TEORI LOKASI
.
(Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki
tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi,
atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis
dari sumber-sumber yang potensial serta
hubungan-nya dengan atau pengaruh-nya
terhadap keberadaan berbagai macam usaha
/ kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial
Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap
intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi
lainnya.
Analisis pengaruh jarak terhadap intensitas orang
dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi
yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah
pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi
pusat yang memiliki daya tarik tersebut.
Hal tersebut terkait dengan besarnya daya tarik pada
pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat
tersebut.
Salah satu faktor yang menentukan suatu lokasi
menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat
aksesibilitas.
Tingkat aksesibilitas atau tingkat kemudahan untuk
mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di
sekitarnya (Tarigan, 2006:78).
Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi
prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana
penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat
keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur
tersebut. (Tarigan, 2006:78).
Dalam analisis kota yang telah ada atau rencana kota,
dikenal standar lokasi (standard for location
requirement) atau standar jarak (Jayadinata,
1999:160)
No Prasarana Jarak dari tempat tinggal (berjalan kaki)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pusat tempat kerja
Pusat kota (dengan pasar, dan sebagainya) Pasar lokal
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Pertama Sekolah Lanjutan Atas
Tempat bermain anak-anak dan taman lokal Tempat olah raga dan pusat lalita (rekreasi) Taman untuk umum atau cagar (seperti kebun binatang, dan sebagainya
20 sampai 30 menit 30 sampai 45 menit ¾ km atau 10 menit ¾ km atau 10 menit 1 ½ km atau 20 menit 20 atau 30 menit ¾ km atau 20 menit 1 ½ km atau 20 menit 30 sampai 60 menit
Contoh Standar Jarak Dalam Kota
Perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas
pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat
mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada
di suatu daerah
Von Thunen,
(Geografer Penemu Teori Lokasi Modern)
Model von Thunen mengenai tanah pertanian yang
disusun sebelum era industrialisasi, berdasarkan asumsi
dasar sebagai berikut :
Kota terletak di tengah antara "daerah terisolasi"
(isolated state).
Isolated state dikelilingi oleh hutan belantara.
Tanahnya datar, tidak terdapat sungai dan pegunungan.
Kualitas tanah dan iklim tetap.
Petani di daerah yang terisolasi ini membawa
barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan
gerobak, langsung menuju ke pusat kota, tidak terdapat
jalan penghubung.
Gambar model von Thunen dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama : menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur“. Kedua : kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari).
Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, yang bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).
Model Von Thunen, membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi.
Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.
Kondisi tersebut sangat sulit diterapkan pada keadaan yang sebenarnya, tetapi diakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Risalat ke dua Von Thunen (1850) mengemukakan inti dari teori produktivitas distribusi marginal dalam perspektif matematika, dengan demikian menjadi salah satu proto-marginalist penting pada jamannya.
Teori Christaller
(1933)
Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,
jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah.
Model Christaller merupakan suatu sistem geometri, di
mana angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki
peran yang sangat berarti dan model ini disebut sistem
K = 3.
Model Christaller menjelaskan model area
perdagangan heksagonal dengan menggunakan
jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang
dinamakan range dan threshold.
Teori Tempat Pemusatan
(Jayadinata, 1999:180)
Suatu tempat merupakan pusat pelayanan.
Menurut Christaller : pusat-pusat pelayanan
cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola
berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu
akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai
dua syarat:
(1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian
wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan
pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur
pengangkutan,
(2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak
memungkinkan adanya produksi primer, yang
menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Christaller mengembangkan modelnya untuk suatu
wilayah abstrak dengan ciri berikut:
1. Wilayahnya adalah daratan tanpa roman, semua
adalah datar dan sama.
2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah
(isotropic surface).
3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan
tersebar secara merata pada seluruh wilayah.
4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan
prinsip minimisasi jarak / biaya.
Ajang jasa (ajang niaga) akan berkembang secara wajar di seluruh wilayah dengan jarak dua jam berjalan kaki atau 2 x 3,5 = 7 km. Secara teori tiap pusat pelayanan melayani kawasan yang berbentuk lingkaran dengan radius 3,5 km (satu jam berjalan kaki), jadi pusat wilayah layanan akan terletak di pusat kawasan tersebut. Teori ini disebut teori tempat pemusatan (central place theory).
Kawasan-kawasan berbentuk lingkaran yang saling berbatasan, walaupun bentuk lingkaran adalah paling efisien, akan mempunyai bagian-bagian yang bertumpang tindih atau bagian-bagian yang senjang (kosong), sehingga bentuk lingkaran itu tidak biasa digunakan untuk kawasan atau wilayahnya. Christaller
mengemukakan bahwa pusat pelayanan akan berlokasi menurut pola heksagon, sehingga wilayah akan saling berbatasan tanpa
bertumpang tindih.
Dalam wilayah akan berkembang ajang niaga dalam pola heksagon. Yang paling banyak adalah dusun-dusun sebagai pusat perdagangan yang melayani penduduk wilayah pedesaan. Satu dusun dengan dusun lainnya akan menempuh jarak 7 km.
Hipotesis Christaller
Mula-mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memilik pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada (gb. A)
Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih (gb. B)
Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan
sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih (gb. C).
Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memilik heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagona yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih (gb. D).
• Dalam asumsi yang sama dengan Christaller, Lloyd
(Location in space, 1977) melihat bahwa jangkauan /
luas pelayanan dari setiap komoditas ada batasnya
yang dinamakan range dan ada batas minimal dari
luas pelayanannya dinamakan threshold. (Tarigan,
2006:79)
• Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dijelaskan
model Christaller tentang terjadinya model area
pelayanan heksagonal sebagai berikut
• Terjadinya Konsentrasi Produsen/Pedagang dari berbagai jenis barang.
Christaller menyatakan bahwa produsen berbagai jenis barang untuk orde yang sama cenderung berlokasi pada titik sentral di wilayahnya dan hal ini mendorong terciptannya kota. Terjadinya Konsentrasi Produsen / Pedagang dari barang sejenis
Range dan thereshold dapat menjelaskan mengapa terjadi konsentrasi dari berbagai jenis usaha pada satu lokasi tetapi konsep itu tidak dapat menjelaskan mengapa dipasar juga ada kecenderungan bahwa pedagang dari komoditas sejenis juga memilih untuk berlokasi secara berkonsentrasi / berdekatan.
Konsep thereshold tidak memungkinkan produsen / pedagang sejenis berdekatan karena pada satu ruang threshold hanya boleh ada satu produsen / pedagang. Apabila berdekatan harus ada yang gulung tikar dan tersisa hanya satu produsen / pedagang. Penjesalannya melalui penelaahan perilaku manusia.
Sifat manusia adalah berusaha mendapatkan barang yang diinginkan dalam batas waktu tertentu dengan harga yang semurah mungkin. Apabila pembeli hanya berhadapan dengan seorang penjual, harga yang ditawarkan penjual menjadi tidak jelas bagi pembeli, apakah harga itu adalah harga terendah yang dapat diperoleh atau tidak.
Dengan berkumpulnya banyak penjual barang sejenis pada lokasi yang sama, pembeli mendapat kesempatan membandingkan harga di antara para penjual dan akan membeli pada penjual yang menawarkan harga terendah (pembeli butuh informasi untuk membuat keputusan). Hal ini membuat lokasi yang memiliki banyak penjual barang sejenis, lebih memiliki daya tarik bagi pembeli ketimbang lokasi yang hanya memiliki sedikit penjual
Faktor-Faktor yang Menentukan Lokasi
• Faktor endowment
• Pasar dan harga
• Bahan baku dan enerji
• Aglomerasi, keterkaitan antar indutri dan
penghematan eksternal
• Kebijakan pemerintah
• Biaya angkutan
Faktor endowment
Tersedianya faktor produksi secara kualitatif
maupun kuantitatif di suatu negara atau
daerrah
• Tanah
• Tenaga dan manajemen
• Modal
Teori mengenai pola penggunaan tanah di kota
Pola Tata Guna Tanah Perkotaan
(Jayadinata, 1999:130)
Teori Jalur Sepusat
Teori Konsentrik (Consentric Zone Theory) E.W. Burgess,
(1) Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business
district atau CBD) yang terdiri atas: bangunan-bangunan kantor,
hotel, bank, bioskop, pasar, dan toko pusat perbelanjaan; (2) Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih:
rumah-rumah sewaan, kawasan industri, perumah-rumahan buruh;
(3) Pada lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahaan untuk tenaga kerja pabrik;
(4) Pada lingkaran luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class);
(5) Di luar lingkaran terdapat jalur pendugdag atau jalur pengelajon (jalur ulang-alik); sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya dan golongan atas atau masyarakat upakota.
Teori Sektor
(Sector Theory) : Humer Hoyt
(1) Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota;
(2) Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan;
(3) Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di atas, pada bagian sebelah menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh; (4) Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta
perdagangan, terletak sektor madyawisma;
(5) Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan atas.
Teori Pusat Lipatganda
Teori pusat lipatganda (Multiple Nuclei Concept) : R. D. Mc Kenie kota meliputi: pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian, dan pusat lainnya, berlaku untuk kota-kota yang agak besar. Menurut teori ini kota terdiri atas:
(1) Pusat kota atau CBD;
(2) Kawasan niaga dan industri;
(3) Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah; (4) Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah; (5) Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi;
(6) Pusat industri berat;
(7) Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran;
(8) Upakota, untuk kawasan madyawisma dan adiwisma; (9) Upakota (suburb) untuk kawasan industri
Urbanisasi adalah persentase penduduk yang tinggal di
perkotaan. Urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor :
pertumbuhan alami penduduk daerah perkotaan,
migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan
reklasifikasi desa perdesaan menjadi desa perkotaan.
Proyeksi penduduk daerah perkotaan tidak dilakukan
dengan membuat asumsi untuk ketiga faktor tersebut,
tetapi berdasarkan perbedaan laju pertumbuhan
penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan
(Urban Rural Growth Difference/URGD).
Dengan membuat asumsi URGD untuk masa yang akan
datang, secara tidak langsung sudah mempertimbangkan
ketiga faktor tersebut.
Urbanisasi
Urbanisasi secara demografi berarti perpindahan penduduk dari desa ke kota dan merupakan masalah yang serius bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia
Perpindahan manusia dari desa ke kota sebenarnya hanya salah satu penyebab urbanisasi, yang dapat dikategorikan menjadi 2 macam : Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari
desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya
bersifat sementara atau tidak menetap.
Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota dapat menimbulkan berbagai kesenjangan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain-lain menjadi permasalahan yang perlu segera dicarikan solusinya.