• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Tn. G dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa AmandanNyaman di RSU dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Tn. G dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa AmandanNyaman di RSU dr. Pirngadi Medan"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan pada Tn. G dengan

Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Aman

Nyaman (Nyeri) di RSU dr. Pirngadi Medan

Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi D III Keperawatan

Oleh

Elisa Putri

112500097

PROGRAM STUDI D III

KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. G dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa AmandanNyaman di RSU dr. Pirngadi Medan”, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan kemampuan serta pengalaman penulis. Karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna dijadikan pedoman bagi penulis dikemudian hari.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu NurAfiDarti, S.Kp, M.Kepselaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga serta memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan selama proses penyusunan hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam kesempatan yang sama pula penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Ellyta A, M.Biomedselaku dosen penguji.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, SKp., MNS. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp., MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanuddin A. Harahap, SKp., MNS. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Nur Afi Darti, SKp., M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(4)

7. Seluruh Dosen Fakultas Keperawatan khususnya jurusan D III Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Keluarga tercinta, Ayah (A. Saragih) ibu (S. Damanik) abang (Albert E Saragih) kakak (Anita Saragih) adik (Indah Saragih) yang selalu memberi semangatsertadoa, dukungan moril dan materiil dengan penuh kasih sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya TulisI lmiah ini.

9. Pegawai Ruang VII/VIII Melati III yang memberi izin dan bimbingan serta kerjasama dalam mengambil kasus.

10.Serta teman-teman, Kak Sep Rotua Malau, Rianty Saragih, Natalina Siagian, Herti Sigalingging, Eunike Pasaribu, Exodus Berutu, Ribka Aritonang, Siska Saragih, Elita Sidabutar, Sarah Ginting, Vovy, Fitri, Ade, Desper Simatupang, Anggelita Lubis, Kak Marina Sembiring, Kak Juwita Sembiring, Rosi Nadeak yang telah banyak memberi semangat, doa dan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, Juni 2014

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Lembar Sampul

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

BAB II Pengelolaan Kasus A. Konsep Dasar Nyeri………... 5

1. Defenisi ... 5

2. Fisiologi Nyeri…... 5

3. Teori Nyeri………... 6

4. Klasifikasi Nyeri………... 7

5. Stimulus Nyeri………... 9

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri………... 9

7. Pengkajian ………. 11

8. Diagnosa……… 14

9. Perencanaan……… 15

10.Implementasi……….. 17

11.Evaluasi ………. 20

B. Asuhan Keperawatan Kasus... 21

1. Pengkajian ... 21

2. Analisa Data……... 23

3. Rumusan Masalah…………. ... 24

4. Perencanaan………... 24

(6)

BAB III Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan ... 28 B. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia antara lain:

penyakit yaitu keadaan sakit maka beberapa fungsi organ tubuh memer luka n

pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya. Hubungan keluarga; Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya.Konsep diri, terutama konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat memberikan perasaan yang positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat sehingga lebih mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.Tahap Perkembangan; Setiap tahap perkembangan, manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual (Aziz Alimul, 2008).

Ada beberapa ahli yang menyebutkan tentang kebutuhan dasar diantaranya menurut A. Maslow dan Virginia Henderson. Menurut Maslow (Potter dan Patricia, 1997) kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and

belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sa yang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan

aktualisasi diri) (Aziz Alimul, 2008).

(8)

yang mencakup empat aspek yaitu,fisik berhubungan dengan sensasi tubuh.Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya (Potter & Perry, 2005).

luka bakar adalah rusaknyastrukturdanfungsianatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternaldanmengenai organ tertentu (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006:1853).

luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Pada kasus luka bakar dapat menyebakan nyeri, infeksi, shock dan ketidakseimbangan cairan(Potter & Perry, 2005).

Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi baik klien maupun bagi tenaga kesehatan. nyeri merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit. Kolcoba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia. Sehingga diharapkan perawat dapat memberi asuhan keperawatan kepada klien diberbagai keadaan dan situasi untuk menghilangkan nyeri atau meningkatkan kenyamanan (Potter & Perry, 2005).

Ciri yang menonjolpada nyeri luka bakar adalah intensitasnyadandurasinya yang lama. Lebih lanjut, perawatan luka harus menyertakan antisipasi rasa nyeri dan kecemasan pasien ; rasa nyeri yang dialami pasien kerap kali sangat parah (Smeltzer& Bare, 2001).

(9)

namun lokasi donor akan tercipta; lokasi donor ini mungkin terasa sangat nyeri selama beberapa hari. Ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kesembuhan luka, seperti rasa gatal, kesemutan dan perasaan kencang akibat kontraksi kulit dan sendi, selanjutnya akan menambah lamanya rasa nyeri sampai selama bebera paminggu atau bulan jika tidak meningkatkan intensitasnya (Smeltzer& Bare, 2001).

Debridement merupakan sisi pada perawatan luka bakar dengan tujuan menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan jaringan-jaringan yang sudah mati (Smeltzer & Bare, 2001).

Walaupun telah banyak intervensi untuk mengatasi nyeri baik secara farmakologis maupun non-farmakologis namun hasilnya belum sepenuhnya memuaskan. Penyelesaian masalah nyeri pasien masih menghadapi kendala baik dari pasien tenaga kesehatan atau pun rumah sakit. Oleh karena itu nyeri tetap menjadi masalah yang paling sering dikeluhkan.

untuk itu, penulis melakukan asuhan keperawatan kebutuhan rasa aman dan nyaman ( nyeri ) pada pasien luka bakar untuk lebih men dalami dan mengupas masalah kebutuhan rasa aman dan nyaman dengan pendekatan ilmiah.

1.2Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Melaporkan hasil studi kasus tentang kebutuhan dasar Rasa Amandan Nyaman pasien luka bakar pada Tn. G di ruang Melati III RSU dr. Pirngadi Medan. 1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan konsep nyeri

b. Menyusun asuhan keperawatan dengan diagnosa gangguan rasa nyaman: nyeri

1.3 Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Institusi

(10)

2. Bagi Lahan Praktek

Sebagai sumbangan pikiran terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan dengan kasus luka bakar sebagai masukan dalam hal perkembangan ilmu keperawatan.

3. Bagi Penulis

a. sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan D-III Keperawatan di Universitas Sumatera Utara Medan.

b. Merupakan suatu pengalaman yang nyata dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.

c. Meningkatkan pengetahuan penulis dalam membuat asuhan keperawatan sesuai Standart asuhan keperawatan .

4. Untuk Penderita luka Bakar

a. Dapat menerima jasa pelayanan keperawatan secara komprehensif dan penanganan secara tepat dan tepat.

b. Meningkatkan pengetahuan serta kesadaran klien tenteng luka Bakar, sehingga mengetahui cara pemulihan atau penyembuhan.

5. Untuk Pembaca

(11)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Nyeri

1. Definifisi

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2008).

Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelinyang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulus atau rangsangan. Stimulus tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulus lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Aziz Alimul, 2008).

2. Fisiologi Nyeri

(12)

Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

3. Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya (Barbara C Long, 1989 dalam Potter & Perry, 2005):

1) Teori pemisahan (Specificity Theory)

Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke

tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di

korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan. 2) Teori Pola ( Pattern Theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi yang menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respons dari reaksi sel T.

3) Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

(13)

persepsi ini akan dikembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.

4) Teori Transmisi dan Inhibisi.

Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.

4. Klasifikasi Nyeri

(14)

Tabel 2.1

Perbedaan nyeri akut dan kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman

Sebab eksternal atau penyakit dari dalam

Mendadak

Sampai 6 bulan

Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti

Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas

Terbatas

Biasanya berkurang setelah beberapa saat

Satu situasi eksistensi Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama

Bisa mendadak, berkembang dan terselubung

Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun

Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit di evaluasi Pola respons yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)

Berlangsung terus, dapatbervariasi

Penderitaan meningkat setelah beberapa saat

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatic,nyeri visceral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom danekstremitas, nyeri neurologis dan lain-lain.

Nyeri somatis dan nyeri visceral ini umumnya bersumber dari kulit dan

(15)

Tabel 2.2

Perbedaan nyeri somatik dan viseral

Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri Viseral

Kualitas terlalu panas dan dingin

pergeseran tempat

Ya Ya

Tajam, tumpul, nyeri terus, kejang

Ya

Distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada toleran)

Ya Ya

Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain,

umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ visceral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat psikologis.

Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas

diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberpa jalur saraf (Aziz Alimul, 2008).

5. Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain tolerance). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya:

1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.

2) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.

3) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

4) Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

(16)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Karena nyeri merupakan sesutu yang kompleks, banyak factor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh:

1) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di anatara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.

Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun, individu yang berusia lanjut memiliki risiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

2) Jenis Kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri(Potter & Perry, 2005).

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana beraksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991 dalam Potter & Perry).

4) Makna Nyeri

(17)

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2005). 6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Nyeri yang tidak kunjung hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian (Potter & Perry, 2005).

7) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap disbanding pada akhir hari yang melelahkan (Potter & Perry, 2005).

8) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005).

9) Gaya koping

(18)

keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry, 2005).

10)Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasaskan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).

7. Pengkajian

Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST (Aziz Alimul, 2008).

P (pemacu), yaitu factor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri Q (quality), dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri

S (severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri

T (time), adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

1) Data Subjektif

a. Intensitas (skala) nyeri

Klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal, misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau sampai 10. Di mana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.

Gambar 2.1

(19)

Keterangan :

0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

b. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas (seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan).

c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.

d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.

e. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Smeltzer & Bare. 2001).

2)Data Objektif

(20)

Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992).

Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger, 1992). Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001).

Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).

Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri tersebut (NIH, 1986; McGuire, 1992).

8. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang dapat terjadi pada masalah nyeri adalah :

1. Ansietas yang berhubungan dengan : - Nyeri yang tidak hilang

2. Nyeri yang berhubungan dengan: - Cedera fisik atau trauma

- Penurunan suplai darah ke jaringan - Proses melahirkan normal

3. Nyeri kronik yang berhubungan dengan: - Jaringan parut

(21)

4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: - Nyeri maligna kronik

5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan: - Nyeri kronik

6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan: - Nyeri musculoskeletal

- Nyeri insisi

7. Resiko cedera yang berhubungan dengan : - Penurunan resepsi nyeri

8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan: - Nyeri muskuloskeletal

9. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan : - Nyeri artritis panggul

10.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan : - Nyeri panggung bagian bawah

Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan lokasinya (mis, nyeri pada pergelangan tangan kanan). Lebih lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek pada fungsi individu, kondisi tersebut dapat pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain.

9. Perencanaan

Tujuan:

1. Klien mengatakan merasa sehat dan nyaman

2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri 3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini 4. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab merasa nyeri

5. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman.

Rencana Tindakan:

1. Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri (ketidakpercayaan) orang lain, kurang pengetahuan, keletihan, kehidupan yang monoton).

2. Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.

Ketidakpercayaan orang lain

(22)

- Jelaskan pada klien bahwa pengkajian nyeri dilakukan karena ingin memahami nyeri yang klien rasakan dengan baik (bukan untuk emastikan bahwa nyeri benar-benar terjadi)

- Jelaskan tentang konsep nyeri sebagai pengalaman yang sifatnya pribadi. - Diskusikan alasan mengapa klien dapat mengalami peningkatan atau

penurunan nyeri (mis, keletihan [paningkatan] atau adanaya distraksi [penurunan]).

- Dorong keluarga untuk memberikan perhatiannya, juga pada saat nyeri sedang terjadi.

Kurang pengetahuan

- Jelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien, jika penyebabnya diketahui - Jelaskan lamanya nyeri akan berlangsung, jika diketahui secara pasti

- Jelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan prosedur yang akan dilakukan secara rinci dengan menyebutkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan.

Keletihan

- Tentukan penyebab keletihan (sedatif, analgetik, gangguan tidur)

- Jelaskan bahwa nyeri dapat mendukung terjadinya stress, yang akan meningkatkan keletihan)

- Berikan kesempatan klien untuk istirahat pada siang hari, dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat saat nyeri berkurang) - Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan dosis obat pereda nyeri

pada waktu tidur

Kehidupan yang monoton

- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai manfaat terapeutik dari metode distraksi, berikut metode penghilang nyeri lainnya.

- Jelaskan bahwa distraksi biasanya akan meningkatkan toleransi nyeri dan menurunkan intensitas nyeri, tetapi setelah distraksi selesai, kewaspadaan klien terhadap nyeri dan keletihan akan meningkat.

- Variasi lingkungan jika memungkinkan

(23)

3. Kolaborasikan bersama klien untuk menentukan metode mana yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.

- Pertimbangkan hal berikut sebelum memilih metode pereda nyeri yang spesifik, yakni kemauan klien untuk berpartisipasi (motivasi), kemampuann berpartisipasi (ketangkasan, penurunan sensorik), hal-hal yang disukai, dukungan orang terdekat, kontraindikasi (alergi, masalah kesehatan), biaya yang dibutuhkan, tingkat kerumitan, tindkan pencegahan, dan kenyamanan. 4. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesik yang diresepkan

5. Kaji respons klien terhadap obat-obatan pereda nyeri

6. Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien 7. Kaji penegtahuan keluarga dan responsnya terhadap nyeri.

- Beri klien kesempatan untuk mendiskusikan ketakutan, kemarahan, dan rasa frustasinya secara pribadi.

- Libatkan keluarga dalam sejumlah prosedur untuk menurunkan nyeri. 8. Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang 9. Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami

10.Beri pujian untuk kesabaran klien dan sampaikan padanya bahwa ia telah mengatasi nyeri dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku yang ditujukan klien.

11.Lakukan penyuluhan kesehatan, serta indikasi

- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai metode nyeri noninvasif (mis, relaksasi, distraksi, masase)

- Ajarkan berbagai teknik pilihan pada klien dan keluarga

10.Implementasi

A. Tindakan Peredaan Nyeri Nonfarmakologis

1. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Misalnya seorang klien sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat pertandingan sepakbola di televisi. Cara bagaimana distraksi dapat mengurangi nyeri, dapat dijelaskan dengan teori Gate

Control. Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral

(24)

nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang (Cummings, 1981:62).

Beberapa teknik distraksi antara lain: bernafas secara pelan-pelan, masase sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil menepuk-nepukkan jari-jari atau kaki, atau membayangkan hal-hal yang indah sambil tutup mata.

2. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi tubuh disokong (mis, bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (mis, tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan misalnya melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan wajah klien dianjurkan untuk tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor.

Steward (1976:959) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut: 1. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara

2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal tersebut

3. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal

4. Klien bernafas menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Minta klien untuk mengkonsentrasikan pikiran klien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat 5. Klien mengulang langkah 4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan, perut,

punggung dan kelompok otot-otot yang lain

6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

Efek Relaksasi:

− Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernafasan

− Penurunan konsumsi oksigen

(25)

− Penurunan kecapatan metabolisme

− Peningkatan kesadaran global

− Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan

− Tidak ada perubahan posisi yang volunteer

− Perasaan damai dan sejahtera

− Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam

3. Hipnosis Diri

Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman dan Mandel, 1994). Hipnosis diri sama seperti dengan melamun . konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.

4. Stimulasi Kulit

Stimulasi kulit dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres dingin, kompres hangat/panas, masase, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS). Kompres dingin dapat memperlambat impuls-impuls motorik menuju otot-otot pada area yang nyeri. Kompres dingin dan panas dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan proses penyembuhan. Pilihan dengan terapi panas dengan terapi dingin bervariasi menurut kondisi klien. Misalnya, panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990).

(26)

menit untuk kompres dingin. Pengompresan di dekat lokasi aktual nyeri cenderung memberi hasil yang terbaik. Seorang klien merasakan sensasi dingin, terbakar, dan sakit serta baal. Apabila klien merasa baal, maka es harus diangkat.

Suatu bentuk lain stimulasi kutaneus yang kadang kala disebut stimulasi yang berlawanan (counterstimulation), yaitu stimulasi saraf elektrik transkutaneus

(transcutaneous electrical nerve stimulation, TENS), dilakukan dengan stimulasi

pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar. Terapi ini dilakukan berdasarkan resep dokter. Unit TENS terdiri dari transmitter bertenaga baterai, kabel timah, dan elektroda. Elektroda dipasang langsung pada atau lokasi nyeri. Rambut atau bahan-bahan yang digunakan untuk persiapan kulit dibuang sebelum elektroda dipasang. Apabila klien merasa nyeri, transmitter dan menimbulkan sensasi kesemutan atau sensasi dengung. Klien dapat menyesuaikan intensitas dan kualitas stimulasi kulit. Sensasi kesemutan dapat dibiarkan sampai nyeri hilang. TENS efektif untuk mengontrol nyeri pascabedah dan mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (mis, mengangkat drain dan membersihkan serta kembali membungkus luka bedah) (Hargreaves dan Lander, 1989).

B. Terapi Nyeri Farmakologis

1. Analgesik

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.

Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar.

Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamsi nonsteroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiate, dan (3) obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik.

Terapi Farmakologi (Analgesik dan Antipiretik)

1. Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral), Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone, Indomethacin 2. Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal

asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.

(27)

4. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan.

5. Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada pasien dengan gagal ginjal).

11.Evaluasi

Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam meresposns rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Aziz, Alimul, 2006).

B. Asuhan Keperawatan Kasus

1. Pengkajian

Dari pengkajian pada pasien Tn. G pada tanggal 03 Juni 2014, di dapat data-data yang mendukung dalam melakukan asuhan keperawatan. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan.

1) Biodata

Seorang laki-laki Tn. G, berusia 67 tahun dan belum menikah, agama Islam. Tn.G adalah seorang buruh kasar dengan pendidikan terakhir adalah SMA, tinggal di Ling. IX Bel. Sicanang Belawan - Medan. Dirawat di ruang VII/VIII Melati III pada tanggal 9 Mei 2014. Menjalani operasi pada tanggal 21 Mei 2014 (Debridemant) dengan diagnosa medis Eletrical Burn.

2) Keluhan utama

Dalam pengkajian, didapat bahwa pasien mengeluh nyeri yang hebat pada bagian kepala dan lengan kanan akibat luka bakar.

3) Riwayat kesehatan sekarang

(28)

4) Riwayat kesehatan masa lalu

Tn. G tidak pernah mengalami penyakit yang berarti sebelumnya, sehingga tidak pernah dirawat bahkan mendapat tindakan pengobatan. Klien juga tidak memiliki riwayat alergi.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien tidak pernah mengalami sakit yang berarti. Semua anggota keluarga dalam keadaan sehat dan tidak ada anggota keluarga yang meninggal.

6) Pemeriksaan fisik

Pada saat pengkajian, keadaan umum klien terlihat lemah dengan tanda-tanda vital: suhu 38 oC, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90 x/i, pernafasan 22 x/i, dengan skala nyeri 6. Pada pemeriksaan kepala, bentuk kepala simetris, terdapat luka di sekitar ubun-ubun dan disekitar luka tampak kemerahan. Rambut berbau, kebersihan kepala, kulit kepala serta rambut tidak terjaga diakibatkan adanya luka. Warna kulit normal (coklat), struktur wajah oval. Pada pemeriksaan mata, mata lengkap dan simetris, tidak ada kelainan yang tampak pada mata, konjunctiva bewarna merah. Pada pemeriksaan sclera, telinga, mulut, faring serta leher tidak ditemukan kelainan, semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan integument, kebersihan kurang terjaga akibat luka bakar, turgor kembali cepat, dan tidak ada kelainan yang memperburuk keadaan. Begitu juga dengan pemeriksaan thoraks/dada, klien bernafas normal dengan frekuensi 22 x/i, tidak terdapat kesulitan bernafas. Pada pemeriksaan paru dan jantung, tidak terdapat kelainan. Pada saat dilakukan inspeksi, perkusi, palpasi bahkan auskultasi semua dalam batas normal. Pada peeriksaan abdomen, abdomen simetris, peristaltic 8x/i, tidak ada bunyi tambahan, tidak terdapat benjolan, ascites bahakan nyeri tekan, semua dalam batas normal.

7) Pola kebiasaan sehari-hari

(29)
(30)

2. Analisa data dan rumusan masalah

Tabel 2.3

ANALISA DATA

No. Data Penyebab Masalah Keperawatan 1.

2.

DS : Pasien

mengeluh sakit pada bagian luka

DO:

- Wajah tampak meringis - Pasien tampak

gelisah

Kerusakan kulit dan jaringan

Post debridement

Respon luka pada ujung saraf

Nyeri Akut

Kerusakan jaringan Kerusakan pelindung kulit

Post debridement

Pertahanan primer inadekuat

(31)

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 03 Juni 2014 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilakukan ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Nyeri akut dan Risiko Infeksi.

Dengan diagnosa keperawatan:

- Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan; post debridement d/d skala nyeri 5, wajah meringis, nadi cepat

(32)

4. Perencanaan

Table 2.4

Rencana Asuhan Keperawatan

Hari /

tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan Selasa,

3/06/20 14

1 Tujuan:

− Nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi

Kriteria Hasil :

a. Klien melaporkan nyeri berkurang b. Skala nyeri menurun 0-3

c. Klien tampak tenang

d. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana Keperawatan:

a. Kaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri

b. Kaji tanda-tanda vital klien.

c. Berikan klien posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk.

d. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kompres dingin dan hangat, pada saat nyeri berlangsung.

e. Berikan kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.

f. Beri kesempatan klien untuk istirahat pada saat nyeri berkurang.

g. Anjurkan keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.

Rasional:

a. Berguna dalam pengawasan keefektifan

obat, dan kemajuan penyembuhan.

b. Mengetahui keadaan umum klien melalui tanda-tanda vital.

c. Memberikan

kenyamanan pada klien untuk mengurangi nyeri yang dirasakan

d. Membantu mengurangi ketegangan akibat nyeri. Kompres dingin dan

hangat efektif menghilangkan nyeri

dan meningkatkan proses penyembuhan

e. Membantu menurunkan stress klien dalam keadaan sakit.

f. Memulihkan kekuatan tubuh

(33)

Hari /

tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan Selasa,

3/06/20 14

2 Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko infeksi tidak menjadi aktual

Kriteria Hasil :

a. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi b. Suhu tubuh dalam batas normal

Rencana Keperawatan:

a. Kaji tanda-tanda infeksi b. Batasi jumlah pengunjung c. Jaga asepsis selama pasien

beresiko

d. Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi

e. Inpeksi kondisi luka/bekas operasi.

f. Anjurkan pasien istirahat

g. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika

terdapat tanda dan gejala infeksi.

h. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional:

a. Mengetahui dini terjadinya infeksi

d. Apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat menandakan terjadi

prosesinflamasi bakteri.

e. Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas.

f. Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan

(34)

5. Implementasi dan Evaluasi

Hari/tanggal No.

Dx Waktu

Implementasi

Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Selasa,

b. Mengkaji tanda-tanda vital klien.

c. Mengatur posisi yang nyaman pada klien. d. Mengedukasi klien

tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat.

e. Memberikan

kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.

f. Menganjurkan klien untuk istirahat pada saat nyeri berkurang. g. Menganjurkan

keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.

S: klien mengeluh masih merasakan

O: Tanda-tanda vital: TD:110/80mmHg

2 Rencana Keperawatan:

a. Mengkaji tanda-tanda infeksi

S: -

(35)

b. Menjaga asepsis dengan membatasi jumlah

pengunjung

c. Menjaga asepsis selama proses pergantian perban d. Menginspeksi kulit

dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi

e. Menginspeksi kondisi luka/bekas operasi.

f. Menganjurkan pasien istirahat g. Mengedukasi

pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan

kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi. h. Memberikan

antibiotik sesuai indikasi.

- luka tampak kemerahan - akral hangat - asepsis terjaga

A: Masalah teratasi sebagian

(36)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan pengkajian pasa pasien Tn. G, dilakukan analisa data untuk memperoleh diagnosa keperawatan. Diagnosa yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan; post debridement d/d skala nyeri 5, wajah meringis, nadi cepat

2. Resiko infeksi b/d pertahanan primer inadekuat; kersusakan jaringan kulit; post debridement d/d terlihat tanda-tanda infeksi; warna merah di sekitar luka, suhu 38 oC

Nyeri Akut sebagai diagnosa prioritas, dengan pemenuhan kebutuhan dasar rasa Aman dan Nyaman. Kemudian dilakukan perencanaan tindakan keperawatan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, dari dua diagnosa yang diperoleh tidak dapat diatasi secara tuntas. Diagnosa keperawatan dengan nyeri akut dan risiko infeksi masih teratasi sebagian.

B. Saran

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebaiknya pendidikan keperawatan lebih meningkatkan kualitas pendidikan mahasiswa, khususnya sebelum praktik di rumah sakit. Sebaiknya diadakan ujian praktek kembali sebelum praktik ke rumah sakit.

2. Bagi Praktik Keperawatan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, Mary, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). Jakarta:EGC.

Hidayat, A A Alimul. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan (Volume 4). Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth

(38)

Lampiran I

PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama :Tn. G Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 25 tahun

Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Buruh kasar

Alamat : Blok B Ling. IX Bel. Sicamang, Medan Kota Belawan Tanggal Masuk RS : 9 Mei 2014

No. Register :00.92.11.59

Ruangan/kamar :Ruang VII/VIII - Melati III Golongan darah : B

Tanggal Pengkajian : 3 Juni 2014

Tanggal Operasi :21-5-2014 (Debridemant) Diagnosa Medis : Electrical Burn

II. KELUHAN UTAMA

Nyeri di bagian yang terkena luka bakar terutama di bagian kepala dan lengan kanan.

III.RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebanya

Luka bakar disebabkan oleh sengatan listrik pada saat bekerja. 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

(39)

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan

Pasien merasakan nyeri dengan skala 6 di bagian kepala dan lengan.Dan rasa nyeri bertambah dengan skala 8 ketika mengganti perban luka.Luas luka bakar 45 %.

2. Bagaimana dilihat

Wajah pasien terlihat meringis terutama pada saat luka dibersihkan.

C. Region

1. Dimana lokasinya

Lokasi nyeri berada di lengan kanan dan kepala bagian parietal. 2. Apakah menyebar

Nyeri tidak menyebar.

D. Severity

Nyeri pada luka mengganggu aktivitas pasien

E. Time

Nyeri sering terasa

IV.RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit

Tidak ada penyakit berarti yang pernah dialami oleh pasien. B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Tidak ada tindakan yang dilakukan. C. Pernah dirawat/dioperasi

Pasien belum pernah di rawat dan dilakukan operasi. D. Lama dirawat

Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit. E. Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi. V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua

Orang tua pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang berarti. B. Saudara kandung

Kesehatan saudara kandung baik, tidak ada penyakit berarti yang dialami. C. Penyakit keturunan yang ada

(40)

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. E. Anggota keluarga yang meninggal

Tidak ada anggota keluarga yang meninggal.

VI.RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Klien mengatakan sangat merasa ngeri dengan penyakitnya B. Konsep diri

- Gambaran diri :Klien mengatakan suka dengan bentuk tubuhnya yang tegap dan tinggi

- Ideal diri :Klien berharap tetap dapat bekerja membantu kebutuhan keluarga

- Harga diri : Klien tidak merasa harga dirinya jatuh karena luka bakar yang dialaminya

- Peran diri : Selama sakit, klien kehilangan peran dalam membantu keluarga mencari nafkah dirumah

- Identitas : Klien merupakan seorang anak laki-laki yang pekerja keras dan mandiri

C. Keadaan emosi

Keadaan emosi klien stabil, tidak tampak cemas pada masa dan dalam tindakan pengobatan.

D. Hubungan sosial - Orang yang berarti

Orang yang berarti bagi klien adalah keluarga. - Hubungan dengan keluarga

Klien mengatakan hubungan dengan keluarga terjalin dengan baik dan harmonis.Hal ini tampak dari anggota keluarga yang secara bergantian menjaga klien serta mengunjungi klien.

- Hubungan dengan orang lain

Klien mengatakan hubungan dengan orang lain baik. Hal ini terlihat dari tetangga dan teman-teman kerja yang datang untuk menjenguk klien.

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

(41)

E. Spiritual

- Nilai dan keyakinan

Klien beragama Islam dan mengikuti adat istiadat yang berlaku dalam kebudayaannya.

- Kegiatan ibadah

Selama di rumah sakit, klien tidak pernah beribadah atau sholat.

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Tampak lemah; kesadaran, compos mentis. B. Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 38 oC

- Tekanan darah : 110/80 mmHg - Nadi : 90 x/i

- Pernafasan : 22 x/i - Skala nyeri : 6 - TB : 168 cm - BB : 62 Kg C. Pemeriksaan Head to Toe

Kepala dan rambut

- Bentuk : Simetris

- Ubun-ubun :Terdapat luka di sekitar ubun-ubun, luka tampak kemerahan

- Kulit kepala : Kebersihan kulit tidak terjaga karena ada luka Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran rambut merata

- Bau : Rambut bau, kebersihan tidak terjaga - Warna kulit : Warna kulit normal (coklat)

Wajah

- Warna kulit : Sebagian warna kulit berubah putih kemerahan akibat luka bakar.

- Struktur wajah : Bulat oval

Mata

(42)

- Palpebra : Tidak ada edema pada palpebra - Konjunctiva dan sclera : Tidak ada ikterik, sclera tidak anemis - Pupil : Dilatasi pupil 2mm

- Cornea dan iris : Tidak terdapat kelainan pada kornea dan iris

- Visus dan tekanan bola mata : Tidak dilakukan pengukuran Sklera

- Tulang hidung dan posisi septum nasi:

Tulang hidung tepat ditengah, septum nasi simetris - Lubang hidung:

Tidak ada sumbatan pada lubang hidung - Cuping hidung:

Tidak ada pernafasan cuping hidung Telinga

- Bentuk telinga : Simetris kiri dan kanan - Ukuran telinga : Normal

- Lubang telinga : Tidak ditemukan adanya sumbatan - Ketajaman pendengaran : Ketajaman pendengaran baik Mulut dan faring

- Keadaan bibir : Bibir kering

- Keadaan gusi dan gigi : Kebersihan gusi dan gigi kurang terjaga - Keadaan lidah : Lidah bersih

- Orofaring : Pita suara baik, palatum terletak ditengah Leher

- Denyut nadi karotis : Vena karotis teraba Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : Kurang terjaga - Kehangatan : Akral hangat

- Warna : Cokelat, sebagian kulit bewarna putih kemerahan akibat luka bakar

- Turgor : Turgor kembali cepat - Kelembaban : Kulit kering

(43)

Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks : Normal

- Pernafasan (frekuensi, irama) : Pernafasan 22x/i, irama teratur

- Tanda kesulitan bernafas : Tidak terdapat tanda kesulitan bernafas Pemeriksaan paru

- Palpasi getaran suara : Palpasi getaran kiri dan kanan sama - Perkusi : Sonor/resonan

- Auskultasi (suara nafas, suara ucapan, suara tambahan): Suara nafas vesikuler dan tidak terdapat suara nafas tambahan Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : Normal, simetris kiri dan kanan - Palpasi : Pulsasi teraba

- Perkusi : Tidak ada suara tambahan

- Auskultasi : Bunyi jantung normal, tidak ada suara tambahan Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi : Abdomen simetris

- Auskultasi : Peristaltik 8x/i, tidak ada bunyi tambahan

- Palpasi : Tidak ditemukan nyeri tekan, tidak terdapat benjolan dan ascites

- Perkusi : Timpani

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I. Pola makan dan minum

- Frekuensi makan/hari : Tiga kali sehari

- Nafsu/selera makan : Nafsu dan selera makan baik - Nyeri ulu hati : Tidak terdapat nyeri di ulu hati - Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan

- Mual dan muntah : Pasien tidak merasakan mual dan tidak muntah

- Waktu pemberian makan : Pagi 07.30, Siang 12.30 dan malam 18.30 - Jumlah dan jenis makanan : Makanan biasa

(44)

- Masalah makan dan minum : Tidak ada kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan

II. Perawatan diri/personal hygiene

- Kebersihan tubuh : Kebersihan tubuh kurang

- Kebersihan kebersihan gigi dan mulut : Kebersihan gigi dan mulut kurang - Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kebersihan kuku kaki dan tangan kurang III.Pola kegiatan/aktivitas

- Uraian aktivitas pasien untuk mandi makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total:

Sebagian aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga pasien kecuali makan - Uraian aktifitas ibadah pasien selama dirawat/sakit

Pasien tidak pernah ibadah atau sholat selama pasien dirawat. Klien hanya dapat berdoa di tempat tidur

IV.Pola eliminasi 1. BAB

- Pola BAB : 1 kali sehari

- Karakter feses : Lunak dan bewarna kuning - Riwayat perdarahan : Tidak terjadi perdarahan - BAB terakhir : Pagi hari

- Diare : Tidak terjadi diare

- Penggunaan laksatif : Tidak menggunakan laksatif

2. BAK

- Pola BAK : Tidak dapat ditentukan - Karakter urin : Bening kekuningan

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak terdapat nyeri dan kesulitan dalam BAK

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak memiliki riwayat penyakit ginjal/kandung kemih

(45)

CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/tanggal No.

Dx Waktu

Implementasi

Keperawatan Evaluasi (SOAP) Rabu,

04 Juni 2014

1 14.00 – 20.00 WIB

h. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri

i. Mengkaji tanda-tanda vital klien. j. Mengatur posisi

yang nyaman pada klien.

k. Mengedukasi klien tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat. l. Memberikan istirahat pada saat

nyeri berkurang. n. Menganjurkan

keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak

S: klien mengeluh masih merasakan

O: Tanda-tanda vital: TD:120/80mmHg HR: 86x/i

RR: 24x/i T: 37,5oC Skala nyeri: 5 k/u: klien tampak lemah

nyeri dapat berkurang dengan cara berbincang-bincang

A: Masalah teratasi sebagian

(46)

nyeri.

2 i. Mengkaji tanda-tanda infeksi

j. Menjaga asepsis dengan membatasi jumlah pengunjung k. Menjaga asepsis

selama proses pergantian perban l. Menginspeksi kulit

dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi

m. Menginspeksi kondisi luka/bekas operasi.

n. Menganjurkan pasien istirahat o. Mengedukasi

pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan

kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.

A: Masalah belum teratasi

(47)

Kamis, 5 Juni 2014

1 14.00- 20.00 WIB

a. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri

b. Mengkaji tanda-tanda vital klien. c. Mengatur posisi

yang nyaman pada klien.

d. Mengedukasi klien tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat. e. Memberikan istirahat pada saat

nyeri berkurang. g. Menganjurkan

keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.

S: klien mengeluh masih merasakan mereedakan nyeri

O: Tanda-tanda vital: TD:110/80mmHg HR: 90x/i

RR: 24x/i T: 38,2oC Skala nyeri 5 k/u:Klien tampak lemah, wajah

A: Masalah teratasi sebagiam

P: Intervensi dilanjutkan

2 a. Mengkaji tanda-tanda infeksi

b. Menjaga asepsis S: -

(48)

dengan membatasi jumlah pengunjung c. Menjaga asepsis

selama proses pergantian perban d. Menginspeksi kulit

dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi

e. Menginspeksi kondisi luka/bekas operasi.

f. Menganjurkan pasien istirahat g. Mengedukasi

pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan

kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.

A: Masalah teratasi sebagian

a. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri

S: klien mengeluh masih merasakan nyeri

(49)

b. Mengkaji tanda-tanda vital klien. c. Mengatur posisi

yang nyaman pada klien.

d. Mengedukasi klien tehnik relaksasi nafas dalam, memberi kompres dingin dan hangat. e. Memberikan istirahat pada saat

nyeri berkurang. g. Menganjurkan

keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.

mengatakan Tehnik relaksasi sedikit

meredakan nyeri

O: Tanda-tanda vital: TD:110/70mmHg

A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

2 a. Mengkaji tanda-tanda infeksi

b. Menjaga asepsis dengan membatasi jumlah pengunjung c. Menjaga asepsis

selama proses S: -

(50)

pergantian perban d. Menginspeksi kulit

dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi

e. Menginspeksi kondisi luka/bekas operasi.

f. Menganjurkan pasien istirahat g. Mengedukasi

pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan

kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi. h. Memberikan

antibiotik sesuai indikasi

A: Masalah teratasi sebagian

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 2.1
Tabel 2.3 ANALISA DATA
+2

Referensi

Dokumen terkait

consideration could result in a straightforward breakdown of parts with the masonry walls and timber floors being regarded as having both structural and space-dividing functions and

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) -7. Melakukan kegiatan operasional di Indonesia

building in response to whatever loads may be applied to it, a structure must possess four properties: it must be capable of achieving a state of equilibrium, it must be stable, it

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik.. Irrevocable L/C yang

Currently, its most common application in architecture is in domestic building where it is used as a primary structural material either to form the entire structure of a building, as

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi - 2a. Pos-pos yang akan direklasifikasi ke

An interesting feature of the form-active shape for any load pattern is that if a rigid element is constructed whose longitudinal axis is the mirror image of the form-active shape

Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bolivar Venezuela mengenai Kerjasama Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan, yang telah