• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. METODE PENELITIAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Kebutuhan pigmen titanium dioksida (rutile) dunia terus mengalami peningkatan. Aplikasinya yang sangat baik sebagai pigmen putih dalam cat dan kosmetik, membuat titanium dioksida semakin bernilai ekonomis. Di Indonesia, pemenuhan kebutuhan titanium dioksida dalam negeri dilakukan dengan cara mengimpor dari Australia, Amerika dan China. Sumber utama dari titanium dioksida adalah mineral ilmenite dan titanomagnetite yang keberadaannya di Indonesia terkandung dalam pasir besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme proses ekstraksi TiO2 dari pasir besi dengan memanfaatkan pemanasan yang bersumber dari gelombang mikro pada variasi tingkat daya yang berbeda. Metode yang digunakan terdiri dari proses pemisahan secara magnetik, proses oksidasi, proses reduksi pada reaktor Microwave Batch Furnace, dan leaching asam klorida. Pengujian hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan uji XRD dan XRF untuk hasil dari masing-masing proses. Proses reduksi dilakukan pada variasi daya 2000, 3000, 4000 watt. Sampel hasil proses reduksi dengan %Ti terbesar kemudian di leaching. Hasil yang didapatkan adalah daya mempengaruhi tingkat perolehan %Ti selama proses reduksi berlangsung. Secara signifikan, proses leaching berhasil meningkatkan %Ti dan mendapatkan fasa rutile.

Kata Kunci—Gelombang mikro, pasir besi, titanium dioksida, variasi daya

I. PENDAHULUAN

ASIR besi merupakan salah satu jenis bahan tambang yang mengandung mineral hematite, magnetite, titanomagnetite, ilmenite, dan sejumlah kecil mineral lainnya. Pasir besi sendiri memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan bijih besi dalam bentuk batuan (ores) karena terdapatnya unsur pengotor berupa titanium (Ti) dan vanadium (V), meskipun dalam jumlah yang kecil. Harga dari titanium sendiri sangatlah mahal, mengingat potensinya sebagai high technology application. Pemanfaatan titanium sendiri dapat berupa logam titanium dan bentuk TiO2 rutile sebagai pigmen

putih dalam industri cat, kosmetik, dan lain-lain [1]-[3]. Dalam ekstraksi titanium dioksida, bahan baku utamanya adalah mineral ilmenite [4]-[6]. Di Indonesia, potensi ilmenite terdapat di Pulau Bangka dan terkandung dalam pasir besi. Namun, kandungan titanium dalam pasir besi mayoritas

ditemukan dalam bentuk senyawa keluarga titanium besi-oksida [7]-[8], berupa titanomagnetite dan titanohematite.

Proses ekstraksi titanium dioksida dari mineral ilmenite telah banyak dikembangkan, dimana proses yang paling banyak digunakan berupa proses hidrometalurgi [9]-[10]. Proses hirdometalurgi dapat berupa proses sulfat atau proses klorida. Secara umum, proses klorida lebih banyak digunakan, meskipun proses sulfat lebih dahulu berkembang [11].

Selain secara hidrometalurgi, juga telah dikembangkan teknologi berupa thermo and electro chemical processes untuk mendapatkan logam Ti. Baik hidrometalurgi maupun piro-elektrometalurgi memiliki kekurangan pada besarnya energi yang digunakan, sehingga biaya produksinya lebih tinggi.

Berkenaan dengan hal diatas, teknologi memproses mineral dengan menggunakan gelombang mikro mulai dikembangkan dan ditawarkan sebagai alternatif dalam melakukan minerals processing dengan biaya produksi dan energi yang rendah (low cost energy) serta tidak menghasilkan polusi yang berbahaya sehingga prosesnya lebih ramah lingkungan.

Kelebihan dari teknologi gelombang mikro jika dibandingkan dengan teknologi konvensional adalah sifatnya yang mentransfer energi, bukan mentransfer panas. Selain itu, gelombang mikro apabila dikenakan terhadap material dengan sifat dielektrik yang baik maka akan cepat terjadi pemanasan secara atomik [12]-[16].

II. METODEPENELITIAN

A. Optimasi Microwave Batch Furnace

Pada tahap ini, hal yang dilakukan terdiri dari studi tentang antenna helix dan simulasi pola radiasi, bentuk wave guide dan mengecek kembali rangkaian elektronikanya.

B. Preparasi Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasir besi Lumajang. Hasil separasi dengan magnet lemah, selanjutnya tailing 1 dilakukan meshing dengan ukuran 100 mesh. Kemudian diseparasi dengan menggunakan magnet kuat dan didapatkan konsentrat 2, selanjutnya dicuci dengan air untuk mengurangi

Studi Pengaruh Variasi Daya terhadap Proses

Ekstraksi TiO

2

(Rutile) dari Pasir Besi dengan

Memanfaatkan Pemanasan Gelombang Mikro

dan Diikuti Leaching Asam Klorida

Abdul Ghofur, Dian Mughni Fellicia, dan Sungging Pintowantoro

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: sungging@mat-eng.its.ac.id

(2)

kandungan silika. Hasil pemisahan magnetik diuji XRD dan XRF. Sementara untuk grafit, digunakan bahan grafit Merck dan diuji proksimat dengan metode ASTM D3173-02. Konsentrat 2 kemudian dioksidasi, lalu di mixture dengan grafit. Pengujian Vector Network Analyzer dilakukan untuk mengetahui daya serap gelombang mikro.

C. Tahap Proses Oksidasi

Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan muffle furnace tipe Zhengzhou Brother Furnace. Dilakukan roasting sampai temperatur 1100°C dengan waktu tahan selama 4 jam. D. Tahap Proses Reduksi

Pada tahapan ini, pasir besi hasil oksidasi dilakukan penyinaran gelombang mikro pada Microwave Batch Furnace. Dilakukan variasi tingkat daya 2000, 3000, dan 4000 watt. Proses reduksi dilakukan selama 2 jam. Penggunaan krusibel yang cocok membuat pemanasan sampel menjadi lebih baik. Hasil reduksi kemudian diuji XRD dan XRF. Hasil dengan %Ti tertinggi selanjutnya dilakukan proses leaching.

E. Tahap Proses Leaching

Asam klorida 20% digunakan untuk melarutkan kandungan besi dalam pasir besi dan meningkatkan perolehan titanium dioksida. Selanjutnya diuji XRD dan XRF untuk mengetahui fasa yang terbentuk dan %Ti yang didapatkan.

III. HASILDANPEMBAHASAN

A. Karakterisasi Bahan Penelitian

Hasil dari preparasi sampel, kemudian dilakukan karakterisasi dengan menggunakan uji XRD dan didapatkan hasil uji sebagai berikut,

Dengan hasil XRD dan analisa fasa sebagai berikut,

Tabel 1.

Fasa yang terdapat dalam sampel pasir besi

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Magnetite Fe3O4 01-077-1545

2 Magnetite Titania Fe2.17O4Ti0.54 01-071-6449

3 Magnetite Titanian Fe2.75O4Ti0.25 01-075-1374

4 Magnetite Ulvospinel Fe2.904Ti0.096 01-077-8398

5 Iron Titanium Oxide Fe0.1482O2Ti0.8882 01-070-0143

6 Bustamite Calcian Ca0.81Mn0.19O3Si 01-086-1607

7 Albite Al1.08NaO8Si2.92 01-076-0757

8 Anthophyllite (Mg, Fe+2)

7 Si8O22(OH)2) 00-045-1343

Pemisahan magnetik menggunakan magnet kuat neodymium dan hasil uji XRD didapatkan fasa sebagai berikut,

Tabel 2.

Fasa hasil pemisahan magnetik

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Augite Ca0.9Na0.1Mg0.9Fe0.2Al0.4Ti 0.1Si1.9O6 01-073-8543 2 Magnetite Fe3O4 01-077-1545 3 Magnetite Titania Fe2.17O4Ti0.54 01-071-6449 4 Magnetite Titanian Fe2.75O4Ti0.25 01-075-1374 5 Magnetite Ulvospinel Fe2.904Ti0.096 01-077-8398

Berdasarkan data diatas, maka bahan baku penelitian ini adalah senyawa paramagnetik, berupa senyawa dalam keluarga besi titanium oksida. Sementara itu, hasil proxymate analysis grafit didapatkan fixed carbon sebesar 87.72%.

B. Analisa Proses Oksidasi

Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 1100°C dan holding time selama 4 jam. Diharapkan dapat diperoleh fasa pseudobrookite sebagai fasa antara untuk mendapatkan titanium dioksida. Berikut ini merupakan analisa fasa hasil uji XRD pada sampel pasir besi yang telah dioksidasi,

Adapun fasa terbaca dari hasil uji XRD diatas terdiri dari,

Tabel 3. Fasa hasil oksidasi

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Pseudorutile Fe2Ti3O9 atau Fe2O3.3TiO2 00-013-0326

2 Hematite Fe2O3 01-072-6225 3 Unnamed mineral (NR) Al0.442Ca0.422 Fe0.152Mg0.494O6Si1.99Ti0.012 01-075-9341

Dari data diatas, didapatkan fasa dominan berupa pseudorutile. Sementara fasa pseudobrookite yang diharapkan terbentuk. Perubahan fasa mengikuti reaksi,

6Fe2TiO4 + O2  6FeTiO3 + 2FeFe2O4 (1)

Fe2+

2TiO3 + O2  Fe3+2O3 + TiO2 (2)

4Fe3O4 + O2  6Fe2O3 (3) Gambar. 1. Hasil Analisa Fasa pada Variasi Sampel

(3)

4FeTiO3 + O2  2Fe2TiO5 + TiO2 (4)

3Fe2+TiO

3  Fe3+2Ti3O9 + Fe3+ (5)

Perubahan fasa yang mengandung unsur Ti dalam kondisi setimbang dapat dijelaskan sebagai berikut,

TTM (spinel cubic) ulvospinel ilmenite ferrous-pseudobrookite rutile

Fasa titanomagnetite memerlukan energi lebih besar, karena proses perubahan menuju rutile panjang. Berbeda dengan mineral ilmenite. Fasa pseudorutile merupakan fasa intermediet yang akan terbentuk pada temperatur 600-900°C. Apabila temperatur dinaikkan, akan menjadi pseudobrookite. Namun, untuk mineral titanomagnetite memiliki perbedaan energi yang dibutuhkan daripada ilmenite, sehingga memerlukan energi yang lebih besar daripada ilmenite [17].

Berdasarkan hasil uji XRF, didapatkan %Ti sebesar 5.29%. Merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan variasi pasir besi lainnya yang telah dilakukan pengujian.

C. Analisa Penyerapan Pasir Besi terhadap Gelombang Mikro

Pasir besi yang telah dicampur dengan grafit (rasio 100 gr : 32 gr), dilakukan pengujian VNA. Hasil yang terukur dari alat uji VNA adalah S-parameter yang terdiri dari S11, S12, S21, dan

S22. Parameter S11 merupakan nilai return loss yang terukur

dan dapat dikonversi untuk mendapatkan koefisien absorbsi. Berikut ini merupakan data hasil dari pengujian VNA,

Tabel 4. Data hasil uji VNA

Frequency S11 S22 S21 S12

2400 -3,376 -11,210 -38,560 -38,560

2450 -5,459 -3,270 -31,250 -31,250

2500 -2,627 -2,443 -41,200 -41,200

Berdasarkan tabel 4 diatas, maka dapat diperoleh nilai dari koefisien refleksi pada masing-masing frekuensi dengan memenuhi persamaan return loss berikut,

Return Loss (RL) = 20 log Γ (6)

Dengan Γ merupakan koefisien refleksi, diperoleh nilai koefisien refleksi sebagaimana grafik pada gambar 3. Sementara untuk menghitung daya serap dari sampel, digunakan persamaan berikut,

Cabs = (1 – 10RL/10) x 100% (7)

D. Analisa Proses Reduksi

Telah dilakukan pereduksian sampel pasir besi hasil oksidasi pada variasi daya yang berbeda. Adapun variasi daya yang digunakan adalah 2000 watt, 3000 watt, dan 4000 watt. Dari masing-masing sampel, selanjutnya dilakukan pengujian dan analisa fasa dengan XRD sebagai berikut,

Kemudian dicocokkan dengan pdf-card dan didapatkan fasa sebagai berikut,

Tabel 5.

Fasa hasil reduksi pada 2000 watt

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Hematite Fe2O3 01-072-6225

2 Magnetite Fe3O4 01-076-2949

4 Rutile TiO2 00-003-1122

5 Titanium Oxide Ti9O17 00-018-1405

Pereduksian fasa pseudorutile mengikuti persamaan sebagai berikut,

Fe2Ti3O9 + CO  2FeTiO3 + TiO2 + CO2 (8) Gambar 3. Grafik frekuensi terhadap koefisien refleksi

Gambar 4. Grafik frekuensi terhadap koefisien absorbsi

(4)

FeTiO3 + CO  Fe + TiO2 + CO2 (9)

Namun, kenyataannya Fe tidak terbentuk. Sementara magnetite terbentuk sebagai produk reduksi tidak sempurna hematite.

3Fe2O3 + CO  2Fe3O4 + CO2 (10)

Terdapatnya fasa titanium oxide (Ti9O17) yang merupakan

termasuk dalam fasa magneli [18], merupakan bentuk fasa dengan rumus TinO2n-1, dengan nilai n diantara 4 dan 10. Fasa

ini menunjukkan nilai konduktivitas yang tinggi, yang sebanding dengan grafit. Sehingga, fasa magneli terbentuk pada temperatur tinggi yakni diatas 800°C.

Penjelasan mengapa juga terbentuk fasa Ti9O17 adalah dari

putusnya ikatan hematite-titanium oxide (Fe2O3.3TiO2)

menjadi hematite (sebagai fasa dominan) dan titanium oxide, yang mengikuti perubahan fasa sebagai berikut,

Fe2Ti3O9  Fe2O3.3TiO2  Fe2O3 + 3TiO2 (11)

Dari fasa TiO2 yang terbentuk, akan direduksi oleh gas CO

yang dihasilkan dari grafit yang mengalami pemanasan oleh gelombang mikro. Sehinggga memenuhi persamaan berikut,

xTiO2 + CO  TixO2x-1 + CO2 (12)

sehingga,

9TiO2 + CO  Ti9O17 + CO2 (13)

Untuk pereduksian pada daya 3000 watt, didapatkan hasil analisa fasa pada hasil uji XRD sebagai berikut,

Tabel 8.

Fasa hasil reduksi pada 3000 watt

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Iron Oxide α-Fe2O3 01-084-0311

2 Pseudorutile Fe2Ti3O9 00-047-1777

3 Rutile TiO2 00-003-1122

4 Titanium Oxide Ti10O19 01-011-0474

Terlihat bahwa hematite menjadi fasa yang dominan seiring dengan penurunan fasa dari pseudorutile.. Fasa-magneli kembali terbaca, yakni titanium sub-oxide dengan rumus molekul Ti10O19. Diperoleh dari,

Fe2Ti3O9  Fe2O3.3TiO2  Fe2O3 + 3TiO2

Energi yang dikeluarkan oleh ketiga magnetron mengakibatkan putusnya ikatan pada pseudorutile, menjadi hematite dan rutile. Sementara itu, gas CO yang terbentuk mereduksi struktur TiO2 mengikuti persamaan reaksi,

TiO2 + CO  TiO + CO2 (14)

Dan masih masuk dalam kategori fasa magneli, yang akan menghasilkan fasa dengan formula berupa TinO2n-1, sehingga

mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut,

10TiO2 + CO  Ti10O19 + CO2 (15)

Disini tampak bahwa penaikan tingkat daya dari 2000 menjadi 3000 watt, mengakibatkan terbentuknya fasa magneli dimana pada daya 2000 watt dihasilkan fasa titanium sub-oxide berupa Ti9O17 dan pada tingkat daya 3000 watt

dihasilkan fasa titanium sub-oxide yang lebih tinggi yakni Ti10O19.

Untuk pereduksian pada tingkat daya 4000 watt, didapatkan fasa sebagai berikut,

Tabel 9.

Fasa hasil reduksi pada 4000 watt

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Hematite Fe2O3 01-072-6226

2 Titanium Oxide TiO 00-012-0754

3 Titanium Oxide Ti2O3 01-071-1053

4 Pseudorutile Fe2Ti3O9 00-047-1777

Tampak hematite masih mendominasi fasa yang terbentuk. Disusul kemudian dengan fasa titanium oxide dalam bentuk TiO dan Ti2O3. Sementara itu, pseudorutile juga masih

terdapat pada produk hasil reduksi. Alasan mengapa hematite masih mendominasi fasa yang terbentuk adalah dikarenakan pemutusan ikatan yang ada pada sampel pasir besi berupa pseudorutile sebelum direduksi.

F2O3.3TiO2  Fe2O3 + 3TiO2 (16)

Sedangkan, fasa Ti2O3 merupakan produk reduksi dari TiO2

dengan gas CO terbentuk yang mengikuti persamaan sebagai berikut,

2TiO2 + CO  Ti2O3 + CO2 (17)

Sementara untuk iron titanium oxide dengan rumus kimia TiO merupakan hasil pemecahan ikatan pada struktur Ti2O3.

Ti2O3  TiO.TiO2  TiO + TiO2 (18)

Struktur TiO2 yang terbentuk, kemudian mengalami reaksi

reduksi dengan gas CO yang dihasilkan dari grafit yang telah dicampur secara homogen sebelumnya. Dalam proses ini dihasilkan fasa titanium oxide (Ti2O3) yang selanjutnya karena

energi dari gelombang elektromagnetik yang besar, membuat ikatan TiO.TiO2 terputus dan menghasilkan fasa berupa TiO

dan TiO2. Sementara, TiO2 kembali mengalami reaksi reduksi

oleh gas CO yang ada selama proses berlangsung.

E. Analisa Leaching Processes

Proses leaching dalam proses penelitian ini adalah menggunakan larutan asam klorida, sebagai proses secara hidrometalurgi yang paling banyak digunakan dalam skala industri pengolahan mineral untuk mendapatkan titanium. Karakterisasi sampel hasil proses leaching asam klorida didapatkan fasa sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 6 dibawah ini,

(5)

Berikut ini merupakan hasil dari analisa fasa hasil uji XRD di atas,

Tabel 11.

Fasa hasil leaching asam klorida

No. Nama Mineral Rumus Molekul No. JCPDS

1 Magnetite Fe3O4 01-072-6170

2 Iron Oxide α-Fe2O3 01-084-0311

3 Rutile TiO2 01-078-1510

Selanjutnya pengujian XRF diperlukan untuk dilakukan, dan hasil yang diperoleh sebagai berikut,

Tabel 12.

Komposisi unsur dalam pasir besi hasil leaching

Nama Bahan Komposisi (%)

Fe Ti V Al Si Ca Filtrat Hasil Leaching 73.18 ± 0.18 5.89 ± 0.007 1.25 ± 0.04 3.3 ± 0.2 11.6 ± 0.07 1.49 ± 0.009

Berdasarkan hasil uji XRF, terjadi penurunan kadar Fe dan kenaikan kadar Ti. Pasir besi hasil reduksi masih mengandung pseudorutile sebagai fasa dominan, sehingga dalam proses leaching akan berekasi dengan HCl mengikuti persamaan, Fe2Ti3O9 + 12HCl  2FeCl3 + 3TiOCl2 + 6H2O (19)

Dari persamaan diatas, dapat dijelaskan bahwa pereaksian antara pseudorutile dengan asam klorida akan menghasilkan larutan FeCl3 yang berwarna kuning-jingga. Sementara itu,

TiOCl2 juga terbentuk, sebagai sumber dari TiO2 yang

diharapkan akan didapatkan dalam proses leaching ini. Penambahan iron powder (reduktor Fe) difungsikan untuk membentuk besi (II) klorida, dan menghasilkan gas hidrogen.

Fe + 2HCl  FeCl2 + 2H (20)

Hidrogen yang terbentuk akan membentuk gas hidrogen, dan selanjutnya dilepaskan.

H + H  H2 ↑ (21)

Selama proses berlangsung, pelepasan gas hidrogen dapat

terlihat jelas dengan adanya gelembung-gelembung gas pada larutan asam klorida. Gas H2 juga turut mereduksi hematite

yang ada dalam sampel pasir besi hasil reduksi pada variasi daya 4000 watt. Hematite tereduksi menjadi magnetite, sebagai fasa dengan puncak tertinggi pada hasil uji XRD sebagaimana terlihat dalam gambar 6 di atas.

3Fe2O3 + H2  2Fe3O4 + H2O (22)

Sementara itu, penambahan serbuk Fe selain membentuk gas hidrogen juga membentuk ferrous chloride.

Fe + 2Fe3+Cl

3  3Fe2+Cl2 (23)

Ferric chloride atau besi (III) klorida akan tereduksi oleh Fe membentuk besi (II) klorida [19]. Selain itu, gas hidrogen juga mereduksi besi (III) klorida menjadi besi (II) klorida.

2FeCl3 + 2H  2FeCl2 + 2HCl (24)

Peristiwa perubahan ion Fe3+ menjadi Fe2+ ditandai dengan

berubahnya warna larutan menjadi kuning muda. Sementara itu, reaksi reduksi juga terjadi pada ion Ti. Perubahan yang terjadi selama reduksi adalah perubahan dari ion Ti4+ ke Ti3+.

Fe + 2TiOCl2 + 4HCl  2TiCl3 + FeCl2 + 2H2O (25)

2H + 2TiOCl2 + 2HCl  2TiCl3 + 2H2O (26)

Selanjutnya, reaksi akan berlangsung menjadi

TiCl3 + FeCl3 + H2O  TiOCl2 + FeCl2 + 2HCl (27)

Setelah penambahan serbuk Fe, jumlah total dari Ti dalam larutan dan proses hidrolisis dari TiOCl2 mengikuti

persamaan reaksi sebagai berikut,

TiOCl2 + H2O  TiO2 + 2HCl (28)

Saat reaksi diatas berlangsung, penting untuk memperhatikan jumlah reaktan. Terutama jumlah air. Saat proses berlangsung, penambahan aquades sebagai pencuci larutan tidak diperhatikan begitu serius dan tidak dilakukan perhitungan berapa jumlah aquades yang diperlukan.

Dengan jumlah air yang cukup, semua TiOCl2 yang ada

akan menjadi TiO2 [20]. Hal ini akan membuat tingkat

perolehan TiO2 pada tahap selanjutnya dapat maksimal.

Namun, peningkatan TiOCl2 selama reaksi berlangsung dapat

menjadi kerugian proses apabila reaksi pengendapan tidak berjalan dengan sempurna. Dari sini, dapat dimengerti mengapa tingkat perolehan TiO2 tidak mencapai maksimal

yang dikarenakan TiOCl2 ikut terbuang bersama larutan FeCl3

sebagai produk samping selama proses leaching berlangsung. Berdasarkan hasil uji XRF diatas, tingkat perolehan Ti sebesar 5.87%. Berikut ini beberapa hal yang membuat tingkat perolehan Ti hanya sedikit antara lain karena,

1. Jumlah air kurang.

Hal ini dapat dijelaskan ketika larutan asam klorida 20wt%

(6)

dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur setting sebesar 120°C. Diketahui bahwa titik didih air 100°C, sehingga pada kondisi proses sampai mendidihnya HCl telah terjadi penguapan air pada temperatur 100°C ke atas. Sehingga, jumlah air dalam larutan menjadi berkurang. Hal ini ditandai dengan berkurangnya volume larutan pada gelas beaker. 2. Proses pengendapan tidak sempurna.

Dijelaskan bahwa pereaksian pseudorutile dengan larutan asam klorida akan membentuk besi (III) klorida yang berwarna kuning-jingga. Selain itu, juga terbentuk TiOCl2 yang

merupakan sumber utama untuk mendapatkan TiO2. Dari sini,

ternyata selama proses berlangsung, reaksi pengendapan TiOCl2 tidak berjalan dengan sempurna. Sehingga menurut

sisa TiOCl2 yang belum bereaksi dengan air akan ikut terbuang

bersama produk samping berupa larutan FeCl3 [20].

3. Jumlah serbuk Fe yang kurang.

Pada dasarnya, reduktor Fe berfungsi mereduksi besi (III) menjadi besi (II). Penambahan serbuk besi pada proses leaching tidak meningkatkan pelarutan Fe dan Ti secara signifikan, namun secara sinergis membantu peningkatan pelarutan selama proses leaching [21].

IV. KESIMPULAN

Mekanisme proses ekstraksi TiO2 dari pasir besi terdiri dari

tahapan oksidasi, reduksi dan leaching dimana fasa dominan sampel berupa titanomagnetite. Energi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendapatkan fasa pseudobrookite dalam tahapan proses oksidasi. Sementara pada tahapan reduksi, fasa rutile berhasil didapatkan dan pada tingkat daya tertinggi berupa senyawa titanium sub-oxide. Dalam penelitian ini, proses leaching secara signifikan berhasil meningkatkan %Ti sampel pasir besi hasil proses reduksi.

DAFTARPUSTAKA

[1] W. Yu-ning, Y. Zhang-fu, G. Zhan-cheng, T. Qiang-qiang, L. Zhao-yi, and J. Wei-zhong, “Reduction mechanism of natural ilmenite with graphite,” Trans. Nonferrous Met. Soc. China, Vol. 18 (2008) 962 – 968.

[2] R. Subagja, F. Firdiyono, I. Setiawan, dan D. Sufiandi, “Recovery TiO2

dari larutan TiO(SO4) hasil proses ekstraksi bijih ilmenit Bangka,” Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI (2010).

[3] N.J. Welham, “A parametric study of the mechanically activated carbothermic reduction of ilmenite,” Int. Journal of Minerals

Engineering, Vol. 9, No. 12 (1996) 1189 – 1200.

[4] W. Zhang, Z. Zhu, and C.Y. Cheng, “A literature review of titanium metallurgical processes,” Journal of Hydrometallurgy, Vol. 108 (2011, Apr.) 177 – 178.

[5] X. Wang, W. Li, B. Yang, S. Guo, L. Zhang, G. Chen, J. Pheng, and H. Luo, “Microwave-absorbing of carbothermic reduced products of ilmenite and oxidized ilmenite,” Journal of Microwave Power and

Electromagnetic Energy, Vol. 48, No. 3 (2014, Sept.) 192 – 202.

[6] W. Li, J. Peng, S. Guo, L. Zhang, G. Chen, and H. Xia, “Carbothermic reduction kinetics of ilmenite concentrates catalyzed by sodium silicate and microwave-absorbing characteristics of reductive products,” Chem.

Industry & Chem. Eng. Quarterly, Vol. 19, No. (2013) 423 – 433.

[7] D.G. Hadiwibowo, “Studi dekomposisi senyawa titanomagnetite menjadi titanium dioksida melalui proses mechanochemical,” S.Si. skripsi, Departemen Fisika, Fak. MIPA, Univ. Indonesia, Depok (2006).

[8] M. Irannajad, A. Mehdilo, and O.S. Nuri, “Influence of microwave irradiation on ilmenite flotation behavior in the presence of different gangue minerals,” Jour. Of Separation and Purification Tech. (2014). [9] R. Vazquez and A. Molina, “Leaching of ilmenite and pre-oxidized

ilmenite in hydrochloric acid to obtain high grade titanium dioxide,”

METAL 2008, Simon Bolivar Univ., Caracas, Venezuela, Vol. 5 (2008).

[10] S. Simi, M.E.K. Janaki, K.H. Bhat, and P.N. Mohan Das, “Microwave acid leaching of beneficiated ilmenite for the production of synthetic rutile,” in Proc. of the International Seminar on Mineral Processing

Technology, Chennai, India (2006) 512 – 518.

[11] S. Middlemas, Z.Z. Fang, and P. Fan, “A new method for production of titanium dioxide pigment,” Journal of Hydrometallurgy, Vol. 132 – 132 (2013) 107 – 113.

[12] S. Itoh, T. Suga, H. Takizawa, and T. Nagasaka, “Application of 28 GHz Microwave Irradiation to Oxidation of Ilmenite Ore for New Rutile Extraction Process,” ISIJ International, Vol. 47, No. 10 (2007, July) 1416 – 1421.

[13] K.E. Haque, “Microwave energy for mineral treatment processes—a brief review,” Int. J. Miner. Process., Vol. 57 (1999) 1 – 24.

[14] W. Zhao, J. Chen, X. Chang, S. Guo, C. Srinivasakannan, G. Chen, and J. Peng, “Effect of microwave irradiation on selective heating behavior and magnetic separation characteristics of Panzhihua ilmenite,” Applied

Surface Science (2014) 171 – 177.

[15] C.A Pickles, “Microwaves in extractive metallurgy—Part I: Review of fundamentals,” Journal of Minerals Engineering, Vol. 22 (2009, Apr.) 1102 – 1111.

[16] C.A Pickles, “Microwaves in extractive metallurgy—Part II: A review of applications,” Journal of Minerals Engineering, Vol. 22 (2009, Apr.) 1112 – 1118.

[17] C. Franke, G. M. Pennock, M. R. Drury, R. Engelmann, D. Lattard, J.F. L. Graming, T. Von Dobeneck, and M. J. Dekkers, “Identification of magnetic Fe-Ti oxides in marine sediments by electron scatter diffraction in scanning electron microscopy, “ Geophys. J. Int., Vol. 170 (2007) 545 – 555.

[18] W.Q. Han, “Carbon-coated magneli-phase TinO2n-1 nanomaterials and a

method of synthesis thereof”, U.S. Patent 02 518 87, Oct. 4, (2012). [19] G. Yarkadas, H.O. Toplan, and K. Yildiz, “Effect of mechanical

activation and iron powder addition on acidic leaching of pseudorutile”,

SAU. Fen Bilimleri Dergisi, Vol. 13 (2009) 18 – 21.

[20] L. Taufanny, “Tingkat perolehan TiO2 dari pasir mineral melalui proses

leaching HCl dengan reduktor Fe”, S.Si. skripsi, Departemen Fisika, Fak. MIPA, Univ. Indonesia, Depok (2008).

[21] S. Wahyuningsih, H. Hidayatullah, E. Pramono, S.B. Rahardjo, A.H. Ramelan, F. Firdiyono, dan E. Sulistiyono, “Optimasi pemisahan TiO2

dari ilmenite Bangka dengan proses leaching menggunakan HCl,”

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi temperature permukaan

2) Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa secara heterogen dengan kemampuan berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). 3) Guru mengatur kelompok tersebut di

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi S1 Ilmu

Untuk membuat objek pada WebGL, yang pertama kali dilakukan adalah dengan menentukan vertex dari objek dan disimpan pada sebuah array. Lalu dengan menggunakan

Agar dapat menentukan zona gempa yang tepat untuk mengaplikasikan dinding geser, maka harus dilakukan perhitungan gaya gempa terlebih dahulu. Karena belum adanya standar

Renstra Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018-2023 disusun dengan maksud untuk menjabarkan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan, terutama

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa peneliti menggunakan teori semiotika dari John Fiske untuk penelitian ini karena setiap level yang dipaparkan oleh

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke