• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)

KAJIAN PENGGUNAAN

INPUT PRODUKSI

RAMAH LINGKUNGAN

UNTUK MENGHASlLKAN PRODUK BERSIH SAYURAN

Oleh

:

Ria Riati Rahati Widjaja

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(121)

ABSTRAK

RIA RlATl RAHATI WIDJAJA. Kajian Penggunaan

Input

Produksi Ramah Lingkungan Untuk menghasilkan Produk Bersih Sayuran.

Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. M. SRI SAENI, MS dan Dr. Ir. AZlS AZlRlN ASANDHI.. APU.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang strategis dan dapat diandalkan, karena peranannya sebagai sumber gizi dan mata pencaharian pokok oleh banyak petani. Di dalam budidaya sayuran, penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan tidak dapat dihindarkan sehingga pada aplikasi pestisida dan pemupukan yang tidak bijaksana rnenyebabkan adanya residu pada produk dan lingkungan yang sangat merugikan rnasyarakat. Salah satu upaya untuk mengatasi perrnasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan suatu teknologi pertanian yang rarnah lingkungan yaitu diantaranya dengan menggunakan pestisida yang selektif. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keunggulan sistem usahatani sayuran yang ramah lingkungan terhadap sistem usahatani konvensional dan mengurangi kandungan residu pestisida pada produk sayuran dan pada lingkungan karena pengaruh perlakuan.

(122)
(123)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

KAJlAN PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BERSIH SAYURAN

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2002

(124)

KAJIAN PENGGUNAAN

INPUT PRODUKSI

RAMAH LINGKUNGAN

UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BERSM SAYURAN

Rja Riati Rahati Widjaja

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(125)

Judul Tesis : Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran.

Nama : Ria Riati Rahati Widjaja

NRP : 99247

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS. Ketua

Dr. Ir. Azis Azirin Asandhi. APU Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi gram Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS

(126)
(127)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini merupakan suatu hasil penelitian dengan judul Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran. Penelitian dan tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di lnstitut Pertanian Bogor.

Selesaiilya penelitian dan tulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis rnenyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, atas segala pengarahan dan bimbingannya sampai tersusunnya tulisan ini.

2. Dr.lr. Azis Azirin Asandhi, APU, selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala pengarahan dan bimbingannya sampai tersusunnya tulisan ini.

3. Ir. Wiwin Setiawati, MS, Ir. lneu Sulastrini, Sdr. Aang Somantri dan Sdr. Cecep, atas bantuannya selama di lapangan.

(128)

5. Suami tercinta, lr. Pilsopa Djajadiredja, atas izin, do'a dan dukungannya, serta anak-anakku tersayang, Pia Anggia Ramadanti dan Ardi Prasadya, atas do'a dan dukungannya selama studi S2 di IPB.

Sernoga tukisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Bogor, April 2002

(129)

DAFTAR IS1 Halaman PRAKATA DAFTAR IS1 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

1. PENDAHULUAN 1 .I. Latar Belakang 1.2. Perurnusan Masalah 1.3. Kerangka Pemikiran 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Hipotesis

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Produk Bersih 2.2. Pengolahan Tanah

2.3. Sanitasi

2.4. Penggunaan Mulsa Pada Tanaman 2.5. Pertanaman Secara Tumpangsari

2.5.1. Tanaman Cabai 2.5.2. Tanaman Kubis 2.5.3. Tanaman Buncis 2.6. Pemupukan

2.7. Pestisida

2.7.1. Pestisida Selektif

(130)

2.7.2. Biopestisida

2.7.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida

Ill!. METODOLOGI PENELlTlAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

3.3. Metode Penelitian 3.4. Prosedur Penelitian 3.5. Parameter Yang Diamati

IV. HASlL DAN PWMBAHASAN

4.1. Hasil Suwai Pada Petani Cabai Merah

4.2. Pertumbuhan Tanaman (Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi)

4.3. Bobot Buah dan Persentase Buah Terserang Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 4.4. Persentase Kerusakan Tanaman Akibat

Serangan Hama dan Penyakit

4.5. Mikroorganisme Tanah dan Kesuburan Tanah 4.6. Populasi Fauna

4.7. Residu Pestisida

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

(131)

DAFTAR TABEL

Halaman Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai

Kehilangan Panen Hasil Cabai karena serangan Hama dan Penyakit Penting

Jenis Hama dan Penyakit Penting Tanaman Kubis Komposisi Unsur Hara Kotoran dari Beberapa Jenis Ternak

Perlakuan yang diuji pada petak Teknologi Petani Dan petak Teknologi Yang Diperbaiki

Hasil Suwai Penggunaan Pestisida dari Pemupukan Cabai yang dilakukan Petani Cabai Merah

Pertumbuhan Tanaman (Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi) tanaman Cabai Merah pada petak I dan K Bobot Buah Cabai Merah (kg) dan Persentase Kerusakan Buah Cabai oleh Hama dan Penyakit (%) Tingkat Kerusakan Tanaman Cabai Merah Akibat Serangan Hama dan Penyakitpada petak I dan K lntensitas Serangan Cendawan Cercospora sp Pada tanaman Cabai

Populasi Mikroorganisme Tanah pada Petak I dan K Karakteristik Tanah pada petak I dan

K

Keragaan Jenis Hama Tanaman pada Petak I dan K Populasi Harna Thrips dan Aphid pada petak I dan K Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang tertangkap Perangkap jebakan di perrnukaan tanah

Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang terdapat di dalam tanah

(132)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar I.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Bagan Kerangka Pemikiran

Model Kualitatif Pejalanan Pestisida Setelah Aplikasi

Peta Lokasi Penelitian

Tata Letak Percobaan di Lapangan

Grafik Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi

Grafik Tingkat Kerusakan Tanaman Cabai

Populasi Fauna Yang Tertangkap oleh Pitfall

(133)

I. PENDAHULUAN

1 .I Latar Belakang

Arah pembangunan pertanian pada PJP II mengalami reorientasi dari pendekatan produksi ke pendekatan yang lebih mengarah pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Penekanan pada satu jenis komoditas dalam pencapaian tujuan pembangunan pertanian tersebut akan mengalami stagnasi produksi, sedangkan komoditas non-padi belum digarap secara intensif. OIeh karena itu upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan selayaknya dilakukan dalam sistem usahatani yang berorientasi agribisnis disamping penigkatan kuantitas juga peningkatan kualitas produksi.

Salah satu jenis komoditas non-padi yang dapat dikembangkan untuk orientasi agribisnis adalah komoditas sayur-sayuran. Menurut Sunaryono (1999), sayuran mempunyai peranan penting yaitu : sebagai sumber penghasil zat gizi yang penting berupa protein, vitamin dan mineral. Selain itu sayuran memberikan sumbangan 10 % dari pendapatan nasional neto setiap tahun atau sekitar 22

-

29 % dari nilai produksi bahan makanan di Indonesia.
(134)

Pertumbuhan perrnintaan yang relatif cepat menimbulkan tekanan terhadap kemarnpuan daerah sentra produksi untuk menyediakan pasokan sayuran secara kontinyu. Produsen rnerespon tekanan ini dengan upaya peningkatan produksi yang cenderung ditempuh rnelalui peningkatan intensitas penggunaan masukan (input) produksi (terutama pupuk buatan dan pestisida kimia) yang dapat menjadikan usahataninya tidak efisien. Tuntutan pasar akan mutu dan persyaratan kesehatan semakin tinggi. Tuntutan pasar akan produk pertanian termasuk sayuran bukan saja bebas pestisida, tetapi telah berkernbang tuntutan produk pertanian yang bebas bahan kimia. Disarnping itu peningkatan efisiensi dan keunggulan komparatif salah satunya ditentukan pula oleh tingkat perkembangan teknologi dan pemanfaatannya. Oleh karena itu tantangan di masa datang adalah menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian dari segi kuantitas, keragsman dan kualitas, serta mampu menciptakan nilai tambah melalui teknik proses pengolahan, peningkatan sumberdaya yang efisien dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (Baharsyah, 1993).

(135)

komoditas sayuran dapat menemukan kembali ciri-ciri spesifiknya baik untuk komoditas sayuran dataran tinggi maupun di dataran rendah (Buurma, 1989).

(136)

tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan (International Nature Farming Center, 1993 ; Benbrook,l991 ; Hatwood , 1984 ; dan National Research Council, 1989).

Tuntutan pada revolusi hijau untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani yang tidak mampu mengadopsi teknologi baru yang mahal, apabila pemerintah harus menghapus semua jenis subsidi dan kredit untuk sektor pertanian, merupakan kebutuhan yang mendesak. Revolusi hijau ini mencakup antara lain : penemuan teknologi produksi seperti perbaikan teknik bercocok tanam dan perlindungan tanarnan, penemuan varietas atau bibit ilnggul baru yang secara biologik lebih efisien dan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah dan air yang miskin unsur hara dan iklim yang tidak menentu, membutuhkan sedikit energi, pupuk dan pestisida. Menurut Triharso (1995), revolusi hijau yang dimaksud hendaknya berusaha menerapkan low external input sustainable agriculture (LEISA). Untuk kondisi seperti Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan yang hams tetap sejalan dan seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani dan pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di bidang penelitian.

(137)

penyakit. Dan hasil penelitian Balitsa (1999) ditemukan bahwa kadar residu pestisida yang terkandung pada tanaman cabai merah di Kabupaten Brebes adalah 1,457 - 7,524 ppm dengan jenis insektisida monocrotophos. Sedangkan tingkat kadar residu yang diperbolehkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No. 8811Menkes/SKBNIIll996 dan 71 lIKPTSlTP.270/6/1996, tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian adalah 0,l ppm. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka dilakukan penelitian tentang "Kajian Penygunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran".

1.2 Perurnusan Masalah

(138)

Jutaan petani sayuran di daerah tropis melakukan kegiatan usahataninya pada lahan-lahan yang bervariasi dari segi ekosistem dan bahkan rentan terhadap resiko serangan hama dan penyakit. Sampai saat ini, penelitian konvensional secara ilmiah maupun penyuluhan pertanian masih sangat terfokus pada pertanian modern dengan penggunaan masukan (input) luar yang tinggi, seperti penggunaan bahan agrokimia (pupuk dan pestisida sintetis) dan benih hibrida, penggunaan sistem mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak, irigasi dan juga pertanaman tanaman sejenis.

lmplikasi dari penerapan sistem teknologi tersebut, akhir-akhir ini mulai dirasakan pengaruhnya, seperti petani mulai tampak ketergantungannya terhadap bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) dalam produksi tanaman di satu pihak dan tidak terkendalinya harga produksi tanaman (fluktuasi harga) yang sering merugikan produsen (petani) yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas produk. Menurut penelitian penggunaan pestisida sudah mencapai 15.5 ribu ton per tahun, dan selalu meningkat sekitar 7 % per tahun. Di lain pihak, eksploitasi sumberdaya alam tersebut juga telah mengakibatkan masalah lingkungan seperti erosi, degradasi lahan dan penurunan dari produksi pertanian, serta masalah pencemaran lingkungan. Berdasarkan ha1 tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahen sebagai berikut :

"Sampai sejauh mana tingkat kandungan residu pestisida pada produk dan

(139)

1.3. Kerangka Pemikiran

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang strategis dan dapat diandalkan diantara komoditas tanaman pertanian lainnya. Komoditas sayuran bukan hanya sebagai penyedia pangan dan gizi, tetapi juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sebagai pembuka lapangan kerja, berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan dapat dikembangkan ke arah produk industri.

(140)

hasil survai pada sayuran dataran tinggi, tercatat bahwa biaya yang digunakan untuk pstisida mencapai 30-50% dari total biaya produksi.

Penggunaan pestisida berlebih pada tanaman sayuran tidak saja rneningkatkan biaya produksi (tidak efisien), tetapi juga dapat menimbulkan pelbagai masalah yang serius antara lain : timbulnya resistensi hama sasaran, resurgensi hama sasaran, terbunuhnya rnusuh-musuh alami hama-hama penting pada tanaman dan residu pestisida yang membahayakan konsumen. Bahkan darnpak yang secara langsung akan dirasakan oleh konsumen adalah adanya residu pestisida dan bahan beracun yang berada dalam sayuran yang biasa di konsurnsi. Disarnping terjadinya pencernaran lingkungan sehingga rnengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, dalam "era lingkungan" saat ini seharusnya pestisida digunakan secara selektif dan hati-hati.

Untuk mengatasi ha1 tersebut perlu dilakukan langkah-langkah atau terobosan teknologi yang dapat menghemat penggunaan bahan kimia (pupuk buatan dan pestisida), mengurangi subsidi pemerintah, meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan produksi per satuan luas dan meningkatkan pendapakn petani sayuran. Melalui usaha-usaha tersebut berbagai sistem alternatif dan terminologi teknologi seperti halnya pertanian organik, pertanian alarni, pertanian alternatif, pertanian regeneratif, pertanian berkelanjutan masukan rendah (low external input sustainable agriculture = LEISA) peilu dikembangkan. Seluruh

(141)

yang dikembangkan harus ramah lingkungan dan berkelanjutan. Produk sayuran dapat dinyatakan aman dikonsumsi apabila konsentrasi residu insektisida atau logam berat lainnya dibawah batas ambang yang ditetapkan FA0 (WHO) yaitu 0 , l - I mglkg bobot sayuran. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar I. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan rnengembangkan suatu teknologi pertanian yang ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan biopestisida (biorasional) sebagai pengganti pestisida sintetis, penggunaan mulsa dan bercocok tanam secara tumpangsari sebagai pengganti pertanian tanarnan sejenis yang biasa dilakukan petani.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk :

(1) Mengkaji keunggulan sistem usahatani sayuran yang ramah lingkungan terhadap sistem usahatani konvensional.

(142)
(143)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

(1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa paket komponen teknologi usahatani yang ramah lingkungan dapat menghasilkan produk yang bebas dari residu pestisida.

(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperkenalkan kepada masyarakat mengenai produk sayuran yang bebas dari pestisida.

1.6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

(1) Penggunaan pestisida berpengaruh pada kandungan residu dalam produk sayuran.

(144)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Produk Bersih

Tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju yang menginginkan produk pertanian yang bersih dan bebas residu pestisida. Dengan mencermati adanya persaingan produk pertanian yang semakin tinggi perlu diupayakan untuk menghasilkan produk pertanian bermutu dan dihasilkan oleh budidaya pertanian yang bersih (clean agriculture) tanpa menggunakan sarana produksi yang membahayakan manusia dan lingkungan. Kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan dan keanekaragaman sayuran segar dikarenakan meluasnya penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi. Tuntutan konsumen akan produk sayuran yang bagus dan tanpa cacat (daun sayuran yang utuh) memacu petani menggunakan pupuk dan pestisida berlebih untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut. Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimiawi merupakan jalan pintas untuk mencapai produksi yang tinggi dengan penampakan yang bagus, meskipun dalam jangka panjang membahayakan bagi kelangsungan produksi pertanian dan kelestarian lingkungan (Cholid, 1997).

(145)

penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penggunaan pupuk organik, (3) peramalan terhadap serangan hama dan penyakit, (4) pengendalian hama dan penyakit secara biologis, dan (5) memacu penggunaan pestisida biorasional, sehingga dapat dikatakan bahwa produk bersih (untuk sayuran) adalah produk sayuran yang bebas dari bahan kimia (residu pestisida).

2.2. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat persemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, menutup biji waktu tanam, menekan pertumbuhan gulma (Arsjad, 1989). Pengolahan tanah dilakukan umumnya dengan jalan mengolah seluruh tanah atas dengan memakai alat-alat konvensional seperti cangkul dan dengan memakai alat-alat modern.

Menurut Smith dan Wilkes (1977), dengan menggunakan cara dan alat yang be~ariasi dapat dikemukakan bahwa tujuan pengolahan tanah antara lain : a. Menggemburkan tanah, sehingga memudahkan akar masuk kedalam tanah; b. Memperbaiki penghidupan organisme tanah;

c. Menambahkan bahan organik berupa humus dan pupuk kedalam tanah dengan membenamkan sisa-sisa tanaman;

(146)

e. Memperbaiki aerasi tanah;

f. Membunuh insekta terutama telur, larva dan tempat berkembang biaknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah. Menurut Surawijaya (1995), pengolahan tanah dapat menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air dan menurunkan tahanan penetrasi, tahanan geser dan tahanan gesek tanah.

(147)

2.3. Sanitasi

Menurut Untung (1993), teknik sanitasi atau pembersihan merupakan cara pengendalian secara bercocok tanam yang paling tua dan cukup efektif untuk menurunkan populasi harna. Banyak hama yang dapat bertahan hidup atau berdiapause di sisa-sisa tanaman. Dengan membersihkan sisa-sisa tanaman tersebut berarti akan mengurangi laju penigkatan populasi dan ketahanan hidup hama.

Pada prinsipnya teknik sanitasi adalah mernbersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman singgang, tunggul tanaman atau bagian-bagian tanarnan lain yang tertinggal setelah masa panen (Untung, 1993). Bagian tanaman tersebut seringkali merupakan ternpat berlindung hama, ternpat berdiapause, atau tempat tinggal sementara sebelum tanaman utama kernbali ditanam. Dengan mernbersihkan sisa-sisa tanaman tersebut berarti akan mengurangi populasi permulaan suatu harna dan memotong siklus hama yang secara potensial dapat merugikan pertanarnan berikutnya. Sanitasi yang dilakukan terhadap bagian tanaman yang telah terserang bertujuan untuk mengurangi sumber infeksi dan mencegah kerusakan tanaman lainnya. Sanitasi atau pernbersihan tanarnan (gulma) selain tanaman pokok juga untuk menghindarkan persaingan dalam kebutuhan akan unsur hara. Dengan demikian menurut Untung (1993), sanitasi, pembersihan dan penyiangan dilakukan terhadap :

a. Sisa-sisa tanaman yang masih hidup;

(148)

c. Sisa tanaman yang sudah mati;

d. Jenis tanaman lain yang dapat menjadi inang pengganti;

e. Sisa-sisa bagian tanaman yang jatuh atau tertinggal di permukaan tanahseperti buah dan daun.

2.4. Penggunaan Mulsa Pada Tanarnan

Harna dan penyakit merupakan faktor pembatas besar pada produksi sayuran di Indonesia. Sampai saat ini petani rnasih rnempercayakan pestisida untuk melindungi tanamannya. Untuk mengurangi penggunaan pestisida, salah satu altematif yang rnungkin dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mulsa. Mulsa yang dimaksud disini adaiah suatu bahan penutup tanah sebagai penghalang antara tanah dan udara diatasnya, sehingga terjadi perubahan keseimbangan energi dan perubahan panas.

Menurut Rosenberg (1974) jenis mulsa dapat digolongkan kedalam mulsa tradisional seperti jerami, debu, daun-daunan , tunggul atau kerikil dan mulsa artifisial seperti lernbaran plastik (bemrna atau transparan), alumunium foil, kertas, atau bahan-bahan kimia seperti aspal, lateks cair dan sejenisnya. lntensitas pengaruh mulsa temadap keseirnbangan energi tergantung dari jenis mulsa yang digunakan. Waggoner, P.E., P.M. Miller, dan H.R. De Roo (1960)

dalam

Rosenberg (1974) telah melakukan percobaan tentang pengaruh
(149)

kaca, yakni banyak rneneruskan radiasi surya terutarna pada spektrurn cahaya tarnpak (0,4

-

0,7/(1 ) dan hanya sedikit meradiasi balik gelornbang panjang, oleh karenanya terjadi kondensasi di balik rnulsa bagian bawah dan suhu di sekitar rnulsa rneningkat. Jenis rnulsa plastik hitarn rnerniliki sifat fisik menyerap harnpir seluruh panjang gelornbang radiasi yang datang, sehingga suhu tanah di bawah rnulsa dan suhu udara di atasnya menjadi tinggi. Sedangkan rnulsa alurnuniurn foil merniliki daya pantul yang tinggi, sehingga suhu tanah di bawah rnulsa dan suhu udara di atasnya menjadi dingin.

Hopen dan Oebker (1976) menyirnpulkan, bahwa penggunaan rnulsa sintetis dapat menjadi suatu metode untuk menolak serangga tertentu, untuk rnengendalikan beberapa patogen yang ditularkan melalui tanah dan rurnput- rurnputan, untuk memodifikasi suhu tanah, mengurangi penguapan, mengendalikan pencucian unsur hara, untuk memacu perturnbuhan dan perkernbangan tanaman, untuk meningkatkan hasil panen dan mernperbaiki kualitas produk panenan. Mulsa organik dapat .mengurangi suhu tanah dan penguapan, tetapi tidak selalu menyebabkan hasil panen yang lebih tinggi.

(150)

fotosintesis dan penurunan masalah-masalah yang ditirnbulkan hama dan penyakit.

Menurut Soetiarso, dkk. (1999), penggunaan mulsa plastik perak dapat meningkatkan jurnlah buah sehat per tanaman, bobot buah sehat per tanaman dan bobot buah per petak secara nyata. Dan' hasil penelitian yang dilakukan oleh Uhan dan Nunung (1995), Vos (1994) serta Uhan dan Duriat (1996), bahwa penggunaan rnulsa plastik perak berpengatuh positif terhadap perturnbuhan tanaman, dapat menekan tingkat kerusakan buah akibat serangan Dacus dan antraknosa dan dapat mengurangi kertisakan tanaman cabai karena antraknosa, thrips dan aphids.

2.5. Pertanaman Secara Tumpangsari

(151)

tersebut lebih rendah dari hasil tanarnan tunggalnya. Disarnping itu beberapa ahli rnelaporkan keuntungan turnpangsari antara lain :

(1) Produktivitasnya lebih tinggi dibanding rnonokultur, apabila kedua jenis tanaman atau lebih bersifat kornplementer (Harrera dan Hawood, 1973).

(2)

Menghasilkan lndeks Luas Daun (ILD) lebih besar dan dapat menutup tanah lebih cepat dibanding monokultur, sehingga dapat rnenekan erosi dan perturnbuhan rurnput (Harrera dan Hawood, 1973).

(3) Sernua jenis tanarnan yang ditumpangsarikan akan rnernanfaatkan baik

sinar rnatahari rnaupun tanah dan hara tanarnan dalarn tanah lebih banyak, karena tanaman-tanaman tersebut mernpunyai sifat-sifat agronornis dan arsitektur tajuk daun serta pola perkernbangan perakaran yang berbeda-beda (Effendi, 1977).

(4) Penanaman secara turnpangsari dapat berpengaruh terhadap perilaku serangga harna dalarn rnendapatkan rnakanan atau ternpat bertelur, karena adanya faktor fisik lingkungan maupun faktor kirnia tanarnan. Faktor biotik (rnusuh alarni) dapat pula berperan dalarn penekanan populasi harna (Sosrornarsono, 1984).

(5)

Tanarnan yang ditanarn secara turnpangsari urnurnnya kurang terserang
(152)

(6) Dari segi teknis, usahatani turnpangsari rnarnpu rneningkatkan produksi tanarnan per satuan luas dan per satuan waktu yang lebih tinggi dari sistern rnonokultur.

(7) Hasil-hasil penelitian rnenunjukkan bahwa turnpangsari sayuran di dataran medium (Asandhi, 1997) dan di dataran rendah (Abidin, dkk., 1996) dapat meningkatkan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) lebih dari satu.

(8) Tumpangsari tornat, ercis dan kubis mernperlihatkan hasil tornat, ercis dan kubis per tanaman lebih tinggi dari rnonocropnya sebesar 17.34 %, 12.51 %, dan 26.56 % dengan peningkatan produktivitas lahan sebesar 29 % (Silalahi, F.H., 1992). Turnpangsari kubis dan tornat juga dapat mengurangi serangan hama P. xylostella.

(9) Menurut Duriat, dkk. (1992), turnpangsari cabai dengan tornat dapat rnengurangi infestasi harna dan busuk buah antraknosa. Disarnping itu kuantitas produksi cabai juga naik dibandingkan dengan penanarnan cabai secara tunggal.

Pada penelitian yang dilakukan pada petak Improved (I), tanarnan utama yang ditanarn adalah cabai merah yang ditumpangsarikan dengan tanarnan kubis dan tanarnan buncis tegak

.

Sedangkan pada petak Konvensional (K)

ditanarn tanarnan sejenis yaitu cabai merah.

2.5.1. Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

(153)

dataran rendah rnaupun dataran tinggi di Indonesia. Cabai merah mampu turnbuh baik pada musirn kemarau, rnusirn hujan rnaupun rendengan dan labuhan (Siswanto dkk, 1995). Cabai merah adalah kornoditas pilihan untuk suatu usahatani yang areal pertanarnannya dari tahun ke tahun selalu menduduki areal terluas diantara tanaman sayuran yang diusahakan di Indonesia. Cabai merah merupakan kornoditas sayuran penting yang dikonsurnsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia dari berbagai tingkat sosial disebabkan karena cabai mengandung vitamin C yang tinggi dan sebagai penyedap rnakanan. Selain itu cabai juga mernpunyai nilai ekonorni yang tinggi karena penggunaannya yang cukup potensial disarnping sebagai sumber pendapatan sebagian besar petani sayuran. Pernasaran cabai merah cukup baik karena cabai merah dapat dijual, baik sebagai buah rnuda (cabai hijau) rnaupun tua (cabai merah), baik dalarn bentuk segar, bahan baku industri (giling, kering, tepung, obat-obatan dan kosmetik), olahan (sarnbal, variasi burnbu) rnaupun hasil industri (oleoresin, pewarna, burnbu, rernpah).

(154)

Tabel 1. Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai

Nama Urnurn

I---

Harna :

Ulat grayak Trip daun Lalat buah

Kutu daun

(aphid)

Tungau kuning

I

Ulat buah

Penyakit : Antraknos

Penyakit virus

-

Virus

mosaik

-

Virus kerupuk Bercak daun

Penyakit layu

Spodoptera lifura F. Thrips parvipinus Karny Dacus dorsalis Hend Myzus persicae Sultz

Polyphargotarsonemus latus Banks

Helicoverpa armigera Hbn

Colletrichum capsici dan C. gloesporioides

Cucumber mosaic virus Chili veinal mottle virus Tobacco mosaic virus Luteo virus Cercospora capsici Phytophtora capsici Fusarium oxysporum Pseudomonas Solanacearum Sclerotium rolfsii Phytopthora capsici Daun, buah Daun, buah Buah Daun, pucuk

Daun, pucuk , buah Buah Buah, daun Daun Daun Daun Daun, buah Akar, batang Akar, batang Akar, batang Akar, batang - --

[image:154.582.76.502.80.568.2]
(155)
[image:155.582.60.502.0.836.2]

oleh serangan hama atau penyakit sangat kompleks karena pengaruh iklim, tipe musim, tipe agroekosistem dan varietas cabai yang ditanam. Beberapa data kehilangan hasil panen cabai akibat harna dan penyakit dapat dilihat pada Tabel 2.

2.5.2. Tanaman Kubis (Brassica oleracea)

Kubis adalah tanaman horitkultura penting di lndonesia, yang dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan, maupun musim kemarau (Sastrosiswojo,S, 1975). Menurut Permadi, dkk. (1973), untuk daerah tropis seperti lndonesia, kubis merupakan tanaman dataran tinggi, kecuali beberapa varietas antara lain K-K Cross, dapat diusahakan di dataran rendah.

(156)

Tabel 2. Kehilangan Hasil Panen Cabai karena serangan Hama dan Penyakit Penting

Harna atau penyakit yang rnenyerang Kehilangan hasil (%)

1

1. Trips daun 2. Lalat buah 3. Antraknos 4. Mosaik CMV 5. Mosaik kornplek 6. Virus kerupuk 7. Mosaik CVMV

Surnber : Duriat dan Sudarwohadi (1994).

(157)

dahulu, yakni dengan pengapuran pada tanah asam atau pemberian bubuk belerang (S) untuk tanah basa (Suwandi, dkk, 1993).

Menurut Sastrosiswojo, dkk (2000), banyak jenis harna dan penyakit yang menyerang tanarnan kubis sejak persernaian sarnpai panen. Namun, hanya beberapa jenis harna dan penyakit tertentu saja yang merupakan hama dan penyakit utama serta hama dan penyakit kedua. Hama dan penyakit utama adalah hama dan penyakit yang mampu terus-menerus merusak dan secara ekonornis rnerugikan, sehingga selalu perlu dilakukan tindakan pengendalian. Harna dan penyakit kedua ada!ah hama dan penyakit yang dalam kondisi tertentu marnpu merusak dan merugikan, sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. Jenis dan hama penyakit penting tanarnan kubis dapat dilihat pada Tabei 3.

2.5.3. Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

Tanarnan kacang buncis akan berhasil dengan baik apabila ditanarn di daerah pegunungan dari 1000-1500 meter di atas permukaaan laut (dpl). Akan tetapi dapat juga diusahakan pada daerah dengan ketinggian 500-600 m dpl. Tanaman ini memerlukan masa kering untuk perturnbuhan buah polongnya. Karena itu biji harus ditanam pada akhir rnusirn hujan, sehingga pada perrnulaan musirn kemarau telah rnulai terjadi pernbentukan buahnya (Irfan, 1983).

(158)
[image:158.568.28.494.59.741.2]

Tabel 3. Jenis Hama dan Penyakit Penting Tanaman Kubis Fase

Pertumbuhan Nama umum dan nama ilmiah

(umur tanaman) Hama Penyakit

1. Di persernaian dan Ulat daun Kubis Penyakit tular tanah :

Sebelurn tanarn Plutella xylostela (L)' 1. Pemnospora brassicae (Pers)

Kurnbang daun. Fr.*

Phyllotreta vittata (F) 2. Busuk lunak

Erwinia camtovora Holland 3. Rebah kecarnbah

Rhizmtonia solani Kuhn.

4. Tepung berbulu

Pemnospom parasitica (Pers)

Fr

2. Tanarnan rnuda 1.

(urnur 1 - 7 rninggu)

-

Ulat tanah

Agrotis ipsilon Hufn.* Ulat daun kubis Plutella xylostella (L)' Ulat krop kubis

Cmidolomia binotalis

Zell.'

Ulat krop bergaris Hellula undalis (F.)* Ulat jengkal kubis

Chrysodeixis orichalcea L Ulat h n g

Spodoptera exigua Hbn. Ulat grayak

Spodoptera litura F. Kutu daun persik Myrus persicae Sulz. Ulat buah tornat

Helicoverpa arrnigera

Hbn.

1. Akar bengkak

Plasmodiophora brassicae

War.*

2. Busuk lunak

Erwinia camtovora (Jones) Dye.*

3. Busuk hitarn

Xanthomonas campestris

Dews.**

4. Rebah kecarnbah

Rhizmtonia solani Kuhn.. Phytium spp.

Tanarnan tua 1. Ulat daun kubis 1.

(urnur 8 rninggu P. xylostella (L)'

sarnpai panen) 2. Ulat krop kubis, 2.

C. binotalis Zell.'

3. Ulat grayak.

S. litura F. 3.

4. Ulat buah tmat,

H annigera Hbn. 4.

5. Ulat berbulu.

Dasychira inclusa Wlk.

Akar bengkak, P. brassicae Wor.' Busuk lunak

Erwinia camtovora (Jones) Dye.*

Busuk hitarn

X campestris Dews.**

Bercak daun Alternaria, Altemaria spp.

* Biasanya sebagai harna atau penyakit utarna

" Biasanya sebagai harna atau penyakit kedua

(159)

menggunakan Bayrusil 0.2 %. Sedangkan pemberantasan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum lindemuthianum yang menyerang buah, sehingga menimbulkan bercak-bercak hitam pada buah menggunakan Dithane M-45 0,2-0,3 % (Irfan, 1983; Kusumo dan Sunarjono, 1992).

2.6. Pemupukan

Menurut Suriatna (1988), ada dua golongan pupuk. Pertama yaitu pupuk alam atau pupuk organik seperti pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos. Sedangkan golongan yang kedua ialah pupuk buatan atau pupuk anorganik yaitu pupuk yang dibuat orang dan banyak jenisnya.

Pupuk kandang ialah pupuk yang didapat dari kotoran ternak baik dalam bentuk kotoran padat atau cair. Beberapa fungsi pupuk kandang adalah :

a. Menambah unsur hara tanaman:

b. Menambah kandungan humus atau bahan organik tanah; c. Memperbaiki struktur tanah;

d. Memperbaiki kehidupan jasad renik tanah.

(160)

unsur mikro yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Tisdale, dkk., 1975).

Pupuk kandang dapat diberikan sebagai pupuk dasar sebelum tanam. Penebarannya dilakukan secara merata di seluruh lahan, lalu tanahnya diolah untuk terakhir kali. Biasanya pemberian pupuk kandang yang sudah matang dilakukan seminggu sebelum tanam.

Tabel4. Komposisi Unsur Hara Kotoran Dari Beberapa Jenis Ternak.

Sumber : Lingga dan Marsono (1986) Jenis

Kuda

- Padat

- Cair Sapi

-

Padat

- Cair Kerbau

- Padat

-

Cair Kambing

-

Padat

- Cair Domba

- Padat

- Cair Babi

-

Padat

- Cair Ayam

- Padat

- Cair

Nitrogen 0.55 1.40 0.40 1 .OO 0.60 I .OO 0.60 1.50 0.75 1.35 0.95 0.40 1 .OO 1.00 Kadar Fospor 0.30 0.02 0.20 0.50 0.30 0.15 0.30 0.13 0.50 0.05 0.35 0.13 0.80 0.80

Hara (%)

(161)

Dari hasil penelitian Wardjito,dkk. (1994), didapatkan bahwa pemberian pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis 10 tonlha dan pupuk kandang kotoran sapi 40 tonlha mampu memproduksi kubis rata-rata 1.8 kg per tanarnan atau

*

54 tonlha. Selain itu penggunaan pupuk kandang kotoran ayam, sapi, kambing dan kuda masih tetap dibutuhkan dalam usahatani kubis untuk rnernpertahankan produksi 31 - 55 tonlha.

Pupuk buatan atau pupuk anorganik pada umumnya berwarna dan partikelnya terdiri dari berbagai macarn ukuran dan bentuk. Ada yang Serupa biji-bijian, butiran, kristal dan cairan (Suriatna, 1988). Kalau dibandingkan dengan pupuk alam, pupuk buztan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : a. Dapat diberikan pada tanaman dalam jumlah yang dianggap perlu; b. Dapat diberikan pada saat yang tepat;

c. Zat-zat rnakanan tanaman dapat diberikan dalarn perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman;

d. Makanan tanarnan dapat diberikan dalam bentuk yang mudah tersedia;

e. Pemakaian dan pengangkutannya lebih mudah, lebih rnurah karena konsentrasinya tinggi dan dibutuhkan dalarn jurnlah yang tidak begitu banyak.

Selain kelebihan tersebut, pupuk anorganik pun mempunyai kejelekan. Apabila pupuk anorganik dipakai secara terus-menerus dapat merusak struictur tanah bila tidak diimbangi dengan pupuk kandang atau kompos. Bila salah

(162)

Salah satu bentuk pupuk anorganik adalah pupuk rnajernuk NPK yang rnengandung unsur hara N, P dan K. Menurut Gunawan (2000), rnikroorganisme efektif seperti Trichodenna spp. dan Bacillus spp. dapat rnembantu mernpercepat proses dekomposisi pupuk ataupun kornpos untuk nutrisi tanarnan.

2.7. Pestisida

2.7.1. Pestisida Selektif

(163)

2.7.2. Biopestisida

Salah satu keberhasilan sistem pertanian modern adalah kemampuan untuk mengendalikan hama dan penyakit yaitu dengan penggunaan pestisida sintetik. Masalah yang muncul akibat penggunaan pestisida ini adalah kerusakan ekosistem, akurnulasi residu pestisida pada sayuran. Beberapa pestisida sintetik dapat menyebabkan kanker, leukimia dan kemandulan (Larnpkin, 1990). Pada tahun 1983, United Nations Economic and Social Committee for Asia and the Pasific memperkirakan bahwa 2 juta penduduk mengalami keracunan dan 40 ribu diantaranya sangat fatal. Dampak lain penggunaan pestisida adalah dapat mengeliminasi predator hama, kerusakan ekosistem tanah yang didalamnya banyak mikroorganisme berguna yang mampu mengendalikan hama tular tanah dan patogen (penyakit) ikut terbunuh. Penggunaan pestisida di lapangan seringkali membunuh organisme non-target. Meningkatnya penggunaan pupuk buatan dan pestisida golongan Profenofos, Permetrin, Deltametrin,Klorfiritos dan Teflubenzuron menyebabkan pencemaran produk sayuran tomat, kubis dan wortel. Residu insektisida tersebut ditemukan dengan konsentrasi antara 0,72 - 8,11 mglkg. Konsentrasi residu insektisida ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan batas ambang yang ditetapkan FAOIWHO yaitu 0,l

-

1 rnglkg bobot tanaman (Nurmalah, 1992).

Menurut Duriat dan Sudarwohadi (1994), perrnasalahan utarna dalarn usahatani bawang dan cabai adalah serangan harna dan penyakit, yang dapat rnenyebabkan kehilangan hasil sampai 45

-

80 %. Dewasa ini penggunaan
(164)

rnaupun dosis pestisida yang digunakan (Suriaatrnadja, dkk., 1995). Keadaan ini rnenirnbulkan berbagai darnpak negatif yang sangat serius. Adiyoga dan Soetiarso (1997) melaporkan sebanyak 68 % dari responden petani Brebes

rnenyatakan bahwa usahatani bawang-cabai adalah beresiko tinggi. Resiko tinggi itu antara lain karena hama Spodoptera yang ada di lapangan resisten terhadap insektisida (Suriaatrnadja et al., 1995).

(165)

kerusakan hanya rnencapai 7,72%, sedangkan pada perlakuan 6. subtilis hanya 7,6-25,2%; biorasional AGONAL 8:6:6, efektif menekan Aphids gosipii sebagai vektor 'kerupuk virus'. Pengendalian biologis (B. subtilis, T. dive~~flolia,

Nicotiana dan Agonal) telah berhasil dilakukan untuk menekan serangan cendawan dan rnernpertahankan kesegaran cabai hingga sepuluh hari penyirnpanan dibandingkan dengan fungisida sintetik Mancozeb. Biopestisida ini menjarnin rnutu produk bebas pestisida. Penyernprotan ekstrak kasar bahan organik yang berasal dari daun Azadirachta indica + Andropogon nardus

+

Alpinia galanga yang dikenal dengan Agonal dengan perbandingan 8:6:6 dan diencerkan dengan 30 bagian air dapat mengendalikan harna dan penyakit kentang (Wisnuwardhana, 1997).

A. Mimba (Azadirachta indica A. Juss)

Pada pertengahan tahun 1960-an rnulai diternukan bahan alarni yang dikandung oleh tanarnan yang daya kerjanya spesifik antara lain rnengganggu perkernbangan serangga atau mengharnbat proses makan serangga. Salah satu tanarnan yang rnengandung bahan alarni dengan sifat spesifik tersebut adalah tanarnan rnirnba (Azadirachta indica) (Sudarmadji, 1993). Sejak saat itu para ahli rnulai rnengernbangkan penelitian untuk mernanfaatkan ekstrak rnirnba untuk pengendalian berbagai harna pada tanarnan pangan, hortikultura dan tanarnan perkebunan.

(166)

Jawa Barat tanaman tersebut dapat ditemukan di daerah Subang, Cirebon dan Indramayu. Mimba merupakan pohon dengan ketinggian 10-15 m. Batang tegak, berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, dan berwarna coklat.

Bagian tanaman mimba yang diketahui mengandung senyawa aktif sebagai insektisida nabati adalah daun dan biji. Senyawa yang terdapat dalam tanaman mimba terdiri dari campuran 4 senyawa alami utama yang aktif sebagai insektisida. Keempat senyawa utama tersebut masing-masing adalah azadirachtin, meliantriol, salanin dan nimbin (Kardinan, 1999). Azadirachtin, bahan aktif ini tidak langsung rnembunuh, namun akhirnya akan dapat mematikan serangga melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Meliantriol, senyawa ini dalam konsentrasi yang sangat rendah mampu menolak serangga untuk makan, sehingga akhirnya serangga mati kelaparan. Salanin, senyawa ini juga mempunyai daya kerja sebagai penghambat makan, namun tidak mempengaruhi proses ganti kulit pada serangga, dan Nimbin, senyawa ini mempunyai daya kerja sebagai antivirus, sehingga rnempunyai potensi untuk digunakan sebagai pengendali virus yang menyerang tanaman (Sudarrnadji, 1993).

(167)

bahan sabun mandi, pasta gigi, obat-obatan, sayuran, pengganti pakan ternak, bahan bakar, dan bahkan sebagai tanaman hias. Di India, penduduk India rnenggunakan mimba untuk membersihkan gigi, obat kulit, tonikum, dan untuk rnengusir serangga. Di Thailand, daun mimba yang muda dirnakan sebagai sayuran.

B.

Serai Wangi (Andropogon nardus L.)

Serai merupakan turnbuhan herba menahun dan merupakan jenis rumput- rurnputan dengan tinggi antara 50-100 cm. Bagian yang digunakan untuk ramuan insektisida nabati adalah daun dan batangnya. Serai mengandung rninyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon, dan dipentena (Kardinan, 1999). Campuran abu daun serai dapat membunuh serangga hama dan menghambat peletakan telur. Abu daun serai mengandung sekitar 49 % silika (Si02) yang bersifat sebagai penyebab desikasi pada tubuh serangga, yaitu apabila serangga terluka maka serangga akan terus-menerus kehilangan cairan tubuhnya.

C. Lengkuas (Alpinia galanga L.)

(168)

banyak mengandung bahan organik. Bagian turnbuhan yang digunakan adalah rirnpangnya. Rimpang mengandung minyak atsiri yang terdiri dari metil sinamat 48%, sineol 20-30%. d-pinen, galangin, dan eugenol (yang mernbuat pedas) (Muhlisah, 1995).

2.7.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida

(169)

PESTISIDA FORMULAS1 PENGENCERAN TRANSPORTAS1 AKUMULASI HIDROLISIS BIODEGRADASI

TOKSIK HEWAN HEWAN HERBIVORA +KARNIVORA DIRUBAH

I

-4-1~

MusuH ORGANISME

ALAMI BUKAN MANUSJA

SASARAN

K

RESISTENS] RESURGENSl

MATI LEDAKAN

I.

HAMA

SEKUNDER

IKAN

u

BESAR

KECIL

t

L

zoo

PLANKTON

s

(170)

Pestisida yang diaplikasikan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Di udara pestisida akan mengalami proses fotodekomposisi oleh sinar matahari dan perkolasi atau ikut terbawa aliran angin.

Sebagian besar (60-99%) pestisida akan jatuh ke tanaman. Pada tanaman, pestisida dapat melekat dan menutupi permukaan tanah (deposit). Untuk pestisida yang tidak sistemik sebagian kecil mungkin masuk melalui stomata atau terserap kedalam tubuh tanaman. Pestisida dapat berpengaruh fototoksik terhadap tanaman dan dalam jaringan tanaman pestisida dapat diubah. Pestisida yang terdeposit pada tanaman akan terbawa bersama dengan hasil panenan sampai ke konsumen (manusia). Untuk pestisida yang persisten dapat melalui hewan herbivora, ke hewan omnivora atao karnivora kemudian ke manusia (Jonathan J, 1988).

(171)

degradasi secara fotokimia, kimia atau biologis oleh faktor lingkungan seperti

sinar matahari, uap air, udara dan lain-lain. Residu pestisida yang tertinggal dalam tanah dengan bantuan air dapat menyebar ke daerah lain, sehingga dapat menirnbulkan masalah lingkungan pada wilayah yang luas.

Hama sasaran yang terkena pestisida akan mati. Musuh alami (predator dan parasit), yang selalu berasosiasi rapat dengan hama ikut terkena pestisida tersebut dan ikut mati. Makhluk-makhluk bukan sasaran yang selalu terdapat pada ekosistem tersebut (serangga penyerbuk, katak, dan sebagainya), juga ikut terbunuh. Sebagian dari pestisida akan sampai ke air dan tanah. Dalam air dan tanah pestisida mengalami degradasi (secara fisis dan biologis). Jenis-jenis pestisida persisten praktis tidak mengalami degradasi dalam tanah tetapi malahan akan berakumulasi. Dalam air pestisida dapat mengalami akumulasi (terutama pestisida yang persisten) dan dapat mencapai konsumen akhir yaitu manusia. Pestisida granuler tidak langsung rnengenai komponen udara dan tanaman tetapi akan mengalami proses dalam tanah dan air. Pestisida granuler relatif tidak merusak musuh-musuh aiami tetapi akan berpengaruh negatif terhadap fauna tanah dan air (Supriatna, 1998).

(172)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang Kabupaten DT TK

II

Bandung dengan ketinggian tempat 1250 m dpl., seperti terlihat pada Gambar 3. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah Andosol dengan pH berkisar antara 3.8

-

5.1. Analisis residu pestisida pada tanah dan buah dilakukan di laboratorium Balitsa Lembang dan laboratorium Pengujian Pestisida dan Pupuk Diljenian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2001 sarnpai dengan bulan September 2001.

3.2. Bahan dan Alat

Untuk pengamatan tingkat keragaman jenis dan tingkat populasi hama serta musuh alarninya, peralatan yang digunakan adalah :

(1) Alat penghitung (counter) (2) Kaca pernbesar

(3) Pinset

(4) Cawan petri, botol sampel atau kantung kain kasa

(5)

Jaring atau perangkap serangga (insect net)
(173)
(174)

Untuk pengarnatan kadar residu pestisida pada cabai, kubis dan kacang buncis, peralatan yang diperlukan adalah

:

(1) Neraca analitik (2) Spektrofotorneter

(3) GLC atau HPLC (4) Bor tanah

(5) Peralatan ekstraksi dan pernurnian sarnpel (6) Kotak sarnpel (ice Box).

Bahan yang diperlukan untuk pengamatan kadar residu pestisida pada tanah adalah bahan pengekstraksi dan pemurnian sarnpel sesuai dengan teknik yang akan digunakan. Sedangkan untuk isolasi Trichoderma spp. dan Bacillus spp. mernakai media agar.

3.3. Metode Penelitian

(175)
[image:175.573.33.509.86.658.2]

Tabel 5. Perlakuan yang diuji pada petak Teknologi Petani dan petak Teknologi yang diperbaiki.

Teknologi Petani

1

1. Pengolahan tanah dangkal

(

?. Pengolahan tanah dalam

I

Teknologi yang diperbaiki

(Konvensional = K)

1

2. Sisa-sisa tanaman (rumput)

1

2. Sisa-sisa tanaman dibuang

I

(Improved = I)

I

dibuang seperti biasa (tidak

I

sampai bersih (sanitasi)

I

I

. terlalu bersih)

I

I

1

3 Tidak memakai mulsa plastik

1

3. Memakai muisa plastik perak

I

I

setempat *

I

tonha, NPK 1 tonha

I

4. Tanaman sejenis (monocropping)

1

6. Penggunaan pestisida sintetik *

1

6. Penggunaan pestisida selektif

/

4. Tumpangsari cabai-kubis-buncis

tegak

(termasuk biopestisida) Keterangan : - Luas petak percobaan 35

mL.

Jarak tanam 70 cm x 50 cm.

5. Pupuk : sesuai kebiasaan petani

1

5. Pupuk : pupuk kandang 30

-

* dilakukan survai pada petani setempat

Pengaturan tata letak percobaan petak berpasangan di lapangan adalah seperti terlihat pada Gambar 4 berikut ini :

I

1

I

1

I

1

I

I

I

1

I

1

I I I I I I I

K I K I K I K I K I K I K I K I K I K

1

2

3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :

-

I = Improved = Teknologi yang diperbaiki - K = Konvensional = Teknologi Petani - Angka 1 s/d 10 = Ulangan
(176)

Tahapan pelaksanaan analisis data percobaan dilakukan sebagai berikut : a. Kelompokkan data sesuai dengan macam perlakuan dan kelompoknya

(ulangan);

b. Hitunglah nilai t-hitungnya. Menghitung nilai t-hitung dilakukan dengan komputer memakai program minitab, berdasarkan uji T pada tingkat 5 %; c. Berdasarkan nilai t-hitung tersebut akan dapat dilihat apakah hasil penelitian

tersebut signifikan atau non-signifikan.

3.4. Prosedur Penelitian

Pengolahan tanah dilakukan pada petak percobaan seluas 700 m2. Petak percobaan dibagi 2, masing-masing 350 m2 untuk petak K dan petak I. Pengolahan tanah untuk petak K dilakukan sekali, sedangkan untuk petak I dilakukan sebanyak dua kali dengan kedalaman olah i 30 cm. Setelah tanah

diolah, masing-masing petak dibagi menjadi

10

plot sesuai dengan ulangan yang dilakukan. Masing-masing plot mempunyai luas 35 m2. Tiap plot dibagi menjadi 5 guludan.

Sisa-sisa tanaman dan gulma pada petak K dibuang seadanya (tidak terlalu bersih), sedangkan sisa-sisa tanaman dan gulma di petak I dibuang sampai bersih. Pada petak K guludan-guludan percobaan tidak memakai mulsa, sedangkan pada petak I diberi penutup tanah mulsa plastik perak.

(177)

merah Tit super dengan kubis Green Coronet dan buncis tegak cv. Duel. Jumlah cabe merah tiap guludan adalah 20 tanarnan (baik untuk petak K maupun petak I). Sedangkan jurnlah tanaman kubis maupun buncis pada petak I tiap guludannya masing-masing adalah 10 tanarnan.

Pupuk kandang sebanyak 30 tonlha diberikan satu rninggu sebelum tanarn. Sedangkan pupuk NPK sebanyak 10 tonlha diberikan satu hari sebelurn tanam.

(178)

3.5. Parameter Yang Diamati

1. Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan iebar kanopi).

Pengamatan tinggi tanaman dan lebar kanopi tanaman cabai merah dilakukan 30 hari setelah tanam sebanyak 5 kali dengan interval waktu setiap 2 minggu sekali. Pengamatan dilakukan terhadap 10 contoh tanaman tiap petak percobaan.

2. Pengamatan pada saat panen

Pada waktu panen dilakukan pengamatan terhadap :

(1) Bobot buah cabai dan buncis serta kubis per petak

(2) Persentase buah terserang organisme pengganggu tanarnan (OPT).

3.

Persentase kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit dihitung dengan menggunakan rumus :

2

n x v

p = X 100%

N X Z

Keterangan :

P, adalah tingkat kerusakan tanaman (dalam %)

Nilai (skor) kerusakan (v) berdasarkan luas daun seluruh tanaman yang terserang, yaitu :

0, adalah tidak ada kerusakan sama sekali 1, adalah luas kerusakan > 0 - 25 %

(179)

5, adalah luas kerusakan > 51

-

75 % 7, adalah luas kerusakan > 76

-

90 % 9, adalah luas kerusakan > 91 - 100 %

n, adalah jumlah tanaman yang memiliki nilai v yang sama Z, adalah nilai kategori serangan tertinggi

N, adalah jurnlah tanaman yang diarnati

4.

Pengukuran Mikroorganisme tanah dan kesuburan tanah

(180)

dingin, media ini siap untuk digunakan dalam isolasi mikroorganisme. Metode isolasi Trichodema sp. dari contoh tanah adalah sebagai berikut :

(1) Timbang 10 gram wntoh tanah secara aseptik kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi aquades steril sebanyak 90 ml.

(2)

Kocok erlenmeyer sebentar supaya tanah larut dan panaskan dalam

penangas air (waterbath) pada suhu 80

-

90

OC

dan dinginkan. Perlakuan ini khusus untuk pengamatan Bacillus sp. supaya stadium vegetatifnya mati, sedangkan untuk Trichodema sp. tidak periu dilakukan pemanasan.

(3) Buat pengenceran dari suspensi tersebut menjadi lo9;

lw3;

lo-';

lo6

dan 1 06secara steril.

(4) Ambil dari 3 pengenceran terakhir masing-masing sebanyak 0,l rnl, suspensikan dan letakkan pada permukaan media agar yang sudah disiapkan pada cawan petri. Ratakan dengan menggunakan pengaduk dari gelas (batang drigaatski).

(5) lnkubasikan selama 1

-

2 hari pada suhu karnar.
(181)

5. Pengamatan populasi fauna

a. Pengamatan fauna yang terdapat pada pertanaman dilakukan dengan mengamati sernua fauna yang terdapat pada 10 tanaman contoh per plot.

b. Untuk menghitung fauna tanah yang terdapat pada tanah dilakukan kegiatan sebagai berikut : pada tiap petak percobaan dipasang perangkap "pitfalln (alat untuk menangkap fauna tanah yang ada di permukaan tanah) yang diisi dengan cairan formalin 10%. Untuk menangkap fauna yang ada dalam tanah dengan cara sebagai berikut : contoh tanah diarnbil sedalarn 20 crn dengan menggunakari bor tanah. Tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat "Barlese Tullgreen" selarna 4 hari.

6. Pengamatan Residu Pestisida

Pengamatan residu pestisida dilakukan pada contoh tanah, buah cabai, buncis dan krop kubis. Pengukuran residu pestisida pada tanah dilakukan pada tanah dari petak teknologi petani dan petak teknologi yang diperbaiki sebelum dan sesudah tanam, dilakukan di laboratorium Balitsa Lembang. Analisis residu pestisida pada buah buncis, krop kubis dan buah cabai dilakukan dengan menggunakan kromatografi cairan gas atau gas liquid chromatography

(GLC)

(182)

Ditjentan Jakarta. Hasil dari analisis laboratorium ini kemudian dibandingkan

dengan nilai Batas Maksimum Residu (BMR). Menurut Chiu (1991), BMR untuk

insektisida Profenofos adalah 1.387

mglkg

(ppm) atau untuk insektisida lain
(183)

IV. HASlL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Suwai Pada Petani Cabai Merah

Dari hasil survai pada 10 orang petani yang menanarn cabai merah di sekitar lokasi penelitian didapatkan data seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil suwai Penggunaan Pestisida dan Pemupukan Cabai Yang Dilakukan Petani Cabai Merah

Keterangan : a. = Dosis lnsektisida (cc/l) b = Dosis Fungisida (gll)

c = Waktu pemberian (...

...

hari sekali) d = Dosis pupuk (tonlha)

e

=

Waktu pemberian (...

...

rninggu sebelurn tanam)

f

=

Waktu pemberian (.

. .

. . . hari sebelum tanam)

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dari 10 petani responden, 60 % diantaranya rnenggunakan insektisida Curacron dan 70 % menggunakan fungisida Antracol. Cara penggunaannya dengan mencampur kedua jenis pestisida tersebut. Waktu pernberiannya rata-

Jenis Pestisida

rata 1 minggu sekali sampai 1 hari sebelum panen dengan dosis rata-rata untuk

Jenis Pupuk

insektisida 2 mlll dan fungisida 4 gll.

Curacron Kandan Pupuk

a 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 d 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 c 5 5 4 6 5 6 NPK

Dithan 45

1 1

1 1 Confidor

e d f

1 1 0

10 10

1 1 0

1 1 0

1 1 0

1 1 0

10 10

1 1 0

Antracol b 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 c 4 5 6

a c b

(184)

Seratus persen petani responden menggunakan pupuk kandang dan pupuk NPK dalam usahatani cabai merah. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ternak kuda yang memang lebih mudah didapatkan karena adanya peternakan kuda di sekitar Lembang. Dosis pupuk yang diberikan ternyata sesuai dengan anjuran yang telah ditetapkan oleh Balitsa Lembang melalui program Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Pupuk kandang diberikan 1 minggu sebelum tanam, sedangkan pupuk NPK diberikan 1 hari sebelum tanam.

4.2. Pertumbuhan Tanaman (Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi)

Pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan lebar kanopi) dilakukan hanya pada tanaman cabai, untuk dapat membedakan antara tanaman cabai pada petak teknologi yang diperbaiki (Improved = I) yang merupakan pertanaman tumpangsari dengan kubis dan buncis dengan petak teknologi petani (Konvensional = K) yang merupakan pertanaman sejenis (cabai saja). Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 5. Dari pengamatan pada 30,

44,

58,

72

dan 86 HST (hari setelah tanam), diketahui bahwa tinggi tanaman dan lebar kanopi pada tanaman cabai merah di petak I lebih tinggi dan lebih lebar jika dibandingkan dengan pada petak K atau 68.03 % lebih tinggi dan 25.37 % lebih lebar. Dari hasil uji statistik juga terlihat berbeda nyata.
(185)

terhadap pertumbuhan tanaman lebih baik lagi. Hal ini disebabkan adanya penambahan unsur hara dari pupuk kandang dan adanya pemeliharaan tanaman dengan penyemprotan pestida selektif rnenyebabkan tanaman lebih sehat.

Tabel 7 : Perturnbuhan Tanaman (Tinggi tanaman dan Lebar Kanopi) Tanarnan Cabai Merah Pada Peiak I dan K

Keterangan : S = Signifikan = berbeda nyata berdasarkan uji T pada tingkat 5 %

HST = Hari setelah tanam

30 44 58 72 86

Hari Setelah Tanam

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2. 2.5.2. Tanaman Kubis (Brassica oleracea)
Tabel 3. Jenis Hama dan Penyakit Penting Tanaman Kubis
Tabel 5. Perlakuan yang diuji pada petak Teknologi Petani dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil data tersebut dilakukan analisis data untuk mengetahui tingkat validitas produk, sehingga produk pengembangan model latihan transisi defense to offense yang dikemas

Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada. makanan dan bahan yang tersedia

Dari hasil analisa tersebut dan mempertimbangkan kemampuan manajemen dilakukan pengembangan produk kursi makan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan ramah

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan alternatif olahan mi non gandum untuk mengurangi impor gandum dan memanfaatkan jagung sebagai bahan baku utama yang ditunjang

“Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan

The global application class is also used to track the life cycle of individual requests, allowing you to follow each request as it passes through the ASP.NET platform into the

Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Cyber Gambling Yang Akan Datang bahwa dari segi formulasinya seyogyanya perlu ada

By writing, the students can make correct sentences to organize a paragraph and also have the purpose to communicate with the readers using written language... The