• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rondhianto, Iis Rahmawati, Aridha Silmi Agustin Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rondhianto, Iis Rahmawati, Aridha Silmi Agustin Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 MAWAR RSUD dr. ABDOER RAHEM KABUPATEN SITUBONDO

Rondhianto, Iis Rahmawati, Aridha Silmi Agustin Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

e-mail: rondhi_unej@yahoo.co.id ABSTRAK

General anesthesia memiliki efek samping yaitu dapat meningkatkan sekret sistem pernafasan. Sekret tersebut menumpuk di rongga mulut dan dapat meningkatkan flora normal saluran pernafasan diantaranya Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus yang meningkat akan membentuk koloni yang dapat membuat mereka turun ke paru dan menyebabkan pneumonia. Salah satu cara untuk mengurangi kolonisasi Staphylococcus aureus adalah oral hygiene. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan penggunaan chlorhexidine 0,2% dengan NaCl 0,9% sebagai dekontaminasi oral terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada pasien dengan general anasthesia. Jenis penelitian ini adalah quasy experimental dengan desain non equivalent control group menggunakan consecutive sampling. Jumlah sampel terdiri dari 20 post operatif pasien dengan general anesthesia yang dibagi menjadi 2 kelompok: kelompok perlakuan diberikan chlorhexidine 0.2% dan kelompok kontrol diberikan NaCl 0.9%. Oral hygiene diberikan dua kali sehari (pagi dan sore) selama dua hari. Data diuji dengan menggunakan uji statistik mann-whitney didapatkan hasil p-value 0.010 <α (0.05). Chlorhexidine 0,2% sebagai dekontaminasi oral lebih efektif dibandingkan dengan NaCl 0,9% terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada pasien post operatif dengan general anesthesia. Chlorhexidine lebih efektif karena memiliki efek bakteriostatik yang lebih baik dibandingkan dengan NaCl 0,9%.

Kata kunci : General Anesthesia, Oral Hygiene, Chlorhexidine 0.2%, NaCl 0.9%, Staphylococcus aureus.

THE DIFFERENCE OF USING CHLORHEXIDINE 0,2% WITH NaCl 0,9% AS ORAL DECONTAMINATION FOR THE STAPHYLOCOCCUS AUREUS COLONIZATION TO

POST OPERATIVE PATIENTS WITH GENERAL ANESTHESIA IN MAWAR WARD RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO REGENCY

ABSTRACT

General anesthesia has side effect to increase secretions of respiratory system. Secretions will accumulate in the oral cavity that can increase normal flora in the respiratory tract such as Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus increased and colonized, than goes down to lung and caused pneumonia. The way to decrease the colonization of Staphylococcus aureus is oral hygiene. The purpose of this study is determine the difference between chlorhexidine 0,2% with NaCl 0,9% as oral decontamination for staphylococcus aureus’s colonization to patients with general anasthesia. This study was Quasy experimental wich non equivalent control group design with consecutive sampling. The sample consist of 20 post operative patients with general anesthesia that devided into 2 groups: the treatment group was given chlorhexidine 0.2% and the control group was given NaCl 0.9%. Oral hygiene was given two times a day (morning and evening) for 2 days. Data were analyzed by using statistical mann-whitney test. The results of the Mann-whitney test showed p-value 0.010 <α (0.05). Chlorhexidine 0,2% has more efective than NaCl 0,9% as oral decontamination for the staphylococcus aureus’s

(2)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 colonization in post operative patients with general anesthesia. Because chlorhexidine 0,2% have bacteriostatic effect more than NaCl 0,9%

Keywords : General Anesthesia, Oral Hygiene, Chlorhexidine 0.2%, NaCl 0.9%, Staphylococcus aureus. PENDAHULUAN

Pembedahan adalah segala sesuatu tindak pengobatan menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani [1]. Pembedahan mayor seringkali menggunakan general anesthesia karena akan melakukan manipulasi jaringan yang luas. Resiko dari general anesthesia adalah efek samping obat-obatan anastesi, termasuk diantaranya adalah depresi pernafasan [2]. Adanya depresi pernafasan menyebabkan terjadinya penumpukan sekret di dalam tenggorokan dan mikroorganisme mudah sekali masuk ke dalam jalan nafas dan paru-paru karena selama tidak sadar, refleks batuk untuk melindungi jalan nafas tidak lagi memadai, bahkan hilang akibat dari efek obat anestesi [1]. Flora normal yang paling banyak ditemukan

dalam orofaring adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae. Dalam keadaan normal, bakteri mulut tidak menimbulkan penyakit yang disebut dengan saprofit.Staphylococcus aureus banyak membentuk koloni di orofaringeal dalam waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit [3]. Semakin banyaknya sekresi orofaringeal, semakin banyak pula Staphylococcus aureus yang terkumpul dan semakin mendukung terjadinya aspirasi ke dalam paru [4].

Adanya aspirasi ke paru dapat menyebabkan terjadinya pneumonia nosokomial dimana pneumonia nosokomial merupakan jenis infeksi nosokomial terbesar ketiga setelah infeksi saluran kemih dan infeksi incise pembedahan [5]. Pengembangan tindakan oral hygiene yang efektif pada pasien pasca bedah merupakan cara yang aman, dengan biaya yang efisien untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien [2].

Cara yang dikenal untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut selama ini adalah dengan

menggosok gigi. Namun untuk beberapa kasus, terutama kasus penyakit gigi dan gusi, penggunaan obat kumur sangat diperlukan. Menggosok gigi saja kurang efektif untuk mengurangi akumulasi plak penyebab gangguan pada gigi dan gusi. Berkumur dengan obat kumur dapat menghilangkan bakteri di sela-sela gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi [6]. Melakukan oral hygiene dengan menggunakan

antiseptik dapat menekan penggunaan antibiotik yang berlebihan. Tindakan oral hygiene juga memiliki implikasi untuk mengurangi infeksi pernafasan pada orang tua. Melakukan tindakan oral hygiene dengan antiseptik secara efektif sebanyak dua kali sehari dapat menurunkan penumpukan sekret dan menurunkan tingkat pneumonia pada pasien ICU [7].

Hasil wawancara pada perawat di ruang bedah Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo diketahui bahwa tindakan oral hygiene dilakukan di recovery room oleh perawat namun hanya sebatas melakukan suction tanpa melakukan pembilasan dengan antiseptik, sedangkan pada pasien yang berada di ruang rawat inap dilakukan mandiri oleh pasien dan di bantu oleh keluarga pasien. Hasil wawancara dari 5 pasien mengatakan bahwa setelah operasi dengan general anesthesia, didapatkan semua pasien tidak melakukan oral hygiene, fokus utama perawatan yang dilakukan oleh keluarga terletak pada luka akibat pembedahan. Praktik personal hygiene yang dilakukan hanya sebatas pada membersihkan badan dengan seka, tanpa melakukan praktik oral hygiene.

Modifikasi tindakan oral hygiene menggunakan cairan chlorhexidine 0,2% merupakan alternatif untuk mengurangi residu cairan mulut [8]. Sedangkan pada penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh komparasi efektifitas oral hygiene dengan NaCl 0,9 % dan NaCl 0,9% + Betadine 0,1 % terhadap kejadian stomatitis. Hasil yang didapatkan antara lain

(3)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 bahwa tidak ada perbedaan pengaruh oral

hygiene menggunakan larutan NaCl 0,9 % dan NaCl 0,9 % + Betadine 0,1 % terhadap kejadian dan onset stomatitis pada pasien Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) Fase Induksi yang menjalani kemoterapi [9].

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan penggunaan chlorehexidine 0,2% dengan NaCl 0,9% sebagai larutan dekontaminasi oral terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada pasien post operasi dengan general anasthesi di ruang bedah mawar RSUD dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini adalah quasy experimental design dengan rancangan non equivalent control group design. Sampel pada penelitian ini adalah pasien post operasi dengan general anasthesi di ruang bedah mawar RSUD dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo yang diambil menggunakan teknik consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada pasien post operasi dengan general anesthesia di ruang mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal 13 Januari – 13 Februari 2014. Jumlah sampel 20 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kriteria inklusi terdiri dari pasien post operasi dengan general anasthesi, usia antara 20-60 tahun, dirawat ≥ 2 hari, status kesadaran compos mentis, dan tanpa komplikasi paru sebelumnya. Data pada penelitian ini diambil dari hasil rekam medik di ruang rawat bedah mawar dengan memperhatikan etika penelitian yaitu persetujuan, kerahasiaan, tanpa nama, keadilan, dan kemanfaatan.

Penelitian dilakukan di ruang rawat bedah mawar RSUD dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo. Pengolahan data menggunakan uji wilcoxone untuk melihat perbedaan antara pre dan post setiap kelompok dan mann-whitney untuk melihat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Data diperoleh dari hasil fermentasi kolonisasi Stapylococcus aureus

dan dikategorikan sebagai berikut:

0 : tidak ada pertumbuhan koloni Staphylococcus aureus

+1 : koloni nampak tipis, jarak antar koloni tidak rapat, dan dapat dihitung jumlah koloninya

+2 : koloni nampak tipis, jarak antar koloni rapat, dan tidak dapat dihitung jumlah koloninya

+3 : koloni nampak tebal, jarak antar koloni rapat, dan tidak dapat dihitung jumlah koloninya

Sedangkan perbedaan kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah diberikan intervensi dilakukan pengkategorian sebagai berikut:

0 : tidak memberikan efek perubahan pada kolonisasi Staphylococcus aureus

-1 : cukup baik untuk memberikan efek perubahan pada kolonisasi Staphylococcus aureus

-2 : baik untuk memberikan efek perubahan pada kolonisasi Staphylococcus aureus

-3 : sangat baik untuk memberikan efek perubahan pada kolonisasi Staphylococcus aureus

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden pada kelompok perlakuan adalah 42,80 tahun,. Sedangkan pada kelompok kontrol adalah 41,80 tahun.

Tabel 1 Rata-Rata Usia Responden di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014

Variabel Mean Median Min-Maks. Perlakuan 42,80 40,50 25-60 Kontrol 41,80 42,50 25-60

(4)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Responden di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014 No. Karakteristik Responden Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Jenis Kelamin Perlakuan Laki-laki 8 40 Perempuan 2 10 Kontrol Laki-laki 7 35 Perempuan 3 15 Total 20 100 2 Pendidikan Perlakuan Tidak sekolah 0 0 SD 2 10 SMP 1 5 SMA 6 30 PT 1 5 Kontrol Tidak sekolah 1 5 SD 0 0 SMP 4 20 SMA 2 10 PT 3 15 Total 20 100 3 Pekerjaan Perlakuan Tidak bekerja 1 5 Wirswasta 3 15 Pegawai swasta 2 10 Pegawai negeri 1 5 Petani 3 15 Kontrol Tidak bekerja 0 0 Wirswasta 5 25 Pegawai swasta 2 10 Pegawai negeri 2 10 Petani 1 5 Total 20 100

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar jenis kelamin pada kelompok perlakuan adalah laki-laki sebanyak 8 orang (80%) dengan sebagian besar berpendidikan SMA dengan 6 orang (60%). dengan jenis pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta sebanyak 3 orang (30%) dan petani 3 orang (30 %). Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7 orang (70%) dengan tingkat pendidikan sebagian besar adalah SMP/SLTP sebanyak 4 orang (40%) dan jenis pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang (50%).

Tabel 3 Pertumbuhan Koloni Staphylococcus aureus Kelompok Perlakuan di Ruang mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014 Kode Responde n Tingkat Fermentasi Differen ce (∆) Katego ri Pre Post R1 +2 +1 -1 Cukup R2 +3 +2 -1 Cukup R3 +3 +2 -1 Cukup R4 +3 +1 -2 Baik R5 +3 +2 -1 Cukup R6 +3 +2 -1 Cukup R7 +2 +2 0 Tetap R8 +3 +2 -1 Cukup R9 +3 +1 -2 Baik R10 +3 +1 -2 Baik Total 28 16 -12 Mean 2,8 1,6 -1,2

Berdasarkan tabel 3 diketahui tingkat fermentasi bakteri staphylococcus aureus pada kelompok chlorhexidine 0,2% sebelum perlakuan didapatkan sebagian besar berada dalam kategori +3, yaitu sebanyak 8 orang responden (80%) dengan rata-rata sebesar 2,8 point. Sedangkan setelah perlakuan didapatkan, sebagian besar responden berada dalam kategori +2, yaitu sebanyak 6 orang responden (60%) dengan rata-rata 1,6 point. Selisih perubahan antara pre dan post adalah 1,2 point. Terjadi penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus pada

(5)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 kelompok perlakuan sebanyak 9 orang responden

(90%) yang dapat diketahui pada tanda negatif di kolom difference. Selain itu, didapatkan hasil sebagian besar larutan povidone iodine 1% cukup baik untuk memberikan efek penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus dan hanya 1 orang responden saja (10%) yang kolonisasinya tetap.

Tabel 4 dapat diketahui tingkat fermentasi bakteri staphylococcus aureus pada kelompok NaCl 0,9% sebelum perlakuan berada dalam kategori +2 dan +3, masing-masing 5 orang responden (50 %) dengan rata-rata sebesar 2,5 point. Sedangkan setelah perlakuan didapatkan sebagian besar berada dalam kategori +2 sebanyak 7 orang responden (70 %) dengan rata-rata 2,1 point. Terjadi perubahan kolonisasi dalam kategori cukup sebanyak 4 orang responden (40%) dengan selisih rata-rata perubahan antara pre dan post adalah 0,4 point. Tabel 4 Pertumbuhan Koloni Staphylococcus

aureus Kelompok Kontrol di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014 Kode Tingkat Fermentasi Differenc e (∆) Kategori Pre Post 1 +3 +2 -1 Cukup 2 +3 +3 0 Tetap 3 +2 +2 0 Tetap 4 +3 +2 -1 Cukup 5 +3 +3 0 Tetap 6 +2 +2 0 Tetap 7 +3 +2 -1 Cukup 8 +2 +2 0 Tetap 9 +2 +1 -1 Cukup 10 +2 +2 0 Tetap Total 25 21 -4 Mean 2,5 2,1 0,4

Tabel 5 Perbedaan Tingkat Fermentasi Kolonisasi Staphylococcus aureus pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Setelah Diberikan Intervensi Oral Hygiene pada Pasien Post Operasi dengan General Anesthesia di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014

No Variabel Mean Kategori Pre test Post test 1 Tingkat Fermentasi Kolonisasi S. aureus Kelompok Perlakuan 2,80 1,60 Tetap : 0 Cukup : 6 Baik : 4 Sangat Baik : 0 2 Tingkat Fermentasi Kolonisasi S. aureusKelom pok Kontrol 2,50 2,10 Tetap : 6 Cukup : 4 Baik : 0 Sangat Baik : 0

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa pada kelompok perlakuan 100 % responden terjadi perubahan penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus pada kategori baik dan cukup baik, sedangkan pada kelompok kontrol 60 % responden tetap atau tidak mengalami penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus. Penurunan pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan rata-rata penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan sebesar 1,20 point dibanding dengan kelompok kontrol sebesar 0,40 point.

(6)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 Tabel 6 Uji Statistik Wilcoxone Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014

No. Kelompok P value N 1 Chlorehexidine

0,2% (Perlakuan)

0,006 10 Pre Oral hygiene

Post Oral hygiene 2 NaCl 0,9%

(Kontrol) 0,046 10 Pre Oral hygiene

Post Oral hygiene

Total 20

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa pada kelompok perlakuan dari hasil uji Wilcoxon didapatkan p-value (0,006) < α (0,05). Hal ini berarti ada pengaruh pemberian oral hygiene sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan chlorhexidine 0,2% terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol hasil uji Wilcoxon yang dilakukan didapatkan p-value (0,046) < α (0,05) yang juga menunjukkan ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan NaCl 0,9 % sebagai dekontaminasi oral pada kolonisasi Staphylococcus aureus.

Tabel 7 Uji Statistik Mann-Whitney Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo Periode 13 Januari – 13 Februari 2014 Kelompok P value N Perlakuan oral hygienedengan Chlorhexidine 0,2% 0,010 20 Kontrol oral hygienedengan Chlorhexidine 0,2%

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai p-value (0,010) < α (0,05). Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna oral

hygiene antara kelompok perlakuan yaitu oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,2% dengan kelompok kontrol yaitu oral hygiene dengan menggunakan NaCl 0,9% terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada pasien post operasi dengan general anasthesia. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Angka kejadian infeksi Staphylococcus aureus lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Perbedaan frekuensi penyakit antara laki-laki dan perempuan dapat disebabkan karena peran kehidupan dan perilaku dalam masyarakat [14]. Pada laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas di luar rumah dari pada perempuan sehingga pada laki-laki lebih mendapat pajanan dari lingkungan luar. Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya perubahan di dalam mulut, apabila ditambah dengan kondisi penyakit kronis, ketidakmampuan fisik dan pengobatan yang diberikan dapat memiliki efek samping pada mulut, yang kemudian menyebabkan perawatan mulut yang buruk [2]. Pasien usia diatas 60 tahun mengalami penurunan kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi termasuk kecepatan respons imun. Maka saat menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan adalah perilaku. Sehat atau sakitnya individu dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku manusia bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh oleh banyak faktor seperti pendidikan dan sosial ekonomi [15]. Memiliki pendidikan, manusia memperoleh pengetahuan sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk meraih peluang kemajuan. Tingkat pendidikan yang rendah dan kesehatan yang tak memadai merupakan salah satu kelemahan yang terdapat di masyarakat. Tingginya biaya pengobatan menyebabkan tidak semua orang mampu memanfaatkan layanan kesehatan. Keluarga yang tergolong miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan menjadi sulit

(7)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 2. Koloni Staphylococcus aureus Sebelum

dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene dengan Chlorhexidine 0,2% pada Pasien Post Opersi dengan General Anasthesia di Ruang Mawar RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo

Tabel 3 terlihat pada kelompok perlakuan pada pre test didapatkan memiliki pertumbuhan bakteri +3 yaitu sebanyak 8 orang (80%). Setelah 4 kali perlakuan selama 2 hari didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki pertumbuhan bakteri +2 yaitu sebanyak 6 orang (60%). Dari semua obat kumur antiseptik, chlorhexidine 0,2%, merupakan antiseptik yang paling banyak digunakan dan secara konsisten telah terbukti paling efektif dalam menghambat bakteri [10]. Terapi dekontaminasi oral dengan penggunaan antiseptik lebih dianjurkan daripada penggunaan antibiotik. Hal ini disebabkan karena penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya resistensi bakteri. Chlorhexidine 0,2% merupakan salah satu antiseptik yang bersifat bakteriostatik untuk kuman gram negatif, gram positif, ragi, jamur, protozoa, alga, dan virus, serta sangat sensitif pada beberapa spesies kuman seperti pseudomonas spp, proteus spp, haemophilus spp, diptheroid spp, dan actinomyces spp. Akan tetapi ada juga beberapa kuman gram-negatif yang resisten terhadap chlorhexidine [11]. Tabel 6, hasil penelitian yang di uji dengan uji

statistik Wilcoxone dapat disimpulkan bahwa dengan hasil p-value (0,006) < α (0,05) yang menunjukkan bahwa Chlorhexidine 0,2% terbukti sangat bermakna dalam menurunkan kolonisasi bakteri dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan mekanisme kerja chlorhexidine dengan mengganggu biofilm bakteri. Biofilm merupakan suatu membrane yang diproduksi oleh bakteri yang dapat melindungi sel-sel di dalamnya dan meningkatkan ketahanan bakteri terhadap antimikroba. Banyak agen antimikroba memiliki kesulitan untuk menghilangkan bakteri yang memiliki biofilm. Chlorhexidine 0,2% menunjukkan kemampuan untuk membantu menghambat bakteri dengan mencegah pertumbuhan dan perkembangan biofilms. Chlorhexidine dapat merusak dinding sel dan

mengganggu osmosis. Menurunnya tingkat fermentasi pada medium agar setelah perlakuan dengan chlorhexidine 0,2% dikarenakan oleh kemampuan bakteriostatik dari chlorhexidine 0,2%.

3. Koloni Staphylococcus aureus Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene dengan NaCl 0,9% pada Pasien Post Opersi dengan General Anasthesia di Ruang Mawar RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo

Tabel 4 terlihat bahwa pada kelompok kontrol pada pre test responden memiliki pertumbuhan bakteri +3 dan +2 yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (50%). Setelah 4 kali perlakuan selama 2 hari didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai post test +2 yaitu sebanyak 7 orang (70%).

Normal saline merupakan cairan kristaloid yang bersifat isotonis, fisiologis, non toksik dan tidak menimbulkan reaksi hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam kondisi apapun. Kandungan normal salin dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium dan klorida yang dibutuhkan oleh tubuh. Natrium klorida terdiri dari beberapa konsentrasi, yang paling sering digunakan adalah natrium klorida 0,9% atau sering disebut dengan NaCl 0,9% [12]. Kandungan klorida dalam NaCl juga berperan penting dalam mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi klorida yang tinggi dalam air dapat membahayakan organisme dengan mengganggu osmoregulasi, yaitu proses biologis dimana organisme mempertahankan konsentrasi yang tepat dari garam dan zat terlarut lainnya dalam cairan tubuh [13].

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh komparasi efektifitas oral hygiene dengan NaCl 0,9 % dan NaCl 0,9% + Betadine 0,1 % terhadap kejadian stomatitis. Hasil yang didapatkan antara lain bahwa tidak ada perbedaan pengaruh oral hygiene menggunakan larutan NaCl 0,9 % dan NaCl 0,9 % + Betadine 0,1 % terhadap kejadian dan onset stomatitis pada pasien Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) Fase Induksi yang menjalani kemoterapi [9]. Meskipun hasil

(8)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 yang didapatkan tidak sebaik daripada dengan

menggunakan obat kumur yang mengandung chlorhexidine 0,2%, hasil tersebut menunjukkan bahwa NaCl 0,9% dapat bersifat anti bakteri. Kelompok kontrol menggunakan NaCl 0,9%

terdapat beberapa responden yang memiliki hasil akhir post test yang tidak berbeda dengan hasil skor awal pre test. Hal ini dapat dikarenakan pasien makan dan minum setelah dilakuan tindakan oral hygiene. Selain itu, NaCl 0,9% merupakan medium yang digunakan sebagai medium transport bakteri, sehingga kemungkinan bakteri dapat bertahan dalam lingkungan NaCl 0,9%.

4. Perbedaan Penggunaan Chlorhexidine 0,2% dengan NaCl 0,9% sebagai Dekontaminasi Oral terhadap Kolonisasi Staphylococcus aureus Pasien Post Operasi dengan General Anesthesia di Ruang Mawar RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo

Tabel 5 diketahui tingkat fermentasi bakteri staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan pada pre test didapatkan rata-rata sebesar 2,8 point. Tingkat fermentasi bakteri staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan pada post test didapatkan rata-rata 1,6 point. Selisih perubahan antara pre test dan post test adalah 1,2 point. Kelompok kontrol diketahui bahwa tingkat fermentasi bakteri staphylococcus aureus pada pre test didapatkan rata-rata sebesar 2,5 point. Sedangkan pada post test didapatkan rata-rata 2,1 point. Selisih perubahan antara pre test dan post test adalah 0,4 point. Hasil penelitian yang didapatkan dari hasil uji statistik Mann Whitney berdasarkan tabel , diketahui nilai p-value (0,010) < α (0,05). Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna oral hygiene antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol terhadap kolonisasi staphylococcus aureus pada pasien post operasi dengan general anesthesia.

Perbedaan terjadi dikarenakan efek kerja chlorhexidine yang lebih baik dibandingkan dengan NaCl 0,9%. Chlorhexidine 0,2% mampu bekerja sebagai bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) maupun bakterisida

(membunuh bakteri), kemampuan chlorhexidine 0,2% bekerja pada spectrum luas, bekerja cepat, absorbsi minimal serta mempunyai aktivitas pada darah atau jaringan yang sangat baik. Selain itu juga chlorhexidine sebagian masih tertahan dengan baik di dalam rongga mulut setelah dikumur sehingga dapat meminimalkan pertumbuhan bakteri yang berlebih. NaCl 0,9% memiliki kandungan garam yang rendah dan memiliki kualitas yang sama seperti cairan plasma darah. NaCl 0,9% merupakan cairan kristaloid yang bersifat isotonis, fisiologis dan non toksik, oleh karena itu NaCl 0,9% dapat menghambat pertumbuhan bakteri, namun kurang baik dibandingkan dengan chlorhexidine 0,2%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan pemberian oral hygiene dengan menggunakan Chlorhexidine 0,2% dan NaCl 0,9% terhadap kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus pada pasien post operasi dengan general anasthesia di ruang bedah mawar RSUD dr Abdoer Rahem Kabupaten Situbondo. Dimana Chlorhexidine 0,2% lebih efektif menurunkan kolonisasi Staphylococcus aureus. Untuk memaksimalkan hasil penelitian yang didapatkan, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus pasien post operasi dengan general anesthesia misalnya usia dan jenis kelamin.

.

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah edisi revisi. Jakarta: EGC; 1997.

Potter PA, Perry AG. Fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik, edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.

Smletzer S, Bare C. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth edisi 8. Jakarta: EGC; 2001.

Houston S. Efectiveness of 0.12% chlorehexidine glukonat oral rinse in reducing prevalance of nosokomial pneumonia in

(9)

SURYA Vol.07,No.01, April 2015 patients undergoing heart surgery

[Internet] . American Journal of Critical Care; 2002 [Cited 2013 June 27]. Available from: http://www.ajcconline.org.

Ducel G. Prevention of hospital-acquired infections: A Practical Guide, 2nd edition [Internet]. WHO:Malta; 2002 [Cited 2013 Sept 28]. Available from:apps.who.int/medicinedocs/

index/assoc/s16355e/s16355e.pdf . Nareswari A. Perbedaan efektivitas obat kumur

chlorhexidine tanpa alkohol dibandingkan dengan chlorhexidine beralkohol dalam menurunkan kuantitas koloni bakteri rongga mulut. Surakarta [Internet]. Universitas sebelas maret; 2010. [Cited 2013 Juni 10]. Available from:

eprints.uns.ac.id/10157/1/136690908201 005241.pdf . . 2010.

Bopp M. Effects of daily oral care with 0.12% chlorhexidine gluconate and a standard oral care protocol on the development of nosocomial pneumonia in intubated patients [Internet]. Journal of Dental Hygiene; 2006. [Cited 2013 April 10]. Available from : jdh.adha.org/content/80/3/9.full.pdf. Yanti P, Erwin J. Efektifitas oral hygiene dengan

suction menggunakan larutan chlorehexidine 0,2% terhadap pencegahan ventilator associated pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang vebtilator mekanik [Internet]. [Placed unknown]; 2010. [Cited 2013 June 10] Available from: repository.unri.ac.id/bitstream/.../1/ MANUSCRIPT.pdf . 2010.

Syahruramdhani. Komparasi efektivitas oral hygiene dengan nacl 0,9 % dan nacl % + betadine 0,1 % terhadap kejadian stomatis pada pasien acute lymphoblastic leukemia (ALL) yang menjalani kemoterapi fase induksi di bangsal kartika 2 INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. [Internet]. Yogyakarta:UMY; 2009. [Cited 2013

Oktober 12]. Available from: digilib.fk.umy.ac.id ›S1 - Thesis

Zyl V, Herdeen. Mouthwash: a review for south african health care workers. [Internet]. Univercity of Pretoria; 2010. [Cited 2013 jun 24]. Available from:repository.up.ac.za/bitstream /handle/.../VanZyl_Mouthwash(2010).p df?...

Prijantojo. Peranan chlorehexidine 0,2% terhadap kelainan rongga mulut. Cermin dunia kedokteran. [Internet]. Cermin Dunia Kedokteran; 1996. [Cited 2013 Jun 10]. Available from: www.scribd.com/doc/20936864/cdk-113-gigi .

Nurjanah N. Studi komparasi efektifitas kompres normal salin, air hangat dan alkohol terhadap derajat flebitis pada anak yang dilkakukan pemasangan infus di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. [Internet]. Jakarta: Program Magister Ilmu Kperawatan Universitas Indonesia; 2011. [Cited 2014 Des 09]. Available

from :

lontar.ui.ac.id/file?file...T%20Nunung% 20Nurjanah... .

Hunt M. Chlorides in fresh water. [Internet] Kingston; 2012. [Cited 2013 Nov 24]. Available from: www.uri.edu/ce/wq/ww/.../Chlorides.pdf .

Anna F. Pengaruh faktor demografi terhadap kejadian infeksi dan pola resistensi staphylococcus aureus pasien di RSUP Dr Kariadi Semarang. [Internet]. Semarang, Universitas Diponegoro; 2010. [Cited 2014 may 07]. Available

from :

http://eprints.undip.ac.id/23373/1/Franze ska.pdf

Asmadi. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC; 2008.

Gambar

Tabel  3  Pertumbuhan    Koloni  Staphylococcus  aureus  Kelompok  Perlakuan    di  Ruang  mawar  RSUD  dr
Tabel  4  dapat  diketahui  tingkat  fermentasi  bakteri  staphylococcus  aureus  pada  kelompok  NaCl  0,9% sebelum  perlakuan  berada  dalam  kategori  +2  dan  +3,  masing-masing  5  orang responden (50 %) dengan  rata-rata sebesar  2,5  point
Tabel  7  Uji  Statistik    Mann-Whitney  Kelompok  Perlakuan  dan  Kelompok  Kontrol  di  Ruang Mawar RSUD dr

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli tanah sawah milik bersama (A’balu Taung) seperti ini dianggap tidak sah, karena melihat dari beberapa rukun dan syarat

Dari hasil uji Paired t-test setelah dilakukan perlakuan intermittent fasting diet didapatkan nilai signifikansi 0,000 (P&lt;0,05) yang artinya adalah terdapat pengaruh

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh masker mentimun terhadap pengurangan flek-flek hitam pada kulit wajah.. Sampel diambil dengan cara

Students are able to create algorithms and implement some initial value problems solving methods  Tugas  Diskusi  Praktikum  Exercises  Discussion  Practice 5

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari lesson study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi

Dari Uraian diatas maka penulis tertarik untuk membuat Tugas Akhir yang berjudul “SISTEM INFORMASI MANAJEMEN ASET PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAMBI

Hasil analisis kandungan senyawa atsiri pada kulit jeruk manis Pacitan mulai buah umur 2 sampai 7 bulan menunjukkan ada 6 senyawa utama minyak atsiri jeruk dengan kandungan