• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979). Demikian pula dinyatakan oleh Krebs (1972) bahwa distribusi suatu jenis ikan di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain, sifat fisik dan kimia air, hubungan organisme tersebut dengan organisme lainnya serta tingkah laku organisme dalam memilih habitatnya. Pengaruh yang diakibatkan oleh kondisi oseanografi perairan di atas mengakibatkan ikan akan meresponsnya dengan cara menjauhi ataupun berkumpul pada daerah dengan kondisi lingkungan yang optimal.

Banyak habitat ikan digambarkan dalam hubungannya dengan suhu air. Semua hewan di laut memiliki kisaran suhu dimana mereka dapat dengan baik berkembang, bereproduksi dan hidup. Seperti yang diuraikan oleh Laevastu dan Hayes (1981), mengenai hubungan antara suhu dan ikan. Ikan bisa merasakan perubahan suhu yang sangat rendah yaitu 0,1 °C. Selanjutnya dikatakan bahwa ikan adalah hewan berdarah dingin dimana suhu di dalam tubuhnya tidak diatur untuk suatu kisaran suhu tertentu. Sebagai gantinya, mereka mengikuti suhu lingkungan, setiap jenis ikan mempunyai kisaran suhu optimum dimana mereka dapat hidup dengan baik. Pada suhu di atas suhu optimum, mereka tertekan dan tidak dapat hidup dengan baik, dan akan mencari perairan yang lebih dingin. Jika perairan yang lebih dingin tidak tersedia dan suhu terus meningkat, maka ikan akan mati. Ketika suhu turun dari suhu optimumnya, laju metabolisma ikan menurun dan aktivitasnya berkurang. Suhu ini juga mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan. Suhu yang disukai ikan memungkinnya berkembang dengan baik, bereproduksi, dan hidup (http://www.outdoor-links.com/tvo/chapter1.htm).

Bukan hanya suhu aktual dan fluktuasinya saja, tetapi gradient horizontal dan vertikal yang berubah dari tempat ke tempat harus diperhitungkan. Perubahan suhu ini dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas, misalnya reproduksi (Nybakken 1988).

(2)

Suhu permukaan dan suhu dekat permukaan serta arus permukaan merupakan parameter yang umumnya digunakan dalam pendekatan untuk melihat hubungan antara lingkungan dan tingkahlaku ikan serta distribusinya. Parameter tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh kondisi metrologi permukaan perairan. Suhu permukaan laut Indonesia umumnya berkisar antara 25-30 °C dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman hingga 80 db (± 8 m), sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara 31,5-34,5 psu (Tomascik et al. 1997).

LCS perairan Indonesia yang merupakan bagian dari Paparan Sunda memiliki salinitas yang sangat bervariasi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Nybakken (1988) bahwa salinitas di daerah paparan lebih bervariasi daripada di laut terbuka atau laut dalam, kecuali di daerah dekat sungai-sungai besar yang mensuplai sejumlah besar air tawar, salinitas tidak berubah banyak sehingga menimbulkan perbedaan ekologis.

Menurut Laevastu dan Hayes (1981), salinitas mempengaruhi osmoregulasi dalam tubuh ikan dan berpengaruh besar terhadap fertelisasi dan perkembangan telur. Spesies yang berbeda, maka adaptasi terhadap salinitas yang berbeda pula. Volume air dan konsentrasi garam-garaman dalam tubuh ikan atau kerang-kerangan dipengaruhi oleh kosentrasi garam-garaman dari lingkungan. Toleransi salinitas dan salinitas yang disukai oleh organisme laut berbeda sesuai dengan fase daur hidupnya seperti untuk telur, larve, juvenile dan dewasa. Nampaknya salinitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi beberapa jenis ikan dan distribusi dari berbagai bentuk dari fase daur hidupnya.

Keberadaan sumberdaya ikan di suatu perairan sangat berhubungan dengan produktivitas primer perairan tersebut. Suhu, intensitas cahaya dan nutrien merupakan penentu produktivitas primer (Valiela 1984; Parsons et al. 1984 dan Tomascik et al. 1997), selain itu pula komposisi jenis fitoplankton juga berperan dalam mendukung produktivitas tersebut (Heyman and Lundgren 1988). Selanjutnya Valiela (1984) mengatakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a.

(3)

Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrasi maksimum pada kedalaman antara 500 – 1500 m.

Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton di suatu perairan, dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Nontji (1974) diacu dalam Presetiahadi (1994), nilai rata-rata kandungan

klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg m-³, nilai rata-rata pada saat

berlangsung musim timur (0,24 mg m-³) menunjukkan nilai yang lebih besar

daripada musim barat (0,16 mg m-³). Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi

mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air/upwelling (Laut Banda, Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai (Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan).

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara fishing ground dan konsentrasi klorofil-a atau hubungan antara distribusi dan kelimpahan ikan dengan kandungan klorofil-a di perairan Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a sangat berhubungan dengan distribusi dan kelimpihan ikan (Hatta 2001; Hendiarti et al. 1995). Di bagian barat daya Pasifik Utara ditemukan tuna albakor dalam jumlah yang besar. Dari data satelit,

konsentrasi klorofil permukaan lautnya (SSC) berkisar 0,2-0,35 mg m-³ dan SST

yang hangat pada kisaran spesifik 18,5-22,5 °C dengan nilai optimum 20 °C (Zainudin et al. 2002). Walaupun untuk lokasi yang berbeda namun informasi yang diperoleh menunjukkan suatu pola yang sama antara distribusi dan kelimpahan ikan pelagis dengan konsentrasi klorofil dimana semakin tingggi konsentrasi klorofil-a, makin melimpah ikan yang ditemukan khususnya untuk jenis-jenis tertentu seperti layang, layur dan ikan pelagis lainnya.

Pada bab ini menjelaskan mengenai pengaruh suhu, salinitas dan klorofil-a terhadap distribusi kepadatan ikan secara spasial dan menegak, baik untuk ikan pelagis maupun ikan demersal pada bulan Juni 2005 dan Juli 2006.

(4)

Bahan dan Metode

Hubungan antara distribusi kepadatan ikan dibuat untuk masing-masing ikan pelagis dan ikan demersal, dengan sebaran suhu, salinitas dan klorofil-a pada permukaan dan dekat dasar. Data sumberdaya ikan (pelagis dan demersal) yang digunakan adalah data jumlah ikan yang ditemukan (ikan per meter kubik) pada penelitian hidroakustik di lokasi penelitian bulan Juni 2005 (Lokasi A) dan lokasi penelitian bulan Juli 2006 (Lokasi B). Kepadatan ikan yang diperoleh, ditampilkan dalam bentuk peta distribusi secara spasial untuk masing-masing lokasi penelitian. Peta distribusi ikan pelagis merupakan data jumlah ikan yang diperoleh dalam lapisan kedalaman integrasi yang terekam selama penelitian di setiap ESDU, sedangkan data ikan demersal merupakan data jumlah ikan pada lapisan integrasi dasar atau lapisan kedalaman 5 m dari dasar perairan. Peta distribusi ikan ini kemudian ditumpang-tindih (overlay) dengan peta pola sebaran suhu, salinitas dan klorofil-a permukaan perairan untuk melihat hubungannya dengan distribusi ikan pelagis, dan pola sebaran suhu, salinitas dan klorofil-a dekat dasar untuk melihat hubungannya dengan ikan demersal. Peta tumpang tinding ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS versi 3.3.

105 ° BT 106 ° BT 107 ° BT 108 ° BT 109 ° BT 1 ° L U 2 ° L U 3 ° L U 4 ° L U 5 ° L U 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kep. Natuna P. Natuna P.Subi Kep. Anambas Kep. Tambelan P. Kalimantan

Sumber : Hasil Survei bulan Juni 2005 dan Juli 2006

100° 105° 110° 115° 12 Longitude 0° -10° -5° 0° 5° La ti tud e Peta Indeks Lokasi Survei Keterangan :

Track Akustik bulan Juni 2005

Track Akustik bulan Juli 2006 Leg Akustik bulan Juni 2005 Leg Akustik bulan Juli 2006 Stasion Oseanografi bulan Juni 2005 dan Juli 2006

50 0 50 Mil laut (nm)

PETA LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

(5)

Disamping itu pula, dilihat hubungan antara kepadatan ikan dalam kolom perairan di beberapa leg akustik. Leg yang digunakan dalam analisis hubungan ini adalah leg paralel dengan jumlah stasiun oseanografi lebih dari dua stasiun yang berada pada leg tersebut. Di Lokasi A terdapat 3 leg yaitu leg 1-2, leg 3-4, dan leg

6-7 dengan jumlah stasiun oseanografi untuk masing-masing leg adalah lima

stasiun. Di Lokasi B terdapat 4 leg akustik yaitu leg 1-2, leg 3-4, leg 6-7, dan leg

10-15 dimana pada leg 1-2 dan leg 10-15 memiliki jumlah stasiun oseanografi

sebanyak empat stasiun, sedangkan leg 3-4 dan leg 6-7 dengan masing-masing lima stasiun (Gambar 43). Untuk melihat hubungannya dengan suhu, salinitas dan klorofil-a perairan, maka peta distribusi kepadatan ikan secara menegak pada kolom perairan di tiap leg ditumpang-tindih dengan peta pola sebaran menegak dari parameter oseanografi tersebut. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta hubungan kepadatan ikan dengan masing-masing parameter, baik untuk ikan pelagis, ikan demersal maupun distribusi kepadatan ikan pada kolom perairan. Hasilnya kemudian dianalisis secara diskriptif.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan distribusi kepadatan ikan pelagis dan parameter oseanografi di permukaan.

Pola distribusi kepadatan ikan pelagis pada lokasi penelitian bulan Juni 2005, ditemukan dengan kepadatan yang lebih tinggi pada daerah lintang tinggi, sedangkan pada lintang rendah distribusi kepadatannya rendah. Jika dihubungkan dengan parameter oseanografi perairan saat itu, khususnya di bagian permukaan perairan terlihat bahwa ikan pelagis dijumpai dengan kepadatan tertinggi pada

ESDU 135 (pada posisi 108,35° BT dan 1,86° LU) yaitu 8,57 ikan m-³ dengan

kondisi oseanografi permukaan perairan untuk suhu (SST) 30,0 °C, salinitas (SSS)

32,5 psu dan klorofil-a (SSC) 0,20 mg m-³. Kepadatan terendah ditemukan pada

ESDU 142 (pada posisi 108,75° BT dan 1,91° LU) sebesar 0,0041 ikan m-³

dengan SST 30,1 °C, SSS 32,75 psu, dan SSC 0,25 mg m-³.

Secara keseluruhan dari 187 ESDU terlihat bahwa distribusi ikan pelagis

dengan kisaran kepadatan 2,0-5,0 ikan m-³, sebagian besar ditemukan pada daerah

di atas lintang 1,0° LU. Adapun suhu permukaan perairan (SST) di daerah ini adalah 29,5-29,75 °C, dan SSS berkisar 33,1-33,57 psu dan SSC berkisar 0,1-0,15

mg m-³ dan 0,2 mg m-³ pada area sekitar 108,38-108,5° BT dan 1,92-2,0° LU.

Kepadatan ikan pelagis < 0,5 ikan m-³ terdistribusi pada area yang luas di

dekat pantai dengan SST dan SSC yang lebih tinggi. Daerah dengan kepadatan

ikan ini memiliki SST ≥ 30 °C dan SSC 0,25-0,50 mg m-³, sedangkan SSS-nya

lebih rendah yaitu < 33,25 psu. Hubungan parameter oseanografi dan distribusi ikan di Lokasi A (Juni 2005) seperti terlihat pada Gambar 45.

Distribusi kepadatan ikan pelagis hubungannya dengan parameter oseanografi permukaan perairan pada lokasi penelitian bulan Juli 2006 (Gambar 45), menunjukan fluktuasi SST dan SSS sangat sempit yaitu < 1,0 sedangkan

SSC-nya berkisar 0,0-0,16 mg m-³ untuk area dengan kepadatan ikan pelagis yang

ditemukan 0,0-2,5 ikan m-³. Kepadatan tertinggi ikan pelagis (2,5 ikan m-³)

ditemukan pada ESDU 108 (pada posisi 107,12° BT dan 3,99° LU) dengan SST

29,3 °C dan SSS 33,1 psu serta SSC 0,06-0,08 mg m-³, sedangkan kepadatan

terendah 0,046 ikan m-³ ditemukan pada ESDU 125 (pada posisi 108,01° BT dan

(7)

Ikan pelagis dengan kepadatan 1,5-2,0 ikan m-³, lebih banyak ditemukan tersebar di bagian barat daya dan tenggara perairan dengan area yang luas. Kisaran SST di area ini adalah 29,2-29,4 °C dan SSS-nya 33,0-33,1 psu di bagian barat daya serta 33,1-33,33 psu di bagian tenggara, sedangkan SSC-nya adalah

0,06-0,08 mg m-³. Area ikan pelagis dengan kepadatan 1,0-1,5 ikan m-³,

ditemukan dengan kondisi perairan yang hampir sama dengan area dengan

kepadatan 1,5-2,0 ikan m-³, hanya saja terkonsentrasi di bagian tengah perairan.

Sedangkan ikan pelagis dengan kepadatan 0,0-0,5 ikan m-³ ditemukan juga di

bagian tengah perairan tetapi konsentrasi yang terbesar pada area di atas Pulau

Natuna dengan SST 29,3 °C, SSS 33,2-33,4 psu dan SSC 0,04-0,08 mg m-³.

Distribusi kepadatan ikan pada Lokasi B (Juli 2006) lebih kecil jika dibandingkan dengan distribusi kepadatan ikan di Lokasi A (Juni 2005), namun jika dilihat dari luas area kedapatan, terlihat bahwa ikan pelagis yang ditemukan dalam penelitian ini rata-rata lebih besar. Dalam hubungnya dengan parameter oseanografi permukaan di Lokasi A, terdapat daerah-daerah tertentu dengan kepadatan yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan distribusi spatial parameter oseanografi yang cukup besar, dimana SST-nya berkisar 29,35-30,44 °C, SSS

28,78-33,60 psu dan SSC 0,06-0,56 mg m-³. Di Lokasi B, distribusi spatial

parameter oseanografinya memiliki kisaran yang sempit, dimana SST-nya 29,02-29,94 °C dan SSS 32,74-33,45 psu, namun kisaran SSC-nya cukup besar

yaitu0,01-0,16 mg m-³. Dengan kisaran kisaran suhu dan salinitas ini, maka dapat

dikatakan bahwa perairan di Lokasi B memiliki kondisi oseanografi yang hampir merata, sehingga distribusi ikan dengan kepadatan yang sama dapat dijumpai pada area yang cukup luas.

(8)

105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 1 2 3 4 5 6 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN SUHU (SST) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan a) 30.1 30 30.1 30.25 105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 1 2 3 4 5 6 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN SALINITAS (SSS) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan 33.57 33.5 32.5 33.0 b) 105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 1 2 3 4 5 6 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN KLOROFIL-A (SSC) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan c)

Gambar 44. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan pelagis (ikan m-³) dengan

(a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m-³)

(9)

106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5° Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut

PETA HUBUNGAN SUHU (SST) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai a) 106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5° Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut

PETA HUBUNGAN SUHU (SST) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai b) 106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5° Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut

PETA HUBUNGAN SUHU (SST) DAN KEPADATAN IKAN PELAGIS

c)

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai

Gambar 45. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan pelagis (ikan m-³) dengan

(a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m-³)

(10)

Hubungan distribusi kepadatan ikan demersal dan parameter oseanografi dekat dasar.

Jumlah ikan demersal yang ditemukan di Lokasi A (Juni 2005) maupun di Lokasi B (Juli 2006) lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ikan pelagis yang ditemukan di kedua lokasi tersebut. Ikan demersal ditemukan dengan kepadatan

tertinggi di Lokasi A sebesar 2,4 ikan m-³ pada ESDU 135, namun secara

keseluruhan kepadatan ikan demersal di lokasi ini berkisar 0,0-0,4 ikan m-³.

ESDU 135 merupakan ESDU dengan kepadatan ikan tertinggi dan berada pada area yang kondisi perairan dekat dasarnya dengan suhu (SBT) 26,5-27.5 °C dan

salinitas (SBS) 33,8-34,0 psu serta klorofil-a (SBC) 0.4-0,5 mg m-³. Kepadatan

ikan terendah sebesar 0,002 ikan m-³ ditemukan pada ESDU 142 dengan SBT

28,-29,5 °C, SBS 33,2-33,4 psu dan SBC 0,35-0,4 mg m-³ (Gambar 46).

Distribusi kepadatan ikan demersal sebesar 0,0-0,2 ikan m-³ ditemukan di

area sebelah timur perairan pada posisi 107,125°-108,75° BT dan 0,1875°-2.125° LU, namun pada lintang di atas 2° LU hanya sebagian area yaitu sekitar 108,375°-108,75° BT. SBT pada area ini adalah 25,5-29,5 °C dan SBS 32,5-34,1 psu serta

SBC 0,7-0,9 mg m-³. Area lainnya yaitu di bagian barat perairan pada posisi

105,1875°-106,375° BT dan area ke arah utara pada posisi 0,1875°-1,0° LU dan 1,5°-2,125° LU. Adapun kondisi oseanografi di sekitar area ini yaitu SBT

26.5-29,5 °C dan SBS 33,0-34.1 serta SBC 0,3-0,6 mg m-³.

Area distribusi kepadatan ikan demersal sebesar 0,2-0,4 ikan m-³

ditemukan dari bagian selatan perairan dan tersebar meluas ke bagian utara area penelitian. Kisaran SBT yang mencakup area ini sangat lebar yaitu 21,5-28,5 °C

dan SBS-nya 33,2-34,4 psu, sedangkan SBC tertinggi di selatan yaitu 0,9 mg m-³

hingga yang terendah 0,6 mg m-³ di sebelah utara area penelitian.

Di lokasi penelitian bulan Juli 2006, distribusi kepadatan ikan sebesar

lebih dari 0,8 ikan m-³ ditemukan pada area sekitar 106,5° BT dan 3,83° LU

dengan SBT 21,75-22,5 °C dan SBS 34,3-34,35 psu serta SBC-nya 0,6-0,7 mg m-³.

Distribusi kepadatan ikan demersal pada lokasi penelitian ini secara umum dapat

dikatakan hampir merata, dengan kepadatan tertinggi 0,83 ikan m-³ di ESDU 98

pada posisi 106,50°BT dan 3,80° LU. Kondisi parameter oseanografi di sekitar ESDU ini adalah SBT 21,75-22,0 °C, SBS 34,30-34.35 psu, dan SBC 0,6-0,65 mg

(11)

m-³. Kepadatan terendah 0,003 ikan m-³ ditemukan di ESDU 18 pada posisi

107,03° BT dan 2,50° LU dengan SBT 23,5 °C, SBS 34 psu dan SBC 0,7 mg m-³.

Distribusi kepadatan ikan demersal sebesar 0,2-0,3 ikan m-³ terlihat

mendominasi area penelitian ini (Gambar 47). Distribusi kepadatan sebesar

0,3-0,8 ikan m-³ ditemukan pada area sekitar barat daya perairan yaitu sekitar

106,5-107,6° BT dan 2,50-4,0° LU dengan kisaran SBT 21,75-23,6 °C dan SBS

34,15-34,35 psu serta SBC 0,6-0,9 mg m-³. Disamping itu pula ada beberapa area dengan

kepadatan 0,3-0,5 ikan m-³, seperti di barat laut dan timur laut Kepulauan Natuna

dan disebelah selatan Pulau Midai. Area di bagian barat laut Kepulauan Natuna

ditemukan SBT 21,75-25,5 °C, SBS 33,85-34,35 psu dan SBC 0,4-0,9 mg m-³,

sedangkan di bagian timur laut kepulauan, SBT-nya 20,5-24,5 °C dan SBS

34,05-34,45 psu, serta SBC 0,5-1,2 mg m-³. Sementara di bagian selatan Pulau Midai,

kepadatan ikan ditemukan dengan SBT 21,75-23,5 °C dan SBS berkisar

34,15-34,25 psu serta SBC-nya 0,8-1,0 mg m-³.

Distribusi kepadatan ikan demersal 0,0-0,2 ikan m-³, sebagian besar

ditemukan di bagian utara perairan dari arah timur laut dan meluas ke arah barat laut. Area ini mencakup seluruh kisaran SBT, sedangkan SBS-nya 33,55-34,45

psu dan SBC-nya 0,1-1,1 mg m-³. Area lainnya dengan kepadatan yang sama

ditemukan di bagian barat daya perairan dengan SBT 22,5-23,5 °C, SBS

33,95-34,25 psu dan SBC 0,7-0,8 mg m-³. Disamping itu pula ada beberapa area yang

tidak begitu luas yang tersebar secara partial dengan kepadatan yang sama.

Sama seperti ikan pelagis, ikan demersal yang ditemukan di Lokasi A juga memiliki kepadatan yang lebih besar dibandingkan dengan yang dijumpai di Lokasi B, namun distribusi kepadatan ikan secara keseluruhan di Lokasi B lebih besar dari Lokasi A. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 47 dimana pada lokasi ini dijumpai distribusi ikan dengan kepadatan beragam yang ditunjukkan oleh

kontur kepadatan dari 0,1 ikan m-³ hingga 0,4 ikan m-³ sedangkan di Lokasi B

kepadatan ikan yang ditemukan lebih banyak dengan kepadatan antara 0,1-0,2

(12)

105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN SUHU (SBT) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan a) 105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN SALINITAS (SBS) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan b) 105° 106° 107° 108° 109° 0° 1° 2° 3° LU BT 100 110 120 -10 -5 0 5 Lokasi Survei Peta Indeks Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Ikan/m³

Sumber : Hasil Survei LCS bulan Juni 2005

PETA HUBUNGAN KLOROFIL-A (SBC) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

Kep. Anambas P. Subi P. Serasan Kep. Tambelan P. Bintan P. Lingga Kep. Riau P. Mapor P. Midai Kalimantan c)

Gambar 46. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan demersal (ikan m-³)

dengan (a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m-³)

(13)

a) 106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5°

PETA HUBUNGAN SUHU (SBT) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

Skala 1 : 50

0 25 50 75 100

Mil laut

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai 106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5° Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut

PETA HUBUNGAN SALINITAS (SBS) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

b)

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai 106.5° 107.5° 108.5° 2° 3° 4° 5° 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Lokasi Penelitian Peta Indeks 100° 110° 120° -10° -5° 0° 5° Skala 1 : 50 0 25 50 75 100 Mil laut

PETA HUBUNGAN KLOROFIL-A (SBC) DAN KEPADATAN IKAN DEMERSAL

Ikan/m³

Sumber: Hasil Survei LCS bulan Juli 2006

LU BT P. Natuna Kep. Natuna P. Subi P. Serasan Kep. Anambas P. Midai c)

Gambar 47. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan demersal (ikan m-³)

dengan (a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m-³)

(14)

Hubungan distribusi menegak kepadatan ikan dan parameter oseanografi. Hubungan antara distribusi menegak kepadatan ikan dan parameter oseanografi di Lokasi A pada leg 1-2, dijumpai kepadatan tertinggi pada ESDU 22

(5 nm) sebesar 0,7 ikan m-³. Distribusi ikan dengan kepadatan ini ditemukan pada

kedalaman 32-38 m dengan suhu 28,6-29,1 °C, salinitas berkisar 33,5-33,7 psu

dan klorofil-a 0,6-0,8 mg m-³. Kepadaatan ikan sebesar > 0,5 ikan m-³ ditemukan

di kedalaman 25-40 m pada area antara ESDU 15 dan 16 hingga ESDU 23 (30 nm). Suhu perairan sekitar area ini adalah 26,1-29,6 °C, salinitas 33,3-33,7 psu

dan klorofil-a 0,3-1,0 mg m-³.

Secara keseluruhan dari leg 1-2 (Gambar 48), terlihat bahwa distribusi ikan lebih banyak ditemukan pada kedalaman 20-40 m. Kepadatan ikan sebesar

≥ 0,2 ikan m-³ ditemukan pada kedalaman 20-50 m yang tersebar dari ESDU 9

hingga ESDU 27 (± 100 nm), bahkan kepadatan ini ditemukan pula hingga kedalaman 60 m pada ESDU 24-26. Kisaran suhu dimana ditemukan konsentrasi ikan dengan kepadatan ini adalah 28,1-30,0 °C, salinitas 33,3-33,8 psu dan

klorofil-a 0,3-1,0 mg m-³. Disamping itu pula kepadatan ini tersebar pada

beberapa area dengan luasan yang lebih kecil seperti pada area di antara ESDU 29 dan 30 hingga ESDU 32 (±13 nm) di kedalaman 30-45 m dengan suhu

29,1-29,6 °C, salinitas 33,3-33,5 psu dan klorofil-a 0,8-1,0 mg m-³, dan di area antara

ESDU 35 hingga ESDU 39 (±20 nm) pada kedalaman 15-35 m dengan suhu

29,6-30,0 °C, salinitas 32,5-33,2 psu dan klorofil-a 0,4-0,8 mg m-³, serta di sekitar

ESDU 42 hingga ESD 44 (± 8 nm) pada kedalaman 18-31 m dengan suhu

29,8-30,0 °C, salinitas 33,1-32,5 dan klorofil-a 0,35-0,45 mg m-³. Pada leg ini tidak

ditemukan ikan hingga kedalaman ± 5 m dari permukaan, disamping itu pula pada area di antara ESDU 52 hingga ESDU 74 juga tidak ditemukan ikan hingga

kedalaman 15 m. Distribusi kepadatan ikan sebesar 0,0-0,1 ikan m-³ di temukan

pada kedalaman > 15 m.

Pada leg 3-4 (Gambar 49) ditemukan distribusi kepadatan ikan hingga 0,56

ikan m-³. Kepadatan sebesar ≥ 0,5 ikan m-³ ditemukan di dua area yaitu disekitar

EDU 79-80 (± 10 nm) pada kedalaman 32-38 m dengan suhu perairan

(15)

pada kedalaman 52-67 m di sekitar ESDU 72-74 (± 10 nm) dengan suhu perairan yang lebih dingin yaitu 26,5-27,0 °C, salinitas 33,9-4,2 psu dan klorofil-a

0,35-0,45 mg m-³. Distribusi kepadatan ikan ≥ 0,2 ikan m-³ dijumpai pada area dari

ESDU 69 hingga ESDU 82 (± 65 nm) serta pada ESDU 72 dengan kedalaman terdalam 65 m dan pada kedalaman 40 m di ESDU 75. Kisaran suhu perairan pada

area ini adalah 25,5-29,2 °C, salinitas 33,4-34,2 psu dan klorofil-a 0,3 -1,1 mg m-³.

Area lainnya dengan kepadatan yang sama ditemukan pada area di sekitar ESDU 60-61 hingga ESDU 63 (± 12 nm) di kedalaman 22-47 m. Suhu perairan disekitar area ini lebih hangat yaitu 29,5-30,0 °C, salinitas 33,5-33,6 psu dan klorofil-a

0,45-0,55 mg m-³. Untuk kepadatan ikan ≤ 0,1 ikan m-³, ditemukan pada

kedalaman > 15 m, namun pada ESDU 52-56 dan ESDU 77-82 distribusi kepadatan ini ditemukan dari permukaan perairan. Suhu perairan >29 °C dan salinitas <33,4 psu, sedangkan klorofil-a pada kolom perairan tersebar merata.

Pada leg 6-7 (Gambar 50), ditemukan distribusi kepadatan ikan tertinggi pada ESDU 135 di kedalaman 30-40 m dengan kisaran suhu perairan 28,5-29,0 °C,

salinitas 33,4 psu dan klorofil-a 0.45-0,55 mg m-³. Kepadatan ikan ≥ 0,5 ikan m-³

terdistribusi pada area di sekitar ESDU 132-136 (± 20 nm) pada kedalaman 22-52 m dengan suhu perairan 27-30 °C, salinitas 32,9-33,8 psu dan klorofil-a 0,35-0,55

mg m-³. Area lainnya dengan kepadatan ikan yang sama ditemukana pada area di

sekitar ESDU 110-123 (± 65 nm) pada kedalaman 20-65 m dengan suhu perairan

23-30 °C, salinitas 33,5-34,4 psu dan klorofil-a 0,2-1,2 mg m-³.

Distribusi kepadatan ikan tertinggi pada leg 1-2 di Lokasi B (Gambar 51) sebesar 0,65 ditemukan di ESDU 9 (5 nm) pada kedalaman 22 m dengan suhu

26,5-27,5 °C, salinitas 33,5-33,7 psu dan klorofil-a 0,4-0,65 mg m-³. Distribusi

kepadatan ikan ≥ 0,2 ikan m-³ pada leg ini, tersebar pada area dari ESDU 7 hingga

ESDU 24 di kedalaman 15-28 m dengan kisaran suhu perairan 24-29 °C, salinitas

33-34 psu dan klorofil-a 0,2-0,7 mg m-³. Distribusi kepadatan yang sama

ditemukan lebih panjang pada area dari ESDU 14 hingga ESDU 24 (50 nm), namun hanya sekitar 9 m ketebalannya (kedalaman 21-30 m), sedangkan distribusi lebih tebal pada ESDU 7 hingga ESDU 13 (30 nm) yaitu sekitar 13 m (kedalaman 13-28 m).

(16)

Pada leg 3-4 (Gambar 52) ditemukan kepadatan ikan 0,8 ikan m-³ di ESDU 47 (5 nm) pada kedalaman 32-36 m dengan suhu 23,5-24,0 °C, salinitas

34,0-34,25 psu dan klorofil-a 0,6-0,7 mg m-³. Distribusi kepadatan ikan sebesar 0,2-0,7

ikan m-³ tersebar pada area dari ESDI 31 hingga ESDU 56, kecuali pada area

antara ESDU 42 dan ESDU 43. Kepadatan yang sama ditemukan pada area dari ESDU 31 hingga ESDU 42 (55 nm) pada kedalaman 20-70 m, dengan suhu

21-29 °C, salinitas 33,5-34,5 psu dan klorofil-a 0,2-0,8 mg m-³, sedangkan pada

ESDU 43 hingga ESDU 56 (65 nm) di temukan pada kedalaman 45-70 m, dengan suhu 23-27 °C, salinitas 33,5-34,2 psu dan pada kisaran klorofil yang lebar yaitu

0,5-1,2 mg m-³. Pada leg ini, di ESDU 50 hingga ESDU 56 tidak ditemukan ikan

dari permukaan hingga kedalaman 35 m, suhu perairannya ≥ 29,0 °C dan

klorofil-a ≤ 0,2 mg m-³, sedangkan salinitasnya < 34 psu.

Distribusi kepadatan ikan sebesar 0,8-0,9 ikan m-³ pada leg 6-7 (Gambar

53) ditemukan tersebar pada 3 area. Pertama pada ESDU 73 (5 nm) di kedalaman 70-75 m dengan suhu 21-22 °C, salinitas 34,25-34,5 psu dan klorofil-a 0,8-1,0 mg

m-³. Kedua, pada ESDU 85 hingga antara ESDU 87 dan 88 (± 15 nm) di

kedalaman 52-57 m, dengan suhu 23-25 °C, salinitas 34,0-34,25 psu dan klorofil-a

0,25-1,0 mg m-³. Ketiga, dari ESDU 90 hingga ESDU 92 (10 nm) di kedalaman

62-65 m dengan suhu 23-25 °C, salinitas 34,0-34,25 psu dan klorofil-a 0,65-0,85

mg m-³. Pada lapisan permukaan hingga kedalaman ± 35 m tidak ditemukan ikan.

Distribusi kepadatan ikan tertinggi pada leg 10-15 sama dengan leg 6-7 yaitu 0,8-0,9. Kepadatan ini ditemukan di area antara ESDU 120 dan ESDU 121 (± 3 nm) pada kedalaman 54-56 m, dengan suhu 26,5-28 °C, salinitas 33,7-33,8

psu dan klorofil-a 0,45-0,55 mg m-³, serta pada area antara ESDU 150 dan 152 (±

6 nm) di kedalaman 82-87 m, dengan suhu 21-21,5 °C, salinitas 34,25-34,35 psu

dan klorofil-a 0,65-0,7 mg m-³ (Gambar 54). Distribusi kepadatan ikan sebesar

0,2-0,7 ikan m-³ dijumpai dari ESDU 119 hingga antara ESDU 23 dan ESDU 24

(± 23 nm) di kedalaman 35 hingga dekat dasar pada ESDU 119. Suhu perairan

20-30 °C, salinitas 33,1-34,4 psu dan klorofil-a 0,15-1,0 mg m-³. Area lainnya dengan

kepadatan yang sama ditemukan dari ESDU 129 hingga ESDU 200 (65 nm) pada kedalaman 45 m di ESDU 200 hingga kedalaman dekat dasar di sekitar ESDU 149 dan ESDU 150. Kondisi perairan yang ditemukan yaitu suhu 20-27 °C,

(17)

salinitas 33,65-34,4 psu dan klorofil-a 0,1-0,8 mg m-³. Pada leg ini tidak ditemukan ikan dari permukaan hingga kedalaman lebih dari 40 m di daerah antara ESDU 196 dan 197.

-100 -80 -60 -40 -20 0 Kedalama n (m) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 Jarak (nm) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 °2 °3 ° ESDU 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Kepadatan (Ikan/m³) a) -100 -80 -60 -40 -20 0 Ke da la ma n ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 Jarak (nm) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 ° 1 ° 2 ° 3 ° ESDU 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Kepadatan (Ikan/m³) b) -100 -80 -60 -40 -20 0 Ke da la ma n ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 Jarak (nm) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 °2 ° 3 ° ESDU 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Kepadatan (Ikan/m³) c)

Gambar 48. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 1-2 di Lokasi A (Juni 2005).

(18)

0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Kepadatan (Ikan/m³) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 ° 2 °3 ° ESDU 58 64 70 76 82 a) 0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Kepadatan (Ikan/m³) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 ° 2 °3 ° ESDU 58 64 70 76 82 b) 0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Kepadatan (Ikan/m³) 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 ° 2 °3 ° ESDU 58 64 70 76 82 c)

Gambar 49. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 3-4 di Lokasi A (Juni 2005).

(19)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 ° 1 °2 °3 ° ESDU 105 111 117 123 129 135 141 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Kepadatan (Ikan/m³) a) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 °1 °2 ° 3 ° ESDU 105 111 117 123 129 135 141 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Kepadatan (Ikan/m³) b) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jarak (nm) -100 -80 -60 -40 -20 0 105 ° 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 0 ° 1 °2 °3 ° ESDU 105 111 117 123 129 135 141 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Kepadatan (Ikan/m³) c)

Gambar 50. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 6-7 di Lokasi A (Juni 2005).

(20)

0 20 40 60 80 100 Jarak (nm) 120 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Kedal a man (m) ESDU 4 8 12 16 20 24 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 °4 °5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

a) 0 20 40 60 80 100 Jarak (nm) 120 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 K edala man (m) ESDU 4 8 12 16 20 24 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

b) 0 20 40 60 80 100 Jarak (nm) 120 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 K edala man (m) ESDU 4 8 12 16 20 24 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

c)

Gambar 51. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 1-2 di Lokasi B (Juli 2006).

(21)

0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Kedalaman (m) 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 35 40 45 50 55 a) 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Kedalaman (m) 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 35 40 45 50 55 b) 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Kedalaman (m) 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 35 40 45 50 55

c)

Gambar 52. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 3-4 di Lokasi B (Juli 2006).

(22)

0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 °4 °5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 68 73 78 83 88 93 a) 0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 °4 °5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 68 73 78 83 88 93 b) 0 20 40 60 80 100 120 140 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 °4 °5 ° 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kepadatan Ikan (Ikan/m³) ESDU 68 73 78 83 88 93

c)

Gambar 53. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg 6-7 di Lokasi B (Juli 2006).

(23)

0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 K eda lam an ( m ) ESDU 120 125 131 149 155 194 200 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 °

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 a) 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 Ke dala ma n (m) ESDU 120 125 131 149 155 194 200 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 °

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 b) 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (nm) -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 K eda lam an ( m ) ESDU 120 125 131 149 155 194 200 106 ° 107 ° 108 ° 109 ° 3 ° 4 ° 5 °

Kepadatan Ikan (Ikan/m³)

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

c)

Gambar 54. Hubungan antara kepadatan ikan (ikan m-³) dengan parameter

oseanografi: (a) Suhu, (b) Salinitas dan (c) Klorofil-a pada Leg

(24)

Kesimpulan

1. Distribusi kepadatan ikan secara horisontal di lokasi penelitian bulan Juni 2005 makin tinggi sejalan dengan berkurangnya suhu dan meningkatnya salinitas. Perubahan konsentrasi klorofil-a kurang berpengaruh terhadap distribusi ikan. Namun di sisi lain, kepadatan ikan tertinggi ditemukan pada kisaran parameter oseanografi tertentu. Ikan pelagis ditemukan dengan

kepadatan tertinggi pada SST 30,0 °C, SSS 32,5 psu dan SSC 0,20 mg m-³,

dan ikan demersal pada SBT 26,5-27,5, SBS 33,8-34,0 psu dan SBC 0,4-0,5

mg m-³.

2. Secara keseluruhan di lokasi penelitian bulan Juli 2006, parameter oseanografi kurang berpengaruh terhadap distribusi kepadatan ikan. Distribusi kepadatan ikan baik pelagis dan demersal tersebar hampir merata, namun ada beberapa area dengan konsentrasi kepadatan yang cukup tinggi. Area yang dijumpai konsentrasi ikan tertinggi yaitu antara Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas serta antara Kepulauan Natuan dan Pulau Subi. Area ini memiliki salinitas yang lebih tinggi dengan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan area lainnya.

3. Distribusi kepadatan ikan secara vertikal di lokasi penelitian bulan Juni 2005 dan bulan Juli 2006 sangat dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Kepadatan ikan makin bertambah hingga kedalaman tertentu (30-40 m untuk Juni 2005 dan 60-70 untuk Juli 2006) seiring dengan menurunnya suhu serta meningkatnya salinitas, sedangkan klorofil-a tidak mempunyai pengaruh kuat terhadap distribusi kepadatan ikan.

Gambar

Gambar 43. Leg akustik dengan stasiun oseanografi di kedua lokasi penelitian.
Gambar 44. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan pelagis (ikan m - ³) dengan  (a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m - ³)  permukaan di Lokasi A (Juni 2005)
Gambar 45. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan pelagis (ikan m - ³) dengan  (a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m - ³)  permukaan di Lokasi B (Juli 2006)
Gambar 46. Hubungan antara distribusi kepadatan ikan demersal (ikan m - ³)  dengan (a) Suhu (°C), (b) Salinitas (psu) dan (c) Klorofil-a (mg m - ³)  dekat dasar di Lokasi A (Juni 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Tekanan Eksternal, Ketidakpastian Lingkungan, dan Komitmen Manajemen terhadap Penerapan Transparansi Pelaporan Keuangan (Studi pada Satuan Kerja Perangkat

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara literasi keuangan terhadap kepemilikan asuransi jiwa dengan pertimbangan adanya fenomena masih

Skripsi Pengaruh kualitas udara ruangan ber-AC di RSUD Sidoarjo ..... ADLN -

signifikan pada partisipan laki-laki dalam kecemburuan menghadapi tipe perselingkuhan emosional dan seksual melalui internet dimana partisipan laki-laki akan lebih

Sistem Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum Daerah adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan

NodeJS 6.10.3 sedangkan pada client menggunakan HTML 5 dan

Solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh Warung Kopi Bosque Kota Malang dalam penerapan strategi bauran pemasaran adalah dengan berinovasi untuk menambah produk atau

Rencana tindak lanjut pelaksanaan Program Aksi Prioritas Nasional 10, antara lain: (1) Meningkatkan kualitas perumusan kebijakan dan program khusus untuk