• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KINERJA IRIGASI TETES PADA TANAH LATOSOL DENGAN BUDIDAYA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KINERJA IRIGASI TETES PADA TANAH LATOSOL DENGAN BUDIDAYA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

109

KAJIAN KINERJA IRIGASI TETES PADA TANAH LATOSOL DENGAN

BUDIDAYA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.)

(Drip Irrigation Performance Assessment In Latosol Soil Caisim (Brassica juncea L.)

Cultivation)

Hotlin Dermawati Apriani

1*

, Sumono

1

, Sulastri Panggabean

1

1)Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian USU

Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155 *Email : olin_gaol@yahoo.com

Diterima tanggal : 29 September 2014/Disetujui tanggal 30 Oktober 2014

ABSTRACT

Drip irrigation is needed in the efficient use of water for the plant and also attention is needed for its performance. The study was aimed to determine the performance of drip irrigation on Latosol soil with and without Caisim plants (Brassica juncea L.). Parameters measured were soil physical properties, evapotranspiration, field capacity, emission uniformity, drip irrigation efficiency, and Caisim (Brassica juncea L.) dry weight. The results showed that Latosol soil had clayey loam

texture with a bulk density value of 1,05 g/cm3, particle density of 2,5 g/cm, porosity of 58,07% and a water content of

36,67% field capacity, evapotranspiration in the early phase was 1,11 mm/day, in the middle phase was 1,91 mm/day, and in the final phase was 1,18 mm/day, the average emission uniformity was 91,86%, the efficiency of use of irrigation in the final phase of plant growth was 100% on the ground with or without plants. Irrigation storage efficiency value at the end of the growth phase on soil with plants was 49,28% and was 15,42% on soil without plants, Caisim had an average dry weight of 1,65 grams and a water content of 87,66%.

Keywords: caisim, drip irrigation, efficiency, latosol soil, performance

PENDAHULUAN

Air adalah sumber kehidupan bagi seluruh mahkluk hidup. Pada tanaman, air merupakan hal yang sangat menentukan kualitas dari tanaman. Metode pemberian air pada permukaan tanah dalam bentuk percikan, seperti hujan biasa, disebut penyiraman. Metode pemberian air seperti ini dimulai sekitar tahun 1900. Pertanian sistem irigasi siraman yang pertama adalah perkembangan dari penyiraman terbatas pada tanaman sayur-sayuran, kebun bibit dan kebun buah-buahan (Hansen dkk, 1992)

Irigasi siraman dipergunakan di daerah lembah sebagai metode pemberian air tambahan. Kebanyakan sistem ini adalah instalasi pipa stasioner yang di atasnya diberi perforasi, atau sistem di atas pohon (overtree) stasioner dengan penyiram yang berputar. Sistem tersebut biaya pemasangannya mahal tetapi cukup mudah untuk dioperasikan. Irigasi siraman telah digunakan pada semua jenis tanah dengan topografi dan kemiringan yang berbeda untuk berbagai tanaman (Hansen dkk, 1992).

Diperlukan pengembangan penggunaan irigasi siraman pada pertanian Indonesia. Selain memiliki efisiensi yang tinggi, dapat mengemat

penggunaan air, dan bagi tanaman sendiri dapat menghindari serangan penyakit yang dapat dibawa oleh media air. Sistem irigasi siraman yang paling efisien adalah irigasi tetes (drip

irrigation). Pada hakikatnya irigasi tetes sangat

sesuai diterapkan pada berbagai jenis dan kondisi lahan, air yang sangat terbatas, iklim yang kering, dan untuk tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (Lyon and Buckman, 1982).

Tanah Latosol merupakan jenis tanah yang banyak digunakan dalam budidaya pertanian. Tanah ini mempunyai sifat fisik (struktur) yang baik tetapi berkemampuan rendah untuk menahan kation (sangat mirip dengan tanah berpasir), bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai gumpal dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan mineralogi bahan induknya, drainase, umur dan keadaan iklimnya, dan membutuhkan pemberian pupuk yang agak sering. Berdasarkan sifatnya, budidaya pertanian pada tanah Latosol cukup sesuai untuk tanaman hortikultura seperti tanaman Caisim (Brassica juncea L.) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, dan dengan sistem irigasinya melalui irigasi tetes (Hakim dkk, 1986).

(2)

110 Caisim (Brassica juncea L.) adalah tanaman sejenis sawi namun berukuran lebih kecil, dengan kadar air, vitamin, dan mineral yang tinggi dengan rasa yang khas dan cocok untuk tambahan pada makanan berkuah seperti mie ayam. Dari segi pembudidayaan, tanaman ini dapat dibudidayakan pada dataran rendah dan tinggi, sesuai pada hampir setiap jenis tanah, dan mudah dalam perawatan. Tanaman Caisim dapat tumbuh baik pada tanah Latosol. Tanaman Caisim, selain dapat dibudidayakan pada tanah Latosol juga sangat sesuai dalam pemberian airnya dengan irigasi tetes yang mempunyai efisiensi tinggi (≥ 75%) dan tanaman Caisim mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Kinerja irigasi tetes pada budidaya tanaman Caisim yang ditanam pada tanah Latosol dapat dinilai melalui keefektifan irigasi tetes tersebut.

Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command

area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam

yang direncanakan. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. (Sumaryanto dkk, 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja irigasi tetes pada tanah Latosol dengan vegetasi tanaman Caisim (Brassica juncea L.) dan tanpa vegetasi.

METODOLOGI

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman Caisim (Brassica juncea L.), tanah Latosol, lem pipa, selang, polybag, pupuk, air, kayu, serta data primer. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah drum penampung, infuse sebagai emitter,

elbow, dob, kran air, pipa PVC berdiameter 0,5”

dan 1”, wadah penampung (cup), ring sample, tensiometer, oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, meteran, gergaji, bor, kalkulator, komputer dan stopwatch.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan observasi lapangan analisis data untuk mengetahui efisiensi irigasi tetes (drip

irrigation) dengan memakai emitter dari selang

infus pada tanaman caisim (Brassica juncea L.). Penelitian menggunakan data primer yaitu data yang akan didapatkan di lapangan. Selanjutnya dilakukan analisis data secara kuantitatif yaitu melakukan pengkajian berdasarkan data yang dapat diukur dengan angka-angka.

Jaringan irigasi dirancang dengan membuat drum penampung dari tabung biasa yang dihubungkan dengan sumber air, lalu disambung pipa PVC 1 inci sebagai pipa utama (mainline) secara vertikal dengan drum penampung dan pipa utama dengan pipa pembagi (manifold), dimana manifold memiliki ukuran yang sama dengan mainline sebanyak 2 pipa, dengan jarak antar lateral sama. Pipa lateral merupakan pipa PVC berdiameter 0,5 inci lalu dibuat 12 lubang pada masing-masing pipa lateral dengan jarak tiap lubang 40 cm kemudian dipasang emitter (infus) pada setiap lubang pada pipa lateral sebagai emitter alternatif dan dilakukan pengisian air pada drum penampung hingga penuh dan dijaga agar ketinggian air dalam drum/tangki konstandan terakhir dilakukan pengujian debit air yang keluar dari emitter dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Tanah Latosol yang sudah diayak dengan ayakan 10 mesh dimasukkan kedalam 24 polibag yang berdiameter 20 cm lalu dipadatkan dengan pemberian air kemudian tanaman caisim ditanam langsung pada polybag yang akan digunakan hingga berumur 30 hari pada 12 polybag dan 12 polybag lagi tanpa tanaman. Masing-masing emitter diletakkan pada 24 polibag. Kebutuhan air tanaman sawi dihitung menggunakan rumus sehingga dapat dihitung waktu penyiraman tanaman pada masing-masing fase pertumbuhan. Dibudidayakan caisim dengan melakukan pemupukan dua kali seminggu saat tanaman sudah berumur 10 hari hingga tanaman berumur 30 hari dan pemberian pestisida dilakukan dengan cara disemprot setiap hari.

Nilai efisiensi penyimpanan dan pemakaian diukur pada fase pertumbuhan akhir. Efisiensi pemakaian dihitung dengan membandingkan jumlah air yang diterima dikurangi besarnya perkolasi dengan jumlah air yang diterima tanaman. Efisiensi penyimpanan dihitung dengan mengukur besarnya kadar air awal tanah, kadar air setelah pemberian air irigasi dan kadar air kapasitas lapang.

Sifat fisik tanah Latosol diukur menggunakan polibag yang disiram secara manual pengukuran dilakukan dilaboratorium

dengan membawa sampel tanah menggunakan ring sampel. Sifat yang diukur yaitu bulk density, particle density, porositas, tekstur tanah, dan kadar air kapasitas lapang.

Produksi tanaman diukur setelah 40 hari saat tanaman siap panen. Tanaman diambil pada bagian batang dan daun kemudian diovenkan selama ± 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian

(3)

111 Parameter Penelitian

1. Sifat-sifat Fisik Tanah

Dilakukan analisis kerapatan massa (bulk

density), kerapatan partikel (particle density),

porositas, serta kadar air kapasitas lapang pada tanah Latosol dengan persamaan

B

=

Mp Vt …………..………(1)

P

=

౦………..(2) Porositas Total = ቀ1 −୆ౚ ୔ౚቁ x 100%...(3) Dimana :

Bୢ = Kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)

Mp = Massa padatan tanah (g)

Vt = Volume total tanah (cm3)

(Foth, 1994)

P = Kerapatan partikel (particle density) (g/cm3)

Vp = Volume partikel tanah (cm3)

(Dingus, 1999).

dan dilakukan analisis tekstur tanah di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi dihitung dengan mengunakan persamaan

ETc = Kc .

ET0………....(4)

Keterangan :

ETc = evapotranspirasi tanaman(mm/hari)

ET0 = evapotranspirasi rujukan (mm/hari)

Kc = koefisien tanaman

(Yunus, 2004).

Evapotranspirasi yang dihitung berdasarkan nilai evaporasi yang diukur dengan

evapopan dikalikan dengan koefisien panci

sebesar 0,7 .

3. Kapasitas lapang

Kapasitas lapang diukur terlebih dahulu dengan menjenuhkan tanah kemudian dibiarkan menetes hingga penetesan air berhenti. Kadar air kapasitas lapang diukur secara gravimetric. 4. Perkolasi

Perkolasi dapat dihitung melalui banyaknya air yang ditampung keluar dari polybag setelah penyiraman dengan persamaan

ߩ =

௛భି௛మ

௧మି௧భ………...(5) dimana :

h1 = tinggi air awal (m)

h2 = tinggi air akhir (m)

t1 = waktu awal (s)

t2 = waktu akhir (s)

(Soemarto, 1995).

5. Debit air rata-rata keluaran

Debit air dapat dihitung dengan menampung air yang mengalir (keluar) melalui

emitter pada suatu wadah per satuan waktu (1

jam) pada tiap emiternya, kemudian dihitung debit air rata-rata dari seluruh emmiter.

6. Keseragaman Pemakaian Air

Keseragaman pemakaian air dihitung dengan persamaan

C

=

(௤భ మା௤ା⋯ା௤೙మି௡௤ത)భ/మ ௤ത(௡ିଵ)భమ ………..……(6) EU = 100 ൬1,0 −ଵ,ଶ଻ඥேܥ௩൰ொ೘೔೙ೌೡ೐……….(7) Dimana :

Cv = koefisien variasi pembuatan

q1, q2, …, qn = debit dari alat penetes (l/h)

q = rata-rata jumlah debit dari alat penetes (l/h)

n = total alat penetes

EU = emission uniformity dalam persen Ne = banyaknya emitter point source per

titik penetes; jarak antara tanaman dibagi atas panjang unit lateral digunakan untuk menghitung Cv atau 1,untuk emitter line source.

Cv = koefisien variasi pembuatan untuk

emitter point dan line source Qmin = debit minimum laju emitter pada

sistem (l/h)

Qave = debit rata-rata atau desain emitter

(l/h) (James, 1988).

7. Efisiensi Irigasi Tetes

Efisiensi irigasi tetes meliputi efisiensi pemakaian (Ea) yang ditentukan dengan membandingkan volume air irigasi yang ditampung (volume air yang disalurkan dikurangi volume air rembesan) dengan volume air irigasi yang disalurkan (volume air yang berkurang pada drum penampung), efisiensi penggunaan (Eu) yang ditentukan dengan cara membandingkan, dihitung dengan menggunakan persamaan (Hansen, dkk., 1992)

Eୟ=୛ x 100%...(8) Eୱ=୛౩ x 100%...(9) dimana :

Ea = Efisiensi pemakaian air (%)

Ws = Air yang ditampung dalam tanah

daerah akar selama pemberian air (m3)

Wf = Air yang disalurkan (m3)

Ea = Efisiensi pemakaian air (%)

Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran

(4)

112 8. Kecukupan Air Irigasi

Dilakukan analisis kecukupan air irigasi dengan menggambar hubungan antara ketinggian air infiltrasi dengan persentase kumulatif lahan.

9. Berat kering tanaman Caisim (Brassica

juncea L.)

Dilakukan analisis berat kering tanaman Caisim (Brassica juncea L.) dengan membandingkan berat awal tanaman Caisim (Brassica juncea L.) setelah dipanen dikurang dengan berat kering tanaman Caisim (Brassica

juncea L.) setelah diovenkan dengan berat kering

tanaman Caisim (Brassica juncea L.) setelah diovenkan dikali 100 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat Fisik Tanah

Tanah merupakan sistem tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase padat terdiri dari bahan organik atau mineral tanah meliputi pasir, debu, dan liat. Fase cair adalah kandungan air dalam tanah, dan fase gas adalah udara yang terdapat dalam tanah. Beberapa sifat fisik tanah antara lain kadar air tanah, tekstur dan struktur tanah yang merupakan sifat utama fisik tanah.

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah atau dapat juga diartikan sebagai perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir yang terkandung dalam tanah. Hasil analisa tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tanah Latosol yang digunakan memiliki tekstur Lempung Berliat. Diperoleh bahwa kandungan yang terdapat pada tanah Latosol yang digunakan yaitu pasir 43,38%, debu

22,00%, dan liat 34,72% dengan kandungan C-Organik 031%. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2009) yang menyatakan bahwa proporsi fraksi tanah untuk kelas tekstur tanah lempung berliat (clay loam) adalah pasir 20-45%, debu 15-53%, dan liat 27-40%.

Tabel 1. Hasil Analisis Tekstur Tanah

Tekstur Persentase (%) Pasir 43,28 Debu 22,00 Liat 34,72 Bahan Organik 0,31

Keterangan : Berdasarkan segitiga USDA tekstur tanah yang didapat adalah Lempung Berliat

Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas

Hasil analisis kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas pada tanah Latosol dapat dilihat pada Tabel 2 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai bulk density (kerapatan massa) pada tanah Latosol adalah sebesar 1,05 gram/cm3. Hal

ini sesuai dengan literatur Dingus (1999) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur lempung berliat memiliki kerapatan massa tanah sebesar 1,0 – 1,5 gram/cm3.

Nilai particle density (kerapatan partikel) pada tanah Latosol sebesar 2,5 gr/cm3. Hal ini

disebabkan penelitian ini menggunakan tanah yang sudah terganggu. Hasibuan (2011) menyatakan pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,6 – 2,7 g/cm3. Nilai porositas pada tanah Latosol sebesar

58,07 %. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995), nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2.

Tabel 2.Nilai Bulk Density, Particle Density, dan Porositas Tanah Latosol

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang hilang dari tanaman dan tanah sekitar tanaman akibat penguapan dan biasanya disebut kebutuhan air tanaman agar tanaman tetap bisa

tumbuh. Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan nilai evapotranspirasi aktual tanaman.

Dari Tabel 3 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa evapotranspirasi tertinggi terjadi pada fase tengah dengan evapotranspirasi aktual sebesar 1,91 mm/hari dan yang terendah fase Ula ngan Kerapatan massa (g/cm3) Kerapatan partikel (g/cm3) Porositas (%)

1 1,11 2,63 57,71 2 1,01 2,38 57,47 3 1,01 2,38 57,47 4 1,06 2,63 59,62 Rata-Rata 1,05 2,50 58,07

(5)

113 awal dengan evapotranspirasi aktual sebesar 1.11 mm/hari. Fase awal merupakan yang terendah dikarenakan nilai ݇ pada fase awal merupakan nilai terkecil sebesar 0,3 karena pada fase ini merupakan fase yang membutuhkan air paling sedikit pada pertumbuhan awal dan penguapan yang dilakukan tanaman kecil, sedangkan fase tengah merupakan yang tertinggi dikarenakan nilai ݇ pada fase tengah merupakan nilai tertinggi sebesar 1,2 karena pada fase ini membutuhkan air paling besar karena merupakan fase pertumbuhan maksimal untuk pertumbuhan tanaman dan penguapan yang dilakukan tanaman besar.

Sesuai dengan hasil penenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Simangunsong (2013) bahwa kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan yaitu 7,45 mm/hari dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan yaitu 1,86 mm/hari. Namun perbedaan nilai yang didapat diakibatkan oleh perbedaan jenis tanah yang digunakan, bibit Caisim yang digunakan, keadaan lingkungan (seperti intensitas matahari, kecepatan angin dan suhu lingkungan), lokasi dilakukannya penelitian yaitu di rumah kassa, dan waktu dilakukannya penanaman.

Tabel 3. Evapotranspirasi Aktual Fase tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien panci evapopan (k) Evaporasi potensial (Et0) (mm/hari) Koefisien tanaman (kc)*) Evapotranspirasi (ETc) (mm/hari) Fase Awal (0-15 hari) 5.28 0,7 3,70 0,3 1,11 Fase Tengah (16- 30 hari) 2.27 0,7 1,59 1,2 1,91 Fase Akhir (31- 45) 3.18 0,7 2,26 0,6 1,18

*)(Kumar dalam Allen, 2011).

Perkolasi

Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi perkolasi.

Kadar Air Kapasitas Lapang

Rata-rata kadar air pada kapasitas lapang dari setiap sampel sebesar 36,67%. Nilai ini digunakan sebagai acuan (batas atas) pemberian air irigasi dalam menghitung efisiensi penyimpanan air pada tanaman.

Debit Air Rata-Rata Keluaran

Hasil pengukuran debit air yang keluar dari setiap infuse dari tiap lateral dapat dilihat pada Tabel 4 Dari Tabel 4 dapat dilihat debit air terbesar yaitu pada Emmiter ke 2 dan 10 lateral 1 sebesar 10,31 l/jam dan yang terendah pada

Emmiter ke 9 lateral 2 sebesar 9,30 l/jam dan

debit rata-rata keluaran sebesar 9,86 l/jam.

Tabel 4. Debit Air Rata-Rata Keluaran Emitter Debit rata-rata (l/jam)

Lateral 1 Lateral 2 1 10,06 9,98 2 10,31 10,07 3 9,84 10,06 4 10,23 9,80 5 10,02 9,46 6 9,98 9,71 7 9,93 9,79 8 9,92 9,64 9 9,81 9,30 10 10,31 9,50 11 10,17 9,55 12 9,48 9,80 Rata-rata 9,86

Sumarna (1998) menyatakan bahwa air dikeluarkan melalui penetes dalam debit air yang 0 0.5 1 1.5 2 2.5

Fase Awal fase Tengah Fase Akhir

E va po tr an sp ira si m m /h ar i

(6)

114 rendah secara konstan dan kontinu, kondisi ini tergantung pada tekanan dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan. Tabel 4 menunjukkan ada perbedaan debit yang keluar dari setiap emmiter. Hal tersebut sesuai dengan literatur Michael (1978) yang menyatakan bahwa secara hidraulik, variasi tekanan sepanjang sebuah pipa lateral akan menyebabkan aliran

emitter yang bervariasi sepanjang pipa lateral

dan dan variasi tekanan pada pipa sub utama akan menyebabkan variasi aliran pada pipa lateral (pada setiap pipa lateral) sepanjang pipa sub utama. Emitter yang biasanya paling banyak digunakan dan juga diasumsikan aliran turbulensi pada pipa lateral.

Keseragaman Pemakaian Air

Nilai keseragaman pemakaian air dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 keseragaman paling besar terjadi pada Lateral 1 sebesar 91,89% dan yang terkecil pada Lateral 2 sebesar 91,84% dengan rata-rata sebesar 91,86%. Nilai ini sangat tinggi karena seharusnya keseragaman irigasi tetes lebih dari 90%. Hal ini sesuai dengan literatur Merriem dkk (1981) Irigasi tetes yang ideal adalah setiap emiter akan membagikan air yang sama dalam waktu yang sama bagi setiap tanaman yang diairi. Keseragaman distribusi air masih dianggap baik apabila mempunyai nilai keseragaman distribusi air lebih besar dari 90%.

Tabel 5. Keseragaman Pemakaian Air

Qmin (l/jam)

Qave (l/jam) Cv Keseragaman Emisi (%)

Lateral 1 9,48 10,01 0,024 91,89

Lateral 2 9,30 9,72 0,032 91,84

Rata-Rata 9,39 9,86 0,028 91,86

Efisiensi Irigasi Tanaman

Efisiensi pemakaian dan penyimpanan air irigasi tetes pada fase akhir pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai efisiensi pemakaian irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman tergolong tinggi yaitu 100% pada tanah dengan tanaman maupun tanpa tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa air yang tersimpan di daerah perakaran tanaman sama dengan volume

air irigasi yang disalurkan sehingga tidak terjadi perkolasi. Hal ini sesuai dengan literatur Saprianto dan Nora (1999) yang menyatakan bahwa irigasi tetes merupakan salah satu cara pemberian air pada tanaman yang terdiri dari pipa-pipa lateral dan emitter. Penggunaan irigasi ini sangat efektif bagi pemberian air karena air yang disalurkan langsung dipakai pada daerah perakaran tanaman. Efisiensi irigasi ini juga cukup tinggi yakni dapat mencapai di atas 90%. Tabel 6. Efisiensi Pemakaian (Ea) dan Penyimpanan Air (Es) Irigasi Tetes Akhir Pertumbuhan Tanaman

Sebelum penyiraman Sesudah penyiraman

Kapasitas lapang (%) Ketebalan (mm) Ea (%) Es (%) KA (%) Ketebalan (mm) KA (%) Ketebalan (mm) Tanaman 27,10 14,23 31,74 16,66 36,67 19,25 100 49,28 Tanpa tanaman 20,03 10,53 30,03 11,82 36,67 19,25 100 15,42

*Ea adalah efisiensi pemakaian *Es adalah efisiensi penyimpanan

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai efisiensi penyimpanan irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman tergolong rendah pada tanah dengan tanaman yaitu 49,28% dan pada tanah tanpa tanaman yaitu 15,42%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah dengan tanaman air dan pada tanah tanpa tanaman air yang diberikan belum memenuhi kapasitas

lapang tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen dkk (1992) yang menyatakan bahwa konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi dan dapat memenuhi kebutuhan air tanaman. Efisiensi penyimpanan air irigasi penting untuk

(7)

115 mengetahui apabila air yang disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi tidak memadai, menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.

Efisiensi penyimpanan dan pemakaian irigasi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Nilai efisiensi pemakaian yang tinggi tidak menjamin bahwa nilai efisiensi penyimpanan juga akan tinggi. Hal ini menunjukkan sekalipun tanah dapat menerima 100% air yang diberikan oleh emitter namun jumlah air belum mencapai kapasitas lapang. Hal ini juga akan mempengaruhi nilai produksi tanaman yang dibudidayakan.

Kecukupan Air Irigasi

Kecukupan air irigasi adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai keadaan kapasitas lapang dan memenuhi evapotranspirasi setiap harinya. Dari hasil efisiensi penyimpanan irigasi tetes pada fase akhir pertumbuhan (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman pada tanah dengan tanaman dan tanpa tanaman, dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kecukupan Air Irigasi Fase Akhir Pertumbuhan Gambar 2 menunjukkan efisiensi

penyimpanan irigasi pada tanah dengan tanaman dan pada tanah tanpa tanaman belum cukup atau belum mencapai kapasitas lapang. Hal ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan air tanaman yang kurang tepat akibat perubahan cuaca yang selalu berubah. Perhitungan kebutuhan air (ETc) untuk hari berikutnya

ditentukan berdasarkan data ETc pada hari

sebelumnya yang kondisinya tidak sama. Hal ini sesuai dengan literatur Sosrodarsono dan Takeda (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfer), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.

Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)

Berat kering tanaman dihitung untuk mengetahui produktivitas tanaman. Berat kering tanaman sawi yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 rata-rata berat 13,5 gram dan kadar air 87,66%. Menurut KEPMENTAN No. 253/kpt/TP.240/5/2000 pada kemasan benih jenis Tosakan bobot per tanaman dapat mencapai berat 150 – 200 gram. Berat

tanaman Caisim yang dihasilkan masih jauh dari kondisi ideal, karena efisiensi penyimpanan air irigasi masih sangat rendah di bawah kapasitas lapang.

Tabel 7. Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica

juncea L.) Tanaman Berat caisim (g) Berat kering (g) Kadar air (%) 1 10 1,1 89 2 20 2,2 89 3 15 2,16 85,6 4 15 1,74 88,4 5 9 1,30 85,56 6 12 1,39 88,42 Rata-Rata 13,5 1.65 87,66 Kondisi kapasitas lapang tanah merupakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman semusim, yang dapat memenuhi kebutuhan evapotranpirasi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Soewarno (2000) yang menyatakan bahwa evapotranspirasi tanaman (corp

evapotranspiration, corp water requirement, consumptive use, consumptive water requirement, ETc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi kekurangan air. Dengan kata lain adalah tebal air yang digunakan untuk tanaman supaya hidup. 0 50 100 150 0-5 cm 6-10cm 11-15 cm 16-20 cm P er se nt as e E fis ie ns i P en yi m pa na n Tanaman Tanpa Tanaman % Kapasitas Lapang

(8)

116 Hakim dkk (1986) menyatakan bahwa banyaknya pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebih mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memperburuk aerasi tanah.

KESIMPULAN

1. Tanah Latosol bertekstur Lempung Berliat dengan nilai bulk density (kerapatan massa) 1,05 gram/cm3, nilai particle density

(kerapatan partikel) 2,5 gr/cm3, nilai

porositas sebesar 58,07% dan nilai kadar air kapasitas lapang sebesar 36,67%. 2. Evapotranspirasi tertinggi terjadi pada fase

tengah sebesar 1,91 mm/hari dan yang terendah pada fase awal sebesar 1.11 mm/hari.

3. Keseragaman paling besar terjadi pada Lateral 1 sebesar 91,89% dan yang terkecil pada Lateral 2 sebesar 91,84% dengan rata-rata sebesar 91,86%

4. Nilai efisiensi pemakaian irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman 100% pada tanah dengan tanaman maupun tanpa tanaman. Nilai efisiensi penyimpanan irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tanaman 49,28% dan tanah tanpa tanaman 15,42%. 5. Berat basah tanaman Caisim rata-rata 13,5

gram dan kadar air 87,66%.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, 2011. Vegetative Compatibility. CSIRO Publisher, Australia,

Dingus, D. D., 1999. Soil Science. Prentice Hall, California.

Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung, Lampung. Hanafiah, K. A., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.

Rajawali Press, Jakarta.

Hansen, V. E., O. W. Israelsen, dan G. E. Stringham, 1992. Dasar – Dasar dan

Praktek Irigasi Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, B. E., 2011. Ilmu Tanah. USU Press, Islami, T., dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

James, L. G., 1988. Principles of Farm Irrigation

System Design. John Wiley & Sons,

Inc.,Kanada.

Lyon, L. and H. O. Buckman, 1947. The Nature

and Properties of Soil. The Macmillan

Company, New York.

Merriam, J. L., M. N. Shearer, and C. M. Burt, 1981. Evaluating Irrigation System and

Practices. ASAE St. Joseph, Michigan

Michael, A. M., 1978. Irrigation. Vikas Publishing House PVT LTP, New Delhi.

Saprianto dan H. T. Nora, 1999. Efisiensi Penggunaan Air pada Sistem Irigasi Tetes dan Curah. Jurnal Keteknikan Pertanian, Vol.13 No. 7

Simangunsong, F. T., 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Sawi (Brassica juncea) pada Tanah Inceptisol Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian Vol. 2 No. 1 Soemarto, 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga,

Jakarta

Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional Ed-1. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sosrodarsono, S. dan K. Takeda, 2003. Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradya Paramita, Jakarta.

Sumarna, A., 1998. Monograf No. 9, Tahun 1998. Irigasi Tetes Pada Budidaya Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. Sumaryanto, M. Siregar, D. Hidayat, dan M.

Suryadi, 2006. Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Upaya Perbaikannya. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Yunus, Y., 2004. Tanah dan Pengolahan. CV Alfabeta, Bandung.

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Tekstur Tanah  Tekstur  Persentase (%)  Pasir  43,28  Debu  22,00  Liat  34,72  Bahan  Organik     0,31
Gambar 1. Evapotranspirasi pada Fase Pertumbuhan Tanaman
Tabel  6.  Efisiensi  Pemakaian  (Ea)  dan  Penyimpanan  Air  (Es)  Irigasi  Tetes  Akhir    Pertumbuhan  Tanaman
Gambar 2. Kecukupan Air Irigasi Fase Akhir Pertumbuhan  Gambar  2  menunjukkan  efisiensi

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha pemanfaatan limbah pertanian atau industri pertanian untuk mencari alternatif baru dalam pengadaan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) konstruk kinerja sekolah yang dikembangkan berdasarkan penilaian peserta didik (customer), memiliki empat dimensi, yaitu:

Skils assessment indicator include directing students to show achievement of learning outcomes, project task according student progress, time frame of work, rubric

Dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan saran, motivasi, bimbingan serta kritik dari awal sampai tersusunya skripsi

Penelitian dilakukan pada 31 responden yang bekerja sebagai pembimbing praktikum (dosen dan Pranata Laboratorium) di PSIK UR Pengolahan data menunjukkan hasil

Tiga pasang kaki berikutnya, disebut kaki jalan yang selain berfungsi untuk berjalan saat kepiting bakau berada di darat, juga berfungsi dalam proses reproduksi, terutama

Dari seluruh jumlah pemilih pemula di Desa Kismoyoso, yaitu 439 responden, yang pernah melihat tayangan acara terkait kampanye partai politik hampir setengahnya berjumlah