• Tidak ada hasil yang ditemukan

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

311

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN

STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT

Lilin Indrayani

Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN

ABSTRAK

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor

Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang izin baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi sampai dekomisioning instalasi nuklir termasuk PLTN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada setiap tahapan perizinan instalasi nuklir. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan sebagai dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan pada setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN baik pada kondisi normal maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu BAPETEN sebagai Badan Pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup yang memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia penting untuk memperhatikan data rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan studi kasus Muntok, Kab. Bangka barat yang berguna untuk menggambarkan status dan kondisi lingkungan pada calon tapak PLTN dimasa mendatang.

ABSTACT

THE ENVIROMENTAL BASELINE OF FUTURE NUCLEAR POWER PLAT SITING ON CASE STUDIES OF MUNTOK, WEST BANGKA. Based on Government Regulation Number 43 Year 2006 on Nuclear Reactor Licensing stated that the technical requirements to be met by either licences at the stage of siting, construction, commissioning, operation to decommissioning of nuclear installations including Nuclear Power Plants (NPP) are the results of the site studies and environmental monitoring programs at each stage of the installation nuclear permiting. One of the environmental components that are used as environmental monitoring program is the environment baseline data. Environmental baseline data on the siting stage can be used as a basis to control and verify all the activities that may impact on the environment resulting from activities at each stage of development and operation of Nuclear Power Plants (NPP) either under normal conditions and accident conditions. Therefore BAPETEN as Regulatory Body which has the aim to guarantee the safety of workers, communities and the protection of the environment that has several monitoring tools in order to anticipate the development of nuclear power plant (NPP) in Indonesia is important to pay attention to the environment baseline data at potensially site of nuclear plants. In this paper described some of environment baseline data study case on Muntok, Bangka west that is useful to describe the environmental status and conditions on the prospective future nuclear power plant (NPP) siting.

LATAR BELAKANG

Undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi memasukkan nuklir sebagai sumber energi nasional dalam kelompok energi baru dan terbarukan. Undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia. Terkait dengan rencana tersebut di atas, BAPETEN sebagai badan pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia salah satunya adalah

pemantauan rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah 43 tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin dari BAPETEN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada tapak dan pada instalasi PLTN baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh

(2)

312

aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan pada tahapan pembangunan, pengoperasian sampai dekomisioning instalasi PLTN baik pada kondisi normal maupun kondisi kecelakaan.

Rona awal lingkungan adalah data yang dikumpulkan yang merupakan komponen lingkungan yang menggambarkan kondisi dan kualitas lingkungan pada calon tapak. Kegiatan pengumpulan data rona awal lingkungan bertujuan untuk:

a. Menentukan Status Kualitas Lingkungan.

• Merupakan tugas dan tanggung jawab Badan Pengawas untuk menentukan status kualitas lingkungan pada daerah tertentu dan waktu tertentu khususnya pada calon tapak PLTN.

• Memberi informasi kepada pihak yang berkepentingan misalnya publik tentang kualitas lingkungan pada daerah dan waktu tertentu. • Mengevaluasi kecenderungan

kualitas atau perubahan lingkungan pada tahapan kegiatan pembangunan dan pengoperasian pada calon tapak PLTN.

• Sebagai panduan atau acuan dalam pemulihan kondisi lingkungan pada tahap dekomisioning.

• Sebagai panduan atau acuan dalam pemulihan lingkungan akibat terjadinya kecelakaan yang berpotensi mengakibatkan kontaminasi lingkungan.

b. Menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan

Data yang diperoleh dapat digunakan dasar pertimbangan, penyusunan dan evaluasi kebijakan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan, misalnya penetapan tingkat radiasi, pengendalian teknologi yang akan dipakai, pengendalian limbah radioaktif,dll.

c. Menegakkan Hukum Lingkungan Dalam mengawasi penerapan peraturan perundang-undangan atau untuk membuktikan indikasi terjadinya dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian

instalasi nuklir di kemudian hari. Salah satu alat bukti indikasi kontaminasi lingkungan adalah perlu dilakukan pengambilan sampel lingkungan yang akan dibandingkan dengan data rona awal lingkungan.

II. RONA AWAL LINGKUNGAN KAB. BANGKA BARAT

Perhatian masyarakat nuklir baik pihak pemerintah, LSM maupun masyarakat umum pemerhati nuklir akhir-akhir ini perhatiannya tertuju pada Kabupaten Bangka barat yang selalu disebut-sebut sebagai calon tapak PLTN. Kabupaten Bangka barat secara geografis terletak diantara 105°.00’-106°.00’BT dan 01°.00’- 02°.10’ LS. Adapun secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara : Laut Natuna • Sebelah Timur : Kabupaten Bangka • Sebelah Selatan : Selat Bangka dan

kabupaten Bangka • Sebelah Barat : Selat Bangka

Menurut data BPS Kab. Bangka Barat terakhir (November 2008), luas wilayah total Kab. Bangka Barat adalah. yang 2.820,61 km2 terdiri dari 5 (lima) kecamatan yaitu Muntok, Simpang Teritip, Kelapa, Jebus dan Tempilang. Luas daratan kurang lebih 2.820,61 km2. Sedangkan untuk luas wilayah laut kewenangan yaitu selebar 4 (empat) mil laut ditarik dari garis pantai/ batas terluar pantai sekitar 202.758 Ha. TOPOGRAFI DAN MORFOLOGI WILAYAH

Ketinggian daerah yang paling dominan di kabupaten bangka barat 0 – 25 meter dpl (diatas permukaan laut) sehingga menunjukkan seolah ada lahan rendah yang memisahkan antara wilayah Kecamatan Jebus dengan wilayah lainnya di Bangka Barat. Bagian lahan rendah tersebut adalah persambungan antara komplek sungai Kampak dan Komplek sungai Antam. Puncak tertinggi di bangka barat adalah Gunung Menumbing dikecamatan Muntok dengan ketinggian sekitar 445 meter diatas permukaan laut. Adapun bukit yang termasuk dataran rendah tersebut adalah bukit Kelumpang, Bukit Kukus, Bukit Mayang, Bukit Penyambung, Bukit Kebon Kapit, Bukit Pasukan, Bukit Penyambung,

(3)

313 Bukit Telimpung yang ketinngiannya

bervariasi antara 150 m sampai 200 m. SIFAT TANAH

A. Jenis tanah

Jenis tanah kabupaten bangka barat yang terletak di ujung barat pulau Bangka didominasi oleh jenis tanah asosiasi podsolik coklat ke kuning-kuningan dengan bentuk wilayah berombak dan bergelombang. Kondisi tanah di Kab. Bangka Barat mempunyai PH rata-rata dibawah 5, yang didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya seperti pasir kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain. Bentuk dan Keadaan tanah di Kab. Bangka Barat adalah sebagai berikut (Sumber BPS Kab. Bangka barat Tahun 2007) :

• 4 % berbukit seperti bukit Menumbing, dengan jenis tanahnya adalah kompleks podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol dari batu plutonik masam. • 51% berombak dan bergelombang

dengan jenis tanah asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dengan bahan induk komplek batu pasir kwarsit dan batuan plutonik masam

• 20% lembah/ datar dengan jenis tanah asosiasi podsolik , berasal dari komplek batu pasir dan kwarsit.

• 25 % rawa dan bencah datar engan jenis tanah asosiasi alluvial hidromotif

dengan Glei humus serta Regosol kelabu muda berasal dari endapan pasir dan tanah liat.

B. Tekstur Tanah

Tektur tanah merupakan alat ukur yang dapat menunjukkan perbandingan relatif antara partikel-partikel tanah pasir, tanah liat dan debu. Tingkat kehalusan partikel tanah adalah tekstur halus, sedang dan kasar. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Tekstur tanah di Kab. Bangka Barat didominasi tekstur sedang.

IKLIM

Kabupaten Bangka Barat memiliki iklim tropis type A. Berdasarkan data dari stasiun Meteorologi Pangkal Pinang Tahun 2007, suhu udara maksimal Kab. Bangka Barat adalah 28,3 Celsius dan minimal 26,2 derajat Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 71- 88%. Berdasarkan catatan tahun 2007 curah hujan total 1,760,64 mm,atau rara-rata sebesar 146,72 mm/bulan dan banyaknya hari hujan rata-rata sebesar 9,75 hari. Musim penghujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai Mei. Intensitas penyinaran matahari rata-rata bervariasi antara 30,0-70,41 % dan tekanan udara antara 1.008,1 MB – 1.010,8 MB.

Gambar 1. sifat tanah coklat kekuning-kuningan terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan dengan kontur yang bergelombang

(4)

314

HIDROLOGI

Pola Hidrologi diidentifikasi menurut daerah aliran Sungai (DAS) di wilayah Kab, Bangka barat yang mempunyai arah aliran masing-masing ke laut Natuna, Selat Bangka dan Teluk Kelabat. Keberadaan sungai di kab. Bangka Barat sering berubah-ubah seriring banyaknya penambangan liar disekitar DAS. Beberapa sungai yang relatif besar jika dibandingkan sungai lainnya yaitu :

• Sungai kampak yang mengalir ke arah barat yaitu ke Teluk Kampak (Laut Natuna) yang terletak di kecamatan Jebus.

• Sungai Mancong/Sungai Jering yang mengalir kearah selatan yaitu ke selat Bangka yang terletak di Kecamatan Kelapa

• Sungai Antan yang mengalir kearah timur yaitu keteluk Kelabat yang terletak di Kecamatan Jebus.

Selain Sungai, badan air yang merupakan air pemukaan yang banyak terdapat di kabupaten Bangka barat adalah Kolong yaitu air yang tertampung dalam lubang bekas galian tambang timah. Sejumlah kolong yang terdapat kab. Bangka barat yaitu Kolong Terabek , Kolong Berang, Kolong sekar Biru, Kolong Ketap, Kolong Hijau dan Kolong Panca. Selain itu terdapat juga rawa-rawa yang merupakan tampungan air permukaan.

Sistem penyediaan air minum PDAM kecamatan Muntok ( Sumber : Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat Tahun 2007) berasal dari sumber air bersih perpipaan yang dikelola oleh PDAM Muntok diambil dari tiga buah sumber air yaitu Kolong Menjelang, Sungai Daeng (sungai Babi) dan Mata air Gunung Menumbing. Saat ini PDAM kecamatan Muntok hanya mengandalkan sumber air dari Kolong Menjelang yang mempuyai luas 3 ha dengan debit 15 l/dt, mengingat debit air yang dihasilkan mata air Gunung Menumbing relatif kecil sekitar 5 l/dt.

DRAINASE

Dengan karakter topografi wilayah dengan pola aliran sungai, ada permasalahan dalam drainase wilayah ini terutama kota Muntok, berupa adanya banjir periodik pada musim penghujan dan pada saat air laut

pasang. Banjir periodik tersebut terjadi sebagai limpasan/luasan air sungai, terutama yang perbedaan tinggi dengan muara (permukaan laut) tidak terlalu besar, seperti pada sungai Muntok asin

GEOLOGI

Sebaran karakter geologi di Kabupaten Bangka Barat didasarkan pada batuan penyusunnya. Jenis batuan terdiri dari batuan Aluvial, batuan Bintan, batuan Filit, Formasi Bintan, dan Granit.

1. Batuan Granit merupakan batuan beku atau malihan (igneous atau metamorphic rocks) batuan ini mempunyai potensi dan prospek ait tanah sangat rendah.

2. Batuan aluvial terdapat sebagian besar disebelah selatan kecamatan Muntok, bagian selatan kecamatan dan bagian timur kecamatan Jebus. Batuan aluvial ini merupakan sedimen lepas atau setengah padu seperti kerikil, pasir, lanau, lempung. Sebaran jenis batuan aluvial ini terdapat pada catchment area Sungai Kampak, Sungai Jering/ Mancung, Sungai Menduyung, dan Sungai Sukai. Batuan ini mempunyai potensi dan prospek air tanah sedang. 3. Batuan Bintan, tersebar dibagian timur

Kab. Bangka barat yaitu bagian timur kecamatan Jebus, Bagian Timur kecamatan Kelapa, dan Bagian Timur kecamatan tempilang.

4. Batuan Filit, terdapat di bagian selatan kecamatan Jebus, bagian timur kecamatan Kelapa.

STATUS DAN FUNGSI HUTAN.

Dominan Wilayah Kab. Bangka Barat adalah hutan. Kajian penetapan pola ruang yang terkait dengan fungsi hutan yang ada terutama ditetapkan untuk kawasan lindung yang berupa hutan maupun budidaya yang berupa hutan, maka terlebih perlu dilakukan kajian terhadap penetapan fungsi hutan yang ada di kabupaten bangka barat. Dari data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka barat diperoleh data kawasan hutan di Kab. Bangka Barat yang terdiri dari Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung/ Hutan Lindung Pantai, dan Hutan Produksi yang

(5)

315 2.8 PENGGUNAAN LAHAN

Status Penggunaan Lahan di kawasan kab. Bangka barat Tahun 2007 (data Badan Perencanaan Daerah Kab. Bangka Barat) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tata guna Lahan Kab. Bangka Barat

No JENIS

PENGGUNAAN LUAS (ha)

1 Hutan 17.351,65 2 Hutan Rawa 26.859,26 3 Rawa 10.255,76 4 Semak Belukar 59.669,33 5 Bekas Galian Tambang 878,49 6 Tambang 11.070,07 7 Tegalan-Ladang 93.747,40 8 Perkebunan 61.355,50 9 Sawah 134,73 10 Pemukiman 3.185,71 11 Pasir Darat 247,56 12 Tanah Kosong 640,63 13 Sungai 1.909,55

JUMLAH DAN DISTRIBUSI

PENDUDUK

Jumlah Penduduk Kabupaten Bangka Barat Tahun 2007 adalah sebesar 142.574 jiwa (Sumber Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat Tahun 2008) yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 73.292 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 69.282 jiwa . Kalau dilihat dari tabel diatas Untuk selang waktu tahun 2001 – 2007 Kabupaten Bangka Barat Mempunyai angka laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,38 %. Sementara bila dilihat dinamikanya pertumbuhan penduduk tiap tahun pada selang waktu antara 2001 sampai 2007 ada beberapa kecamatan yang mengalami pertumbuhan sangat tinggi dan ada juga yang malahan negatif pertumbuhannya atau berkurang jumlah penduduknya

PRASARANA TRANSPORTASI a. Prasarana Transportasi Darat

Jaringan jalan yang ada di kab. Bangka barat terdiri dari Jalan Negara, Jalan Provinsi dan jalan Kabupaten. Berdasarkan Tahun 2007 Jalan Negara sepanjang 81,00 km, Jalan Propinsi sepanjang 46, 80 km dan

Jalan Kabupaten sepanjang 421, 42 km. Jalan Negara merupakan jaringan jalan yang membentuk sumbu utama di wilayah Kabupaten bangka barat yang menghubungkan tanjung kalian –Muntok-Simpang Teritip –Kelapa- batas Kabupaten Ke Pangkal Pinang. Jalan Kabupaten dan Jalan Propinsi serta jalan lokal dominan merupakan cabang dari jalan negara. Oleh karena itu pola jaringan jalan yang ada pada dasarnya merupakan pola “tulang ikan” . Beberapa titik pertemuan atau persimpangan antara jalan negara dengan jalan-jalan lainnya muntok, air limau, mayang, pelangas, simpang teritip, ibul, kacung, dendang, simpang bulin, kelapa, dan simpang tempilang. Sebagai kelengkapan dari pergerakan transportasi jalan raya, dewasa ini ada 3 terminal dikab. Bangka barat, yaitu:

• Terminal Muntok yang merupakan terminal utama di kab.bangka barat yang melayani trayek antar propinsi ke palempang antar kabupaten di pulau bangka antar kecamatan di bangka barat dan lokal sekitar kota dan kecamatan muntok.

• Terminal Parit Tiga Jebus yang lebih merupakan sub-terminal yang melayani trayek antar kabupaten (ke sungailiat) antar kecamatan (ke muntok, tempilang)dan lokal di kecamatan jebus • Terminal Kelapa yang lebih merupakan terminal perlintasan ataupun sub terminal yaitu melayani perlintasan Muntok- Kelapa- Pangkal pinang. b. Prasarana Pelabuhan Laut dan

Penyebrangan

Pada saat ini Kab. Bangka Barat memiliki 5 pelabuhan penyebrangan yaitu:

• Pelabuhan Muntok yang terletak di Simpul perkotaan Muntok (Kel. Tanjung Kec.Muntok) yang melayani pergerakan barang dan penumpang • Pelabuhan Tanjung Kelian diujung

barat Pulau Bangka yang terletak di desa Air Putih Kecamatan Muntok, yang melayani angkutan penyeberangan Muntok- Palembang.

• Pelabuhan Tanjung Ru, di Desa Bukit Kecamatan Jebus yang melayani penyebrangan ke Belinyu dengan menggunakan perahu rakyat dan bahkan perahu nelayan, untuk menyebrangkan orang dan barang.

(6)

316

• Pelabuhan Kayu arang terletak di desa kayu arang Kecamatan Kelapa yang dahulu merupakan pelabuhan penyebrangan Palembang-Katu arang yang dewasa ini tidak dimanfaatkan lagi untuk itu, sehingga pada lokasi pelabuhan ini lebih banyak dipakai sebagai tambatan perahu nelayan.

SEKTOR EKONOMI

Masyarakat Muntok dari zaman belanda hingga kini terkenal dengan timah dan perkebunan lada. Timah Muntok merupakan sumber tambang timah terbesar di Indonesia. Penambangan timah oleh kapal hisap diperairan laut merupakan bentuk ekspansi pertambangan timah yang dilakukan di darat, akhir-akhir ini disoroti sebagai bentuk kegiatan perusakan lingkungan. Usaha industri yang banyak di kab.bangka barat adalah industri yang mendukung pertambangan timah misalnya industri pengolahan biji timah (smelter). Sesuai dengan kondisi geografisnya yang terletak diperairan dekat laut yang kaya akan keanekaragaman hayati laut, penduduk sekitar pesisir pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Daerah Teresterial yang didominasi dengan hutan sekarang ini banyak berubah menjadi lahan tanaman hutan industri seperti karet, kelapa sawit, dan lahan hutan yang diubah menjadi perkebunan antara lain perkebunan lada. Selain bekerja pada pemerintahan, hanya sebagian kecil masyarakat bergerak dibidang jasa misalnya jasa untuk mendukung

pariwisata yang terkenal dengan pantainya yang indah.

KESIMPULAN

BAPETEN sebagai badan pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia salah satunya adalah pemantauan rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Rona awal merupakan pedoman/acuan untuk menentukan kualitas lingkungan calon tapak PLTN khususnya tapak Muntok, Kab. Bangka Barat pada tahap pembangunan dan pengoperasian sampai dekomisioning PLTN dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

1 Data Kependudukan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat, Tahun 2008 .

2 Data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka barat tentang penggunaan lahan Kab. Bangka Barat. 3 Data Meteorologi dari stasiun

Meteorologi Pangkal Pinang Tahun 2007

4 Data dari BPS Kab. Bangka barat Tahun 2007.

5 Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat Tahun 2007.

(7)

317

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

Subiarto, Cahyo Hari Utomo

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN

ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT. Telah dilakukan pengkajian pengolahan limbah boron-10

dari operasi PLTN tipe PWR. Pada sistem air pendingin primer untuk PLTN tipe reaktor air ringan bertekanan (pressurized water reactor, PWR), penanganan jumlah neutron yang terbentuk dari reaksi fisi di dalam reaktor selain dengan menggunakan batang kendali saat siklus awal juga dilakukan dengan penambahan boron dalam bentuk asam borat. Asam borat ini ditambahkan kedalam air pendingin primer pada kadar 4000 ppm untuk menyerap neutron. Asam borat dalam limbah cair (air pendingin bekas) akan memberikan kesulitan dalam proses sementasi untuk isolasi dan pengungkungan unsur radioaktif, karena beton hasil pemadatan akan menjadi sulit untuk mengeras. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengurangan kadar boron dengan teknik pengenceran tapi ini akan menambah volume limbah solidifikasi yang dihasilkan. Sebagai jalan keluar limbah asam borat dikelola dengan teknik solidifikasi (hyper-cement) yang menggunakan material semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.

Kata kunci : Limbah boron-10, PWR, Tehnik solidifikasi ABSTRACT

THE TREATMENT OF BORON -10 WASTE GENERATED FROM PWR'S TYPE OF NUCLEAR POWER PLANT OPERATION USING HYPERCEMENT SOLIDIFICATION . The assesment of treatment of boron – 10 waste generated from PWR's type of Nuclear Power Plant have been carried out. On the primary coolant water system for PWR's type of NPP, the handling of amount of neutron formed from fission reaction within reactor besides using control rod at the starting up of the reactor, it was also done by adding boron in boric acid form. Boric acid was added into primary coolant water at the content cementation product of 4000 ppm to absorb neutron. Boric acid in liquid waste (spent coolant water) would give difficulties in solidification process for radioactive elements isolation since it would hinder the hardening process of the concrete of solidification product materials. To overcome this problem , it is necessary to reduce the amount of boric by dilution technique, but this will increase the waste volume of the solidification products of waste solidification. Therefore there is a need to develop a solidification technique using cement materials that increases the borate content in products.

Keywords : Boron-10 waste, PWR, solidification PENDAHULUAN

Penggunaan boron-10 dalam bentuk asam borat diperlukan untuk menyerap neutron yang dihasilkan selama reaksi fisi di dalam reaktor tipe pwr , karena penggunaan batang kendali saja tidak memadai. Boron dalam bentuk asam borat ditambahkan ke dalam sistem air pendingin primer pada kandungan 4000 ppm [1,2]. Penambahan boron ini di dalam reaktor menjalankan fungsi :

Mengendalikan reaktivitas teras. Meratakan fluks neutron agar bahan

bakar mengalami pembakaran yang sama.

Reaksi penyerapan neutron oleh boron adalah [2] : 5 B 10 + 0 n 1 → 3 Li 7 + 2 α 4

Selain harganya mahal, keberadaan elemen boron di dalam limbah tidak dikehendaki karena akan mencemari lingkungan, karenanya diupayakan pengambilan kembali boron ini di dalam sistem air pendingin primer reaktor tipe PWR. Pengambilan kembali ini bisa dilakukan baik dengan menggunakan metoda evaporasi ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.

Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan keselamatan, asam borat yang terdapat dalam air pendingin bekas diambil kembali melalui proses evaporasi sehingga diperoleh asam borat sebagai pekatan yang digunakan kembali dan kondensat yang dipakai sebagai air make-up. Jika air berkadar boron cukup tinggi mengalami pendinginan, maka akan ada resiko penyumbatan saluran pipa karena terbentuknya kristal. Telah diketahui pula kondisi proses yang optimal agar pada proses evaporasi belum terdapat resiko

(8)

318

penyumbatan oleh terjadinya kristal asam borat, yaitu pada kadar asam borat maksimum 6 % [1]

Asam borat dapat pula diambil kembali dengan metode penukar ion. Resin yang dipergunakan adalah resin penukar anion basa lemah. Larutan asam borat dialirkan melalui kolom penukar ion berisi resin penukar anion berukuran 20 – 50 mesh, sehingga ion-ion borat terkonsentrasi pada resin. Kemudian resin dielusi dengan air dan dalam fraksi efluen , kandungan isotop B10 akan meningkat pada akhir tahap elusi. Faktor pemisahan terbaik yang diperoleh adalah sebesar 1,03 pada temperatur operasi 25°C, kecepatan umpan boron dalam bentuk larutan asam borat 0,101 M adalah 50 ml/jam/cm2 dan kecepatan elusi sebesar 38 ml/jam/cm2 dalam kolom uji berukuran 0,8 cm x 48 cm Dapat pula diketahui bahwa temperatur operasi yang lebih tinggi dan laju alir umpan boron yang lebih besar akan mengakibatkan kecenderungan pengurangan faktor pemisahan. Larutan yang mengandung banyak isotop B10 akan terkumpul terpisah di bagian belakang dari proses elusi. Ada metoda lain, juga secara catu, untuk meningkatkan kandungan isotop B10 dalam larutan asam borat dari 19,78 % menjadi 91 % dengan mengalirkan larutan umpan melewati resin penukar anion basa lemah berukuran 80 – 100 mesh di dalam kolom penukar ion sepanjang 256 cm dengan menggunakan air sebagai eluen. Konsentrasi umpan asam borat adalah 0,1 mol/dm3dan kecepatan elusi sebesar 20 cm3/jam/cm2 pada temperatur operasi 40°C. Faktor pemisahan yang diperoleh konstan sepanjang kolom, yakni sebesar 1,0100 ± 0,0005 per 100 cm.[1,2]

Setelah unsur boronnya diambil kembali, baik dengan cara evaporasi maupun dengan penukar ion, maka limbah radioaktif yang tersisa dapat diproses lebih lanjut agar tidak mengancam keselamatan manusia dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Dalam makalh ini akan dilakukan pengkajian teknik solidifikasi untuk digunakan dalam menangani limbah boron dari operasi PLTN tipe PWR. Teknik solidifikasi yang dipilih adalah solidifikasi hyper – cement yang dapat mengurangi volume limbah cair boron-10 dari PLTN tipe PWR dengan cara solidifikasi semen stabil.

KARAKTERISTIK LIMBAH BORON DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

Dari operasi PLTN tipe PWR akan ditimbulkan limbah radioaktif cair terkonsentrasi boron dengan karakteristik sebagai berikut : [3]

1. Tipe limbah : limbah aktivitas rendah 2. Kerapatan jenis : 1,2 g/cm3

3. Karakteristik fisik : gambaran umum berupa lumpur dimana mayoritas air limbah telah diolah baik dengan cara evaporasi maupun dengan resin penukar ion.

4. Komponen fisik : konsentrat boron 90 % dan air 10 %.

Konsentrat boron didisposal jika tidak bisa digunakan kembali, karena terkontaminasi secara kimia sehingga menghalangi penggunaannya kembali. Bentuknya secara fisik berupa lumpur yang densitasnya lebih besar daripada air. Setelah diolah maka limbah disolidifikasi ke dalam drum 200 l dan kemudian ditempatkan di dalam kontainer yang memenuhi standar ISO. Radioaktivitas dari limbah terdiri dari pemancar alfa, beta dan gamma.

SOLIDIFIKASI LIMBAH

KONSENTRAT BORON

Limbah radioaktif cair yang mengandung boron setelah diambil boronnya baik dengan cara evaporasi maupun penukar ion, maka limbah konsentratnya kemudian disolidifikasi agar dapat dengan aman disimpan di fasilitas penyimpanan. Dalam makalah ini akan ditampilkan satu teknik solidifikasi yang menghasilkan tidak begitu banyak limbah untuk dibuang di fasilitas penyimpanan lestari, jauh lebih sedikit dibandingkan cara solidifikasi konvensional, yang dinamakan teknik solidifikasi hyper-cement. Dengan menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan cara teknik bitumen, yang secara konvensional digunakan dalam solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR.

Material semen diketahui sangat bagus untuk solidifikasi limbah radioaktif karena sifat tak tembus airnya setelah pengerasan dan sifat penyerapannya yang tinggi terhadap elemen radioaktif ke dalam material yang mengeras. Sejalan dengan kesederhanaan proses solidifikasi

(9)

319 menggunakan bahan- bahan ini, sistem

solidifikasi semen telah beroperasi di banyak fasilitas nuklir. Tetapi proses pengerasan kadang-kadang terhambat oleh kehadiran komponen-komponen tertentu seperti asam borat dan asam fosfat sebab unsur-unsur tersebut mengganggu reaksi hidrasi semen. Gangguan ini menjadi titik perhatian khusus dalam hal solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari reaktor tipe air bertekanan (PWR) karena komponen utamanya adalah asam borat. Untuk menghindari gangguan ini, adalah perlu untuk mengurangi kandungan komponen ini pada solidifikasi semen, tetapi ini mengakibatkan bertambahnya volume produk solidifikasi limbah. Untuk alasan ini diperkenalkanlah teknik bitumen dimana garam- garam dari campuran borat dan elemen-elemen radioaktif dicampurkan kedalam aspal molten. Teknik ini dapat mengurangi timbulnya produk solidifikasi limbah di PLTN tipe PWR. Tapi proses solidifikasi ini rumit dan kadang-kadang diperlukan perbaikan peralatan akibat aktivasi aspal molten pada temperatur tinggi yang berujung pada korosi logam. Jadi perlu dikembangkan teknik solidifikasi menggunakan bahan semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.

DATA DAN PEMBAHASAN a, Proses Solidifikasi Hyper - Cement

Telah dikembangkan teknik solidifikasi semen yang baru, yang dikenal dengan nama teknik solidifikasi hyper-cement yang menghasilkan reduksi volume limbah yang tinggi. Teknik ini terdiri dari 2 proses : proses pengeringan untuk mengurangi volume limbah radioaktif dan proses sementasi untuk solidifikasi sejumlah besar produk pengeringan dengan semen. Menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah lebih besar daripada jika kita menggunakan teknik bitumen.

Gambar 1 menunjukkan proses solidifikasi (pemadatan) yang dikembangkan untuk limbah radioaktif terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR .

Mula-mula teknik pra-pengolahan diterapkan untuk mengubah borat yang larut menjadi borat yang tak larut dengan

menambahkan bahan kimia Ca (OH)2 ke

dalam larutan sebelum pengeringan. Dengan menambahkan Ca (OH)2 ke dalam limbah

cair, kristal kalsium dan campuran boron akan mengendap dalam limbah cair. Ca dan boron (B) ini tidak akan berpengaruh terhadap reaksi hidrasi semen karena keduanya tidak larut dalam air [4].

Dalam proses kedua, dengan tujuan untuk mengurangi volume limbah cair dari PLTN tipe PWR , limbah cair pra pengolahan direduksi menjadi bentuk bubukan padat dengan metode pengeringan. Telah dikembangkan peralatan evaporasi untuk lmbah cair dan resin bekas. yang dinamakan “wiped film evaporator”. Kondisi optimum untuk proses pengeringan limbah cair terkonsentrasi dari PWR adalah pada rasio mol Ca/B antara 0,4 – 0,6. Faktor dekontaminasi (DF) dari “wiped film evaporator” pada kondisi ini adalah 300 – 400, dan nilai ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan.[4]

Dalam proses selanjutnya, limbah bubuk ini disolidikasi dengan semen. Semen ini mengandung campuran khusus yang mendispersi partikel-partikel semen dan limbah bubuk dalam air pencampur, dan hasil campuran ini viskositasnya rendah. Konsekwensinya, sejumlah besar limbah bubuk dapat dicampurkan secara homogen dan rasio reduksi volumenya 6 – 7 kali lebih besar dibandingkan dengan proses solidifikasi semen konvensional.[4]

b. Kandungan Asam Borat dalam Solidifikasi Semen

Rasio mol Ca/B dari limbah bubuk dipilih sebesar 0,5 – 0,6 dan bahan semen yang digunakan untuk solidifikasi bubuk ini adalah campuran dari semen portland biasa dan kerak sisa pembakaran. Dalam rangka menambah jumlah limbah bubuk yang disolidifikasi dalam drum 200 l (untuk dibandingkan dengan solidifikasi dengan bitumen), akan dipelajari hubungan antara jumlah asam borat yang disolidifikasi dengan dua sifat, yakni viskositas campuran dan kuat tekan setelah proses pengerasan. Dipilih pula kondisi optimum untuk proses solidifikasi semen, yakni viskositas campuran yang rendah ( < 50 dPa.s ) dengan tujuan untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi ( > 5 MPa ).

(10)

320

Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen

Gambar 2. Hubungan antara kadar asam borat dalam pemadatan dengan semen dan viskositas campuran.

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kandungan asam borat dalam solidifikasi semen untuk drum berukuran 200 l dengan viskositas campuran. Diperoleh bahwa viskositas campuran itu terjaga tetap rendah meskipun campuran berisi sekitar delapan kali lipat lebih banyak asam borat (sebanyak 110 kg dalam drum 200 liter ) dibanding dengan proses sementasi konvensional. Karena campuran menambah potensial zeta dari bubukan dalam air, maka partikel-partikel saling tolak-menolak satu sama lain sehingga mengurangi viskositas campuran.

Tabel 1 memperlihatkan kuat tekan dari produk solidifikasi setelah 28 hari. Diperoleh bahwa kuat tekan campuran terjaga tetap tinggi, di atas lebih dari 5 Mpa sekalipun mengandung sekitar 8 kali lebih banyak asam borat (sekitar 110 kg dalam drum 200 liter) daripada semen konvensional.

Hasil ini menguatkan kemungkinan untuk menambah kandungan asam borat dalam produk solidifikasi. Dibandingkan dengan teknik solidifikasi semen konvensional, teknik solidifikasi hyper cement yang baru ini memberikan sekitar 8

V is co si ta s (d P a’ s)

(11)

321 kali lipat penambahan jumlah kandungan

asam borat dalam produk solidifikasi. Tabel 1. Kuat Tekan Produk Solidifikasi

setelah 28 Hari [4]

Jumlah Asam Borat

Kuat Tekan ( MPa )

Semen Solidifikasi Baru Kondisi Optimum 100 kg 10,0 > 5 110 kg 6,7 > 5

c. Pelindian Produk Solidifikasi

Studi pelindian radionuklida-radionuklida dari produk solidifikasi penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pengungkungan kandungan radionuklida dari produk solidifikasi . Pelindian limbah radioaktif aktivitas rendah tersolidifikasi diukur dengan sebuah prosedur uji jangka pendek (metoda American National Laboratory). Radionuklida yang digunakan adalah Cs-137 dan Co-60. Spesimen sampel untuk uji pelindian adalah sebuah silinder sirkuler dengan diameter 1,8 cm dan panjang 1,4 cm. Indeks pelindian dihitung berdasarkan difusivitasnya.

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara waktu pelindian dengan difusivitas Cs-137 dan Co-60, sedangkan tabel II menunjukkan indeks pelindian yang diperoleh.

Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137 dan Co-60 [4] Jumlah Asam Borat Indeks Pelindihan Cs-137 Co-60 100 kg 9,2 12,6 9,3 12,7 110 kg 9,6 12,6 9,3 12,5

Indeks pelindihan nuklida-nuklida penting yang dioeroleh dengan metoda ANL adalah sekitar 9 untuk Cs-137 dan sekitar 12 untuk Co-60. Hasil ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dengan teknik ini telah memenuhi regulasi disposal limbah aktivitas rendah Amerika Serikat.

Limbah cair simulasi yang mengandung campuran natrium dan boron (21.000 ppm boron) dan bubuk Ca (OH)2

(ratio mol Ca/B adalah 0,5) dicampurkan pada suhu 80 °C , dan campuran lalu dikeringkan dengan “wiped film evaporator”.

Campuran mengandung asam borat sebanyak 100 kg dalam drum 200 l. Volume limbah tersolidifikasi direduksi hingga seperdelapan volume limbah menggunakan teknik solidifikasi semen konvensional. Gambar 4 (a) menunjukkan peralatan skala penuh.dan Gambar 4 (b) menunjukkan hasil solidifikasi dalam drum 200 liter dengan teknik baru sementasi.

Gambar 3. Hubungan antara waktu lindi dengan difusifitas Cs-137 dn C0-60

D if u si fi ta s (c m 2/s )

(12)

322

Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan Perubahan konsumsi daya motor

diukur selama operasi proses solidifikasi. Nilai rata-rata konsumsi daya motor selama operasi adalah 2 kWh, nilai puncak adalah sekitar 2,5 kWh. Fluktuasi konsumsi daya motor yang relatif kecil selama operasi disebabkan oleh gerakan ke bawah yang halus dari film tipis yang terbentuk pada permukaan dalam dari dinding yang dipanasi ke dasar “wiped film evaporator”. Bubukan diketahui mempunyai kurang daripada 10 % berat campuran. Hasil ini memenuhi nilai yang ditargetkan (50 dPa.s), juga dikonfirmasikan bahwa tidak ada benda-benda padat di peralatan solidifikasi semen. Temperatur puncak di inti produk adalah sekitar 60 °C setelah 6 jam pencampuran. Gambar 4 (b) menunjukkan foto dari produk drum berukuran 200 liter yang diproduksi menggunakan peralatan solidifikasi semen skala penuh. Pada hasil solidifikasi tidak ditemukan adanya cacat, retakan, rongga ataupun kandungan sedimentasi. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa limbah cair boron-10 terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR telah dapat disolidifikasi dengan baik memakai teknik solidifikasi hyper cement ini. Volume limbah yang dihasilkan dari teknik solidifikasi hyper cement ini adalah seperdelapan dibandingkan dengan jika menggunakan solidifikasi konvensional. KESIMPULAN

Telah dikembangkan sebuah teknik solidifikasi semen yang baru ( teknik solidifikasi hyper cement ) untuk limbah cair boron-10 terkonsentrasi yang ditimbulkan oleh PLTN tipe PWR. Volume limbah

berkurang hingga seperdelapan dibandingkan jika menggunakan teknik solidifikasi konvensional. Produk solidifikasi mempunyai sifat yang bagus dan memenuhi standar regulasi disposal limbah aktivitas rendah di Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

1. ZAINUS SALIMIN, Pengambilan Kembali Asam Borat dari Limbah Cair Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jenis Reaktor Air Ringan Bertekanan, PTPLR – BATAN, Serpong, 2003.

2. MULYONO DARYOKO,

Prarancangan Alat Pengambilan Asam Borat dari Sistem Air Pendingin Primer PLTN – Reaktor Air Ringan Bertekanan, 1000 MW, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN, Serpong, 2006.

3. Devenport Management Limited, Waste Stream 7D 38 Low Level Waste – PWR 1&2 Boron Concentrate, USA, 2007.

4. M. KANEKO, M. TOYOHARA, T. SATOH, Development of High Volume Reduction and Cement Solidification Technique for PWR Concentrated Waste, WM '01 Conference, Tucson, AZ, 2001.

Gambar

Gambar 1. sifat tanah coklat kekuning-kuningan terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan  dengan kontur yang bergelombang
Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen
Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137  dan Co-60 [4]  Jumlah  Asam Borat  Indeks Pelindihan  Cs-137  Co-60  100 kg  9,2  12,6  9,3  12,7  110 kg  9,6  12,6  9,3  12,5
Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan   Perubahan  konsumsi  daya  motor

Referensi

Dokumen terkait

Hasan Sadikin Bandung dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis yang berjudul ³ TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BAHU PADA PASIEN DENGAN KASUS TRAUMA BAHU DI INSTALASI RADIOLOGI

Ada tiga masalah penting yang diungkap dalam penelitian ini, yakni (I) perancangan pembelajaran menulis cerpen berdasarkan &#34;WW&#34;, (2) pelaksanaan pembelajaran menu lis,

Sehingga dalam membentuk suatu ruang tidak harus dengan pembatas ruang berbentuk dinding yang tertutup secara visual dan fisiko Dan yang penting dari suatu ruang

Dari hasil data penelitian diatas, maka dapat diperoleh nilai rata-rata dari responden tentang persepsi atlet, pelatih dan pengurus terhadap sumber daya

Karena Perpustakaan SD Negeri Ngabean Yogyakarta belum memiliki tenaga pustakawan yang berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan, menyebabkan proses

Pada 8 April 2014 dalam rapat koordinasi antara Kemdikbud, Kemenpan, DIKTI, serta wakil dari masing-masing PTN-BH diputuskan, tunjangan kinerja atau TUKIN bisa diberikan kepada

Dimensi kompetensi supevisi manajerial ini meliputi kemampuan pengawas untuk (1) menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan

diklaUujian di luar Jakarta dan daerah yang tempat kerjanya berada di luar lokasi diklaUujian 3 Pendaftaran Ulang 22 s.d. 27 Maret 2010 Peserta mengulang dengan1. Peserta