BAB III
PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
3.1 Umum
Pengumpulan data lapangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan data sekunder yang didapat oleh penulis.Data tersebut akan digunakan dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti Kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Data yang diperoleh yaitu :
- Data teknis pelabuhan - Data tanah
- Data bathymetri - Data hidro oceanografi
3.2 Data Teknis Pelabuhan a. Letak Geografis
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah pada posisi lintang 06º - 57' - 00” Selatan sampai dengan lintang 06º - 57' - 00” Selatan, bujur 110º - 24' - 00” Timur sampai dengan bujur 110º - 26' - 00” Timur.
b. Hidrografi
- Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-rawa.
- Keadaan dasar laut lumpur.
Kedalaman terdangkal 3 mLWS dan terdalam -12.5 mLWS
3.3 Data Tanah
Untuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan soil investigation sebanyak 2 ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B-2 sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira .
Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran masing - masing titik :
- Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = -3.150 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mLWS.
- Pada titik B-2, elevasi muka tanah asli = -3 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mLWS.
Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak 2 titik B-1 dan B-2 dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman (Gambar 3.2) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap interval kedalaman (Gambar 3.3).
Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.Lapisan tanah relatif keras ( N ≥ 20 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel 3.1).
Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang akan direklamasi.Dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana.
Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 – 20 %.Jika nilai sebaran tersebut >20 % maka harus dilakukan pembagian layer kembali.Persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub Subbab 2.5.1 (formula 2.1 s.d 2.3).(Hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel Parameter Tanah Terlampir)
Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B2 di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas
Semarang
Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang
3.4 Data Bathymetri
Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mLWS. Elevasi lapangan penumpukan sama dengan
elevasi dermaga yang lama yaitu sebesar +3.20 mLWS (sumber : PT.Pelindo III Surabaya).
3.5 Data Pasang Surut
Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 2003) :
- HWS = + 1.36 m LWS
- MSL = + 0.68 m LWS
- LWS = ± 0.00 m LWS
(Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) + 0.68 m ± 0.00 m LWS MSL HWS + 1.36 m
Gambar 3.4 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas 3.6 Data Arus
Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah 300.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots ) dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).
Gambar 3.5 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara
3.7 Data Angin dan Gelombang
Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33 m/s).Dengan kecepatan 8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.Dan melihat arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari gelombang.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)
3.8 Analisis Parameter Material Timbunan
Dengan memperhatikan persyaratan pada Subbab 2.5.2 maka direncanakan material timbunan menggunakan pasir halus yang diambil di dekat daerah reklamasi dengan spesifikasi sebagai berikut :
C = 0
= 1,80 t/m3
= 33o3.9 Data Perencanaan Struktur Timbunan
Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang 2008-2009, luas total daerah yang akan direklamasi untuk digunakan untuk container yard adalah 5250 m2 dan elevasi akhir yang direncanakan untuk container yard adalah +3.20 m LWS. Sedangkan elevasi akhir timbunan adalah +2.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap tahapnya.
Berikut adalah Gambar 3.6 yang merupakan
sketsa potongan melintang dari timbunan untuk
container yard.
Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan
BAB IV
EVALUASI LAYOUT
4.1 Umum
Layout yang digunakan dalam Tugas Akhir
ini
berdasarkan
informasi
dari
gambar
perencanaan proyek Pelabuhan Indonesia III,
Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas
Pelabuhan
Tanjung
Emas
Semarang
(terlampir).Layout yang akan dievaluasi adalah
hanya
layout
pengembangan
lapangan
penumpukannya
saja.Layout akan dievaluasi
terhadap kondisi daratan atau tata letak pada
lapangan penumpukan yang baru dengan
mengacu pada kondisi eksistingnya.Evaluasi
dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah
perencanaan
layout
telah
sesuai
dengan
kebutuhan yang direncanakan di lapangan.
4.2 User dan Flow
Pergerakan peti kemas secara umum pada
sebuah terminal peti kemas dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Alur Perjalanan Peti Kemas
Keterangan dari urutan abjad gambar tersebut
adalah sebagai berikut :
A. Dermaga
Yaitu tempat bertambatnya kapal dan untuk
bongkar
muat
muatan
yang
ada
di
kapal.Untuk membantu proses bongkar muat
ini maka dipasanglah alat di dermaga, yang
umum dipakai di Indonesia adalah Container
Crane atau yang lebih dikenal dengan istilah
CC.
B. Container Yard
Atau lapangan penumpukan yaitu tempat
untuk menumpuk sementara peti kemas yang
akan dimuat ke kapal maupun yang akan
dikirim ke pemilik.
C. Container Freight Station (CFS)
Yaitu gudang yang ada di area terminal yang
berfungsi untuk membongkar muat isi peti
kemas.Biasanya kondisi ini untuk peti kemas
yang berstatus Less Container Loaded (LCL)
yaitu peti kemas yang mempunyai lebih dari
satu dokumen kepemilikan.
D. Gate Out
Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin
peti kemas yang akan keluar dari area
terminal.
E. Gate In
Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin
peti kemas yang akan masuk ke area terminal.
F. Gudang Consignee
Yaitu gudang pemilik untuk keperluan
pengepakan atau pengemasan barang setelah
dibongkar dari peti kemas dari terminal atau
sebaliknya.
G. Depo Peti Kemas
Yaitu tempat untuk meletakkan peti kemas –
peti kemas kosong.
Sedang keterangan dari urutan nomor gambar
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Stevedoring
Yaitu tahap yang berlangsung di dermaga
dimana peti kemas dibongkar dari kapal atau
sebaliknya akan dimuat ke kapal dengan
menggunakan Container Crane.
2. Trucking
Yaitu tahap dimana peti kemas diangkut oleh
truk chassis dari dermaga menuju ke lapangan
penumpukan
(kegiatan
bongkar)
atau
sebaliknya dari lapangan penumpukan ke
dermaga (kegiatan muat).
3. Lift on / Lift off
Yaitu tahap dimana peti kemas di truk chassis
yang sudah berada di area lapangan
penumpukan
diletakkan
di
lapangan
penumpukan atau sebaliknya dari lapangan
penumpukan dibawa keluar (karena akan
dimuat ke kapal atau karena akan dikirim ke
pemilik) dengan menggunakan sebuah alat,
yang umum dipakai di Indonesia adalah
Rubber Tyred Gantry (RTG) atau Rail
Mounted Gantry (RMG).
4. Delivery
Yaitu tahap dimana peti kemas dikirim kepada
pemilik
dengan
menggunakan
truk
chassis.Pada tahap ini peti kemas harus
melewati gate out.Gate di sini disebut juga
dengan
interchange
area.Fungsi
dari
interchange area ini adalah untuk memperjelas
job description antara terminal dan pemilik,
maksudnya adalah jika peti kemas masih
berada di area terminal maka peti kemas
tersebut masih merupakan tanggung jawab
pihak terminal dan sebaliknya jika peti kemas
sudah berada di luar area terminal maka apa
pun yang terjadi pada peti kemas merupakan
tanggung jawab pemilik.
5. Stripping / Stuffing
Yaitu tahap dimana peti kemas dibongkar
muatannya di dalam gudang atau sebaliknya,
bisa gudang dalam area terminal atau lebih
dikenal dengan Container Freight Station
(CFS) atau gudang consignee (pemilik) di luar
area terminal.
6. Receiving
Yaitu tahap dimana peti kemas dari luar
terminal dibawa masuk ke area terminal.Pada
tahap ini peti kemas harus melewati gate in
yang ada guna keperluan inspeksi dan
penimbangan.
4.3 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan
Berikut ini adalah kondisi eksisting fasilitas
lapangan penumpukan Terminal Peti Kemas
Semarang, Jawa Tengah :
Lapangan penumpukan eksisting seluas ±17
Ha.Lihat Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan
Gambar 4.4.
Gambar 4.2 Layout Container Yard di Wilayah
Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun
2010
(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi
TPKS Semarang)
Gambar 4.3 Layout Kondisi Eksisting Container
Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas
Semarang Tahun 2010
(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi
TPKS Semarang)
Adapun keterangan untuk Gambar 4.2 tersebut
di atas adalah sebagai berikut :
CY-01 : Container Yard untuk peti kemas
ekspor dan impor.Terdiri atas 5 blok
ekspor dan 4 blok impor.Posisi CY-01
ini masih mengacu pada kedekatan
posisi bongkar muat.
CY-02 : Container Yard yang digunakan
untuk peti kemas, baik ekspor maupun
impor, yang mengangkut barang
berbahaya.
CY-03 : Container Yard untuk area
pemeriksaan (behandle) bea dan cukai
yang memungkinkan peti kemas
dalam jalur merah/dicurigai.
CY-04 : Container Yard yang digunakan
untuk peti kemas kosong.
CY-05 : Container Yard untuk peti kemas
kosong
untuk
ekspor.Letaknya
disendirikan dengan pertimbangan
bahwa posisi empty saat di kapal
adalah di atas dan masuk dalam
closing time.
CY-06 : Container Yard untuk peti kemas
yang telah selesai 100 % diperiksa
oleh bea dan cukai (ex-behandle).
Tabel 4.1 Luas dan Kapasitas Tiap Container
Yard
Container Yard Luas (m²) Kapasitas Peti Kemas (TEU)
01 82640 8935 Ekspor : 4935 Impor : 4000 02 15493 422 03 29193 900 04 20975 996 05 8500 336 06 3000 336
(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi
TPKS Semarang)
U
Lapangan Penumpukan Eksisting Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Pengembangan Lapangan Penumpukan Keterangan : Skala 1 : 1Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Lapangan
Penumpukan dan Rencana Pengembangannya
Alur pergerakan peti kemas mulai dari
diturunkan dari kapal dan dibawa truk chassis
hingga dibawa ke lapangan penumpukan
adalah menggunakan prinsip searah jarum jam,
seperti nampak
pada
Gambar
4.5.Dan
nantinya untuk alur truk pada rencana
pengembangannya mengikuti kondisi eksisting.
Dermaga Eksisting Keterangan :
Blok Peti Kemas Alur Truk Chassis
U
Skala 1 : 1
U
Skala 1 : 1 Dermaga Eksisting
Gambar 4.5 Alur Truk Chassis pada
Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan
Alat-alat yang dipakai antara lain : Container
Crane (CC) sebanyak 5 unit, Rubber Tyred
Gantry (RTG) sebanyak 13 unit, Top Loader
(TL) sebanyak 3 unit, Side Loader (SL)
sebanyak 2 unti, Reach Staker (RS) sebanyak 2
unit, Head Truck (OTTAWA) sebanyak 10
unit, Head Truck (VOLVO) sebanyak 8 unit,
Head Truck (HINO) sebanyak 7 unit, Chassis
TPKS sebanyak 25 unit, Chassis Kuda Inti
sebanyak 7 unit, dan Fork Lift Electric
sebanyak 6 unit (Sumber : Dinas Perencanaan
dan Administrasi TPKS Semarang).
Rubber Tyred Gantry (RTG) yang digunakan
mempunyai lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan
1 jalur truk (1 blok peti kemas 6+1).Lihat
Gambar 4.6.Dan tipe Rubber Tyred Gantry
yang digunakan adalah RTG dengan delapan
roda setara dengan SUMITOMO RTG atau
PACECO-MITSUI RTG dengan empat roda.
Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Keterangan : Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Keterangan :
Blok Peti Kemas Kondisi Eksisting Blok Peti Kemas Rencana Pengembangan Alur Truk Kondisi Eksisting Alur Truk Rencana Pengembangan
U
Skala 1 : 1
U
Skala 1 : 1
Gambar 4.6 Alur Truk Peti Kemas pada
Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan
pada Rencana Pengembangannya
4.4 Rencana Pengembangan Lapangan
Penumpukan
Dari kondisi eksisting lapangan penumpukan,
ada rencana untuk dilakukan pengembangan
lapangan penumpukan seluas 105 m x 50 m (lihat
Gambar 4.4).Adapun nantinya tata letak,
alat-alat, dan ukurannya mengikuti kondisi eksisting
terluar.
4.5 Prediksi Bongkar Muat
Prediksi bongkar muat peti kemas tahun
2004-2008, baik untuk ekspor, full import, dan
empty import akan selalu meningkat, dari 355009
TEUs di tahun 2004, 353675 TEUs di tahun
2005, 370108 TEUs di tahun 2006, 385095 TEUs
di tahun 2007, 373644 TEUs di tahun 2008,
356461 TEUs di tahun2009, dan pada 2010
ditargetkan sebanyak 363590 TEUs atau terjadi
peningkatan sekitar 2 % (Sumber : Dinas
Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang).
Karena tidak didapatkan data prediksi
bongkar muat di pelabuhan Tanjung Emas ini
sampai dengan 20 tahun ke depan, maka
diasumsikan sendiri pertumbuhan rata-rata 2%
terjadi
sampai
dengan
20
tahun
ke
depan.Sehingga pada tahun 2030 diprediksi
proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas
sebesar 506170 TEUs.
4.6 Evaluasi Tata Letak Lapangan
Penumpukan
Tata letak lapangan penumpukan yang baru
akan
dibuat
mengikuti
kondisi
eksisting
terluar.Dimana terdapat lapangan penumpukan
itu sendiri dengan RTGC sebagai alat pengangkut
peti kemasnya dan jalur truk di luar bentang
RTGC.
Lapangan penumpukan atau Container Yard
(CY) ini harus disediakan dengan kapasitas
mencukupi untuk lamanya waktu peti kemas
menduduki area ini atau dwelling time.Berdasar
statistik di Indonesia, dwelling time rata – rata
per peti kemas mencapai sekitar 6 sampai 7 hari
atau seminggu.
Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka
pendek
=
ahun
guDalamSet
JumlahMing
an
TahunKeDep
karMuat
ediksiBong
20
Pr
=
52
506170
= 9734 TEUs
Pada kondisi eksisting, sampai tahun 2010,
produksi rata-rata peti kemas 350000 TEUs per
tahun atau 6731 per minggu (Sumber : Dinas
Perencanaan
dan
Administrasi
TPKS
Semarang).Sehingga jika dibandingkan dengan
kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek
untuk umur rencana 20 tahun ke depan maka
kapasitas yang harus ditambah sebesar 3003
TEUs (9734 TEUs – 6731 TEUs).
Lebar Lapangan Penumpukan
Operasional di Container Yard melalui
proses : peti kemas datang dengan truk chassis
lalu diangkat menuju posisi penumpukan
menggunakan alat Rubber Tyred Gantry (RTG).
RTG memiliki variasi ukuran.Dalam
perencanaan ini digunakan lebar kaki untuk 6
Ground Slot dan 1 jalur truk sebagaimana kondisi
eksisting
Lebar 1 blok peti kemas
= (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar
jalur roda RTGC 2 sisi
= (6 x 2.41) + 5.5 + (2 x 1.5)
= 22.96 meter ≈ 23 meter
dimana lebar 1 Ground Slot sama dengan lebar 1
ukuran peti kemas terkecil yaitu sebesar 8 ft (peti
kemas terkecil berukuran 20 ft x 8 ft).Dan 1 m =
3.32 ft.
Maka lebar lapangan penumpukan
= 23 meter + 4 jalur truk di luar RTGC
= 23 meter + (4 x 5.5 meter)
= 45 meter < 50 meter...OK
Dengan tinggi penumpukan 3.5 tiers untuk tipe
SUMITOMO.
Rubber Tyred Gantry Crane
Peti Kemas 1 Ground Slot 1 Tier / 1 Tumpukan Jalur Truk 6 x 2.41 meter 1 1 .3 m e te r 5.5 meter 23 meter
Gambar 4.7 Potongan Melintang 1 Blok Peti
Kemas
Panjang Lapangan Penumpukan
Pelayanan 1 unit RTG untuk 1 blok
maksimal 25 row/baris baik ukuran 20 ft maupun
40 ft.Sedangkan dalam perencanaan digunakan
ukuran 20 ft dan di kondisi eksisting sendiri atau
tepatnya di CY-05 digunakan 18 row/baris.
Pada rencana pengembangan :
Panjang tersedia
= 105 meter – 1 jalur truk
= 105 meter – 5.5 meter
= 99.5 meter
Maka baris yang dapat dibuat
= 99.5 meter / 6.02 meter
= 16.5 baris diambil 16 baris
Rubber Tyred Gantry Crane
16 X 20 ft
Peti Kemas 20 ft
Gambar 4.8 Potongan Memanjang 1
Blok Peti Kemas
Kapasitas Blok Baru
Kapasitas blok baru terdiri atas :
6 Ground Slot
1 jalur truk
16 baris peti kemas
Direncanakan untuk 3.5 tiers/tumpukan
65 % Occupancy rata-rata
= 6 x 3.5 x 16 x 0.65
= 218 TEU/blok/minggu
= 11336 TEU/blok/tahun
Jadi jangka pendek dibutuhkan
= 3003 / 218
= 14 blok
Maka dapat disimpulkan untuk perencanaan 20
tahun ke depan pengembangan seluas 105 meter
x 50 meter masih jauh dari cukup.Sehingga
pengembangan
tahap
selanjutnya
sangat
dibutuhkan untuk mengcover pergerakan peti
kemas yang semakin naik dari tahun ke tahun.
BAB V
PERENCANAAN REKLAMASI
5.1 Umum
Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair.Problema utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding .Soil improvement (perbaikan
tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997)
Adapun kondisi tanah dasar di perairan Tanjung Emas ini sendiri tergolong jelek sehingga soil improvemet sangat diperlukan agar dapat diperoleh perencanaan reklamasi yang kuat, stabil, dan ekonomis.
5.2 Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding
Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan program Dx-stable versi 5.202.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk selanjutnya hasil tersebut dianalisa.Untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan kemiringan slope yang berbeda-beda.Adapun pemodelan perhitungan sliding dapat dilihat pada Gambar 5.1.
LAPISAN 1 H 1 : n MSL = +0.68 m LWS = +0.00 m LAPISAN 2 LAPISAN 3 TERMINATION INITATION HWS = +1.36 m
Gambar 5.1 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut
5.2.1 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Tanpa PVD
Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik stratigrafi B-1 dan B-2.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan dicoba.Adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1, Gambar 5.2, Tabel 5.2, dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar 1.
Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1
H Slope (meter) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.586 1.910 2.450 1 1.361 1.741 2.285 2 0.988 1.398 1.817 3 0.635 1.083 1.619
Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.400 2.600 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) Sa fe ty F ac to r ( SF ) Slope 1 : 1 Slope 1 : 2 Slope 1 : 3
Gambar 5.2 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik
Stratigrafi B-1
Tabel 5.2 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-2
Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.400 2.600 2.800 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) S af et y Fa ct or (S F) Slope 1 : 1 Slope 1 : 2 Slope 1 : 3
Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik
Stratigrafi B-2
Dari Gambar 5.2 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari 2 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4 meter.Sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 2 meter. Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan kemiringan slope 1:2.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope 1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut :
Nilai slope 1:2 sering digunakan dalam perencanaan.
Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan yang digunakan.Seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin besar pula material yang dibutuhkan.
Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar lerengnya. Dengan semakin kecilnya material dan luas
daerah yang dibutuhkan maka pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula.
5.3 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B-1 Dan B-2
Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan 2.4.Seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.Hal ini dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.Perhitungan settlement ini dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut.
h1 = 6 m q1 = 5.5 t/m2 h2 = 7 m q2 = 6.8 t/m2 h3 = 8 m q3 = 8 t/m2 h4 = 9 m q4 = 9.3 t/m 2 h5 = 10 m q5 = 10.6 t/m2 h6 = 11 m q6 = 11.9 t/m2 h7 = 13 m q7 = 14.39 t/m2 h8 = 15 m q8 = 16.93 t/m 2 h9 = 17 m q9 = 19.47 t/m2
Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal (tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai +2.40 m LWS. H Slope (meter) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.579 1.824 2.686 1 1.05 1.447 1.978 2 0.476 0.897 1.245 3 0.176 0.486 0.678
5.3.1 Immediate Settlement
Immediate settlement terjadi pada awal penimbunan dan perhitungannya menggunakan persamaan 2.5.Harga modulus elastisitas tanah (E) dan angka poisson (μ) didapatkan dari Grafik Korelasi Harga N-SPT dengan Berbagai Parameter (Helmy et. al – Lab. Geoteknik PAU ITB).Harga dari E dan μ untuk tanah di titik Stratigrafi B-1 dan B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.3 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.4 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-2
Mencari nilai Modulus Oedometrik, dengan menggunakan persamaan 2.6.Jika persamaan 2.6 dijabarkan lebih lanjut didapatkan :
1
2
1
'
2E
E
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Dengan q1= 5.5 t/m2 Lapisan 1
498
.
0
1
)
498
.
0
(
2
1
7
.
1374
'
2E
= 115170.13 t/m2 Lapisan 2
440
.
0
1
)
440
.
0
(
2
1
3
.
1221
'
2E
= 3957.92 t/m2 Lapisan 3
420
.
0
1
)
420
.
0
(
2
1
4
.
1168
'
2E
= 2982.71 t/m2 Menghitung amplitudo immediate settlement Dengan memasukkan nilai q, E’, dan h di tiap lapisan tanah pada persamaan 2.5 didapatkan :
'
i i i iE
h
q
S
Lapisan 1
13
.
115170
25
.
22
5
.
5
1x
S
= 0.001 m Lapisan 2 92 . 3957 25 , 23 5 . 5 2 x S = 0.032 m Lapisan 3 71 . 2982 6 5 . 5 3 x S = 0.011 m5.3.2 Consolidation Primary Settlement
Perhitungan konsolidasi ini memakai prinsip Long Term Condition dimana kondisi ini menggunakan harga-harga efektif baik untuk tanah kohesif dan non kohesif yang letaknya berada di bawah muka air.Parameter tanah pada titik stratigrafi B-1 dan B-2 yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.
Tabel 5.5 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik
stratigrafi B-1
Tabel 5.6 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik
stratigrafi B-2
Berikut ini ditampilkan sketsa rencana perhitungan baik di titik stratigrafi B-1 maupun B-2.Lihat Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.
Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter
Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.150 meter
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :
d timb; C ;
sat3 ; Cu3 ; 3
sat2 ; Cu2 ; 2
sat1 ; Cu1 ; 1
h1
h2
h3
HWS = +1.36 m LWSZ3
H
Hw
Z2
Z1
sat timb; C ;
Gambar 5.4 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-1
Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.00 meter
Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.00 meter
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :
d tim b ; C ; sa t3 ; C u 3 ; 3 sa t2 ; C u 2 ; 2 sa t1 ; C u 1 ; 1 h 1 h 2 h 3 Z 3 H H w Z 2 Z 1 s a t tim b ; C ; Z 4 Z 5 Z 6 s a t4 ; C u 4 ; 4 sa t5 ; C u 5 ; 5 sa t6 ; C u 6 ; 6 h 4 h 5 h 6 H W S = + 1 .3 6 m L W S
Gambar 5.5 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-2
Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 terdapat nilai Cc yang merupakan pendekatan yang diambil dari persamaan 2.10.
Menghitung besarnya tegangan overburden efektif di tiap lapisan.
Besarnya tegangan ini dihitung di tengah-tengah lapisan tanah dengan menggunakan persamaan berikut.
Po
'
'.
z
[5.5]dimana : z = ketebalan tanah dari permukaan tanah dasar sampai tengah-tengah lapisan yang ditinjau (meter) (lihat Gambar 5.6) ' = gamma efektif, yaitu '=sat-w Sebagai contoh perhitungan diambil titik
stratigrafi B-1 : Lapisan 1 Po’ = (1,57 – 1) x 11,125 = 6,341 t/m2 Lapisan 2 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).11,625 = 21,518 t/m2 Lapisan 3 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).23,25 + (1,79 – 1).3 = 32,723 t/m2
Menghitung besarnya penambahan tegangan akibat pengaruh beban timbunan ditinjau di tengah-tengah lapisan (P).
Perhitungan faktor I menggunakan formula 2.22-2.24.
Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter Lapisan 1 z = 11.125 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 11.125} - tan-1 (7.5/11.125) (radian) = 26.31 o 2 = tan-1 (7.5/11.125) (radian) = 33.99 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m² =1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.425
harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.
x p = 0.85 x 5.5 = 4.68 t/m² Lapisan 2 z = 33.875 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 33.875} - tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 17.44 o 2 = tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 12.48 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m² =1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.23
harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga tersebut harus dikalikan 2 kalinya.
x p = 0,46 x 5.5 = 2.53 t/m² Lapisan 3 z = 48.5 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 48.5} - tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 13.11 o 2 = tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 8.79 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m² =1/180 [{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.17
harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.
x
p = 0.34 x 5.5 = 1.87 t/m²
Menghitung besarnya Consolidation Primary Settlement
Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter
Dengan memakai persamaan 2.7 didapatkan :
Lapisan 1 25 . 22 341 . 6 68 . 4 341 . 6 log 611 . 1 1 54 . 1 ci S = 3.155 m
Lapisan 2
25
.
23
518
.
21
53
.
2
518
.
21
log
008
.
1
1
92
.
0
ciS
= 0.508 m Lapisan 36
723
.
32
87
.
1
723
.
32
log
010
.
1
1
53
.
0
ciS
= 0.038 m 5.3.3 Total SettlementBesarnya settlement total didapatkan dengan cara menjumlahkan besarnya immediate dan consolidation settlement. Lapisan 1 St1 = 0.001 + 3.155 = 3.156 m Lapisan 2 St2 = 0.032 + 0.508 = 0.54 m Lapisan 3 St3 = 0.011 + 0.038 = 0.049 m Total Stotal= St1 + St2+ St3 = 3.156 + 0.54 + 0.049 = 3.745 m
Dengan cara yang sama didapatkan settlement untuk beban yang berbeda.Gambar 5.6 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-1.Sedang Gambar 5.7 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-2.
Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m S i, S c p , S to ta l (m ) Si (m) Scp (m) Sc total (m)
Gambar 5.6 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi
B-1
Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m S i, S c p , S to ta l (m ) Si (m) Scp (m) Sc total (m)
Gambar 5.7 Grafik Hubungan Tingg Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik
Stratigrafi B-2
5.4 Mencari H Awal Timbunan (Hinisaial) Dan Settlement(Sc)
Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari H awal (Hinisial) dari perencanaan timbunan reklamasi ini adalah dengan membuat grafik hubungan antara Hfinal dengan Hinisial dan grafik hubungan antara Hfinal dengan Sc dari setiap titik stratigrafi.
Hinisial dicari menggunakan rumusan 2.28 sedangkan Hfinal adalah Hinisial dikurangi Sc (rumusan 2.29).
5.4.1 Perhitungan H awal Timbunan (Hinisaial) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 dan
B-2
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :
Didapatkan data sebagai berikut : Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter
Tinggi timbunan pada kondisi HWS = 4.51 meter
Kondisi HWS inilah yang dianggap tepat menggambarkan kondisi muka air laut di lapangan mengingat kejadian pasang surut di lokasi reklamasi adalah mixed to diurnal.
htimb = 6 meter (variabel) timb = 1.8 t/m3
sat timb = 1.8 t/m
3(asumsi
sat timb= timb) w = 1 t/m3
qfinal = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m2
maka :
8
.
1
)
8
.
1
1
8
.
1
(
745
.
3
(
5
.
5
x
H
inisial = 5.136 meter Hfinal = 5.136 – 3.745 = 1.391 meterDengan cara yang sama dapat diperoleh perhitungan Hinisialuntuk beban (q) yang berbeda.Dan hasilnya sebagaimana Tabel 5.7 untuk titik stratigrafi B-1 dan Tabel 5.8 untuk titik stratigrafi B-2.
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik
Stratigrafi B-1 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.5 3.745 5.136 1.391 2 6.8 4.486 6.270 1.784 3 8 5.187 7.326 2.139 4 9.3 5.851 8.417 2.566 5 10.6 6.484 9.491 3.007 6 11.9 7.088 10.549 3.461 7 14.4 8.216 12.559 4.343 8 16.9 9.254 14.547 5.293 9 19.5 10.214 16.491 6.277
Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik
Stratigrafi B-2 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.6 3.602 5.112 1.510 2 6.8 4.356 6.198 1.842 3 8.1 5.078 7.321 2.243 4 9.4 5.768 8.426 2.659 5 10.7 6.428 9.515 3.088 6 11.9 7.058 10.532 3.474 7 14.5 8.242 12.635 4.392 8 17.0 9.333 14.629 5.296 9 19.5 10.343 16.579 6.237
Sedangkan grafiknya sebagaimana Gambar 5.8 dan Gambar 5.9 untuk titik stratigrafi B-1, Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 untuk titik stratigrafi B-2.
H final vs H inis ial
y = -0.1048x2 + 3.1067x + 1.0803 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H fina l (m) H in is ia l ( m )
Gambar 5.8 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan
Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-1 H final vs Sc y = -0.1048x2 + 2.1067x + 1.0803 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Sc (m )
Gambar 5.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc)
di Titik Stratigrafi B-1 H final vs H inisial y = -0.1087x2 + 3.2417x + 0.5496 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) H in is ia l ( m )
Gambar 5.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan
Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-2 H final vs Sc y = -0.1087x2 + 2.2417x + 0.5496 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) S c (m )
Gambar 5.11 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc)
Dengan menggunakan persamaan pada Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10, dan Gambar 5.11 serta dengan bantuan data sebelumnya didapatkan :
Titik stratigrafi B-1 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS
Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.55 meter
Hinisial= -0.1048 (5.55)2+ 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 15 meter Sc = -0.1048 (5.55)2+ 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 9.50 meter Titik stratigrafi B-2 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS
Elevasi permukaan tanah dasar = -3.00 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.4 meter
Hinisial= -0.1087 (5.4)2+ 3.2417 (5.4) + 0.5496 = 14.89 meter ≈ 15 meter
Sc = -0.1087 (5.4)2+ 2.2417 (5.4) + 0.5496 = 9.49 meter ≈ 9.50 meter
Berikut ini adalah hasil rekapan perhitungan tinggi timbunan dan settlement untuk setiap titiknya.
Tabel 5.9 Hasil Rekapan Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc)
Hasil Hitungan Titik H inisial Sc Stratigrafi (meter) (meter)
B-1 15 9.50
B-2 15 9.50
5.5 Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural 5.5.1Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural di TitikStratigrafi B-1 dan B-2
Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan B-2 sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv (koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11.
Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1 No. Tebal Lapisan γsat Cv (m) t/m3 cm2/dtk 1 22.25 1.57 0.00134 2 23.25 1.76 0.00092 3 6 1.79 0.00080
Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-2 No. Tebal Lapisan γsat Cv (m) t/m3 cm2/dtk 1 28.25 1.60 0.00115 2 5.35 1.79 0.00077 3 2.9 1.89 0.00100 4 14.75 1.73 0.00076 5 3 1.73 0.00070 6 6 1.75 0.00080
Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium.
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :
Mencari besarnya Cv rata-rata menggunakan persamaan 2.26, sehingga : 2 2 00080 , 0 6 00092 , 0 25 . 23 00134 , 0 25 . 22 ) 6 25 . 23 25 . 22 ( rata Vrata C = 0,00105 cm2/det
Jika melihat data tanah terlampir, dapatlah ditentukan bahwa arah aliran untuk titik stratigrafi B-1 adalah single drained, sehingga :
Hdr= 51.5 m
Asumsi : tegangan air pori merata sehingga harga Tv dapat diperoleh dari Tabel 2.2.
U = 10 % Tv = 0,008
Sehingga dengan menggunakan persamaan 2.25, didapatkan waktu konsolidasi.
) 10 360 24 3600 00105 . 0 ( 5 . 51 008 , 0 4 2 x x x x t = 6.5 tahunUntuk derajat konsolidasi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.12.Dan untuk derajat konsolidasi titik stratigrafi B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.12 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 U (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 2330.497 6.38 20 0.031 9030.674 24.74 30 0.071 20683.157 56.67 40 0.126 36705.321 100.56 50 0.197 57388.478 157.23 60 0.287 83606.564 229.06 70 0.403 117398.764 321.64 80 0.567 165173.944 452.53 90 0.848 247032.636 676.80 100 ∞ ∞ ∞
Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2
U (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 3623.087 9.93 20 0.031 14039.463 38.46 30 0.071 32154.900 88.10 40 0.126 57063.626 156.34 50 0.197 89218.526 244.43 60 0.287 129978.259 356.10 70 0.403 182513.025 500.04 80 0.567 256786.316 703.52 90 0.848 384047.259 1052.18 100 ∞ ∞ ∞
Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.12) dan titik stratigrafi B-2 (Gambar 5.13).
Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik
Stratigrafi B-1 tanpa PVD 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 200 400 600 800 1000
La ma Konsolida si (ta hun)
D er aj at K o ns o lid as i ( % )
Gambar 5.12 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik
Stratigrafi B-1
Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa
PVD 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Lama Konsolidasi (ta hun)
D er aj at K o n so li d as i (% )
Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik
Stratigrafi B-2
Dari Tabel 5.12 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 676 tahun.Dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-2 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun.
Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak terjadi settlement.
5.6 Perhitungan Vertikal Drain
Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke dalam lapisan tanah compressible.
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :
Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah sebagai berikut :
Jenis PVD yang di gunakan :
lebar (a) = 100 mm
tebal (b) = 3 mm
diameter ekivalent = 0,05 m
(perhitungan menggunakan persamaan 2.39)
5.6.1 Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2
Dari perhitungan pada Subbab 5.5.1 didapatkan nilai Cv = 0,00105 cm2/detik.
Menghitung besarnya nilai Ch dengan menggunakan persamaan 2.48.Diambil harga
v h
k
k
= 3, sehingga : Ch = 3 x 0.00105 = 0.00315 cm2/detikDerajat konsolidasi yang ingin dicapai U = 80% dalam waktu = 2 bulan.
Harga Tv
Harga Tv didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.25, yaitu :
2 100 5 . 51 00105 . 0 3600 24 30 2 x x x x x Tv = 0.000205 Menghitung besarnya derajat konsolidasi arah vertikal (Uv) dengan menggunakan persamaan 2.44. % 100 000205 , 0 2 x Uv = 1.62 %
Mencari besar derajat konsolidasi arah horisontal Uh dengan memakai persamaan carillo (lihat rumus 2.47). 0162 . 0 1 8 . 0 1 1 h U = 0.7967 = 79.67 %
Mendapatkan Drain influence zone (D) dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.11.
Dari Gambar tersebut didapatkan nilai D = 1.4 meter.
Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga dan segiempat.Jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar) didapat dengan memasukkan harga D ke persamaan 2.31 sedangkan untuk pola segitiga harga D dimasukkan pada persamaan 2.32. Didapatkan :
S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.24 meter untuk pola segiempat
Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-2) dan grafik hubungan antara derajat konsolidasi (U) dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-2).
Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu Tunggu (bulan)
S p a s i P V D ( m ) Segi3 ; U=80% Segi3 ; U=85% Segi3 ; U=90% Segi3 ; U=95% Segi4 ; U=80% Segi4 ; U=85% Segi4 ; U=90% Segi4 ; U=95%
Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
Hubung an antara D erajat K ons olidas i (U) dan Waktu (t)
0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Waktu (ming g u) D er aj at K on so lid as i ( U % ) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1.2 m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1.2 m S eg i4 ; S =1.5 m
Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu Tunggu (bulan)
S p a s i P V D ( m ) Segi3 ; U=80% Segi3 ; U=85% Segi3 ; U=90% Segi3 ; U=95% Segi4 ; U=80% Segi4 ; U=85% Segi4 ; U=90% Segi4 ; U=95%
Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
Hubung an antara D erajat K ons olidas i (U) dan Waktu (t)
0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Waktu (ming g u) D er aj at K o n so lid as i ( U % ) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1.2 m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1.2 m S eg i4 ; S =1.5 m
Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
5.6.2 Pemasangan PVD di Lapangan
Berikut ini akan ditampilkan pentabelan pola dan jarak pemasangan PVD di lapangan untuk masing – masing titik stratigrafi. Sebagaimana hasil perhitungan sebelumnya.
Tabel 5.14 Pola dan Jarak Pemasangan PVD di Lapangan dengan Nilai U yang Diambil 90 %
Pada perencanaan ini diputuskan menggunakan waktu tunggu 6 bulan dengan asumsi tidak ada pembatasan waktu sehingga diambil waktu maksimal PVD dapat bekerja dan pola yang dipakai adalah segitiga dengan alasan lebih cepat dilaksanakan karena dalam satu posisi crawler crane dapat langsung memasukkan 3 titik PVD. Crane hanya digerakkan serong sedikit ke kanan dan ke kiri sehingga tidak perlu pindah tempat. Sedangkan pada pola segiempat, crane harus bergerak maju terlebih dahulu untuk menjangkau 2 posisi vertikal drain yang akan dipasang dengan bergerak sedikit serong ke kanan dan ke kiri.Dan PVD yang akan dipasang di lapangan disamakan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yaitu memasang PVD bentuk segitiga dengan jarak 1.5 meter.
5.7 Penentuan Panjang Pemasangan PVD
Menurut Mochtar (2000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.25 untuk titik stratigrafi B-2), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien.
Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat dengan arah aliran air dominan horisontal.
Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan arah aliran air dominan vertikal.
Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan
lapisan tanah setebal kedalaman pemasangan PVD.
Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD.
Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm.
Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-2.
Serta Gambar 5.18 dan Gambar 5.19 merupakan grafik hubungan antara kedalaman pemasangan PVD dengan Rate of Settlement untuk titik B-1 dan B-2.
Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement
di Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement
di Titik Stratigrafi B-2
Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Ke dalaman Pemasangan PVD (me te r)
R at e o f S et tl em en t (c m /t ah u n ) B-1
Gambar 5.18 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of
Settlement Titik Stratigrafi B-1
Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Kedalaman Pe masangan PVD (me te r)
R a te o f S e tt le m e n t (c m /t a h u n ) B-2
Gambar 5.19 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of
Dengan bantuan Gambar 5.18 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18 meter.Sedangkan Dengan bantuan Gambar 5.19 rate of settlement titik B-2 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 17.25 meter.Karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B-2 tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter.
5.8 Penentuan Pentahapan Penimbunan
Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah titik stratigrafi B-1.
Langkah penentuannya adalah sebagai berikut : Menentukan dimensi PVD yang digunakan.Dari
perhitungan sebelumnya untuk digunakan PVD dengan
a = 10 cm b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m
Menentukan tinggi timbunan.Dari perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter.
Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per minggu.Asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner untuk menyediakan material dan peralatan. Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi
timbunan kritis (Hcr) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter.Dengan bantuan program Dx-Stable (lihat Gambar 5.2) untuk slope 1:2 didapatkan Hcr sebesar 3.27 meter.
Dari data sebelumnya didapatkan : Hinitial = 15 meter
Vtimbunan = 50 cm/minggu
Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak :
n = 15/0.5 = 30 tahap
Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah 3.27 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun tanpa adanya penundaan.Sedang untuk tahap berikutnya harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu.
Minggu ke-7 :
Htot= 3.5 meter > Hcr = 3.27 meter Cek daya dukung tanah dasar :
Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke – 6
Tabel 5.17 Umur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam Tahap Penimbunan Tahap Penimbunan 1 2 3 4 5 6 7 Minggu Ke-0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 3 2 1 0 0 0 0 4 3 2 1 0 0 0 5 4 3 2 1 0 0 6 5 4 3 2 1 0
Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi 100%
Gambar 5.20 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu Lapisan 1’= P
o’ + P1
2’= 1’+ P2dan seterusnya hingga 6’
Harga Po’, σ1’, σ2’, σ3’, dan seterusnya berbeda-beda untuk setiap kedalaman tanah yang ditinjau.
P1= P2=P3= P4= P5= P6 P1= I x q
dimana :
q = Htimb tahap ke-i x timb = 0.5 x 1.8
= 0.9 t/m2
Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U=100%
Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%
Hasil perhitungan derajat konsolidasi total (Utotal) untuk pola pemasangan segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini.
Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi untuk Pola Pemasangan PVD Segitiga dengan Spasi
1.5 m
Perumusan perubahan tegangan efektif tanah menggunakan perumusan berikut ini :
1. Tegangan tanah mula-mula = Po’
2. ΔP akibat tahap penimbunan (1), dari 0 sampai dengan h1selama t1(derajat konsolidasi = U1).
∆p 1-U1= o o U o
p
p
p
'
.
'
'
'
1 1
3. ΔP akibat tahap penimbunan (2), dari h1sampai dengan h2selama t2(derajat konsolidasi = U2).
∆p 2-U2 = 1 1 1 2
'
'
.
'
'
2
U4. ΔP akibat tahap penimbunan (3), dari h2sampai dengan h3selama t3(derajat konsolidasi = U3).
∆p 3-U3= 2 2 2 3
'
'
.
'
'
3
U5. ΔP akibat tahap penimbunan (4), dari h3sampai dengan h4selama t4(derajat konsolidasi = U4).
∆p 4-U4= 3 3 3 4
'
'
.
'
'
4
U6. ΔP akibat tahap penimbunan (5), dari h4sampai dengan h5selama t5(derajat konsolidasi = U5).
∆p 5-U5= 4 4 4 5
'
'
.
'
'
5
U7. ΔP akibat tahap penimbunan (6), dari h5sampai dengan h6selama t6(derajat konsolidasi = U6).
∆p 6-U6= 5 5 5 6
'
'
.
'
'
6
U dan seterusnya.8. Jadi tegangan tanah di lapisan yang ditinjau :
σ’(H=h6) = Po’ + o o U o
p
p
p
'
.
'
'
'
1 1
+ 1 1 1 2'
'
.
'
'
2
U + 2 2 2 3'
'
.
'
'
3
U + 3 3 3 4'
'
.
'
'
4
U + 4 4 4 5'
'
.
'
'
5
U + 5 5 5 6'
'
.
'
'
6
U + ……… + dan seterusnyaDari perumusan di atas maka untuk penimbunan sampai tahap ke-enam (H = 3 meter, t = 6 minggu) persamaannya adalah seperti pada Tabel 5.20 dan hasil perubahan tegangannya pada Tabel 5.21.
Tabel 5.20 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U
< 100%
Tabel 5.21 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai, U < 100%
Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu).
Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
a. Untuk harga PI tanah <120 %
Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’ b. Untuk harga PI > 120 %
Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.0454 – 0,00004 PI) σp’ Karena nilai PI tanah < 120 % (dari tabel koefisien variasi, terlampir) maka digunakan rumus Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’.