• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRALARAS (PRECOORDINATION) VS PASCALARAS (POSTCOORDINATION) DALAM TAJUK SUBJEK DAN KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES. Vivit Wardah Rufaidah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRALARAS (PRECOORDINATION) VS PASCALARAS (POSTCOORDINATION) DALAM TAJUK SUBJEK DAN KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES. Vivit Wardah Rufaidah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Pengindeksan adalah proses pembentukan representasi suatu dokumen dengan menggunakan istilah-istilah yang mencerminkan isi dokumen tersebut. Skema klasifikasi dan daftar tajuk subjek merupakan indeks konvensional yang biasa digunakan dalam sistem pralaras (precoordination system), sedangkan tesaurus terutama digunakan dalam sistem pascalaras (postcoordination system). Pengkajian bertujuan untuk membandingkan sistem pengindeksan dan katalog sebagai metode temu kembali informasi dengan berbagai sistem yang diterapkan oleh pengindeks, serta mengetahui manfaat masing-masing sistem pengindeksan dan katalog pada era teknologi informasi. Pengorganisasian materi informasi mencakup proses katalogisasi/klasifikasi dan peng-indeksan subjek, seperti halnya pada sistem konvensional yang menggunakan sistem pralaras. Sistem pascalaras adalah sistem penggabungan istilah indeks pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah-istilah tunggal. Hasil pengkajian terhadap kedua sistem pengindeksan tersebut pada suatu perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib) memperlihatkan bahwa sistem pralaras belum dapat ditanggalkan. Untuk sistem pascalaras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infrastruktur yang memadai seperti komputer dan perangkat lunak. Katalog meru-pakan sarana temu kembali informasi, yang secara tradisional informasi di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses (access point), yaitu pengarang, judul, dan subjek. Dalam sistem temu kembali yang terotomasi atau terkomputerisasi seperti Online Public Access Catalogue (OPAC), cantuman data bibliografi yang menjadi titik temu tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek, karena kemampuan komputer yang dapat mengolah data dengan cepat.

ABSTRACT

Precoordination vs Postcoordination in Subject Heading and Catalogue as an Access Point

Indexing is the process of describing a representation of a document with terms that summarize its content. Classification schemes and subject heading lists are the conventional indices used in precoordination system, while the thesaurus is mainly used in postcoordination system. The study aimed at comparing the indexing and catalogue systems as an information retrieval method which had already been implemented by indexers and finding out the importance of each indexing and catalogue systems in information technology era. Information material organization concerned with

cataloguing/classification and subject indexing in conventional systems which use precoordination system, while postcoordination system is a system of coordination or merging of index terms performed on search stage using the single terms. The results showed that a library that is not fully digital (hybrid e-lib) must apply the precoordination system. While in postcoordination, the application of computer and software are required to make the system functioned optimally. Catalogue is an information retrieval tool which information traditionally can be approached through three access points such as author, title, and subject. In a computerized or automated retrieval system such as Online Public Access Catalogue (OPAC), bibliographic data record as an access point is not restricted to author, title, and subject, due to computer ability to process data quickly.

Keywords: Indexing, precoordination, postcoordination, subject heading, catalogue, access point

PENDAHULUAN

Setiap perpustakaan atau pusat dokumentasi dan infor-masi dilengkapi dengan seperangkat alat bantu untuk memudahkan pengguna dalam mencari dokumen atau koleksi pustaka yang dibutuhkan. Sarana temu kembali informasi atau retrieval tools sangat menentukan keberhasilan dalam menjawab pertanyaan dan memenuhi kebutuhan informasi pengguna.

Unsur utama pada sarana temu kembali, apapun bentuk dan susunannya, adalah bahasa. Permintaan pengguna, koleksi yang tersedia hingga pencocokan permintaan dengan koleksi perpustakaan berkaitan dengan bahasa. Bahasa yang digunakan dalam sarana temu kembali bukan bahasa yang digunakan secara umum, tetapi yang dimodifikasi, baik kosakata maupun sintaksisnya, sehingga tercipta bahasa yang terkendali yaitu bahasa indeks. Pengindeksan merupakan proses pembentukan representasi suatu dokumen dengan meng-gunakan istilah yang mencerminkan dokumen tersebut. Terdapat tiga jenis bahasa indeks, yaitu skema klasifikasi notasi kelas, daftar tajuk subjek, dan tesaurus

PRALARAS (PRECOORDINATION) VS PASCALARAS (POSTCOORDINATION)

DALAM TAJUK SUBJEK DAN KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES

Vivit Wardah Rufaidah

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122

(2)

yang berupa daftar istilah atau deskriptor. Skema klasifikasi dan daftar tajuk subjek merupakan indeks konvensional yang biasa digunakan dalam sistem pralaras (precoordination system), sedangkan tesaurus terutama digunakan dalam sistem pascalaras

(postcoor-dination system). Kosakata pada skema klasifikasi

terdiri atas seperangkat notasi yang mewakili istilah-istilah yang terkelompok dalam masing-masing kelas. Pada daftar tajuk subjek dan tesaurus, kosakata terdiri atas seperangkat istilah yang tersusun menurut abjad. Pengindeksan memerlukan bahasa yang terkendali ka-rena subjek informasi yang berupa numerikal tidak hanya terdiri atas kata-kata, tetapi juga mewakili konsep-konsep yang mengaitkan bahasa dan makna.

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, diikuti ilmu informasi memunculkan konsep baru dalam pengelolaan perpustakaan, yaitu perpustakaan digital. Perpustakaan berdasarkan konsep baru ini sangat mengandalkan berbagai alat, sumber informasi, fasilitas komunikasi, dan kompetensi yang bersifat digital. Internet dan informasi elektronis menawarkan berbagai informasi baru dan sekaligus melengkapi sumber informasi tradisional yang ada. Pencarian informasi (information retrieval) dapat dilakukan lebih cepat dengan memanfaatkan fasilitas mesin pencari (search engine) yang tersedia di internet.

Pengkajian bertujuan untuk membandingkan sistem pengindeksan dan katalog sebagai metode temu kembali informasi di perpustakaan dengan sistem yang pernah diterapkan oleh para pengindeks, serta mengetahui manfaat sistem pengindeksan dan katalog dalam era teknologi informasi.

PRALARAS VS PASCALARAS

Sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi, materi pustaka harus dikelola sesuai perkembangan teknologi tersebut agar dapat diidentifikasi dengan cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan pengguna. Peng-organisasian materi informasi meliputi katalogisasi/ klasifikasi dan pengindeksan subjek. Pada sistem kon-vensional, pengindeksan menggunakan sistem pralaras (precoordination). Pada sistem ini, istilah untuk deskripsi indeks merupakan gabungan dari beberapa istilah/konsep dan penggabungan dilakukan pada tahap pengindeksan ketika membuat masukan atau input sebelum penelusuran dilakukan. Umumnya sistem pralaras digunakan untuk indeks tercetak, seperti dalam majalah indeks dan abstrak,

bibliografi, indeks majalah, dan juga katalog subjek (Rowley dan Farrow 1992).

Karakteristik atau ciri sistem pralaras adalah: (1) menggunakan bahasa indeks atau kosakata yang ter-kendali (controlled vocabulary); (2) subjek majemuk diperlakukan sebagai satu kesatuan; (3) pembentukan dan penggabungan konsep untuk menyatakan subjek majemuk dilakukan pada tahap pengindeksan (input); (4) perlu urutan sitiran (citation order) agar pengindeksan taat azas; (5) gangguan atau noise akibat adanya sinonim dan homonim teratasi; (6) hubungan antar-konsep terlihat melalui acuan: lihat (see) atau lihat juga (see also); (7) subjek yang berkaitan ditempatkan ber-dekatan dalam urutan yang sistematis; (8) penelusuran dapat diperluas/dipersempit; (9) pemilihan sitasi tidak dapat dilakukan secara mekanis oleh komputer; dan (10) memerlukan kemampuan intelektual, yaitu pengindeks harus terlatih dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang subjek informasi agar dapat memberikan indeks yang akurat (Dousa 2007).

Keuntungan sistem pralaras yaitu:

1. Meningkatkan ketepatan hasil dan meringankan pekerjaan penelusuran karena menggunakan bahasa yang terkendali (controlled vocabulary), kendali sinonim, kendali homograf, tersedianya catatan ruang lingkup BT (Broader Term), NT (Narrow

Term), RT (Related Term), dan dapat mengatasi

buangan (false drops) pada istilah majemuk. 2. Makna dalam tajuk subjek bergantung pada susunan

istilah. Istilah yang tidak dapat ditangkap dengan sempurna pada operasi Boolean (AND; OR; NOT) akan berbeda antara plant anatomy >< plant AND

anatomy atau disease control >< disease AND control.

3. Pencarian bersifat tradisional sehingga dapat me-nuntun pengguna secara manual.

4. Memudahkan untuk mengenali istilah yang relevan. 5. Dapat menggunakan rujukan (cross reference). 6. Ekonomis karena pendekatan subjek tiap dokumen

dalam indeks, bibliografi atau katalog hanya diwakili satu entri.

7. Praktis karena dokumen ditempatkan hanya pada satu tempat, meskipun isinya multidimensi.

Di samping keuntungan tersebut, sistem pralaras memiliki kekurangan, yaitu:

1. Kurang spesifik karena menggunakan bahasa ter-kendali, kurang dalam, biaya pengindeksan mahal, memungkinkan istilah hilang karena kesalahan pengindeks, istilah-istilah mutakhir tidak tersedia

(3)

dengan cepat, pengindeks dapat salah dalam meng-artikan kata-kata dalam judul, dokumen atau artikel, dan sulit ditukarkan ke pangkalan data lain.

2. Urutan sitiran (citation order) tidak dapat memuaskan semua pihak karena urutan harus didasari prinsip prioritas, yaitu istilah kunci ditempatkan pada posisi dalam urutan sitasi. Ranganathan menetapkan lima kategori fundamental dan menyusunnya dalam urutan prioritas PMEST, yaitu P untuk personal atau wujud, M untuk materi, E untuk energi/aktivitas atau masa-lah, S untuk ruang/tempat, dan T untuk waktu. Judul artikel "Pemupukan dengan NPK pada tanaman

padi di lahan sawah irigasi musim tanam 2006",

misalnya, diurut sebagai berikut: (P) Padi - (M) pupuk NPK - (E) pemupukan - (S) lahan sawah irigasi - (T) musim tanam 2006. Pada urutan katalog subjek verbal juga timbul masalah urutan yang digunakan atau susunan menurut kelas. MATEMATIKA EKONOMI, misalnya, dikelompokkan pada kelas MATEMATIKA atau kelas EKONOMI. Masalahnya bukan makna istilahnya, tetapi penempatan koleksi secara tepat dalam satu kelompok sehingga mudah ditemukan kembali.

3. Dokumen berisi informasi multidimensi sehingga bila disajikan secara linier hanya dapat didekati dari salah satu unsurnya, karena sistem pralaras merupakan sistem satu tempat atau one-place system. Konsep primer atau faset yang disebut pertama menjadi titik temu, sedangkan konsep lainnya pada urutan berikut-nya. Konsep yang terdapat pada urutan berikutnya seolah tersembunyi dan akan menyulitkan penelusur karena istilah atau konsep tersebut tidak menjadi titik temu.

Prinsip-prinsip tertentu diperlukan untuk menentu-kan urutan sitasi, khususnya untuk tajuk subjek. Cutter

Charles Ammi Cutter dan Cutter’s Rules for a Dicti-onary Catalogue (1876) dalam Mann (2000)

mereko-mendasikan penggunaan urutan kata bahasa alami. Namun, cara ini kadang-kadang menyebabkan kata pertama dari tajuk bukanlah kata yang signifikan. Untuk mengatasinya, Cutter membolehkan inversi atau pem-balikan kata. Untuk beberapa kasus, Cutter memberikan petunjuk urutan sitasi. Untuk subjek dan tempat, Cutter berpendapat subjek harus mendahului tempat jika topik-nya bidang sains, tetapi untuk sejarah, ilmu peme-rintahan dan perdagangan, berlaku sebaliknya.

Kaiser dalam Systematic Indexing (Dousa 2007) menggunakan pendekatan yang konsisten terhadap urutan sitasi. Titik tolak Kaiser ialah banyaknya subjek komposit yang bila dianalisis dapat dijadikan kombinasi

dari suatu benda konkret dan suatu proses. Urutan sitasi yang dianjurkan adalah Concrete - Process. Dokumen yang berjudul “Servicing of ships” diindeks sebagai

Ships; Servicing. Jika konsep tempat ditemukan dalam

dokumen maka Kaiser membuat entri ganda, sekali pada

Concrete dan sekali pada Tempat. Dokumen “Ship-building in Japan” akan diindeks Ship“Ship-building-Japan,

dan Japan-Shipbuilding.

Coates memberikan pemikiran yang sangat besar artinya bagi perkembangan prinsip-prinsip perumusan tajuk subjek. Selama tahun 1963-1976, Coates menjadi editor British Technology Index, yang sekarang menjadi Current Technology Index, dan ide-idenya diterapkan dalam indeks tersebut. Coates juga mempelajari teori Kaiser dan menyetujui urutan sitasi Concrete-Process, tetapi menyebutnya Thing - Action. Prinsip ini dikembangkan lebih lanjut menjadi Thing Part Material

-Action (Dousa 2007).

Untuk mengatasi kelemahan sistem pralaras, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meng-gunakan acuan silang untuk entri tunggal, misalnya: Subjek dokumen : Effect of NPK fertilizer application on

rice

Entri indeks : Rice: NPK fertilizer

Acuan : NPK fertilizers see also Rice: NPK fertilizers atau NPK fertilizer: Rice see

also Rice: NPK fertilizers

Untuk subjek dokumen yang terdiri atas banyak konsep, permutasi istilah dalam tajuk dimaksudkan agar tiap istilah mendapat giliran sebagai istilah pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sehingga semua variasi dalam mengombinasikan istilah tercakup. Namun, cara ini akan menghasilkan acuan silang yang sangat banyak. Oleh karena itu, perlu dicari metode yang hemat untuk memilih suatu acuan, seperti metode Ranganathan yang acuan-nya berjumlah kecil tetapi setiap istilah dapat menjadi istilah pertama atau titik temu.

Misalnya: Tajuk A : B : C : D

Acuan: (1) D : C : B : A lihat A : B : C : D (2) C : B : A lihat A : B : C (3) B : A lihat A : B Sistem pascalaras adalah sistem koordinasi atau penggabungan istilah indeks pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah tunggal, sehingga dalam tahap pengindeksan atau pemasukan, istilah-istilah indeks dibiarkan berdiri sendiri. Selanjutnya, penelusur menggabungkan istilah indeks sesuai dengan

(4)

kebu-tuhan dengan memperluas atau mempersempit strategi penelusuran menggunakan operator logika Boole (Boolean Logic) seperti AND, OR, dan NOT yang di-mungkinkan penggunaannya dengan bantuan kom-puter (Online Public Access Catalogue, OPAC).

Keuntungan sistem pascalaras adalah: (1) tidak menggunakan urutan sitasi, cepat, dan murah; (2) pen-carian tidak memperhatikan istilah dan subjek suatu dokumen, sehingga tiap istilah bisa menjadi titik temu; dan (3) jumlah tajuk lebih sedikit karena hanya meng-gunakan istilah indeks yang menyatakan konsep tunggal (foci). Kekurangan pascalaras adalah: (1) entri tidak spesifik, banyak dokumen yang dapat terakses lewat istilah tertentu, padahal isi dokumen yang dikehendaki lebih khusus daripada makna atau cakupan istilah indeks; dan (2) tidak dapat digunakan untuk mengatur penyimpanan bahan informasi dalam koleksi perpustakaan. Dokumen dengan judul “Pengaruh

media pengencer semen dalam meningkatkan kualitas sperma sapi” pada sistem pralaras dibuatkan satu tajuk

yang mencakup semua konsep, diurut menurut urutan sitasi tertentu, yaitu: SAPI: semen: sperma: media pengencer. Pada sistem pascalaras, tiap konsep penting dijadikan istilah indeks (indexing term) yang menjadi titik temu, yaitu: SAPI, SEMEN, SPERMA, MEDIA, PENGENCER, KUALITAS. Dokumen ini dapat diakses melalui istilah indeks SATU ISTILAH = SATU TITIK TEMU.

Uraian tersebut memperlihatkan bahwa sistem pascalaras memiliki kelemahan, yaitu:

- Entri tidak bersifat spesifik. Contoh, dokumen A akan ditemukan apabila penelusur mencarinya pada istilah SAPI, padahal isi dokumen lebih khusus yaitu membahas media pengencer semen (dalam kaitan) untuk meningkatkan kualitas sperma sapi, bukan hanya mengenai sapi.

- Jumlah entri (perolehan) sangat banyak. Pada sistem pralaras, satu bidang subjek dengan 7 faset masing-masing ± 45 foci, dapat muncul ratusan tajuk, karena tiap kombinasi foci dari berbagai faset tersebut harus memiliki tajuk majemuk. Pada sistem pascalaras, istilah indeks maksimal hanya 45.

Dengan demikian, dalam sistem pascalaras: (1) tajuk (istilah indeks) relatif sedikit, tetapi di bawah satu istilah mungkin diindeks sejumlah besar dokumen; (2) di bawah istilah indeks tidak ditemukan entri, tetapi di-temukan nomor identifikasi dokumen tersebut; dan (3) untuk mendapatkan wakil dokumen yang berisi data bibliografi lengkap, penelusur harus mencarinya dalam

jajaran lain, yaitu jajaran entri yang disusun menurut nomor identifikasi atau nomor induk dokumen. Untuk mendapatkan dokumen bersubjek majemuk, penelusur menggabungkan konsep tunggal (foci yang relevan) pada saat penelusuran.

Sebelum era komputer, sistem pascalaras meng-gunakan beberapa metode seperti Uniterm Cards (Mortimer Taube), Peek-a-boo (H.W. Batten), dan Edge

Notched Cards. Sistem pengindeksan pascalaras

ber-kembang dengan baik dengan adanya komputer. Kom-puter dengan cepat dapat membandingkan sejumlah besar istilah indeks dan nomor dokumen untuk memilih istilah yang memenuhi kriteria penelusuran. Sistem berbantuan komputer yang baik harus memungkinkan pengembangan strategi penelusuran dengan operasi Boolean AND, OR, dan NOT.

Sistem pengindeksan pascalaras dengan meng-gunakan istilah indeks dari deskriptor dalam tesaurus lebih menguntungkan dalam sistem temu kembali ter-komputerisasi daripada sistem pralaras dalam sistem manual. Dalam tesaurus, dimungkinkan mendefinisikan deskriptor yang tepat dan tidak tepat:

BT broader term NT narrower term USE use UF used for RT related term SN scope note

Misalnya: POLLUTANT LOAD uf biochemical oxygen demand

uf biological oxygen demand

uf bod

uf chemical oxygen demand

uf cod

uf total oxygen demand

pollen elongation

USE growth

AND pollen

Dengan memahami kedua sistem pengindeksan tersebut, perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib) belum dapat menanggalkan sistem pra-laras. Untuk mengatasi kelemahannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara optimal dan me-muaskan, perlu upaya memahami dan menguasainya. Dengan cara demikian, beberapa subjek penting dari suatu informasi dapat ditemukan sehingga koleksi sumber informasi menjadi aktif/terpakai. Sistem peng-indeksan pralaras membuat tugas pustakawan lebih

(5)

kompleks dan memakan waktu daripada sistem faset pascalaras dengan kombinasi Boolean. Walaupun demikian, kompleksitas itu tetap diperlukan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna.

Pada sistem pascalaras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infrastruktur yang memadai, se-perti komputer dan perangkat lunak. Dengan adanya fasilitas internet, penelusuran tingkat lanjut (advance

search) dioptimalkan antara lain dengan operasi

Boolean (AND, OR, NOT) dan String. Untuk memperluas displai indeks pralaras perlu dimasukkan pula unsur-unsur indeks web seperti .com; .edu; .gov; dan .org, sehingga indeks dapat diakses dari mana saja dan kapan saja.

Satu hal terpenting yang perlu disadari dan dipa-hami adalah informasi yang tersedia di internet bukan merupakan pengganti yang lengkap bagi koleksi per-pustakaan konvensional dan sumber informasi elek-tronis lainnya. Internet sebaiknya dianggap sebagai sumber informasi baru yang luas untuk melengkapi sumber informasi konvensional yang ada.

KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES

Katalog merupakan sarana temu kembali informasi. Secara tradisional, informasi yang terdapat di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses, yaitu pengarang, judul, dan subjek. Pada katalog yang masih menggunakan laci dan dokumen yang diwakilinya menggunakan entri, setiap kartu, masing-masing dokumen paling tidak diwakili oleh tiga entri utama yang tercantum dalam tiga kartu judul, tajuk pengarang, dan subjek. Tujuan pembuatan katalog adalah untuk mengidentifikasi dan sebagai wakil dokumen primer; menentukan lokasi dokumen serta membantu proses temu kembali informasi; untuk meme-nuhi permintaan pemustaka berdasarkan rancangan judul entri, pengarang, subjek, dan sebagainya; dan untuk administrasi kumpulan dokumen. Katalog berfungsi untuk: (1) menemukan sumber informasi dalam basis data; (2) mengidentifikasi dan membedakan sumber informasi; (3) memilih dan mengumpulkan sumber (item) informasi sesuai dengan kebutuhan pemustaka; (4) mengakses sumber informasi yang teridentifikasi; dan (5) sebagai navigasi data bibliografi.

Dalam sistem temu kembali yang terotomasi atau terkomputerisasi seperti OPAC, cantuman data bibli-ografi yang menjadi titik temu bervariasi, tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek karena komputer

mampu mengolah data dengan cepat sehingga tidak perlu membuat kartu lebih banyak untuk satu dokumen. Katalog semacam ini dirancang mampu mengatasi kebutuhan informasi global dengan titik akses seop-timal mungkin. Mann (2000) mengusulkan dua pilihan yang memungkinkan untuk memperoleh titik akses/titik temu yang lebih banyak dan optimal, yaitu:

1. “From the outside in”, dengan memasukkan katalog ke dalam web sehingga dapat membuka seluruh tampilan katalog dan memungkinkan dapat diakses (full contents). Pemustaka dapat mengeksplorasi subjek yang ingin dicari dan tidak harus persis seperti yang ada dalam katalog, tetapi dapat menam-bahkan kata lain yang sama, sinonim atau rujukan (cross-reference) selengkap mungkin. Juga memung-kinkan pemustaka membuka dokumen penuh dalam OPAC.

2. “From the inside out”, dengan mengubah secara radikal katalog perpustakaan dengan menambahkan faset-faset dalam tajuk subjek. Perubahan yang paling mendasar adalah menambahkan isi ke dalam bahasa yang umum dipakai (bahasa Inggris) pada katalog lokal kemudian dimasukkan ke dalam indeks web. Untuk keseragaman dan kelancaran dalam berkomunikasi harus tetap digunakan bagan yang diakui secara global, antara lain untuk tajuk subjek

Subject Heading List, Sears List maupun tesaurus.

Agar sumber informasi di perpustakaan dapat diketahui dan diakses seluas-luasnya, katalog spesifik (OPAC) harus berkontribusi terhadap kebutuhan global. Supaya dapat diakses secara luas tetapi tidak keluar dari peraturan internasional maka pengendalian istilah (authority control) berperan penting dalam pengawasan isi. Fungsinya sebagai pengawasan terhadap istilah yang menjadi titik akses dalam penelusuran (Saur 2001). Titik akses dapat berupa nama (authors, creator,

compilers, editor, illustrators, translators, arrangers),

tajuk subjek, judul, atau nomor standar. Otoritas kontrol (authority control) berupa cross-reference seperti see (lihat), see also (lihat juga) dapat menjadi petunjuk bagi pemustaka dalam mencari informasi yang diinginkan (Olson dan Boll 2001). Sampai saat ini, authority control masih dinilai mahal, namun penting dalam memper-tahankan pangkalan data sehingga mutakhir dan kon-sisten.

Dalam menyikapi perspektif global, authority

control untuk katalog diharapkan dapat menjaga titik

akses agar dikenali dan digunakan dengan mudah. Misalnya muatan lokal dalam katalog tetap

(6)

diperta-hankan, tetapi agar dapat menjadi titik akses ditam-bahkan bahasa internasional, atau untuk tumbuhan dan hewan ditambahkan nama latin. Juga dicantumkan nama penulis, baik nama asli, nama samaran, tambahan, akronim, alias maupun nama lain.

Untuk memfungsikan authority control diperlukan panduan otoritas (guidelines for authority) dan refe-rensi entri (reference entries). Panduan ini harus dapat menjawab perspektif global karena didesain untuk memfasilitasi pertukaran informasi secara internasional. Pedoman yang baik perlu memenuhi persyaratan berikut: (1) untuk memperkaya khasanah ilmiah global, ekspresi bahasa daerah atau lokal tetap dicantumkan dalam katalog, misalnya tanaman nimba see mimba dengan disertai nama latinnya, sehingga selain nama lokal/ daerah, nama asing yang dikenal di seluruh dunia juga dapat dirujuk; (2) untuk mempermudah titik akses, di samping dalam bahasa lokal, subjek dan lain-lain perlu dituliskan pula dalam bahasa Inggris sebagai bahasa internasional; dan (3) pedoman harus memenuhi aturan dan standar internasional atau lokal, tetapi diakui secara internasional, misalnya mengacu pada Anglo-American

Cataloguing Rules, Second Edition (AACR2).

Agar keberadaan katalog diakui dan efektif sebagai sarana temu kembali informasi diperlukan protokol jaringan dan komunikasi yang ideal untuk meminimalkan perbedaan kebutuhan lokal dan global. Protokol meru-pakan pintu masuk yang memungkinkan data dalam katalog diterima di portal dalam bentuk aplikasi apapun. Selanjutnya perpustakaan dan juga pustakawan secara konsekuen menjaga kemutakhiran dan konsistensi katalog dengan memantau dan memastikan subjek katalog baru yang masuk pada pangkalan data yang telah diotorisasi, termasuk pula: (1) melakukan peng-awasan katalog sebelum dimuat dalam bibliografi baru, (2) memasukkan subjek baru walaupun tidak setiap saat, tidak seperti penambahan cantuman bibliografi yang dilakukan secara periodik; (3) menggunakan File

Trans-fer Protocol (FTP) untuk memasukkan data atau

me-ngirim cantuman secara rutin. Subjek juga selalu di-awasi dan jika perlu direvisi setelah cantuman diproses. Pembuat katalog hendaknya juga secara konsisten mengikuti perkembangan dengan melakukan penam-bahan atau perupenam-bahan yang mungkin terjadi pada

authority control.

KESIMPULAN

Pengorganisasian materi informasi meliputi proses seperti halnya katalogisasi/klasifikasi dan pengindeksan subjek, pada sistem konvensional yang menggunakan sistem pralaras atau precoordination. Sistem pascalaras atau

postcoordination adalah sistem penggabungan istilah

indeks yang dilakukan pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah-istilah tunggal. Pada perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib), sistem pralaras belum dapat ditanggalkan. Untuk sistem pasca-laras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infra-struktur yang memadai seperti komputer dan perangkat lunak.

Katalog merupakan sarana temu kembali informasi. Secara tradisional, informasi di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses, yaitu pengarang, judul, dan subjek. Dalam sistem temu kembali yang sudah ter-otomasi atau terkomputerisasi seperti Online Public

Access Catalogue (OPAC), cantuman data bibliografi

yang menjadi titik temu tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek, karena kemampuan komputer yang mampu mengolah data dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Dousa, T. 2007. Everything Old is New Again: Perspectivism and Polyhierarchy in Julius O. Kaiser’s Theory of Systematic

Indexing . In J. Lussky (Ed.). Proc. 18th Workshop of the

American Society for Information Science and Technology Special Interest Group in Classification Research, Milwaukee, Wisconsin.

Mann, T. 2000. Is precoordination unnecessarry in LCSH?Are websites more important to catalog than books A reference Librarians thought on the future of bibliografic control. In Bicentennial Conference on Bibliographic Control for the New Millenium: Confronting the Challenges of Networked Resources and the Web, 15-17 November, 2000. 48 pp. Olson, H.A. and J.J. Boll. 2001. Subject Analysis in Online

Catalogs, 2nd ed. Englewood. USA: Libraries Unlimited.

Rowley, J. and Farrow. 1992. Organizing Knowledge: An

introduction to managing access to information, 3rd ed.

England: Gower.

Saur, K.G. 2001. Guidelines for autority records and references,

2nd ed. IFLA Working Group on GARE Revision. UBCIM

Referensi

Dokumen terkait

Bidang longsor talud yang dianalisa diambil 3 titik faktor keamanan (safety factor) terkecil dari bidang longsoran yang terjadi pada bagian kiri maupun kanan.

Desain pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk membekali peserta dengan jenis-jenis media pembelajaran, strategi pembelajaran e-learning , penyusunan alur

Berdasarkan tabel 10 diatas menunjukkan bahwa hasil Uji statistik dengan menggunaka paired t test pada tekanan darah sistole didapatkan nilai p=0,000 dan tekanan

Perubahan peringkat (mengalami kenaikan) terjadi pada wilayah dengan karakter kekotaan yang kuat dan hirarki tinggi, umumnya di pinggiran Kota Yogyakarta. Perubahan

Sebutkan macam kegiatan, tahun, status/jabatan/peran, dan lampirkan surat keterangan dari pihak yang berwenang. Jenis Kegiatan Tahun Jabatan/Status Keterangan.. RENCANA HIDUP

menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Karya Tari “OPERA TANDHING GENDHING: the Mothers” Karya MATHEUS WASI BANTOLO” adalah benar-benar hasil dari interpretasi penyaji sendiri sesuai dengan ketentuan

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Penerapan Model pembelajaran NHT Dengan Media Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koloid Di