• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

3.1 Umum

Pengumpulan data lapangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan data sekunder yang didapat oleh penulis.Data tersebut akan digunakan dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti Kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Data yang diperoleh yaitu :

- Data teknis pelabuhan - Data tanah

- Data bathymetri - Data hidro oceanografi

3.2 Data Teknis Pelabuhan a. Letak Geografis

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah pada posisi lintang 06º - 57' - 00” Selatan sampai dengan lintang 06º - 57' - 00” Selatan, bujur 110º - 24' - 00” Timur sampai dengan bujur 110º - 26' - 00” Timur.

b. Hidrografi

- Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-rawa.

- Keadaan dasar laut lumpur.

Kedalaman terdangkal 3 mLWS dan terdalam -12.5 mLWS

3.3 Data Tanah

Untuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan soil investigation sebanyak 2 ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B-2 sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira .

Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran masing - masing titik :

- Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = -3.150 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mLWS.

- Pada titik B-2, elevasi muka tanah asli = -3 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mLWS.

Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak 2 titik B-1 dan B-2 dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman (Gambar 3.2) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap interval kedalaman (Gambar 3.3).

Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.Lapisan tanah relatif keras ( N ≥ 20 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel 3.1).

Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang akan direklamasi.Dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana.

Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 – 20 %.Jika nilai sebaran tersebut >20 % maka harus dilakukan pembagian layer kembali.Persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub Subbab 2.5.1 (formula 2.1 s.d 2.3).(Hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel Parameter Tanah Terlampir)

Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B2 di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas

Semarang

(2)

Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang

3.4 Data Bathymetri

Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mLWS. Elevasi lapangan penumpukan sama dengan

elevasi dermaga yang lama yaitu sebesar +3.20 mLWS (sumber : PT.Pelindo III Surabaya).

3.5 Data Pasang Surut

Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 2003) :

- HWS = + 1.36 m LWS

- MSL = + 0.68 m LWS

- LWS = ± 0.00 m LWS

(Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) + 0.68 m ± 0.00 m LWS MSL HWS + 1.36 m

Gambar 3.4 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas 3.6 Data Arus

Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah 300.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots ) dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).

Gambar 3.5 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara

(3)

3.7 Data Angin dan Gelombang

Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33 m/s).Dengan kecepatan 8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.Dan melihat arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari gelombang.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)

3.8 Analisis Parameter Material Timbunan

Dengan memperhatikan persyaratan pada Subbab 2.5.2 maka direncanakan material timbunan menggunakan pasir halus yang diambil di dekat daerah reklamasi dengan spesifikasi sebagai berikut :

C = 0

= 1,80 t/m3

= 33o

3.9 Data Perencanaan Struktur Timbunan

Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang 2008-2009, luas total daerah yang akan direklamasi untuk digunakan untuk container yard adalah 5250 m2 dan elevasi akhir yang direncanakan untuk container yard adalah +3.20 m LWS. Sedangkan elevasi akhir timbunan adalah +2.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap tahapnya.

Berikut adalah Gambar 3.6 yang merupakan

sketsa potongan melintang dari timbunan untuk

container yard.

Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan

BAB IV

EVALUASI LAYOUT

4.1 Umum

Layout yang digunakan dalam Tugas Akhir

ini

berdasarkan

informasi

dari

gambar

perencanaan proyek Pelabuhan Indonesia III,

Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas

Pelabuhan

Tanjung

Emas

Semarang

(terlampir).Layout yang akan dievaluasi adalah

hanya

layout

pengembangan

lapangan

penumpukannya

saja.Layout akan dievaluasi

terhadap kondisi daratan atau tata letak pada

lapangan penumpukan yang baru dengan

mengacu pada kondisi eksistingnya.Evaluasi

dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah

perencanaan

layout

telah

sesuai

dengan

kebutuhan yang direncanakan di lapangan.

4.2 User dan Flow

Pergerakan peti kemas secara umum pada

sebuah terminal peti kemas dapat dilihat pada

Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Alur Perjalanan Peti Kemas

Keterangan dari urutan abjad gambar tersebut

adalah sebagai berikut :

A. Dermaga

Yaitu tempat bertambatnya kapal dan untuk

bongkar

muat

muatan

yang

ada

di

kapal.Untuk membantu proses bongkar muat

ini maka dipasanglah alat di dermaga, yang

umum dipakai di Indonesia adalah Container

Crane atau yang lebih dikenal dengan istilah

CC.

B. Container Yard

Atau lapangan penumpukan yaitu tempat

untuk menumpuk sementara peti kemas yang

akan dimuat ke kapal maupun yang akan

dikirim ke pemilik.

(4)

C. Container Freight Station (CFS)

Yaitu gudang yang ada di area terminal yang

berfungsi untuk membongkar muat isi peti

kemas.Biasanya kondisi ini untuk peti kemas

yang berstatus Less Container Loaded (LCL)

yaitu peti kemas yang mempunyai lebih dari

satu dokumen kepemilikan.

D. Gate Out

Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin

peti kemas yang akan keluar dari area

terminal.

E. Gate In

Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin

peti kemas yang akan masuk ke area terminal.

F. Gudang Consignee

Yaitu gudang pemilik untuk keperluan

pengepakan atau pengemasan barang setelah

dibongkar dari peti kemas dari terminal atau

sebaliknya.

G. Depo Peti Kemas

Yaitu tempat untuk meletakkan peti kemas –

peti kemas kosong.

Sedang keterangan dari urutan nomor gambar

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Stevedoring

Yaitu tahap yang berlangsung di dermaga

dimana peti kemas dibongkar dari kapal atau

sebaliknya akan dimuat ke kapal dengan

menggunakan Container Crane.

2. Trucking

Yaitu tahap dimana peti kemas diangkut oleh

truk chassis dari dermaga menuju ke lapangan

penumpukan

(kegiatan

bongkar)

atau

sebaliknya dari lapangan penumpukan ke

dermaga (kegiatan muat).

3. Lift on / Lift off

Yaitu tahap dimana peti kemas di truk chassis

yang sudah berada di area lapangan

penumpukan

diletakkan

di

lapangan

penumpukan atau sebaliknya dari lapangan

penumpukan dibawa keluar (karena akan

dimuat ke kapal atau karena akan dikirim ke

pemilik) dengan menggunakan sebuah alat,

yang umum dipakai di Indonesia adalah

Rubber Tyred Gantry (RTG) atau Rail

Mounted Gantry (RMG).

4. Delivery

Yaitu tahap dimana peti kemas dikirim kepada

pemilik

dengan

menggunakan

truk

chassis.Pada tahap ini peti kemas harus

melewati gate out.Gate di sini disebut juga

dengan

interchange

area.Fungsi

dari

interchange area ini adalah untuk memperjelas

job description antara terminal dan pemilik,

maksudnya adalah jika peti kemas masih

berada di area terminal maka peti kemas

tersebut masih merupakan tanggung jawab

pihak terminal dan sebaliknya jika peti kemas

sudah berada di luar area terminal maka apa

pun yang terjadi pada peti kemas merupakan

tanggung jawab pemilik.

5. Stripping / Stuffing

Yaitu tahap dimana peti kemas dibongkar

muatannya di dalam gudang atau sebaliknya,

bisa gudang dalam area terminal atau lebih

dikenal dengan Container Freight Station

(CFS) atau gudang consignee (pemilik) di luar

area terminal.

6. Receiving

Yaitu tahap dimana peti kemas dari luar

terminal dibawa masuk ke area terminal.Pada

tahap ini peti kemas harus melewati gate in

yang ada guna keperluan inspeksi dan

penimbangan.

4.3 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan

Berikut ini adalah kondisi eksisting fasilitas

lapangan penumpukan Terminal Peti Kemas

Semarang, Jawa Tengah :

 Lapangan penumpukan eksisting seluas ±17

Ha.Lihat Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan

Gambar 4.4.

Gambar 4.2 Layout Container Yard di Wilayah

Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun

2010

(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi

TPKS Semarang)

(5)

Gambar 4.3 Layout Kondisi Eksisting Container

Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas

Semarang Tahun 2010

(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi

TPKS Semarang)

Adapun keterangan untuk Gambar 4.2 tersebut

di atas adalah sebagai berikut :

CY-01 : Container Yard untuk peti kemas

ekspor dan impor.Terdiri atas 5 blok

ekspor dan 4 blok impor.Posisi CY-01

ini masih mengacu pada kedekatan

posisi bongkar muat.

CY-02 : Container Yard yang digunakan

untuk peti kemas, baik ekspor maupun

impor, yang mengangkut barang

berbahaya.

CY-03 : Container Yard untuk area

pemeriksaan (behandle) bea dan cukai

yang memungkinkan peti kemas

dalam jalur merah/dicurigai.

CY-04 : Container Yard yang digunakan

untuk peti kemas kosong.

CY-05 : Container Yard untuk peti kemas

kosong

untuk

ekspor.Letaknya

disendirikan dengan pertimbangan

bahwa posisi empty saat di kapal

adalah di atas dan masuk dalam

closing time.

CY-06 : Container Yard untuk peti kemas

yang telah selesai 100 % diperiksa

oleh bea dan cukai (ex-behandle).

Tabel 4.1 Luas dan Kapasitas Tiap Container

Yard

Container Yard Luas (m²) Kapasitas Peti Kemas (TEU)

01 82640 8935 Ekspor : 4935 Impor : 4000 02 15493 422 03 29193 900 04 20975 996 05 8500 336 06 3000 336

(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi

TPKS Semarang)

U

Lapangan Penumpukan Eksisting Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Pengembangan Lapangan Penumpukan Keterangan : Skala 1 : 1

Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Lapangan

Penumpukan dan Rencana Pengembangannya

 Alur pergerakan peti kemas mulai dari

diturunkan dari kapal dan dibawa truk chassis

hingga dibawa ke lapangan penumpukan

adalah menggunakan prinsip searah jarum jam,

seperti nampak

pada

Gambar

4.5.Dan

nantinya untuk alur truk pada rencana

pengembangannya mengikuti kondisi eksisting.

(6)

Dermaga Eksisting Keterangan :

Blok Peti Kemas Alur Truk Chassis

U

Skala 1 : 1

U

Skala 1 : 1 Dermaga Eksisting

Gambar 4.5 Alur Truk Chassis pada

Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan

 Alat-alat yang dipakai antara lain : Container

Crane (CC) sebanyak 5 unit, Rubber Tyred

Gantry (RTG) sebanyak 13 unit, Top Loader

(TL) sebanyak 3 unit, Side Loader (SL)

sebanyak 2 unti, Reach Staker (RS) sebanyak 2

unit, Head Truck (OTTAWA) sebanyak 10

unit, Head Truck (VOLVO) sebanyak 8 unit,

Head Truck (HINO) sebanyak 7 unit, Chassis

TPKS sebanyak 25 unit, Chassis Kuda Inti

sebanyak 7 unit, dan Fork Lift Electric

sebanyak 6 unit (Sumber : Dinas Perencanaan

dan Administrasi TPKS Semarang).

 Rubber Tyred Gantry (RTG) yang digunakan

mempunyai lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan

1 jalur truk (1 blok peti kemas 6+1).Lihat

Gambar 4.6.Dan tipe Rubber Tyred Gantry

yang digunakan adalah RTG dengan delapan

roda setara dengan SUMITOMO RTG atau

PACECO-MITSUI RTG dengan empat roda.

Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Keterangan : Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Keterangan :

Blok Peti Kemas Kondisi Eksisting Blok Peti Kemas Rencana Pengembangan Alur Truk Kondisi Eksisting Alur Truk Rencana Pengembangan

U

Skala 1 : 1

U

Skala 1 : 1

Gambar 4.6 Alur Truk Peti Kemas pada

Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan

pada Rencana Pengembangannya

4.4 Rencana Pengembangan Lapangan

Penumpukan

Dari kondisi eksisting lapangan penumpukan,

ada rencana untuk dilakukan pengembangan

lapangan penumpukan seluas 105 m x 50 m (lihat

Gambar 4.4).Adapun nantinya tata letak,

alat-alat, dan ukurannya mengikuti kondisi eksisting

terluar.

4.5 Prediksi Bongkar Muat

Prediksi bongkar muat peti kemas tahun

2004-2008, baik untuk ekspor, full import, dan

empty import akan selalu meningkat, dari 355009

TEUs di tahun 2004, 353675 TEUs di tahun

2005, 370108 TEUs di tahun 2006, 385095 TEUs

di tahun 2007, 373644 TEUs di tahun 2008,

356461 TEUs di tahun2009, dan pada 2010

ditargetkan sebanyak 363590 TEUs atau terjadi

peningkatan sekitar 2 % (Sumber : Dinas

Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang).

Karena tidak didapatkan data prediksi

bongkar muat di pelabuhan Tanjung Emas ini

sampai dengan 20 tahun ke depan, maka

diasumsikan sendiri pertumbuhan rata-rata 2%

terjadi

sampai

dengan

20

tahun

ke

depan.Sehingga pada tahun 2030 diprediksi

proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas

sebesar 506170 TEUs.

(7)

4.6 Evaluasi Tata Letak Lapangan

Penumpukan

Tata letak lapangan penumpukan yang baru

akan

dibuat

mengikuti

kondisi

eksisting

terluar.Dimana terdapat lapangan penumpukan

itu sendiri dengan RTGC sebagai alat pengangkut

peti kemasnya dan jalur truk di luar bentang

RTGC.

Lapangan penumpukan atau Container Yard

(CY) ini harus disediakan dengan kapasitas

mencukupi untuk lamanya waktu peti kemas

menduduki area ini atau dwelling time.Berdasar

statistik di Indonesia, dwelling time rata – rata

per peti kemas mencapai sekitar 6 sampai 7 hari

atau seminggu.

Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka

pendek

=

ahun

guDalamSet

JumlahMing

an

TahunKeDep

karMuat

ediksiBong

20

Pr

=

52

506170

= 9734 TEUs

Pada kondisi eksisting, sampai tahun 2010,

produksi rata-rata peti kemas 350000 TEUs per

tahun atau 6731 per minggu (Sumber : Dinas

Perencanaan

dan

Administrasi

TPKS

Semarang).Sehingga jika dibandingkan dengan

kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek

untuk umur rencana 20 tahun ke depan maka

kapasitas yang harus ditambah sebesar 3003

TEUs (9734 TEUs – 6731 TEUs).

 Lebar Lapangan Penumpukan

Operasional di Container Yard melalui

proses : peti kemas datang dengan truk chassis

lalu diangkat menuju posisi penumpukan

menggunakan alat Rubber Tyred Gantry (RTG).

RTG memiliki variasi ukuran.Dalam

perencanaan ini digunakan lebar kaki untuk 6

Ground Slot dan 1 jalur truk sebagaimana kondisi

eksisting

Lebar 1 blok peti kemas

= (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar

jalur roda RTGC 2 sisi

= (6 x 2.41) + 5.5 + (2 x 1.5)

= 22.96 meter ≈ 23 meter

dimana lebar 1 Ground Slot sama dengan lebar 1

ukuran peti kemas terkecil yaitu sebesar 8 ft (peti

kemas terkecil berukuran 20 ft x 8 ft).Dan 1 m =

3.32 ft.

Maka lebar lapangan penumpukan

= 23 meter + 4 jalur truk di luar RTGC

= 23 meter + (4 x 5.5 meter)

= 45 meter < 50 meter...OK

Dengan tinggi penumpukan 3.5 tiers untuk tipe

SUMITOMO.

Rubber Tyred Gantry Crane

Peti Kemas 1 Ground Slot 1 Tier / 1 Tumpukan Jalur Truk 6 x 2.41 meter 1 1 .3 m e te r 5.5 meter 23 meter

Gambar 4.7 Potongan Melintang 1 Blok Peti

Kemas

 Panjang Lapangan Penumpukan

Pelayanan 1 unit RTG untuk 1 blok

maksimal 25 row/baris baik ukuran 20 ft maupun

40 ft.Sedangkan dalam perencanaan digunakan

ukuran 20 ft dan di kondisi eksisting sendiri atau

tepatnya di CY-05 digunakan 18 row/baris.

Pada rencana pengembangan :

Panjang tersedia

= 105 meter – 1 jalur truk

= 105 meter – 5.5 meter

= 99.5 meter

Maka baris yang dapat dibuat

= 99.5 meter / 6.02 meter

= 16.5 baris diambil 16 baris

(8)

Rubber Tyred Gantry Crane

16 X 20 ft

Peti Kemas 20 ft

Gambar 4.8 Potongan Memanjang 1

Blok Peti Kemas

 Kapasitas Blok Baru

Kapasitas blok baru terdiri atas :

 6 Ground Slot

 1 jalur truk

 16 baris peti kemas

 Direncanakan untuk 3.5 tiers/tumpukan

 65 % Occupancy rata-rata

= 6 x 3.5 x 16 x 0.65

= 218 TEU/blok/minggu

= 11336 TEU/blok/tahun

Jadi jangka pendek dibutuhkan

= 3003 / 218

= 14 blok

Maka dapat disimpulkan untuk perencanaan 20

tahun ke depan pengembangan seluas 105 meter

x 50 meter masih jauh dari cukup.Sehingga

pengembangan

tahap

selanjutnya

sangat

dibutuhkan untuk mengcover pergerakan peti

kemas yang semakin naik dari tahun ke tahun.

BAB V

PERENCANAAN REKLAMASI

5.1 Umum

Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair.Problema utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding .Soil improvement (perbaikan

tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997)

Adapun kondisi tanah dasar di perairan Tanjung Emas ini sendiri tergolong jelek sehingga soil improvemet sangat diperlukan agar dapat diperoleh perencanaan reklamasi yang kuat, stabil, dan ekonomis.

5.2 Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding

Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan program Dx-stable versi 5.202.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk selanjutnya hasil tersebut dianalisa.Untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan kemiringan slope yang berbeda-beda.Adapun pemodelan perhitungan sliding dapat dilihat pada Gambar 5.1.

LAPISAN 1 H 1 : n MSL = +0.68 m LWS = +0.00 m LAPISAN 2 LAPISAN 3 TERMINATION INITATION HWS = +1.36 m

Gambar 5.1 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut

5.2.1 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Tanpa PVD

Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik stratigrafi B-1 dan B-2.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan dicoba.Adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1, Gambar 5.2, Tabel 5.2, dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar 1.

(9)

Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1

H Slope (meter) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.586 1.910 2.450 1 1.361 1.741 2.285 2 0.988 1.398 1.817 3 0.635 1.083 1.619

Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.400 2.600 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) Sa fe ty F ac to r ( SF ) Slope 1 : 1 Slope 1 : 2 Slope 1 : 3

Gambar 5.2 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik

Stratigrafi B-1

Tabel 5.2 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-2

Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.400 2.600 2.800 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) S af et y Fa ct or (S F) Slope 1 : 1 Slope 1 : 2 Slope 1 : 3

Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik

Stratigrafi B-2

Dari Gambar 5.2 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari 2 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4 meter.Sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 2 meter. Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan kemiringan slope 1:2.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope 1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut :

 Nilai slope 1:2 sering digunakan dalam perencanaan.

 Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan yang digunakan.Seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin besar pula material yang dibutuhkan.

 Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar lerengnya.  Dengan semakin kecilnya material dan luas

daerah yang dibutuhkan maka pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula.

5.3 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B-1 Dan B-2

Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan 2.4.Seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.Hal ini dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.Perhitungan settlement ini dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut.

h1 = 6 m q1 = 5.5 t/m2 h2 = 7 m q2 = 6.8 t/m2 h3 = 8 m q3 = 8 t/m2 h4 = 9 m q4 = 9.3 t/m 2 h5 = 10 m q5 = 10.6 t/m2 h6 = 11 m q6 = 11.9 t/m2 h7 = 13 m q7 = 14.39 t/m2 h8 = 15 m q8 = 16.93 t/m 2 h9 = 17 m q9 = 19.47 t/m2

Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal (tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai +2.40 m LWS. H Slope (meter) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.579 1.824 2.686 1 1.05 1.447 1.978 2 0.476 0.897 1.245 3 0.176 0.486 0.678

(10)

5.3.1 Immediate Settlement

Immediate settlement terjadi pada awal penimbunan dan perhitungannya menggunakan persamaan 2.5.Harga modulus elastisitas tanah (E) dan angka poisson (μ) didapatkan dari Grafik Korelasi Harga N-SPT dengan Berbagai Parameter (Helmy et. al – Lab. Geoteknik PAU ITB).Harga dari E dan μ untuk tanah di titik Stratigrafi B-1 dan B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.3 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-1

Tabel 5.4 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-2

Mencari nilai Modulus Oedometrik, dengan menggunakan persamaan 2.6.Jika persamaan 2.6 dijabarkan lebih lanjut didapatkan :





1

2

1

'

2

E

E

Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Dengan q1= 5.5 t/m2 Lapisan 1





498

.

0

1

)

498

.

0

(

2

1

7

.

1374

'

2

E

= 115170.13 t/m2 Lapisan 2





440

.

0

1

)

440

.

0

(

2

1

3

.

1221

'

2

E

= 3957.92 t/m2 Lapisan 3





420

.

0

1

)

420

.

0

(

2

1

4

.

1168

'

2

E

= 2982.71 t/m2

Menghitung amplitudo immediate settlement Dengan memasukkan nilai q, E’, dan h di tiap lapisan tanah pada persamaan 2.5 didapatkan :





'

i i i i

E

h

q

S

Lapisan 1

13

.

115170

25

.

22

5

.

5

1

x

S

= 0.001 m Lapisan 2        92 . 3957 25 , 23 5 . 5 2 x S = 0.032 m Lapisan 3        71 . 2982 6 5 . 5 3 x S = 0.011 m

5.3.2 Consolidation Primary Settlement

Perhitungan konsolidasi ini memakai prinsip Long Term Condition dimana kondisi ini menggunakan harga-harga efektif baik untuk tanah kohesif dan non kohesif yang letaknya berada di bawah muka air.Parameter tanah pada titik stratigrafi B-1 dan B-2 yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.

(11)

Tabel 5.5 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik

stratigrafi B-1

Tabel 5.6 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik

stratigrafi B-2

Berikut ini ditampilkan sketsa rencana perhitungan baik di titik stratigrafi B-1 maupun B-2.Lihat Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.

Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter

Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.150 meter

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

d timb

; C ; 

sat3 ; Cu3 ; 3

sat2 ; Cu2 ; 2

sat1 ; Cu1 ; 1

h1

h2

h3

HWS = +1.36 m LWS

Z3

H

Hw

Z2

Z1

sat timb

; C ; 

Gambar 5.4 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-1

Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.00 meter

Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.00 meter

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

d tim b ; C ;  sa t3 ; C u 3 ;  3 sa t2 ; C u 2 ;  2  sa t1 ; C u 1 ;  1 h 1 h 2 h 3 Z 3 H H w Z 2 Z 1 s a t tim b ; C ;  Z 4 Z 5 Z 6  s a t4 ; C u 4 ;  4 sa t5 ; C u 5 ;  5 sa t6 ; C u 6 ;  6 h 4 h 5 h 6 H W S = + 1 .3 6 m L W S

Gambar 5.5 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-2

 Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 terdapat nilai Cc yang merupakan pendekatan yang diambil dari persamaan 2.10.

 Menghitung besarnya tegangan overburden efektif di tiap lapisan.

Besarnya tegangan ini dihitung di tengah-tengah lapisan tanah dengan menggunakan persamaan berikut.

Po

'

'.

z

[5.5]

dimana : z = ketebalan tanah dari permukaan tanah dasar sampai tengah-tengah lapisan yang ditinjau (meter) (lihat Gambar 5.6) ' = gamma efektif, yaitu '=sat-w Sebagai contoh perhitungan diambil titik

stratigrafi B-1 : Lapisan 1 Po’ = (1,57 – 1) x 11,125 = 6,341 t/m2 Lapisan 2 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).11,625 = 21,518 t/m2 Lapisan 3 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).23,25 + (1,79 – 1).3 = 32,723 t/m2

 Menghitung besarnya penambahan tegangan akibat pengaruh beban timbunan ditinjau di tengah-tengah lapisan (P).

Perhitungan faktor I menggunakan formula 2.22-2.24.

(12)

Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter Lapisan 1 z = 11.125 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 11.125} - tan-1 (7.5/11.125) (radian) = 26.31 o 2 = tan-1 (7.5/11.125) (radian) = 33.99 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²  =1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.425

harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.

  x   p = 0.85 x 5.5 = 4.68 t/m² Lapisan 2 z = 33.875 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 33.875} - tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 17.44 o 2 = tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 12.48 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²  =1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.23

harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga tersebut harus dikalikan 2 kalinya.

  x   p = 0,46 x 5.5 = 2.53 t/m² Lapisan 3 z = 48.5 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B2 = 6 x 2 = 12 meter 1 = tan-1 {(7.5+12)/ 48.5} - tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 13.11 o 2 = tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 8.79 o qo = (H-Hw) x d timb+ Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²  =1/180 [{(7.5+12)/12}(+)}-7.5/12()] = 0.17

harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.

  x

 

p = 0.34 x 5.5 = 1.87 t/m²

Menghitung besarnya Consolidation Primary Settlement

Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter

Dengan memakai persamaan 2.7 didapatkan :

Lapisan 1 25 . 22 341 . 6 68 . 4 341 . 6 log 611 . 1 1 54 . 1        ci S = 3.155 m

(13)

Lapisan 2

25

.

23

518

.

21

53

.

2

518

.

21

log

008

.

1

1

92

.

0





ci

S

= 0.508 m Lapisan 3

6

723

.

32

87

.

1

723

.

32

log

010

.

1

1

53

.

0





ci

S

= 0.038 m 5.3.3 Total Settlement

Besarnya settlement total didapatkan dengan cara menjumlahkan besarnya immediate dan consolidation settlement. Lapisan 1 St1 = 0.001 + 3.155 = 3.156 m Lapisan 2 St2 = 0.032 + 0.508 = 0.54 m Lapisan 3 St3 = 0.011 + 0.038 = 0.049 m Total Stotal= St1 + St2+ St3 = 3.156 + 0.54 + 0.049 = 3.745 m

Dengan cara yang sama didapatkan settlement untuk beban yang berbeda.Gambar 5.6 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-1.Sedang Gambar 5.7 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-2.

Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m S i, S c p , S to ta l (m ) Si (m) Scp (m) Sc total (m)

Gambar 5.6 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi

B-1

Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m S i, S c p , S to ta l (m ) Si (m) Scp (m) Sc total (m)

Gambar 5.7 Grafik Hubungan Tingg Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik

Stratigrafi B-2

5.4 Mencari H Awal Timbunan (Hinisaial) Dan Settlement(Sc)

Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari H awal (Hinisial) dari perencanaan timbunan reklamasi ini adalah dengan membuat grafik hubungan antara Hfinal dengan Hinisial dan grafik hubungan antara Hfinal dengan Sc dari setiap titik stratigrafi.

Hinisial dicari menggunakan rumusan 2.28 sedangkan Hfinal adalah Hinisial dikurangi Sc (rumusan 2.29).

5.4.1 Perhitungan H awal Timbunan (Hinisaial) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 dan

B-2

Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :

Didapatkan data sebagai berikut : Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter

Tinggi timbunan pada kondisi HWS = 4.51 meter

Kondisi HWS inilah yang dianggap tepat menggambarkan kondisi muka air laut di lapangan mengingat kejadian pasang surut di lokasi reklamasi adalah mixed to diurnal.

htimb = 6 meter (variabel) timb = 1.8 t/m3

sat timb = 1.8 t/m

3(asumsi 

sat timb= timb) w = 1 t/m3

qfinal = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m2

(14)

maka :

8

.

1

)

8

.

1

1

8

.

1

(

745

.

3

(

5

.

5

x

H

inisial = 5.136 meter Hfinal = 5.136 – 3.745 = 1.391 meter

Dengan cara yang sama dapat diperoleh perhitungan Hinisialuntuk beban (q) yang berbeda.Dan hasilnya sebagaimana Tabel 5.7 untuk titik stratigrafi B-1 dan Tabel 5.8 untuk titik stratigrafi B-2.

Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik

Stratigrafi B-1 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.5 3.745 5.136 1.391 2 6.8 4.486 6.270 1.784 3 8 5.187 7.326 2.139 4 9.3 5.851 8.417 2.566 5 10.6 6.484 9.491 3.007 6 11.9 7.088 10.549 3.461 7 14.4 8.216 12.559 4.343 8 16.9 9.254 14.547 5.293 9 19.5 10.214 16.491 6.277

Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik

Stratigrafi B-2 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.6 3.602 5.112 1.510 2 6.8 4.356 6.198 1.842 3 8.1 5.078 7.321 2.243 4 9.4 5.768 8.426 2.659 5 10.7 6.428 9.515 3.088 6 11.9 7.058 10.532 3.474 7 14.5 8.242 12.635 4.392 8 17.0 9.333 14.629 5.296 9 19.5 10.343 16.579 6.237

Sedangkan grafiknya sebagaimana Gambar 5.8 dan Gambar 5.9 untuk titik stratigrafi B-1, Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 untuk titik stratigrafi B-2.

H final vs H inis ial

y = -0.1048x2 + 3.1067x + 1.0803 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H fina l (m) H in is ia l ( m )

Gambar 5.8 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan

Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-1 H final vs Sc y = -0.1048x2 + 2.1067x + 1.0803 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Sc (m )

Gambar 5.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc)

di Titik Stratigrafi B-1 H final vs H inisial y = -0.1087x2 + 3.2417x + 0.5496 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) H in is ia l ( m )

Gambar 5.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan

Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-2 H final vs Sc y = -0.1087x2 + 2.2417x + 0.5496 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) S c (m )

Gambar 5.11 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc)

(15)

Dengan menggunakan persamaan pada Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10, dan Gambar 5.11 serta dengan bantuan data sebelumnya didapatkan :

Titik stratigrafi B-1 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS

Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.55 meter

Hinisial= -0.1048 (5.55)2+ 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 15 meter Sc = -0.1048 (5.55)2+ 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 9.50 meter Titik stratigrafi B-2 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS

Elevasi permukaan tanah dasar = -3.00 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.4 meter

Hinisial= -0.1087 (5.4)2+ 3.2417 (5.4) + 0.5496 = 14.89 meter ≈ 15 meter

Sc = -0.1087 (5.4)2+ 2.2417 (5.4) + 0.5496 = 9.49 meter ≈ 9.50 meter

Berikut ini adalah hasil rekapan perhitungan tinggi timbunan dan settlement untuk setiap titiknya.

Tabel 5.9 Hasil Rekapan Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc)

Hasil Hitungan Titik H inisial Sc Stratigrafi (meter) (meter)

B-1 15 9.50

B-2 15 9.50

5.5 Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural 5.5.1Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural di TitikStratigrafi B-1 dan B-2

Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan B-2 sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv (koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11.

Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1 No. Tebal Lapisan γsat Cv (m) t/m3 cm2/dtk 1 22.25 1.57 0.00134 2 23.25 1.76 0.00092 3 6 1.79 0.00080

Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-2 No. Tebal Lapisan γsat Cv (m) t/m3 cm2/dtk 1 28.25 1.60 0.00115 2 5.35 1.79 0.00077 3 2.9 1.89 0.00100 4 14.75 1.73 0.00076 5 3 1.73 0.00070 6 6 1.75 0.00080

Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium.

Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :

Mencari besarnya Cv rata-rata menggunakan persamaan 2.26, sehingga : 2 2 00080 , 0 6 00092 , 0 25 . 23 00134 , 0 25 . 22 ) 6 25 . 23 25 . 22 (                                       rata Vrata C = 0,00105 cm2/det

Jika melihat data tanah terlampir, dapatlah ditentukan bahwa arah aliran untuk titik stratigrafi B-1 adalah single drained, sehingga :

Hdr= 51.5 m

Asumsi : tegangan air pori merata sehingga harga Tv dapat diperoleh dari Tabel 2.2.

U = 10 %  Tv = 0,008

Sehingga dengan menggunakan persamaan 2.25, didapatkan waktu konsolidasi.

) 10 360 24 3600 00105 . 0 ( 5 . 51 008 , 0 4 2   x x x x t = 6.5 tahun

Untuk derajat konsolidasi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.12.Dan untuk derajat konsolidasi titik stratigrafi B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.13.

(16)

Tabel 5.12 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 U (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 2330.497 6.38 20 0.031 9030.674 24.74 30 0.071 20683.157 56.67 40 0.126 36705.321 100.56 50 0.197 57388.478 157.23 60 0.287 83606.564 229.06 70 0.403 117398.764 321.64 80 0.567 165173.944 452.53 90 0.848 247032.636 676.80 100 ∞ ∞ ∞

Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2

U (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 3623.087 9.93 20 0.031 14039.463 38.46 30 0.071 32154.900 88.10 40 0.126 57063.626 156.34 50 0.197 89218.526 244.43 60 0.287 129978.259 356.10 70 0.403 182513.025 500.04 80 0.567 256786.316 703.52 90 0.848 384047.259 1052.18 100 ∞ ∞ ∞

Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.12) dan titik stratigrafi B-2 (Gambar 5.13).

Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik

Stratigrafi B-1 tanpa PVD 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 200 400 600 800 1000

La ma Konsolida si (ta hun)

D er aj at K o ns o lid as i ( % )

Gambar 5.12 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik

Stratigrafi B-1

Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa

PVD 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Lama Konsolidasi (ta hun)

D er aj at K o n so li d as i (% )

Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik

Stratigrafi B-2

Dari Tabel 5.12 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 676 tahun.Dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-2 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun.

Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak terjadi settlement.

5.6 Perhitungan Vertikal Drain

Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke dalam lapisan tanah compressible.

Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :

Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah sebagai berikut :

Jenis PVD yang di gunakan :

lebar (a) = 100 mm

tebal (b) = 3 mm

diameter ekivalent = 0,05 m

(perhitungan menggunakan persamaan 2.39)

5.6.1 Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2

 Dari perhitungan pada Subbab 5.5.1 didapatkan nilai Cv = 0,00105 cm2/detik.

 Menghitung besarnya nilai Ch dengan menggunakan persamaan 2.48.Diambil harga

v h

k

k

= 3, sehingga : Ch = 3 x 0.00105 = 0.00315 cm2/detik

(17)

Derajat konsolidasi yang ingin dicapai U = 80% dalam waktu = 2 bulan.

 Harga Tv

Harga Tv didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.25, yaitu :

2 100 5 . 51 00105 . 0 3600 24 30 2 x x x x x Tv  = 0.000205

 Menghitung besarnya derajat konsolidasi arah vertikal (Uv) dengan menggunakan persamaan 2.44. % 100 000205 , 0 2 x Uv   = 1.62 %

 Mencari besar derajat konsolidasi arah horisontal Uh dengan memakai persamaan carillo (lihat rumus 2.47).           0162 . 0 1 8 . 0 1 1 h U = 0.7967 = 79.67 %

Mendapatkan Drain influence zone (D) dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.11.

Dari Gambar tersebut didapatkan nilai D = 1.4 meter.

 Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga dan segiempat.Jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar) didapat dengan memasukkan harga D ke persamaan 2.31 sedangkan untuk pola segitiga harga D dimasukkan pada persamaan 2.32. Didapatkan :

S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.24 meter untuk pola segiempat

Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-2) dan grafik hubungan antara derajat konsolidasi (U) dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-2).

Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Waktu Tunggu (bulan)

S p a s i P V D ( m ) Segi3 ; U=80% Segi3 ; U=85% Segi3 ; U=90% Segi3 ; U=95% Segi4 ; U=80% Segi4 ; U=85% Segi4 ; U=90% Segi4 ; U=95%

Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Hubung an antara D erajat K ons olidas i (U) dan Waktu (t)

0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Waktu (ming g u) D er aj at K on so lid as i ( U % ) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1.2 m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1.2 m S eg i4 ; S =1.5 m

Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Waktu Tunggu (bulan)

S p a s i P V D ( m ) Segi3 ; U=80% Segi3 ; U=85% Segi3 ; U=90% Segi3 ; U=95% Segi4 ; U=80% Segi4 ; U=85% Segi4 ; U=90% Segi4 ; U=95%

Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Hubung an antara D erajat K ons olidas i (U) dan Waktu (t)

0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Waktu (ming g u) D er aj at K o n so lid as i ( U % ) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1.2 m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1.2 m S eg i4 ; S =1.5 m

Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

5.6.2 Pemasangan PVD di Lapangan

Berikut ini akan ditampilkan pentabelan pola dan jarak pemasangan PVD di lapangan untuk masing – masing titik stratigrafi. Sebagaimana hasil perhitungan sebelumnya.

Tabel 5.14 Pola dan Jarak Pemasangan PVD di Lapangan dengan Nilai U yang Diambil 90 %

(18)

Pada perencanaan ini diputuskan menggunakan waktu tunggu 6 bulan dengan asumsi tidak ada pembatasan waktu sehingga diambil waktu maksimal PVD dapat bekerja dan pola yang dipakai adalah segitiga dengan alasan lebih cepat dilaksanakan karena dalam satu posisi crawler crane dapat langsung memasukkan 3 titik PVD. Crane hanya digerakkan serong sedikit ke kanan dan ke kiri sehingga tidak perlu pindah tempat. Sedangkan pada pola segiempat, crane harus bergerak maju terlebih dahulu untuk menjangkau 2 posisi vertikal drain yang akan dipasang dengan bergerak sedikit serong ke kanan dan ke kiri.Dan PVD yang akan dipasang di lapangan disamakan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yaitu memasang PVD bentuk segitiga dengan jarak 1.5 meter.

5.7 Penentuan Panjang Pemasangan PVD

Menurut Mochtar (2000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.25 untuk titik stratigrafi B-2), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien.

 Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat dengan arah aliran air dominan horisontal.

 Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan arah aliran air dominan vertikal.

 Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :  Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan

lapisan tanah setebal kedalaman pemasangan PVD.

 Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD.

 Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm.

Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-2.

Serta Gambar 5.18 dan Gambar 5.19 merupakan grafik hubungan antara kedalaman pemasangan PVD dengan Rate of Settlement untuk titik B-1 dan B-2.

Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement

di Titik Stratigrafi B-1

Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement

di Titik Stratigrafi B-2

Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Ke dalaman Pemasangan PVD (me te r)

R at e o f S et tl em en t (c m /t ah u n ) B-1

Gambar 5.18 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of

Settlement Titik Stratigrafi B-1

Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Kedalaman Pe masangan PVD (me te r)

R a te o f S e tt le m e n t (c m /t a h u n ) B-2

Gambar 5.19 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of

(19)

Dengan bantuan Gambar 5.18 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18 meter.Sedangkan Dengan bantuan Gambar 5.19 rate of settlement titik B-2 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 17.25 meter.Karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B-2 tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter.

5.8 Penentuan Pentahapan Penimbunan

Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah titik stratigrafi B-1.

Langkah penentuannya adalah sebagai berikut :  Menentukan dimensi PVD yang digunakan.Dari

perhitungan sebelumnya untuk digunakan PVD dengan

a = 10 cm b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m

 Menentukan tinggi timbunan.Dari perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter.

 Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per minggu.Asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner untuk menyediakan material dan peralatan.  Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi

timbunan kritis (Hcr) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter.Dengan bantuan program Dx-Stable (lihat Gambar 5.2) untuk slope 1:2 didapatkan Hcr sebesar 3.27 meter.

Dari data sebelumnya didapatkan : Hinitial = 15 meter

Vtimbunan = 50 cm/minggu

Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak :

n = 15/0.5 = 30 tahap

Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah 3.27 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun tanpa adanya penundaan.Sedang untuk tahap berikutnya harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu.

Minggu ke-7 :

Htot= 3.5 meter > Hcr = 3.27 meter Cek daya dukung tanah dasar :

 Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke – 6

Tabel 5.17 Umur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam Tahap Penimbunan Tahap Penimbunan 1 2 3 4 5 6 7 Minggu Ke-0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 3 2 1 0 0 0 0 4 3 2 1 0 0 0 5 4 3 2 1 0 0 6 5 4 3 2 1 0

 Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi 100%

Gambar 5.20 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu Lapisan 1’= P

o’ + P1

2’= 1’+ P2dan seterusnya hingga 6’

Harga Po’, σ1’, σ2’, σ3’, dan seterusnya berbeda-beda untuk setiap kedalaman tanah yang ditinjau.

P1= P2=P3= P4= P5= P6 P1= I x q

dimana :

q = Htimb tahap ke-i x timb = 0.5 x 1.8

= 0.9 t/m2

Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U=100%

 Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%

(20)

Hasil perhitungan derajat konsolidasi total (Utotal) untuk pola pemasangan segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini.

Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi untuk Pola Pemasangan PVD Segitiga dengan Spasi

1.5 m

Perumusan perubahan tegangan efektif tanah menggunakan perumusan berikut ini :

1. Tegangan tanah mula-mula = Po’

2. ΔP akibat tahap penimbunan (1), dari 0 sampai dengan h1selama t1(derajat konsolidasi = U1).

∆p 1-U1= o o U o

p

p

p

'

.

'

'

'

1 1





3. ΔP akibat tahap penimbunan (2), dari h1sampai dengan h2selama t2(derajat konsolidasi = U2).

∆p 2-U2 = 1 1 1 2

'

'

.

'

'

2





U

4. ΔP akibat tahap penimbunan (3), dari h2sampai dengan h3selama t3(derajat konsolidasi = U3).

∆p 3-U3= 2 2 2 3

'

'

.

'

'

3





U

5. ΔP akibat tahap penimbunan (4), dari h3sampai dengan h4selama t4(derajat konsolidasi = U4).

∆p 4-U4= 3 3 3 4

'

'

.

'

'

4





U

6. ΔP akibat tahap penimbunan (5), dari h4sampai dengan h5selama t5(derajat konsolidasi = U5).

∆p 5-U5= 4 4 4 5

'

'

.

'

'

5





U

7. ΔP akibat tahap penimbunan (6), dari h5sampai dengan h6selama t6(derajat konsolidasi = U6).

∆p 6-U6= 5 5 5 6

'

'

.

'

'

6





U dan seterusnya.

8. Jadi tegangan tanah di lapisan yang ditinjau :

σ’(H=h6) = Po’ + o o U o

p

p

p

'

.

'

'

'

1 1





+ 1 1 1 2

'

'

.

'

'

2





U + 2 2 2 3

'

'

.

'

'

3





U + 3 3 3 4

'

'

.

'

'

4





U + 4 4 4 5

'

'

.

'

'

5





U + 5 5 5 6

'

'

.

'

'

6





U + ……… + dan seterusnya

Dari perumusan di atas maka untuk penimbunan sampai tahap ke-enam (H = 3 meter, t = 6 minggu) persamaannya adalah seperti pada Tabel 5.20 dan hasil perubahan tegangannya pada Tabel 5.21.

(21)

Tabel 5.20 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U

< 100%

Tabel 5.21 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai, U < 100%

 Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu).

Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :

a. Untuk harga PI tanah <120 %

Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’ b. Untuk harga PI > 120 %

Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.0454 – 0,00004 PI) σp’ Karena nilai PI tanah < 120 % (dari tabel koefisien variasi, terlampir) maka digunakan rumus Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’.

Tabel 5.22 Perubahan Nilai Cu pada

Minggu ke-6

 Mencari Hcr dengan menggunakan Cu baru

Tahap selanjutnya adalah tahap 7 dengan tinggi

timbunan total adalah H = 3.5 meter.

Dari Dx-Stable (kontrol sliding terhadap

rotational) didapatkan SF = 1.110.Nilai SF

terhadap kontrol tersebut lebih dari SF kritis = 1

maka penimbunan dapat dilanjutkan

tanpa

penundaan.

5.9 Penentuan Parameter Tanah setelah

Konsolidasi

 Angka Pori (e)

Konsolidasi

menyebabkan

terjadinya

perubahan

angka

pori

menjadi

lebih

kecil.Hal ini dapat ditunjukkan dengan

perumusan berikut :

0

1 e

e

=

H

H

Besar ΔH merupakan total settlement pada

tiap layer dan nilai H merupakan tebal layer

lapisan tanah.Nilai angka pori (e) setelah

konsolidasi dapat dilihat pada Tabel 5.23.

(22)

Tabel 5.23 Nilai Angka Pori setelah

Konsolidasi Titik B-1

 Nilai C

Dari Tabel 5.21

dibuat Tabel 5.24

perubahan nilai C dari setiap tahap timbunan

sebagai berikut.

Tabel 5.24 Nilai C setelah Konsolidasi

Titik B-1

Selanjutnya dari nilai angka pori dikorelasi

untuk mendapatkan nilai γd dan

γsat

menurut tabel korelasi yang terdapat pada

buku Daya Dukung Pondasi Dangkal

(Wahyudi, 1999).Nilai parameter tanah yang

baru dapat dilihat pada Tabel 5.25.

Tabel 5.25 Parameter Tanah Baru setelah

Konsolidasi Titik B-1

5.10 Perhitungan Pemampatan akibat Beban

Bertahap

Disajikan

pada

Gambar

5.21

grafik

hubungan antara tinggi timbunan dan settlement

dengan waktu akibat timbunan bertahap.

Gambar 5.21 Grafik Hubungan antara Tinggi

Timbunan dan Settlement dengan

Waktu akibat Timbunan Bertahap

Dari gambar tersebut di atas didapatkan

bahwa besarnya settlement pada minggu ke 27

adalah 9.84 meter > pemampatan yang harus

dihilangkan (Sc = 9.50 meter, pada Subbab

5.4).Ini berarti untuk mencapai besar settlement

total harus menunggu 26 minggu (6.5 bulan) dari

awal penimbunan.

5.11 Nilai H inisial dan Sc setelah Pemasangan

PVD

Sebagaimana diketahui bahwa fungsi PVD

adalah untuk mempercepat konsolidasi.Sehingga

setelah pemasangan PVD, nilai H inisial dan

settlement

yang

terjadi

lebih

kecil

jika

dibandingkan tanpa penggunaan PVD.Yang

mana kondisi seperti ini menjadikan perencanaan

lebih

irit

jika

dipandang

dari

sisi

keekonomisan.Lihat Tabel 5.26 serta Gambar

5.22 dan Gambar 5.23 berikut.

Tabel 5.26 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan

Awal (H

inisial

) dan Settlement (Sc) setelah

Pemasangan PVD

No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.5 3.262 4.868 1.606 2 6.8 3.648 5.804 2.156 3 8 4.026 6.681 2.655 4 9.3 4.396 7.609 3.213 5 10.6 4.790 8.550 3.760 6 11.9 4.992 9.384 4.392 7 14.4 5.684 11.152 5.468 8 16.9 6.348 12.932 6.584 9 19.5 6.988 14.699 7.711

Gambar 5.22 Grafik Hubungan antara

Tinggi Timbunan Akhir (H

final

) dengan

Gambar

Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT,  B1 dan B2   di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas
Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti  Kemas Semarang
Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan
Gambar 4.2 Layout Container Yard di Wilayah  Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

LNSW telah melakukan koordinasi untuk menegaskan proses bisnis impor per komoditas sebagai dasar pembangunan dashboard namun sangat bergantung pada data yang dialirkan oleh K/L lain

Peningkatan aktifitas fungsional dengan Oswestry Disabilty Quistioner Dari hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan Oswestry Disabilty Quistionere hasil yang didapatkan

• Menyediakan peluang para siswa untuk ditunjukkan ke dan belajar sekitar karier tertentu yang berhubungan dengan teknologi adalah suatu ramuan penting dari kurikulum

hipokalemia dengan diuretic tiazid dosis rendah tidak lazim, obat-obat ini biasanya dipakai untuk pasien-pasien yang mengalami diuretic- induced hipokalemia; hindari pada

Berdasarkan hasil wawancara pada IPM, perencanaan IPM dilakukan dalam rapat yang diikuti oleh seluruh pengurus IPM dengan membagi beberapa kelompok. Seperti yang

Dari pandangan Alex Inkeles di atas, terlihat dengan jelas bahwa sosiologi membahas seluruh ruang lingkup yang terkait dengan masyarakat, dan bagi Anda mahasiswa ilmu

Dalam hal putusnya perkawinan atas perceraian, suami dan isteri tidak leluasa penuh untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk memutuskan hubungan perkawinan tersebut,

Side skirt merupakan bagian dari Body kit yaitu terdiri dari spoiler depan atau  bemper depan, spoiler belakang dan Side Skirt itu sendiri, side skirt ini berfungsi