengan kain kassa 4 lapis. Filtrat yang diperoleh ditambah dengan akuades hingga mencapai volume 1 liter, kemudian ditambah 20 g dekstrosa sambil dipanaskan dan diaduk hingga larut. Medium PDB yang telah larut sempurna dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Medium PDB steril yang telah dingin ditambahkan 1 ml asam laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kemudian disimpan pada suhu kamar selama 1 hari (Bridson, 1998). Medium PDA dibuat dengan cara yang sama dengan PDB, tetapi diberi tambahan agar 1,5 % dan dimasukkan ke dalam sejumlah tabung reaksi sebelum sterilisasi. Medium PDA dibiarkan membeku dalam keadaan miring dan disimpan pada suhu kamar sebelum digunakan (Bridson, 1998).

3.3.2. Pembuatan Medium Ekstrak Ubi Jalar

Sebanyak 300 g ubi jalar yang telah dicuci, dipotong-dipotong berbentuk dadu, direbus selama 1 jam dalam 500 ml akuades kemudian disaring dengan kain kassa 4 lapis. Lalu filtrat rebusan yang diperoleh ditambahkan dengan akuades sampai mencapai volume 1 liter dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer. Ekstrak disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit

(34)

(Sugoro dan Mellawati, 2005). Ekstrak ubi jalar 18 L dibuat dari 5,4 kg ubi jalar dengan cara yang sama.

3.3.3. Persiapan Kultur Inokulum

Isolat khamir R1 dan R2 diperoleh dari koleksi Laboratorium Kelompok Kesehatan dan Reproduksi Ternak PATIR BATAN. Isolat khamir dalam medium PDA miring berumur 1 hari diinokulasi sebanyak tiga ose ke dalam 30 ml medium PDB kemudian diinkubasi selama satu hari sambil dikocok dengan shaker pada kecepatan 120 rpm. Kepadatan kultur berumur 24 jam dihitung dengan metode Neubauer untuk membuat inokulum ekstrak ubi jalar 30 ml berkepadatan 106 sel/ml.

Jumlah sel dihitung setelah dilakukan pengenceran 101-103, misalnya 0,1 ml inokulum atau suspensi sel ditambah dengan 0,9 ml akuades steril untuk pengenceran 101. Tiap pengenceran dihitung dengan kamar hitung Neubauer (haemacytometer). Jumlah sel dihitung pada tiga kamar, kemudian dirata-ratakan.

Cara yang sama dilakukan untuk membuat kultur inokulum ekstrak ubi jalar 300 ml dan 1000 ml. Inokulum untuk membuat kultur 300 ml berasal dari kultur 30 ml berumur 1 hari, sedangkan inokulum untuk membuat kultur 1000 ml berasal dari kultur 300 ml berumur 1 hari, yang masing-masing sebesar 10 % (v/v) dengan kepadatan 106 sel/ml. Inokulum 1 L inilah yang akan digunakan sebagai kultur inokulum untuk fermentasi pada fermentor air- lift skala 18L. Inokulum 1 L berumur 2 hari inilah yang akan digunakan sebagai kultur inokulum untuk fermentasi pada fermentor air- lift skala 18L. Inokulum 1 L untuk R1 dibuat sebanyak 6 kali untuk diinokulasi ke dalam 6 medium ekstrak ubi jalar 18 L yang

(35)

terdiri atas 3 perlakuan yang berbeda dengan 2 kali ulangan, begitu pula inokulum 1 L untuk R2.

3.3.4. Optimasi Penambahan Kadar Molase pada Fermentor Air-Lift 18 L

Kultur inokulum R1 atau R2 dari inokulum 1 L diinokulasi sebanyak 10 % v/v (106 sel/ml) ke dalam 2 medium perlakuan dan 1 medium tanpa perlakuan (kontrol) yang masing-masing bervolume 18 L dalam fermentor air-lift. Kedua medium perlakuan mengandung molase dengan kadar yang berbeda, sedangkan medium kontrol tidak mengandung molase atau hanya mengandung ekstrak ubi jalar.

Tabel 3.1. Perlakuan pada Fermentor air-lift 18 L

Perlakuan Penambahan kadar molase pada R1 Penambahan kadar molase pada R2

1 0 % 0 %

2 0,5 % 0,5 %

3 1 % 1 %

Proses inkubasi pada fermentor air-lift 18 liter berlangsung selama 8 hari pada suhu ruang dengan kecepatan aerasi sebesar 500 ml/menit. Selama proses fermentasi berlangsung, pengambilan sampel dilakukan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Sampel diambil dengan menggunakan pipet serologis sebanyak 15 ml. Sampel sebanyak 5 ml digunakan untuk pengukuran pH. Sampel sebanyak 10 ml disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm, peletnya digunakan untuk pengukuran berat kering biomassa, sedangkan supernatannya digunakan untuk pengukuran kadar glukosa dan kadar protein.

(36)

3.3.5. Pengukuran Kadar Glukosa dalam Medium

Pengukuran kadar glukosa dengan metode Somogyi-Nelson dilakukan dengan tahapan prosedur berikut ini.

1. Pembuatan reagen Nelson

Reagen Nelson A: Sebanyak 12,5 g Na karbonat anhidrat, 12,5 g Rochelle, 10 g Na bikarbonat dan 100 g Na sulfat anhidrat dilarutkan dalam 100 ml akuades selanjutnya diencerkan hingga 500 ml.

Reagen Nelson B: Sebanyak 7,5 g CuSO4.H2O dilarutkan dalam 50 ml akuades ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat.

Reagen Nelson dibuat dengan cara mencampurkan Reagen Nelson A dan Nelson B dengan perbandingan 25:1. Pencampuran dilakukan pada saat akan dipergunakan.

2. Pembuatan larutan Arsenomolibdat

Larutan I: Sebanyak 25 g ammoniumolibdat dilarutkan dalam 450 ml akuades, lalu ditambah 25 ml asam sulfat pekat.

Larutan II: Sebanyak 3 g Na2H2SO4.7H2O dilarutkan dalam 25 ml akuades. Larutan II dituangkan ke dalam larutan I dan disimpan dalam botol berwarna coklat, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. 3. Pembuatan glukosa standar

Sebanyak 100 mg glukosa anhidrat dilarutkan dalam 100 ml akuades, kemudian diakukan pengenceran seperti pada Tabel 3.2.

(37)

Tabel 3.2. Pembuatan Larutan Glukosa Standar

No Tabung 1 2 3 4 5 6 7

Larutan standar (ml) 0,00 0,01 0,05 0,10 0,25 0,50 1,00

Akuades (ml) 1,00 0,99 0,95 0,90 0,75 0,50 0,00

Kadar glukosa (mg/ml) 0,00 0,01 0,05 0,10 0,25 0,50 1,00

4. Penentuan kadar glukosa

Sebanyak 1 ml sampel atau larutan glukosa standar ditambah 1 ml reagen Nelson, kemudian dipanaskan pada penangas air 100°C selama 20 menit, setelah larutan didinginkan dalam gelas piala yang berisi air dingin sampai tabung mencapai suhu 25°C, ditambah 1 ml reagen arsenomolibdat, dan dikocok sampai endapan Cu2O yang ada larut kembali. Setelah semua larut, ditambahkan 7 ml akuades, dikocok sampai homogen dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Hasil pengukuran absorbansi larutan glukosa standar dibuat menjadi kurva standar glukosa. Kadar glukosa sampel ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansi sampel dalam persamaan yang diperoleh dari kurva standar glukosa.

Laju konsumsi glukosa dihitung berdasarkan perubahan kadar glukosa medium perharinya.

Keterangan: Kn = laju konsumsi glukosa pada hari ke-n (g/l/hari) Gn = kadar glukosa pada hari ke-n

t = waktu (hari)

Kn = (Gn-1) – (Gn) t

(38)

3.3.6. Pengukuran Kadar Protein dalam Medium

Pengukuran kadar protein dapat dilakukan secara tidak langsung melalui pengukuran kadar nitrogen total dengan Metode Kjeldahl (Meyers, 2000). Supernatan hasil produksi biomassa diambil secukupnya agar amoniak yang keluar akan ternetralisir oleh 10 ml 0,04 N asam klorida, lalu ditempatkan dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambah 1 gram campuran katalis (1 gr selenium, 1 gr kuprisulfat pentahidrat dan 20 gr kalium sulfat; semuanya digerus halus dan dicampur dengan baik). Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam labu tersebut, kemudian dipanaskan sampai bening. Campuran didiamkan sampai dingin, lalu dilarutkan dengan 10 ml akuades. Selanjutnya campuran ditempatkan dalam labu destilasi, ditambahkan 25 ml HCl 0,04 N, indikator PP (phenolphthalein) 3 tetes dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan destilasi. Hasil destilasi (destilat) dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah warna dari jernih menjadi merah muda.

Selanjutnya persentase kadar nitrogen dapat ditentukan melalui penghitungan berikut ini:

Keterangan: V1 = vol HCl 0,04 N yang dipakai dalam penentuan V1 = vol HCl 0,04 N yang dipakai dalam blangko W = berat sampel (mg)

Untuk memperoleh persentase kadar protein, nilai persen nitrogen dikalikan suatu faktor konversi 6,25, yaitu faktor konversi protein yang rata-rata

% N = 100 (V1-V2) x 0,5603 W

(39)

mengandung 16 % nitrogen (Meyers, 2000).

Keterangan: % P = Persentase kadar protein % N = Persentase kadar nitrogen

3.3.7. Pengukuran Biomassa Khamir

Tabung sentrifus dikeringkan pada suhu 80ºC selama 24 jam, didinginkan, dan ditimbang. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 48 jam. Tabung berisi pelet kering dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam kemudian ditimbang bobot akhirnya. Biomassa khamir dihitung berdasarkan selisih antara bobot awal dan bobot akhir tabung (Rahman, 1992).

3.4. Analisis Data

Untuk memilih kadar molase yang memberikan pertumbuhan optimum bagi khamir R1 dan R2 digunakan analisis variansi dengan program SPSS 11.5. Variabel yang dianalisis adalah kadar molase 0,5%, 1%, dan 0% (kontrol), dengan produksi biomassa sebagai parameter yang diuji. Jika hasilnya berbeda nyata atau sangat nyata pada taraf kepercayaan 95%, maka dilakukan uji Tukey untuk menentukan produksi biomassa maksimum di antara variabel yang dianalisis. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai probabilitas, yaitu jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima dan jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak (Santoso, 2003).

(40)

Untuk menganalisis hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dan R2 dengan kadar glukosa dan protein medium digunakan uji korelasi dengan bantuan program Microsoft Excel. Penentuan keeratan hubungan yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi mengikuti kriteria berikut ini ( Nugroho, 2005):

1. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti memiliki hubungan sangat lemah 2. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti memiliki hubungan lemah 3. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti memiliki hubungan kuat 4. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti memiliki hubungan sangat kuat

5. 0,91 sampai dengan 0,99 berarti memiliki hubungan sangat kuat sekali. 6. 1 berarti korelasi sempurna

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Biomassa Isolat Khamir R1 dan R2

Pola pertumbuhan biomassa isolat khamir R1 dan R2 memiliki pola yang hampir sama, yaitu tidak menunjukkan adanya fase adaptasi atau pertumbuhan khamir langsung masuk ke fase eksponensial (Gambar 4.1 dan 4.2). Hal ini terjadi karena isolat khamir, baik R1 maupun R2, ditumbuhkan dalam medium utama pertumbuhan yang sama (ekstrak ubi jalar) secara bertahap dari volume yang lebih kecil. Sel yang ditempatkan dalam medium dan lingkungan pertumbuhan yang sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak memerlukan fase adaptasi (Fardiaz, 1992).

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) B iom as sa ( g /l )

molase 0% molase 0,5% molase 1%

Gambar 4.1. Pola Pertumbuhan Biomassa Isolat khamir R1 dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar dengan Variasi Kadar Molase pada Fermentor Air-lift Skala 18 Liter

(42)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) B iom as sa ( g/ l)

molase 0% molase 0,5% molase 1%

Gambar 4.2. Pola Pertumbuhan Biomassa Isolat khamir R2 dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar dengan Variasi Kadar Molase pada Fermentor Air-lift Skala 18 Liter

Produksi biomassa kedua isolat langsung meningkat dengan cepat dalam medium perlakuan (molase 0,5% dan 1%). Pada hari pertama inkubasi isolat khamir R1 telah mencapai produksi biomassa maksimumnya dalam kedua medium perlakuan, sedangkan dalam medium kontrol (molase 0%) produksi biomassa maksimum baru dapat dicapai pada hari ke-2. Demikian pula pada isolat khamir R2, pada hari pertama telah mengalami peningkatan yang pesat dalam kedua medium perlakuan, meskipun belum mencapai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan molase mempercepat tercapainya fase eksponensial. Gula invert yang terkandung dalam molase, memungkinkan khamir untuk langsung menggunakan gula tersebut sebagai sumber karbonnya tanpa diperlukan proses pemecahan terlebih dahulu. Setelah mencapai fase eksponensial, seluruh perlakuan menunjukkan terjadinya penurunan produksi biomassa di hari

(43)

berikutnya. Kemudian pada hari selanjutnya terjadi kenaikan dan penurunan produksi biomassa yang polanya berbeda-beda pada masing-masing perlakuan.

Produksi biomassa isolat khamir R1 yang tinggi kembali terjadi pada hari ke-5 dalam medium dengan penambahan kadar molase 0,5%, bahkan nilainya lebih tinggi dibandingkan hari pertama. Fase ini disebut pertumbuhan diauksik. Fenomena ini dapat terjadi ketika khamir ditumbuhkan pada substrat yang mengandung dua sumber karbon yang digunakan secara bergantian (Walker, 1998).

Seperti halnya isolat khamir R1, produksi biomassa isolat khamir R2 telah mengalami kenaikan yang pesat sejak awal inkubasi dalam kedua medium perlakuan, sedangkan dalam medium kontrol kenaikan produksi biomassa tidak begitu nyata sampai hari ke-3. Meskipun kenaikan produksi biomassa dalam medium molase 0,5% telah terjadi sejak awal inkubasi, produksi biomassa tertinggi baru tercapai pada hari ke-4. Berbeda dengan perlakuan lainnya, pertumbuhan isolat khamir R2 dalam medium dengan penambahan kadar molase 1% langsung memasuki fase eksponensial yang sangat pesat dan mencapai biomassa maksimumnya pada hari ke-2. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh penambahan molase 1% dalam medium terhadap kemampuan isolat khamir R2 untuk mencapai produksi biomassa maksimumnya dengan lebih cepat. Kenaikan produksi biomassa kembali terjadi pada hari ke-7 dalam medium dengan penambahan kadar molase 1%, namun nilainya tidak lebih tinggi dibandingkan pada hari ke-2.

(44)

Selanjutnya produksi biomassa maksimum isolat khamir R1 dan R2 yang diamati dari pola pertumbuhan (Gambar 4.1 dan 4.2) dibandingkan untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik. Produksi biomassa maksimum ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Produksi Biomassa Maksimum Isolat Khamir R1 dan R2 Isolat khamir Kadar Molase Rata-rata Biomassa (g/l) tertinggi Waktu (hari) 0 % 0,6250 ± 0,0490 2 0,5 % 0,7875 ± 0,1090 1 R1 1 % 0,7900 ± 0,0630 1 0 % 0,9500 ± 0 4 0,5 % 0,9500 ± 0 4 R2 1 % 1,2900 ± 0,0700 2

Produksi biomassa maksimum isolat khamir R1 pada perlakuan penambahan molase tampak lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 4A). Hal ini berarti penambahan kadar molase sebanyak 0,5% maupun 1% ke dalam medium ekstrak ubi jalar skala 18 liter tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan isolat khamir R1.

Hasil uji statistik produksi biomassa maksimum isolat khamir R2 menunjukkan perbedaan yang nyata antara biomassa yang dihasilkan dalam medium yang ditambahkan molase 1%, baik dengan medium kontrol maupun dengan medium yang ditambahkan molase sebanyak 0,5% (Lampiran 4B dan 4C). Hal ini berarti penambahan kadar molase 1% ke dalam medium ekstrak ubi jalar skala 18 liter memberikan pengaruh yang signifikan berupa peningkatan produksi biomassa maksimum isolat khamir R2. Hal ini juga menunjukkan bahwa isolat khamir R2 menggunakan gula invert yang terkandung dalam molase secara efisien

(45)

4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) pH molase 0% molase 0,5% molase 1% 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5 5,1 5,2 5,3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) pH molase 0% molase 0,5% molase 1%

untuk produksi biomassa. Kemampuan isolat khamir R2 untuk menghasilkan biomassa maksimum lebih lambat dibandingkan dengan isolat khamir R1, namun produksi biomassa yang dihasilkan oleh isolat khamir R2 relatif lebih tinggi dibandingkan oleh isolat khamir R1.

Terjadinya metabolisme penggunaan medium selama pertumbuhan kedua isolat khamir didukung oleh hasil pengukuran pH medium kultur. Hasil pengukuran pH medium pertumbuhan kedua isolat khamir dituangkan dalam bentuk kurva pH (Gambar 4.3).

A. Isolat khamir R1 B. Isolat khamir R2

Gambar 4.3. Kurva Perubahan pH Medium Pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R2.

pH medium, baik dalam medium kontrol maupun perlakuan, pada umumnya mengalami penurunan selama pertumbuhan khamir. Kisaran perubahan pH medium dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(46)

Tabel 4.2. Kisaran Perubahan pH Medium Pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R2 Kisaran pH

Kadar Molase

Isolat khamir R1 Isolat khamir R2

0 % (kontrol) 4,20 – 4,84 4,14 - 4,90

0,5 % 4,27 – 4,47 4,09 - 4,23

1 % 4,14 – 4,36 3,94 – 5,00

Tingkat pertumbuhan S. cerevisiae biasanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan pH antara 3,5 – 7,5. Namun pertumbuhannya mengalami penurunan pada pH dibawah 3,5 dan hampir terhenti di bawah pH 2 atau di atas pH 8 (Zimmermann dan Entian, 1997). Kisaran perubahan pH pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kisaran pH tersebut berada dalam kisaran yang dapat mendukung pertumbuhan khamir.

Penurunan pH disebabkan produksi asam-asam seperti asam laktat dan asam piruvat hasil fermentasi gula oleh khamir secara aerob (Walker, 1998). VFA (volatile fatty acids) yang dihasilkan khamir juga dapat menurunkan pH medium. Selain itu penurunan pH juga karena terbentuknya asam dengan dihasilkannya CO2 yang terbentuk dari perombakan glukosa yang tersedia melalui proses respirasi. Terlarutnya CO2 dalam air akan menghasilkan ion bikarbonat dan ion hidrogen. Tambahan ion hidrogen dihasilkan dan konsentrasi total H+ menjadi lebih besar dari konsentrasi OH-. Larutan menjadi asam karena asam karbonat (H2CO3 = HCO3 + H+) dibentuk oleh reaksi karbon dioksida dengan air (Hibbard, 2002).

(47)

4.2. Hubungan antara Produksi Biomassa Khamir dengan Kadar Glukosa Medium

Hasil uji korelasi antara produksi biomassa isolat khamir R1 dengan kadar glukosa medium menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,75 (hubungan sangat kuat) pada medium kontrol; -0,48 (hubungan kuat) pada medium 0,5%; dan -0,199 (hubungan sangat lemah) pada medium 1%. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara produksi biomassa dengan kadar glukosa medium. Hubungan negatif tampak jelas pula pada kurva isolat khamir R1 dan kadar glukosa medium (Gambar 4.4).

Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pada saat produksi biomassa isolat khamir R1 mengalami peningkatan, kadar glukosa dalam medium mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan terjadinya efisiensi penggunaan glukosa medium oleh isolat khamir R1 untuk pertumbuhannya.

Namun kadar glukosa dalam medium tidak selalu mengalami penurunan, melainkan mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan kadar glukosa dalam medium disebabkan penggunaan gula sederhana (gula invert/ glukosa) yang terkandung dalam molase untuk metabolisme khamir. Peningkatan kembali kadar glukosa dalam medium disebabkan oleh adanya pemecahan sukrosa yang terkandung dalam ubi jalar atau molase menjadi glukosa dan fruktosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang memiliki kisaran yang sempit

untuk jenis-jenis gula yang baik untuk pertumbuhannya, yaitu glukosa, fruktosa, manosa, galaktosa, sukrosa dan maltosa (Walker, 1998).

(48)

A. Molase 0% (kontrol) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l) B. Molase 0,5% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l) C. Molase 1% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l)

(49)

Hasil uji korelasi antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar glukosa medium menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,09 (hubungan sangat lemah) pada medium kontrol dan 0,22 (hubungan lemah) pada penambahan molase 0,5%. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara produksi biomassa dengan kadar glukosa medium, yaitu pada beberapa titik waktu, produksi biomassa tidak disertai penurunan kadar glukosa medium, melainkan peningkatan kadar glukosa medium. Nilai koefisien korelasi antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar glukosa medium penambahan molase 1% adalah -0,044 (hubungan sangat lemah), yang menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara produksi biomassa dengan kadar glukosa medium. Hubungan biomassa isolat khamir R2 dengan kadar glukosa medium dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Terdapatnya hubungan yang berbanding lurus antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar glukosa dalam medium pada perlakuan dengan penambahan molase 0,5% dan pada medium kontrol menunjukkan kurang efisiennya penggunaan glukosa dalam medium tersebut. Hal ini berarti glukosa yang dikonsumsi tidak secara efisien digunakan untuk pertumbuhan sel khamir. Selain untuk pertumbuhan sel, substrat digunakan untuk pemeliharaan sel dan pembentukan produk metabolit (Susanto dkk, 1992). Hal ini juga menunjukkan lebih tingginya laju pemecahan gula menjadi glukosa dibandingkan dengan penggunaannya.

(50)

A. Molase 0% (kontrol) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 250 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l) B. Molase 0,5% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 250 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l) C. Molase 1% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 50 100 150 200 G luko sa ( g /l )

biomassa (g/l) kadar glukosa (g/l)

(51)

Hubungan negatif yang sangat kuat pada produksi biomassa isolat khamir R1 dengan kadar glukosa medium yang menunjukkan efisiennya penggunaan glukosa dalam medium kontrol ini memperkuat pemilihan penggunaan medium kontrol (tanpa molase) berdasarkan produksi biomassa maksimum (Subbab 4.1). Demikian pula dengan khamir R2, meskipun dikatakan lemah, hubungan negatif pada produksi biomassanya dengan kadar glukosa dalam medium dengan penambahan molase 1 % memperkuat pemilihan penggunaan medium ini berdasarkan produksi biomassa maksimum.

Pemilihan medium kontrol (tanpa molase) untuk isolat khamir R1 dan medium molase 1 % untuk isolat khamir R2 didukung pula oleh rata-rata laju konsumsi glukosa yang diperoleh dari hasil pengukuran glukosa perharinya. Pada Tabel 4.3 tampak bahwa rata-rata laju konsumsi glukosa oleh isolat khamir R1 paling tinggi terjadi dalam medium kontrol dan rata-rata laju konsumsi glukosa oleh isolat khamir R2 paling tinggi terjadi dalam medium molase 1%.

Tabel 4.3. Rata-rata Laju Konsumsi Glukosa oleh Khamir R1 dan R2 Isolat khamir Kadar Molase Rata-rata laju konsumsi glukosa (g/l/hari)

0 % (kontrol) 9,48 0,5 % 6,32 R1 1 % 4,14 0 % (kontrol) 1,64 0,5 % 4,11 R2 1 % 11,08

(52)

4.3. Hubungan antara Produksi Biomassa Khamir dengan Kadar Protein Medium

Hasil uji korelasi antara produksi biomassa isolat khamir R1 dengan kadar protein medium menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,745 (hubungan sangat kuat) pada medium kontrol; -0,42 (hubungan kuat) pada penambahan molase 0,5% dan -0,38 (hubungan lemah) pada penambahan molase 1%. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara produksi biomassa dengan kadar protein medium. Hubungan negatif tampak jelas pula pada kurva biomassa isolat khamir R1 dan kadar protein (Gambar 4.6).

Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pada saat produksi biomassa isolat khamir R1 mengalami peningkatan, kadar protein medium mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan terjadinya efisiensi penggunaan protein oleh isolat khamir. Protein medium digunakan sebagai sumber nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan sel dan memelihara kemampuan sel untuk membentuk enzim (Rehm dan Reed, 1981). Meskipun mengandung persentase protein yang tidak sebesar persentase gula (Kusumawardhani, 2003), molase menjadi sumber nitrogen dalam medium, selain sumber nitrogen yang diberikan pula oleh ekstrak ubi jalar.

Namun kadar protein medium tidak selalu mengalami penurunan, yaitu pada titik-titik waktu tertentu mengalami peningkatan. Peningkatan kembali kadar protein dalam medium dapat disebabkan oleh adanya sekresi enzim-enzim oleh khamir. Pada umumnya khamir mensekresikan sedikit protein. Beberapa jenis enzim yang disekresikan khamir di antaranya adalah enzim invertase dan enzim hidrolase seperti protease (Walker, 1998).

(53)

A. Molase 0% (kontrol). 0 0,2 0,4 0,6 0,8 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l) kadar protein (%) B. Molase 0,5% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,02 0,04 0,06 0,08 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l) kadar protein (%) C. Molase 1% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l/) kadar protein (%)

(54)

Hubungan berbanding terbalik antara produksi biomassa dengan kadar protein medium terkait dengan kadar glukosa dalam medium yang juga berbanding terbalik dengan produksi biomassa khamir. Saat glukosa medium mengalami peningkatan, sekresi enzim-enzim untuk pemecahan polisakarida menjadi glukosa juga mengalami peningkatan sehingga kadar protein yang terukur mengalami peningkatan. Kemudian glukosa tersebut digunakan oleh sel khamir untuk produksi biomassa sel.

Hasil uji korelasi antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar protein medium menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,54 (hubungan kuat) pada medium kontrol; 0,48 (hubungan kuat) pada penambahan molase 0,5%; dan 0,0004 (hubungan sangat lemah) pada penambahan molase 1%. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara produksi biomassa dengan kadar protein medium. Hubungan biomassa isolat khamir R2 dengan kadar protein medium dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Hubungan yang berbanding lurus antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar protein medium menunjukkan kurang efisiennya penggunaan protein pada perlakuan tersebut. Hal ini dapat disebabkan protein yang dikonsumsi tidak seluruhnya digunakan untuk pertumbuhan sel khamir misalnya protein dipecah lalu digunakan untuk sintesis ATP yang dapat langsung digunakan untuk aktivitas metabolisme khamir.

(55)

A. Molase 0% (kontrol) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l) kadar protein (%) B. Molase 0,5% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l) kadar protein (%) C. Molase 1% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 0 2 4 6 Waktu (Hari) B iomas sa ( g /l ) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Pr o te in ( % )

biomassa (g/l/) kadar protein (%)

(56)

Hubungan produksi biomassa dengan kadar protein medium baik pada kultur isolat khamir R1 maupun R2, bersesuaian dengan hubungan produksi biomassa dengan kadar glukosa medium. Hasil ini memperkuat pemilihan penggunaan medium berdasarkan produksi biomassa maksimum, yaitu medium ekstrak ubi jalar tanpa molase untuk produksi isolat khamir R1 dan dengan penambahan molase 1% untuk produksi isolat khamir R2, dalam fermentor air-lift 18 liter.

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Produksi biomassa maksimum isolat khamir R1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap kadar penambahan molase (0%, 0,5% dan 1%), sehingga tidak diperlukan penambahan molase dalam medium, sedangkan produksi biomassa maksimum isolat khamir R2 menunjukkan perbedaan yang nyata pada kadar penambahan molase 1%, sehingga kadar penambahan molase 1% merupakan yang terbaik sebagai medium produksi jika dibandingkan kontrol dan penambahan molase 0,5%.

2. Hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dengan kadar glukosa medium adalah berbanding terbalik pada ketiga medium perlakuan, sedangkan hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar glukosa medium adalah berbanding terbalik pada medium dengan penambahan molase 1%.

3. Hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R1 dengan kadar protein medium adalah berbanding terbalik, sedangkan hubungan antara produksi biomassa isolat khamir R2 dengan kadar protein medium adalah berbanding lurus, semuanya terjadi pada ketiga medium perlakuan.

(58)

5.2. Saran

Untuk lebih meningkatkan produksi biomassa isolat khamir R1 dalam medium ekstrak ubi jalar pada fermentor air-lift 18 liter perlu dicari alternatif tambahan sumber karbon lain.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Alshaikh, M.A., M.Y. Alsiadi, S.M. Zahran, H.H. Mogawer, and T.A. Aalshowime. 2002. Effect of Feeding Yeast Cultural From Different Sources on The Performance of Lactating Holstein Cows in Saudi Arabia. Asian Aust. Journal Animal Sci. 15 (3):352-356.

Bridson, E.Y. 1998. The Oxoid Manual. 8th Edition. Oxoid Limited, London. Dinkesjatim, 2006. http://www.dinkesjatim.go.id/berita-index. html. 12 Juli 12

2006, 2:43:54 WIB

Fuller, J. 1992. Probiotics, The Scientific Basic. Chapman & Hill, London. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia, Jakarta.

Griffin, D.H. 1981. Fungal Physiology. A Wiley Interscience Publication, New York.

Hatmono, H. 1997. Urea Molase Blok, Pakan Suplemen Ternak Ruminansia. Trubus Agriwidya, Ungaran.

Hariyum, A. 1986. Pembuatan Protein Sel Tunggal. P.T. Waca Utama Pramesti dan Pemda DKI Jakarta, Jakarta.

Hibbard, M.J. 2002. Mineralogy: A Geologist Point of View. McGraw-Hill, New York..

Kusumawardhani, T. 2003. Pengaruh Penambahan Molase sebagai Aditif pada Ensilase Campuran 55% Tebon Jagung (Zea mays) dan 45% Litter Broiler terhadap Kecernaan dan Produksi Gas secara In Vitro. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

Mc Donald.1996. Animal Nutrition. Fifth Edition. Edinburg.

Mc. Neil, B. and L.M. Harvey. 1990. Fermentation: A Practical Aproach. IRL Press, New York.

Meyers, R.A. 2000. Encyclopedia of Analytical Chemistry: Aplications, Theory, and Instrumentation. John Wiley & Sons Ltd., Chichester.

Nugroho, B. A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Pelczar Jr., M.J. dan M.F. Pelczar. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosoepomo, S.L. Angka. UI Press, Jakarta.

(60)

Rahayu, H.Y.A. 2006. Produksi Biomassa Isolat Khamir R1 dan R2 dalam Media Ekstrak Singkong (Manihot utilissima) dan Ekstrak Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dengan Kultur Bertingkat. Skripsi. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Jakarta.

Rehm, H.J. and G. Reed. 1981. Biotechnology: Fundamentals of Biochemical Engineering. 2. Verlag Chemie, Weinheim.

Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS Versi 11.5. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Siregar, J. 2006. Ubi Jalar Sumber Pangan Pokok Alternatif. http://www.mail-archive.com/budayaTionghua@yahoogroups.com. 12 Juli 2006, 2:43:50 WIB

Stanbury, P.F. and A. Whitaker. 1987. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press, Toronto.

Sugoro, I. dan Pikoli, M. 2004a. Uji viabilitas Isolat khamir Bahan Probiotik dalam Cairan Rumen Kerbau Steril. Jurnal Saintika. F-MIPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. No.1: 35-60, Jakarta.

Sugoro, I. dan Pikoli, M. 2004b. Isolasi dan seleksi Ragi Mutan dari Cairan Kerbau sebagai Bahan Probiotik. Laporan Penelitian. PATIR-BATAN, Jakarta.

Sugoro, I. dan Mellawati, J. 2005. Pengaruh penambahan Molase pada Medium Ubi Jalar terhadap pertumbuhan Isolat Khamir R1 dan R110 untuk Bahan Probiotik Ternak ruminansia. Jurnal Saintika. Fakultas Sains dan Teknologi Jurusan MIPA. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. No. 2: 21-26, Jakarta.

Sugoro, I. 2006. Seleksi dan Karakterisasi Isolat Khamir Sebagai Bahan Probiotik Ternak Ruminansia dalam Cairan rumen Steril. Jurnal Pertanian Gakuryoku (12): 1. Persada, Jakarta.

Susanto, H., T.P. Adhi, dan W. Suryo. 1992. Buku dan Monograf Rekayasa Bioproses. PAU Bioteknologi ITB, Bandung.

Taurina, R. 2005. Optimasi Medium dan Faktor lingkungan Isolat Khamir R1 dan R2 sebagai Bahan Probiotik Ternak Rumunansia. Skripsi. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta.

Undari, W. 2007. Produksi Biomassa Sel Khamir R1 dan R2 Menggunakan Substrat Ekstrak Ubi Jalar dan Ubi Kayu dalam Fermentor Tipe Air-Lift Skala 18 Liter. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.

Walker, G.M. 1998. Yeast Physiology and Biotechnology. John Wiley & Sons Ltd., Chichester.

(61)

Ward, O.P. 1989. Fermentation Biotechnology: Principles, Process, and Products. Oxford University Press, Oxford.

Williamson, G. dan W.J. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Edisi ke tiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Zimmermann, F.K. and K.D. Entian. 1997. Yeast Sugar Metabolism: Biochemistry, Genetics, Biotechnology and Aplication. Technomic Pub. Co., Pennsylvania.

(62)

Lampiran 1. Kerangka Berpikir

Populasi manusia meningkat

Kebutuhan daging dan susu yang

berasal dari ruminansia meningkat

Upaya peningkatan produksi dan kualitas daging dan

susu ternak Kebutuhan daging dan susu ternak tercukupi Efisiensi pencernaan ruminansia meningkat Isolasi khamir R1 dan R2 Probiotik ternak ruminansia Optimasi kadar molase dalam

medium ekstrak ubi jalar untuk pertumbuhan isolat khamir R1 dan R2

Gambar

Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Mikroba
Tabel 2.1. Kandungan Nutrien Molase (Kusumawardhani,2003).
Tabel 3.1. Perlakuan pada Fermentor air-lift 18 L  Perlakuan  Penambahan kadar molase
Tabel 3.2. Pembuatan Larutan Glukosa Standar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Guru menyampaikan materi peperangan secara menarik karena materi peperangan sangat berpotensi membuat siswa bosan, jenuh, bahkan

Tujuan Mampu memperbaiki dan mempertahankan system sirkulasi sehingga penderita dapat dibebaskan dari ancaman kematian atau kerusakan organ/cacat lebih lanjut dengan

Kinerja keuangan yang paling mudah diukur dan dicapai oleh perusahaan adalah dari melihat pencapaian target keuntungan (profit) perusahaan. Sedangkan untuk mengukur

Danareksa Sekuritas and/or its affiliated companies and/or their respective employees and/or agents makes any representation or warranty (express or implied) or accepts

Mengaktifkan Enkripsi selama dalam modus Aneka Frekuensi memberikan tingkat perlindungan tambahan dengan hanya melalui audio dari pemancar terenkripsi dengan sinkronisasi terbaru

Berdasarkan analisis teori-teori pembagian hukum publik dan privat, jelas bahwa pendirian BUMN Persero, termasuk juga dengan demikian operasionalisasinya, masuk dalam ranah hukum

Demam Berdarah (DB) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yan$ di kate$*rikan penyakit menular yan$ die#a#kan *leh iru dengue dan di e#arkan

resentasi Menampilkan sli'e presentasi !erisi &gt;i'eo tentan&#34; lan&#34;ka%-lan&#34;ka% 'an perinta% 'alam instalasi sistem operasi. RPP - Teknik Komputer