LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
DI
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
OLEH:
TRI WARDHANA KESUMA, S. Farm 093202072
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh:
Tri Wardhana Kesuma, S. Farm 093202072
RSUP. H. Adam Malik Medan
Pembimbing,
Dr. Rosidah, M. Si., Apt. Drs. Robert Manalu, Apt. NIP 195103261978022001 NIP 195404271985011003
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi (PKP) Apoteker di RSUP. H. Adam Malik Medan. Ucapan terima kasih
tak terhingga penulis sampaikan kepada ibunda tercinta Syamsiar rangkuti,
ayahanda Supianto Kesuma, kepada kakak tercinta Miki Muliani, kepada istri
tersayang Lucky Anisa, kepada Bunda tercinta Desmawati, kepada teman-teman
mahasiswa apoteker yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril
kepada penulis.
Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama
melakukan PKP di RSUP H. Adam Malik Medan. Selama melaksanakan Praktek
Kerja Profesi penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak berupa
bimbingan, arahan dan masukan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Djamaluddin Sambas, MARS., selaku Direktur Utama RSUP
H. Adam Malik Medan.
2. Bapak Dr. M. Nur Rasyid Lubis, Sp.B.FINA.CS., selaku Direktur SDM dan
Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Ibu Drg. Tinon Resphati, M.Kes., selaku Direktur Umum dan Operasional
RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Bapak Dr. Azwan Hakmi Lubis, Sp.A., M.Kes., selaku Direktur Medik dan
Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan.
5. Bapak Drs. Bastian, MM., selaku Direktur Keuangan RSUP H. Adam Malik
6. Ibu Dra. Hj. Isma Sani Pane, Msi., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSUP H. Adam Malik Medan.
7. Ibu Dra. Nurminda Silalahi, Msi., Apt., selaku Kepala Pokja Farmasi Klinis
RSUP. H. Adam Malik Medan.
8. Drs. Robert Manalu, Apt., dan Ibu Dr. Rosidah, MSi., Apt., selaku
Pembimbing Praktek Kerja Profesi.
9. Ibu Dra. Ratna Panggabean, Apt., selaku Kepala Instalasi Gas Medis RSUP
H. Adam Malik Medan.
10. Bapak Drs. Parlaungan Butar-butar, MM., Apt., selaku Kepala Instalasi
CSSD RSUP H. Adam Malik Medan.
11. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU.
12. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt. selaku Koordinator Program Pendidikan
Apoteker Fakultas Farmasi USU.
13. Seluruh Apoteker, Asisten Apoteker, Staf Instalasi Farmasi, Dokter dan
Perawat RSUP H. Adam Malik Medan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
Laporan Praktek Kerja Profesi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi rumah sakit dan dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Medan, September 2010 Penulis,
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) farmasi rumah sakit di RSUP
H. Adam Malik Medan. PKP ini bertujuan untuk memberikan pembekalan,
keterampilan dan keahlian kepada calon apoteker dalam mengelola perbekalan
farmasi di rumah sakit dan melihat secara langsung peran apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di rumah sakit. PKP ini dilaksanakan pada tanggal 7 April
2010 sampai 5 Mei 2010 dengan jumlah jam efektif 7 jam per hari. Kegiatan PKP
di rumah sakit meliputi melihat fungsi dan tugas rumah sakit dalam pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, melihat peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengetahui peran
apoteker dalam mengelola perbekalan farmasi mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat kepada pasien serta pelayanan kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien, melakukan peninjauan ke depo-depo farmasi dan
apotek untuk melihat sistem distribusi obat dan perbekalan kesehatan kepada
pasien di rumah sakit, melakukan visite ke ruang rawat inap terpadu B1 anak
untuk memberikan informasi dan konseling kepada pasien. Melaksanakan
pelayanan Informasi Obat (PIO) pada pasien rawat jalan di apotek II. Selain itu
juga melakukan peninjauan ke Instalasi Central Sterilized Supply Department
(CSSD) untuk melihat sistem sterilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan dan
Instalasi Gas Medis di RSUP H. Adam Malik Medan. Peninjauan ke gas medis
dilakukan untuk melihat kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian untuk pasien yang membutuhkan. Peninjauan
juga dilakukan ke Pencampuran Obat Kemoterapi di mana selain melihat juga ikut
terlibat langsung dalam pencampuran obat kemoterapi, serta juga bekerja sama
dengan Instalasi PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit)
2.4 Formularium Rumah Sakit ... 16
2.5.2 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR) ... 47
BAB III TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN ... 52
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan .... 52
3.1.1 Fungsi RSUP H. Adam Malik Medan ... 53
3.2.5.1 Depo IGD Farmasi ... 76
3.2.5.2 Depo Farmasi Rindu A... 77
3.2.5.3 Depo Farmasi Rindu B... 77
3.2.5.4 Depo Farmasi CMU Lantai III ... 78
3.3 Instalasi Cental Sterilized Supply Department (CSSD) ... 78
3.4 Instalasi Gas Medis ... 81
BAB IV PEMBAHASAN ... 85
4.1 Formularium ... 85
4.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 85
4.2.1 Pokja Farmasi Klinis ... 85
4.2.2 Pokja Perencanaan dan Evaluasi ... 90
4.2.3 Pokja Perbekalan ... 92
4.2.4 Apotek ... 93
4.2.5 Depo Farmasi ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
5.1 Kesimpulan ... 95
5.2 Saran ... 97
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan ... 56
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
RSUP H. Adam Malik Medan ... 62
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Instalasi Central Sterilized Supply
Departement (CSSD) RSUP H. Adam Malik Medan ... 79
Gambar 3.4 Struktur Organisasi Instalasi Gas Medis
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) farmasi rumah sakit di RSUP
H. Adam Malik Medan. PKP ini bertujuan untuk memberikan pembekalan,
keterampilan dan keahlian kepada calon apoteker dalam mengelola perbekalan
farmasi di rumah sakit dan melihat secara langsung peran apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di rumah sakit. PKP ini dilaksanakan pada tanggal 7 April
2010 sampai 5 Mei 2010 dengan jumlah jam efektif 7 jam per hari. Kegiatan PKP
di rumah sakit meliputi melihat fungsi dan tugas rumah sakit dalam pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, melihat peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengetahui peran
apoteker dalam mengelola perbekalan farmasi mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat kepada pasien serta pelayanan kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien, melakukan peninjauan ke depo-depo farmasi dan
apotek untuk melihat sistem distribusi obat dan perbekalan kesehatan kepada
pasien di rumah sakit, melakukan visite ke ruang rawat inap terpadu B1 anak
untuk memberikan informasi dan konseling kepada pasien. Melaksanakan
pelayanan Informasi Obat (PIO) pada pasien rawat jalan di apotek II. Selain itu
juga melakukan peninjauan ke Instalasi Central Sterilized Supply Department
(CSSD) untuk melihat sistem sterilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan dan
Instalasi Gas Medis di RSUP H. Adam Malik Medan. Peninjauan ke gas medis
dilakukan untuk melihat kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian untuk pasien yang membutuhkan. Peninjauan
juga dilakukan ke Pencampuran Obat Kemoterapi di mana selain melihat juga ikut
terlibat langsung dalam pencampuran obat kemoterapi, serta juga bekerja sama
dengan Instalasi PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan
adalah suatu alat, tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (Undang-Undang
Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Selain itu, fasilitas
pelayanan kesehatan juga dapat dipergunakan untuk kepentingan pendidikan,
pelatihan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan. Sesuai dengan uraian di atas, fasilitas kesehatan meliputi balai
pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), rumah sakit umum, rumah
sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik
sakit, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium
kesehatan, sekolah kesehatan dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan
dan sarana kesehatan lainnya (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004
pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Tuntutan pasien dan masyarakat
akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari
paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan
filosofi Pharmaceutical Care (asuhan kefarmasian).
Asuhan kefarmasian menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia tahun
2004, merupakan proses perbaikan yang berkesinambungan dalam proses
kolaborasi antara farmasis dan tenaga kesehatan lainnya dengan pasien untuk
mencapai tujuan terapi optimal bagi pasien. Menghormati hak-hak azasi pasien,
menjaga kerahasiaan, melaksanakan kode etik dan menghargai kemampuan
tenaga kesehatan yang terlibat merupakan syarat mutlak dalam melaksanakan
proses kolaborasi tersebut. Karena itu, farmasis sebagai salah satu professional
kesehatan menghadapi tantangan yang berat untuk dapat memecahkan berbagai
permasalahan dalam sistem pelayanan kesehatan modern dan mengembangkannya
sesuai dengan perkembangan sistem.
Empat pilar yang disyaratkan WHO untuk pelaksanaan Good Pharmacy
Practice adalah :
1. Farmasis harus peduli terhadap kesejahteraan pasien dalam segala situasi
2. Kegiatan inti farmasi adalah menyediakan obat, produk pelayanan
kesehatan lain, menjamin kualitas, informasi dan sarana yang memadai
kepada pasien, dan memonitor penggunaan obat yang digunakan pasien.
3. Bagian integral farmasis adalah memberikan kontribusi dalam
peningkatan peresepan yang rasional.
4. Tujuan tiap pelayanan farmasis yang dilakukan harus sesuai untuk setiap
individu, didefinisikan dengan jelas, dan dikomunikasikan secara efektif
kepada semua pihak yang terkait
Profesionalisme apoteker perlu ditingkatkan demi menjaga kompetensi
dalam praktek kefarmasian dengan peningkatan sumber daya manusia. Salah satu
cara peningkatan kompetensi, yaitu melalui Praktek Kerja Profesi (PKP)
Apoteker. Calon apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di
rumah sakit, khususnya pada instalasi farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi
lulusan Program Pendidikan Profesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.
Berdasarkan pertimbangan ini, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
bekerjasama dengan Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi.
Adapun praktek kerja profesi ini meliputi :
1. Penerimaan materi mengenai RSUP H. Adam Malik Medan secara umum,
Instalasi Farmasi, Gas Medis dan CSSD.
2. Peninjauan pada beberapa kelompok kerja (Pokja) dan depo farmasi yang
merupakan bagian dari instalasi farmasi dengan memperhatikan peranan
3. Pelaksanaan studi kasus di Rawat Inap Terpadu (Rindu) B L.III bedah
ortopedi dan mengikuti kegiatan visite tenaga medis sebagai pendekatan
peranan farmasi klinis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi di rumah sakit adalah
untuk mengetahui dan melihat secara langsung peranan apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, sehingga nantinya mampu melaksanakan
tugas sebagai apoteker dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan terhadap
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO ( 1957 ), definisi atau pengertian Rumah sakit adalah
suatu bahagian menyeluruh, integrasi dari organisasi dan medis, berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau
pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial (Anonim 1, 2009).
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang
pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit adalah rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan
subspesialistik.
Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit
dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan
medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan
dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anastesi, rehabilitasi medis, patologi
anatomi. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di
setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi,
geriatri, dan lain-lain.
2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan kekuatan yang memandu rumah sakit untuk
mencapai status masa depan rumah sakit, seperti lingkup dan posisi pasar,
keuntungan, efikasi, penerimaan masyarakat, reputasi, mutu produk atau
pelayanan, dan keterampilan tenaga kerja. Visi rumah sakit merupakan pernyataan
tetap (permanen) untuk mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit,
berkenaan dengan maksud lingkup usaha dan kepemimpinan yang kompetitif
(Siregar dan Amalia, 2004). Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah
sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak
hanya berupa gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran mengenai
keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Misi rumah
sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa
tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Adapun
pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh
seluruh anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan
energi untuk pengembangan organisasi.
Misi dan visi Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit
umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang
diaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan rujukan.
Berdasarkan SK MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 rumah sakit
umum mempunyai fungsi:
a. menyelenggarakan pelayanan medis
b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis
c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.4.1 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum
Menurut Siregar & Amalia (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
A. Berdasarkan Kepemilikan
1. Rumah Sakit Pemerintah, terdiri dari:
a. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b. Rumah Sakit Pemerintah Daerah
d. Rumah Sakit BUMN
2. Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh masyarakat.
B. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas:
1. Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam
jenis penyakit.
2. Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien
dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh:
rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.
C. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Terdiri atas 2 jenis, yaitu:
1. Rumah Sakit Pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan
program latihan untuk berbagai profesi.
2. Rumah Sakit Non Pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak
memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.
D. Berdasarkan lama tinggal di rumah sakit
Berdasarkan lama tinggalnya di rumah sakit, rumah sakit dibagi atas:
a. Rumah Sakit Perawatan Jangka Pendek yang merawat penderita kurang
dari 30 hari
b. Rumah Sakit Perawatan Jangka Panjang yang merawat penderita dalam
2.1.4.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan rumah sakit
a. Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis lain dan
13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi
Medik, Patologi Klinik, dan Patologi Anatomi. Pelayanan Medik Spesialis lain
sekurang – kurangnya terdiri dari Pelayanan Mata, Telinga Hidung
Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin,
Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan
Kedokteran Forensik. Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis
Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata,
Telinga Hidung Tenggorokan,, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit
dan Kelamin, Jiwa, Paru, Othopedi dan Gigi Mulut.
b. Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya
dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anastesiologi, Radiologi, Rehabilitasi
Medik, dan Patologi Klinik. Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang –
kurangnya 8 dari 13 pelayanan, meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan,
Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa,
Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran
Forensik. Pelayanan Medik Subspesialis 2 dari 4 subspesialis dasar yang
meliputi Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.
c. Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, dan 4
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anastesiologi, Radiologi, Rehabilitasi
Medik dan Patologi Klinik.
d. Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang – kurangnya 2 dari 4 jenis
Pelayanan Spesialis Dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995
diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan,
rekam medis, administrasi dan manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada
tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan yaitu kamar operasi,
pelayanan perinatal resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi,
pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan serta
kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang
pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan
Kesehatan dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi.
Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:
1. Bed Occupancy Ratio (BOR): angka penggunaan tempat tidur
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih
dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga
perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah 60 – 85%
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit) / (Jumlah tempat tidur x Jumlah hati
dalam satu periode) x 100%
2. Average Length Of Stay (AVLOS): lamanya dirawat
AVLOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang
juga memberikan gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Secara umum nilai
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 – 50 kali.
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah
diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi antara 1-3 hari.
TOI = {(Jumlah tempat tidur x periode) – Hari perawatan)} / Jumlah pasien keluar
(hidup + mati)
5. Net Death Rate (NDR)
NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000
penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit.
NDR = {Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)} x
1000 ‰
6. Gross Death Rate (GDR)
GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
GDR = {Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)} x
2.2 Rekam Medik
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan
kesakitan penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Definisi rekam medik
menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan,
diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada
seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat
tinggal. Rekam medik harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia,
dapat digunakan, mudah ditelusuri kembali, dan lengkap informasi.
Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan
sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis,
pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja,
penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada
waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar dan Amalia, 2004).
Kegunaan rekam medik :
a. dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita
b. merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang
berkontribusi pada perawatan penderita
c. melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan
penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit.
d. digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang
e. membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab
f. menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan
g. dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam
medik mempermudah bagian keuangan untuk menetapkan besarnya biaya
pengobatan seorang penderita (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di
Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Utama (Permenkes No 244/MENKES/PER/III/2008).
PFT adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para
staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili spesialisasi – spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil
dari Farmasi Rumah Sakit serta tenaga kesehatan lainnya (Permenkes No. 1197/
MENKES/SK/X/2004)
Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan
disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang
memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS dan ia adalah dokter yang
mempunyai pengetahuan mendalam tentang terapi obat. Sekretaris panitia adalah
kepala IFRS atau apoteker senior yang ditunjuk oleh kepala IFRS. Susunan
anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah sakit (Siregar &
Kegunaan utama dari PFT adalah :
1. Perumus Kebijakan - Prosedur
PFT memformulasi kebijakan berkenaan dengan evaluasi, seleksi, dan
penggunaan terapi obat, serta alat yang berkaitan di rumah sakit
2. Edukasi
PFT memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program
yang didesain untuk memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter,
perawat, apoteker, dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya) untuk
melengkapi pengetahuan mutakhir tentang obat dan penggunaan obat
(Siregar & Amalia, 2004).
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya.
Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus
didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi
dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat
baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan
obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus –
menerus penggunaan obat secara rasional
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada
staf medis dan perawat (Permenkes No. 1197/ MENKES/SK/X/2004)
PFT ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui
pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat,
pengadaan, penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf
profesional.
Peran apoteker dalam PFT ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu – ilmu farmakologi, farmakologi klinik,
farmakoepidemiologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu – ilmu lain yang
sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para
petugas kesehatan lain di rumah sakit
Tugas apoteker dalam PFT menurut SK MenKes
No.1197/MENKES/SK/X/2004 antara lain :
1. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
2. Menetapkan jadwal pertemuan
4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan dalam
pertemuan
5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
7. Melaksanakan keputusan – keputusan yang sudah disepakati dalam
pertemuan
8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman
penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi
lain
9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait
2.4 Formularium Rumah Sakit
Menurut SK MenKes No.1197/MENKES/SK/X/2004, Formularium
adalah himpunan obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi
untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang
ditentukan.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
produk obat yang ada di pasaran, dan lebih mempertimbangkan kesejahteraan
pasien.
Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit. Suatu sistem formularium rumah sakit yang dikelola dengan baik mempunyai tiga kegunaan.
Kegunaan formularium di rumah sakit:
1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di
rumah sakit
2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
(Siregar & Amalia, 2004).
Penyusunan dan revisi formularium dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan
formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan
yang rasional. Proses penyusunan formularium yang digunakan akan memberikan
petunjuk kepada dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah
sakit dalam menerapkan sistem formularium.
1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik
2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Sub Komite Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Sub Komite
Farmasi dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8. Melakukan edukasi mengenai formularium kepada staf dan melakukan
monitoring
2.5 Sistem Satu Pintu
Pada Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal
15 ayat 3, tentang Kefarmasian disebutkan bahwa Pengelolaan alat kesehatan,
sediaan farmasi dan bahan habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh
instalasi farmasi sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian
alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
Dengan demikian semua perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit
merupakan tanggung jawab mutlak instalasi farmasi rumah sakit sehingga tidak
dibenarkan adanya pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit yang
dilaksanakan selain oleh instalasi farmasi rumah sakit.
Dengan Kebijakan Pengelolaan Sistem Satu Pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara pelayanan kefarmasian di rumah sakit, maka
rumah sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal :
a. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan perbekalan
farmasi,
b. standarisasi perbekalan farmasi
c. penjaminan mutu perbekalan farmasi,
d. pengendalian harga perbekalan farmasi,
e. pemantauan terapi obat,
f. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan perbekalan farmasi
(keselamatan pasien),
g. kemudahan akses data perbekalan farmasi yang akurat,
h. peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan citra rumah sakit,
peningkatan pendapatan rumah sakit, dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.
2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi,
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan,
pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan
Amalia, 2004).
Instalasi Farmasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan peracikan, penyimpanan,
penyediaan dan penyaluran obat – obatan dan bahan kimia, penyimpanan dan
penyaluran alat kedokteran, alat perawatan dan alat kesehatan serta pelaksanaan
sterilisasi (Permenkes No.244/MENKES/PER/III/2008)
Adapun tugas seorang apoteker di rumah sakit adalah melaksanakan
kegiatan kefarmasian seperti mengawasi pembuatan, pengadaan, pendistribusian
obat/ perbekalan farmasi serta berperan dalam program pendidikan dan penelitian,
pembinaan kesehatan masyarakat melalui pemantauan keamanan, efektifitas,
efisiensi biaya dan ketepatan penggunaan obat oleh pasien. Dengan demikian
apoteker di rumah sakit dapat membantu tercapainya suatu pengobatan yang aman
dan rasional yang berorientasi pada pasien dan bukan hanya berorientasi pada
produk.
2.6.1 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan atas SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
termasuk pelayanan farrmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Tujuan pelayanan farmasi ialah :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda
2.6.1.1Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perbekalan Farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmasi dan gas medis. Pengelolaan
perbekalan farmasi disebut juga pelayanan pelayanan farmasi minimal yang
mengelola perbekalan farmasi. Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu
pengendalian, penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Kepmenkes No.1197/MENKES/SK/X/2004)
Adapun tujuan Pengelolaan Perbekalan Farmasi antara lain :
- Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
- Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
- Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
- Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
- Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
A. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat.
B. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumtif (pemakaian), epidemiologi (penyebaran).
Pedoman perencanaan berdasarkan Kepmenkes No.1197/SK/X/2004:
1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar
terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.
2. data catatan medik
4. penetapan prioritas
5. siklus penyakit
6. sisa stok
7. data pemakaian periode lalu
8. perencanaan pengembangan
C. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui:
- Pembelian, yang dilakukan melalui tender ataupun pembelian langsung.
- Produksi/pembuatan sediaan farmasi.
- Sumbangan/hibah.
Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat. Produksi/pembuatan
sediaan farmasi yang dimaksud bertujuan untuk menambah stok, sebagai contoh
produksi aquadest, NaCl 0,9% non steril, dan kloralhidrat.
D. Produksi
Berdasarkan Kepmenkes No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi dan Rumah Sakit, produksi merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Produksi
Instalasi Farmasi perlu diadakan karena obat-obat yang dikehendaki dalam bentuk
tertentu atau obat-obat dengan formulasi dan konsentrasi yang khusus.
Kriteria obat yang diproduksi :
- Sediaan farmasi dengan harga murah
- Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
- Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
- Sediaan farmasi untuk penelitian
- Sediaan nutrisi parenteral
- Rekonstruksi sediaan obat kanker
Syarat – syarat ruang produksi adalah lingkungan kerja ruang produksi
harus rapi, tertib, efisien untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan
dipisahkan antara ruang produksi sediaan non steril dan sediaan steril. Produksi
yang ini tidak bertujuan untuk menambah stok.
E. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi :
- Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa
- Barang harus bersumber dari distributor utama
- Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MDSD)
- Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate
of origin
- Expire date minimal 2 tahun
F. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai
dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan.
Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan
farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan tujuan untuk:
1. menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan
dengan sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.
2. memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.
3. memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu
disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO)
4. menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Syarat – syarat ruang penyimpanan menurut Kepmenkes
No.1197/Menkes/ SK/X/2004 adalah ruang penyimpanan harus memperhatikan
kondisi, sanitasi temperatur sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari :
a. Kondisi umum untuk ruang penyimpanan :
- Obat jadi
- Obat produksi
- Bahan baku obat
- Alat kesehatan dan lain – lain
b. Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan :
- Obat termolabil
- Obat mudah terbakar
- Obat/bahan obat berbahaya
- Barang karantina
Syarat gudang menurut Guidelines for Good Hospital Pharmacy Practices
& Management adalah:
1. Ruang penyimpanan tidak terkena cahaya langsung, terang, kering, dan
tidak panas.
2. Lemari pendingin dengan suhu 2-8oC untuk perbekalan farmasi yang
harus disimpan dingin.
3. Lemari khusus untuk menyimpan obat narkotik dan obat keras tertentu
yang terkunci.
4. Lemari/rak yang cukup jumlahnya sehingga dapat menjamin
terlaksananya sistem penyimpanan yang baik.
5. Lemari/rak tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya dan bahan-bahan
yang mudah terbakar yang terpisah dari perbekalan farmasi lainnya.
6. Ruang/tempat peralatan yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
administrasi perbekalan kefarmasian.
G. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan pertimbangan :
- Metode sentralisasi dan desentralisasi
- Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja diselenggarakan oleh
apotek rumah sakit yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan
perbekalan farmasi emergensi (Kepmenkes No.1197/SK/X/2004).
Distribusi obat rumah sakit dilakukan untuk melayani:
1. Pasien Rawat Jalan
Merupakan Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh
apotek rumah sakit.
2. Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi
oleh depo farmasi.
Ada 4 sistem pelayanan distribusi untuk pasien rawat inap, yaitu:
a. Sistem distribusi obat resep individu
Resep individual adalah order / resep yang ditulis dokter untuk tiap
Keuntungan sistem ini adalah:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, dan juga dapat
memberi keterangan atau konfirmasi kepada perawat berkaitan dengan
obat penderita
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker dengan
dokter, perawat dan penderita
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita
Keterbatasan sistem ini adalah:
1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita
2. Jumlah kebutuhan personil di IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk
penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu
persiapan
b. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan
Merupakan tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan
yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruangan
oleh perawat dan dengan mengambil dosis / unit obat dari wadah persediaan yang
langsung diberikan kepada penderita di ruangan itu.
Keuntungan sistem ini adalah:
1. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia bagi penderita
2. Meniadakan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
4. Pengurangan jumlah personil IFRS yang diperlukan
Kelemahan sistem ini adalah:
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh
apoteker. Disamping itu, penyiapan dan konsumsi obat dilakukan oleh
perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan
yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu, kurang
diperhatikan oleh perawat. Akibatnya, penyimpanan yang tidak teratur,
mutu obat cepat merosot, dan tanggal kadaluwarsa kurang diperhatikan
sehingga sering terjadi persediaan obat yang tidak terpakai karena
telah kadaluwarsa
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
5. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas
penyimpanan obat yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
c. Sistem distribusi obat dosis unit
Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita
terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing – masing dalam kemasan
dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu
Keuntungan sistem ini adalah:
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita
membayar harga obat yang dikonsumsinya saja.
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh
IFRS. Jadi, perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan
langsung penderita.
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep /
order dokter dan membuat profil pengobatan penderita (P-3) oleh
apoteker, dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum
dikonsumsikan. Jadi, sistem ini mengurangi kesalahan obat
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan
pekerjaan menulis di ruang perawat dan IFRS
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
6. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstruksi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personel professional dan non professional
yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawat dengan menyediakan persediaan
ruah obat – obatan
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
d. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruangan.
Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS.
penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relatif
murah, mencakup obat resep atau obat bebas.
Keuntungan sistem kombinasi:
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan interaksi profesional antara apoteker dengan
dokter, perawat dan penderita
3. Obat yang perlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat
persediaan di ruangan)
4. Beban IFRS dapat berkurang
Keterbatasan sistem kombinasi:
1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
(obat resep individual)
2. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruangan)
2.6.1.2Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian yang lebih
berorientasi kepada pasien daripada orientasi kepada produk dengan penerapan
pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat
dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.
Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi
obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat,
karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap
alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication error).
Tujuan : untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan
masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.
Kegiatan : Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetis, persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun pasien rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
- Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien
- Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
- Tanggal resep
- Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi :
- Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan
- Dosis, jumlah obat
- Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi :
- Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
- Duplikasi pengobatan
- Alergi, dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
- Kontraindikasi
- Interaksi obat
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan
sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara
atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tujuan :
- Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik /
pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat
- Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan
- Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD)
- Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
- Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
- Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
- Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
- Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
- Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
- Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids)
- Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter
- Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien
Kegiatan :
- Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya
- Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien
Informasi yang harus didapatkan :
- Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat
- Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
- Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa)
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar
rumah sakit
Tujuan :
- Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain diluar rumah sakit
- Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/perbekalan farmasi, terutama bagi Komite/Sub Komite
Farmasi dan Terapi
- Menunjang penggunaan obat yang rasional
Kegiatan :
- Menjawab pertanyaan
- Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
- Menyediakan informasi untuk bagi Komite/Sub Komite Farmasi dan
Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit
- Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap
- Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya
- Melakukan penelitian
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan :
- Sumber daya manusia
- Tempat
4. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan pasien/
keluarga pasien yang dilakukan sistematis untuk memberikan kesempatan
kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga
pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya
dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum
konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek
terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost
effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.
Tujuan khusus :
- Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
- Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
- Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
- Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya
- Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
- Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
- Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi
- Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
- Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu
Kegiatan :
- Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
- Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime Questions
- Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
- Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
- Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien
- Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Kriteria pasien :
- Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan
ginjal, ibu hamil dan menyusui)
- Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dll)
- Pasien yang menggunakan obat – obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering downloff)
- Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit
(digoksin, phenytoin)
- Pasien yang mneggunakan banyak obat (polifarmasi)
- Sarana dan prasarana :
- Ruangan atau tempat konseling
- Alat bantu konseling (Kartu pasien/catatan konseling)
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan
efektivitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD)
Kegiatan :
- Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
- Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
- Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan Pemantauan Terapi Obat :
- Pengumpulan data pasien
- Identifikasi masalah terkait obat
- Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
- Pemantauan
- Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan :
- Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini
dan terpercaya
- Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respons terhadap obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi
pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan :
- Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
- Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan
- Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek
samping obat
- Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
- Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) :
- Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
- Mengidentifikasi obat – obatan dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami ESO
- Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo
- Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Komite/Sub Komite
- Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
- Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
7. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif
Tujuan :
- Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
- Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
- Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
- Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktek Evaluasi penggunaan Obat :
- Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif (algoritme Gyssen)
- Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif (metode ATC/DDD)
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan :
- Indikator peresepan
- Indikator pelayanan
- Indikator fasilitas
8. Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril harus dilakukan di instalasi farmasi
produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian
Tujuan :
- Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
- Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
- Mengindari terjadinya kesalahan pemberian obat
1. Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai
dengan dosis yang ditetapkan
Kegiatan :
- Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
- Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai
- Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Ruangan khusus
- Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
- HEPA Filter
2. Penyiapan nutrisi parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan
oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien
dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan
Kegiatan :
- mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk
kebutuhan perorangan
- mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi
- Sarana dan prasarana
- Ruangan khusus
- Lemari pencampuran Bilogical Safety Cabinet
- Kantong khusus untuk nutrisi parenteral
3. Penanganan sediaan sitotoksik
Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih
dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas
maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan
menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat
pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien
sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam
mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan
dengan alat pelidung diri yang memadai
Kegiatan :
- Melakukan perhitungan dosis secara akurat
- Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
- Mengemas dalam kemasan tertentu
- Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
- Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
- HEPA Filter
- Alat pelindung diri
- Sumber Daya Manusia yang terlatih
- Cara pemberian obat kanker
Protap pencampuran obat kanker :
1) Petugas pencampuran obat kemoterapi menerima obat dan protocol
terapi dari petugas depo farmasi satu hari sebelum pelaksanaan
kemoterapi.
2) Apoteker meneliti protokol terapi dan menghitung dosis obat
kebutuhan pasien
3) Keesokan harinya petugas pencampuran mencek keberadaan
pasien yang akan dikemoterapi
4) Bila ada pasiennya petugas membuat label dan kelengkapan wadah
5) Petugas memakai kelengkapan pencampuran.
6) Petugas menyiapkan obat yang akan dicampur.
7) Petugas melakukan pencampuran dilemari pencampuran.
8) Apoteker memeriksa kesesuaian obat, label, dan order.
9) Bila sudah sesuai, petugas memasukkan obat yang telah diperiksa
10) Petugas membawa obat yang telah direkonstitusi ke ruang rawat
pasien
11) Petugas melakukan serah terima dengan perawat dan saling
menandatangani buku serah terima.
12) Petugas mengarsipkan protokol terapi
Persyaratan ruangan pencampuran :
Ruangan pencampuran harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1) Mencampur obat harus diruangan terpisah (clean room)
2) Ukuran clean room tergantung besarnya kegiatan
3) Lantai terdiri dari vinyl atau epoxy yang dapat dicuci bersih dan
tidak menyimpan debu
Sterilitas ruangan :
Untuk mempertahankan sterilitas ruangan perlu dilakukan
beberapa cara sebagai berikut :
1) Foging ruangan dengan sinar ultra violet dilaksanakan satu kali
dalam dua minggu
2) Permukaan bagian dalam dan bagian luar lemari pencampuran di
swep dengan alcohol 70% setiap akan memulai dan selesai
melaksanakan pencampuran obat.
3) Membersihkan dan membilas lantai, dinding, pintu, peralatan,
setiap hari menggunakan larutan klorin (3 tablet germisep
dilarutkan dalam 1 liter air bersih)