BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal bebas mempunyai banyak bentuk seperti radikal hidroksil, peroksil, anion superoxidea, dan lain-lain (Murray, et al., 2003). Apabila radikal bebas terdapat dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi stres oksidatif dimana terjadi ketidak seimbangan antara jumlah radikal bebas terhadap oksidan intra sel. Stres oksidatif yang berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan mulai dari tingkat molekul DNA, protein, lipid, sampai dengan kerusakan pada tingkat selular, jaringan, dan organ yang menyebabkan disfungsi, jejas sel (cell injury), degenerasi, penurunan fungsi, dan akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif dan memperpendek umur biologis atau penuaan serta kematian sel (Wresdiyati, 2006). Radikal bebas berasal dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain.
Monosodium Glutamat (MSG) merupakan salah satu jenis bahan kimiawi
yang sering ditambahkan di dalam makanan. Penambahan bahan kimiawi dalam makanan ini mempunyai berbagai tujuan, salah satunya adalah sebagai penyedap rasa. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang professor dari universitas di Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat.
Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya yaitu asam, manis, asin dan pahit dengan umami dari akar kata umai (Ardyanto, 2004). MSG berasal dari ganggang laut (Laminaria japonica), MSG ini pertama kali di isolasi dalam bentuk kristal dan di indentifikasi sebagai asam amino glutamate yang dapat meningkatkan rasa lezat pada makanan (Tawfik, et al., 2012). Glutamat
merupakan asam amino alami yang merupakan komponen utama dari protein dan
peptide pada jaringan. MSG mengandung 78% asam glutamat dan 22% natrium
dan air (Inuwa, et al., 2011).
Taiwan adalah negara yang paling tinggi mengkonsumsi MSG yaitu 3 gram per-kapita per-hari, sedangkan di negara Amerika merupakan negara yang paling rendah mengkonsumsi MSG yaitu hanya sekitar 0,5 gram kapita per-hari. Angka rata-rata konsumsi MSG di Indonesia sekitar 0,6 g/per-hari. Kadar MSG yang dikonsumsi tergantung pada isi kandungan MSG sendiri di dalam makanan dan pilihan rasa seseorang yaitu sekitar 0,1-0,8% dari makanan yang disajikan (Simanjuntak, 2010). Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di negara Amerika mengelompokkan MSG sebagai generally recognized as safe (GRAS), sehingga tidak perlu pengaturan khusus. Tetapi tahun 1968, muncul laporan tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran China, sehingga keluhan tersebut disebut sebagai Chinese Restaurant Syndrome. Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah (Ardyanto, 2004), sehingga
120 mg/kg BB/hari. Nilai ambang keamanan ini harus diperhatikan oleh setiap konsumen MSG agar tidak melebihi jumlah konsumsinya (Elpiana, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Vinodini, et al. (2010), menyatakan bahwa pemberian MSG 4 g/kgBB secara intra peritoneal dapat menyebabkan menurunnya fungsi ginjal dan menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid sehingga menimbulkan stres oksidatif. Thomas, et al. (2009), menyebutkan MSG juga dapat menginduksi stres oksidatif pada eritrosit, hepar, ginjal, jantung dan otak.
Ginjal merupakan organ yang berpasangan yang terletak pada dinding perut posterior, mempunyai fungsi utama untuk merubah metabolit beracun dan produk limbah dari darah serta mengatur jumlah cairan dan keseimbangan elektrolit dalam tubuh (Eweka, et al., 2007; Tawfik, et al., 2012). Tiap-tiap ginjal terdiri dari 1-4 juta unit filtrasi fungsional yang disebut nefron yang terdiri dari: glomerulus, tubulus kontortus proksimalis, loop of Henle, dan tubulus kontortus distalis (Junqueira, 2007).
Pada manusia umumnya obat dimetabolisme oleh hepar dan ginjal, tetapi fungsi utama dari ginjal adalah ekskresi. Ginjal merupakan organ yang cukup rentan terkena dampak keracunan karena ginjal mengekskresikan banyak produk metabolisme yang bersifat toksik, oleh karena itu sangat berguna untuk memeriksa efek MSG pada ginjal (Eweka, et al., 2007). Selain itu ginjal juga terpapar langsung dengan plasma darah melalui fenestrae terbuka pada kapiler glomerulus dan memetabolisme banyak zat toksin sehingga konsentrasi toksin
menjadi ratusan kali lebih besar pada ginjal dibanding organ lain (Abass, et al., 2011).
Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan. Antioksidan ada dua jenis yaitu antioksidan eksogen seperti vitamin C, vitamin E dan antioksidan endogen yang disebut antioksidan intra sel yang berbentuk enzim. Enzim antioksidan yang terdapat dalam sel meliputi catalase, glutathione peroksidase dan superoxide dismutase (SOD). Berdasarkan adanya logam yang berperan sebagai kofaktor maka SOD ini terdiri dari mangan SOD (Mn SOD), Copper Zinc SOD (Cu Zn SOD) dan Nickel SOD (Ni SOD) dan berdasarkan tempat distribusinya maka terdapat pula extracellular
SOD (EC SOD). Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) merupakan
salah satu antioksidan endogen yang berperan utama dalam mengkatalisis radikal bebas anion superoxidea menjadi hydrogen peroksida dan molekul oksigen (Mates, et al., 1999 dalam Wresdiyati, et al., 2010).
Vitamin E (α tocoferol) merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang bekerja sebagai antioksidan yang bekerja dengan cara memutus rantai sehingga dapat melindungi sel dari peroksidasi lipid (Tawfik, et al., 2012). Selain vitamin C dan vitamin E, beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan terbukti berkhasiat sebagai antioksidan. Salah satu tanaman yang diketahui berfungsi sebagai antioksidan adalah kulit buah manggis (Garcinia mangostana. Linn), yang merupakan family Clusiaceae (Guttiferae) (Akao, et al., 2008). Buah manggis mempunyai rasa yang manis, dengan campuran rasa sedikit asam dan
dikenal juga sebagai ratu buah. Kulit manggis (pericarp) tebal, keras dan berwarna ungu tua. Buah ini telah banyak digunakan dalam pengobatan pada beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Srilanka, Philipina dan Thailand. Masyarakat luas menggunakan ekstrak etanol kulit manggis dalam mengatasi diare, penyembuhan luka infeksi, nyeri perut, peradangan serta berbagai penyakit (Chaivisuthangkura, et al., 2008).
Penelitian fitokimia yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa kulit buah manggis kaya akan senyawa xanthones yang mempunyai berbagai aktivitas biologi seperti antioksidan, anti bakteri, anti jamur, anti tumor, anti agregasi platelet dan anti trombotik. (Shan, et al., 2011; Akao, et al., 2008 dan Sato, et al., 2004). Ekstrak kulit buah manggis mengandung senyawa-senyawa yang diduga mempunyai potensi sebagai antioksidan tetapi yang menunjukkan aktivitas poten adalah 8- hidroksikudraxanton, gartanin, alpha mangostin, gamma
mangostin dan smeathxanton A (Jung, et al., 2006). Penelitian oleh
Weecharangsan, et al. (2006), menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit manggis yang diekstraksi dengan pelarut air, etanol 50% dan 95% dan etil asetat yang diperiksa dengan metoda 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) ternyata mempunyai aktivitas antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal bebas dan penelitian yang dilakukan oleh Moongkarndi, et al. (2004) menyebutkan bahwa ekstrak kulit buah manggis merupakan antioksidan kuat yang bekerja dengan cara menghambat secara signifikan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) intraseluler.
Penelitian mengenai potensi ekstrak kulit buah manggis sebagai anti oksidan telah banyak dilakukan. Namun demikian, belum dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak kulit buah manggis terhadap kandungan Cu Zn SOD pada organ tubuh khususnya di ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak kulit buah manggis terhadap kandungan antioksidan intrasel copper zinc superoxide dismutase (Cu Zn SOD) pada ginjal mencit secara immunohistokimia.
1.2. Perumusan Masalah
Adakah pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap perubahan gambaran makroskopis, mikroskopis dan tampilan immunohistokimia antioksidan endogen copper zinc superoxide dismutase (Cu Zn SOD) ginjal mencit jantan strain DDW setelah diberi MSG dibandingkan dengan vitamin E.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (EEKM) terhadap perubahan makroskopik, mikroskopik dan tampilan immunohistokimia antioksidan endogen copper zinc superoxide dismutase (Cu Zn SOD) pada ginjal mencit jantan strain DDW setelah dipapari oleh MSG dibandingkan dengan vitamin E.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian EEKM terhadap perubahan berat, warna dan konsistensi pada ginjal mencit jantan strain DDW yang dipapari oleh MSG dan di bandingkan dengan vitamin E.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian EEKM terhadap mikroskopis ginjal mencit jantan strain DDW yang papari oleh MSG dibandingkan dengan vitamin E yang dinilai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. 3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian EEKM terhadap tampilan
immunohistokimia antioksidan endogen copper zinc superoxide
dismutase (Cu Zn SOD) sel ginjal mencit jantan strain DDW yang papari
oleh MSG dibandingkan vitamin E.
1.4. Hipotesis
Terdapat perbedaan terhadap gambaran makroskopik, mikroskopis dan tampilan immunohistokimia antioksidan endogen copper zinc superoxide
dismutase (Cu Zn SOD) ginjal mencit yang dipapari MSG yang mendapat
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) dan dapat dijadikan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak etanol kulit manggis sebagai antioksidan untuk mencegah radikal bebas yang disebabkan oleh MSG. 2. Berguna sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya untuk