• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instalasi Farmasi Rumah Sakit .1 Kelompok Kerja Farmasi Klinis .1 Kelompok Kerja Farmasi Klinis

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .1 Kelompok Kerja Farmasi Klinis .1 Kelompok Kerja Farmasi Klinis

Pokja farmasi klinis merupakan perwujudan keahlian profesional apoteker dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keamanan, kemanfaatan, dan kerasionalan penggunaan terapi obat bagi pasien. Pelayanan ini memerlukan hubungan profesional antara apoteker, dokter, dan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Secara umum pokja farmasi klinis telah melakukan perannya dengan baik dan terorganisir. Namun masih perlu beberapa perbaikan secara terus menerus

untuk menjamin keamanan penggunaan obat oleh pasien dan meningkatkan mutu pelayanan farmasis kepada pasien di RSUP H. Adam Malik .

1) Pengkajian Pelayanan Resep

Resep yang dilayani di depo – depo farmasi dan apotek di RSUP H. Adam Malik merupakan resep yang ditulis oleh dokter untuk pasien rawat inap dan rawat jalan. Belum semua resep yang ditulis oleh dokter memenuhi kriteria administrasi, farmasetik, dan klinis. Dalam resep dokter sering tidak tercantum nama pasien, nomer MR dan paraf dokter. Bila hal tersebut terjadi, maka petugas mengisi kelengkapan resep dari kartu berobat pasien maupun konfirmasi langsung kepada dokter penulis resep / kepada perawat dimana pasien tersebut mendapat perawatan. Pengkajian pelayanan resep dapat dilakukan oleh apoteker yang mengendalikan resep di Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik.

Selain persyaratan klinis juga harus dipenuhi untuk obat – obat yang harganya mahal dan obat – obat khusus. Misalnya infus albumin, obat – obat kanker dan antibiotik ataupun obat – obat lain yang harus digunakan pasien tetapi tidak tercantum di Manlak untuk pasien jamkesmas dan DPHO untuk pasien askes, semua jenis obat tersebut harus disertai dengan hasil laboratorium dan protokol terapi.

2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan kepatuhan kepada pasien sehingga dapat memaksimalkan efek terapi yang diinginkan.

Kegiatan penyuluhan merupakan pelayanan informasi secara aktif (PIO aktif) yang dilakukan apoteker dan dikoordinasi oleh pokja farmasi klinis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik bekerja sama dengan Instalasi PKMRS. Jadwal dan materi yang akan disampaikan ditentukan oleh Instalasi PKMRS, tempat dilaksanakannya penyuluhan kesehatan ada di beberapa tempat, antara lain ruang penerimaan pasien rawat jalan, ruang pertemuan rindu A maupun rindu B petugas yang memberi materi adalah apoteker di Instalasi Farmasi. Sedangkan pelayanan informasi obat secara pasif dilakukan oleh pasien yang mendatangi apoteker untuk mendapatkan informasi tentang obat yang telah dilaksanakan seperti konseling secara verbal dan non verbal (menggunakan sarana teknologi). Pelayanan Informasi Obat belum diketahui oleh semua masyarakat rumah sakit. Untuk itu perlu sosialisasi berkelanjutan agar kegiatan ini lebih bermanfaat. Diharapkan perlu dibuat laporan secara rutin agar dapat dievaluasi sejauh mana pio sudah dilaksanakan di rumah sakit.

3) Ruang Konseling

Ruang konseling berada disamping apotek II. Konseling merupakan jalur komunikasi antara apoteker dan pasien. Kegiatan konseling ini telah dilakukan khususnya untuk pasien rawat jalan. Konseling dilakukan dalam rangka meningkatkan keberhasilan terapi pasien. Kriteria pasien yang perlu diberi konseling sudah memenuhi persyaratan antara lain : pasien geriatri dan pediatri, pasien dengan terapi jangka panjang, pasien yang mendapatkan pengobatan dengan indeks

terapi yang sempit, pasien dengan tingkat kepatuhan rendah, dan pasien dengan terapi polifarmasi. Namun, prasarana dan dokumentasi yang ada belum optimal antara lain:

¾ Dalam profil konseling belum tercantum riwayat penggunaan obat

dan riwayat alergi. Padahal hal ini sangat dibutuhkan untuk keamanan penggunaan obat oleh pasien, mengingat seringnya terjadi interaksi obat dan efek samping obat

¾ Sangat sulit mencari kembali data pasien berulang yaitu pasien

dengan terapi jangka panjang, karena sistem penyimpanan data masih dilakukan secara manual, sehingga dalam menelusuri data pasien berulang membutuhkan waktu yang agak lama.

¾ Alat peraga yang masih sangat minim. Alat peraga yang masih

dimiliki hanyalah boneka untuk memperagakan tempat - tempat penyuntikan insulin. Pasien yang diberi konseling pada umumnya adalah pasien dengan tingkat pendidikan yang terbatas, sehingga agak sulit memeberikan pengertian apabila tanpa disertai alat peraga. Misalnya pemakaian suppositoria, pemakaian obat tetes mata, tetes telinga dan tetes hidung, pemakaian inhaler untuk pasien asma dan lain-lain.

Diharapkan perlu dibuat kartu konseling untuk mempermudah pencarian data pasien yang berulang dimana kartu konseling merupakan dasar untuk membuat pelaporan jumlah pasien yang dikonseling dan indikasi konseling, serta melengkapi alat peraga yang dibutuhkan dalam mengkonseling pasien.

4) Visite

Visite yang dilakukan adalah visite mandiri yang difokuskan kepada pasien Rindu B Anak dan pasien paska bedah. Pasien anak merupakan pasien dengan resiko tinggi terkait dosis penggunaan obat sehingga sangat diperlukan tepat obat dan tepat dosis, sedangkan pasien paska bedah adalah pasien yang rentan terhadap infeksi. Seharusnya visite dilakukan secara menyeluruh kepada semua pasien, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan karena kurangnya jumlah tenaga. Idealnya 1 orang apoteker melakukan visite kepada 30 orang pasien, sehingga untuk melaksanakan visite secara menyeluruh dibutuhkan jumlah tenaga yang banyak.

5) Dispensing sediaan khusus

Dispensing sediaan khusus antara lain 1. Pencampuran obat suntik

Pencampuran obat suntik belum dilakukan karena belum adanya sarana yang mendukung seperti ruangan peracikan yang steril sehingga pencampuran obat suntik masih dilakukan di ruangan pasien oleh perawat.

2. Penyiapan nutrisi parenteral

Penyediaan nutrisi parenteral belum dilakukan karena belum adanya sarana dan tenaga yang terlatih.

3. Penanganan sediaan sitostatika

Penanganan sediaan sitostatika sudah dilakukan di ruangan khusus oleh farmasis tetapi masih ada beberapa kekurangan dalam

pelaksanaannya. Petugas pencampuran masih sering keluar masuk area ruang pencampuran, sebaiknya kepatuhan petugas perlu ditingkatkan agar dapat mentaati prosedur pencampuran.

Penyediaan obat kanker masih didistribusikan oleh depo farmasi, sehingga bila ada sisa obat pasien dari satuan dosis tertentu secara administrative akan terbuang. Oleh karena itu, disarankan agar obat kanker dikelola oleh petugas administrasi di ruang pencampuran.

Sesuai dengan pedoman pencampuran obat kanker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik bahwa sterilisasi dilakukan 1 kali dalam 2 minggu. Kegiatan ini belum dilaksanakan secara rutin.

6) Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah sudah pernah dilakukan oleh pokja farmasi klinis, namun hanya untuk antibiotik gentamisin dan amikasin. Biaya pemantauan kadar obat dalam darah tidak dilakukan lagi karena unit cost yang mahal dan waktu Expire Date reagen juga singkat. Oleh karena itu, pemantauan kadar obat dalam darah tidak dilaksanakan lagi.

4.2.2 Kelompok Kerja Perencanaan dan Evaluasi

Berdasarkan hasil pengamatan, Pokja Perencanaan dan Evaluasi sudah melakukan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik dengan menggunakan metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumtif dan epidemiologi. Data yang diperlukan untuk perencanaan diperoleh dari laporan yang diberikan oleh depo-depo farmasi, laporan bulanan pokja

perbekalan serta rencana tahunan dari masing-masing depo farmasi. Pokja Perencanaan dan Evaluasi juga melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan. Untuk evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik dan pelaksanakan SIMRS belum dilaksanakan secara maksimal karena obat yang sudah habis masih ada yang tidak terdata karena terlambat diinput ke dalam komputer sehingga akan menyulitkan Pokja Perencanaan dan evaluasi untuk mengetahui obat - obat yang telah habis.

Sejak status RSUP H. Adam Malik menjadi BLU, sistem pengadaan perbekalan farmasi dilakukan dengan 2 cara yaitu, Pembelian langsung dan pembelian melalui tender. Pembelian perbekalan farmasi sampai dengan 200 juta sudah dapat ditangani langsung oleh Instalasi Farmasi melakui pokja perencanaan dan evaluasi, dan pembelian perbekalan di atas 200 juta ditangani oleh panitia pengadaan dengan sistem tender. Pelaksanaan pengadaan perbekalan farmasi mengacu pada persediaan perbekalan farmasi di gudang.

Walaupun demikian Pokja Perencanaan dan Evaluasi masih sering mendapatkan kendala yaitu ketidaktersediaan perbekalan farmasi khususnya obat yang diperlukan untuk pelayanan pasien. Ketidaktersediaan obat ini dapat terjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal karena barang memang tidak tersedia dari distributor yang bersangkutan, faktor internal disebabkan karena adanya masalah administrasi pada direktorat keuangan sehingga sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit, distributor, dan direktorat keuangan. Pokja Perencanaan dan Evaluasi juga perlu memberitahukan

kekosongan barang kepada depo-depo farmasi, poli, dan ruang rawat sehingga dengan adanya komunikasi pelayanan pasien tidak terganggu.

4.2.3 Kelompok Kerja Perbekalan

Pokja perbekalan melaksanakan tugasnya mulai dari penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi meliputi obat, bahan obat, AKHP, reagensia, radiofarmasi dan instrumen serta melakukan kegiatan produksi dan repacking sediaan farmasi.

Pokja perbekalan telah menerapkan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS) secara online sehingga mempermudah segala transaksi dan pemantauan persediaan perbekalan farmasi.

Perbekalan farmasi yang masuk diterima oleh Panitia Penerima Barang, bersama-sama dengan Bendaharawan Barang kemudian diperiksa keadaan perbekalan farmasi, bila memenuhi syarat administrasi diserahkan ke Instalasi Farmasi melalui pokja perbekalan.

Dari hasil pengamatan, pokja perbekalan belum melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, karena masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain :

1) Belum semua perbekalan farmasi tersimpan dengan rapi di rak

penyimpanan dalam gudang dan masih ada yang tersusun diatas lantai, hal ini terjadi karena keterbatasan besarnya gudang.

2) Bahan baku dan hasil produksi masih disimpan di ruang produksi.

Menurut standar pelayanan farmasi di rumah sakit, bahwa bahan baku dan bahan hasil produksi seharusnya disimpan di ruang penyimpanan.

4.2.4 Apotek

Rumah Sakit H. Adam Malik memiliki dua apotek sebagai perpanjangan tangan instalasi farmasi dalam mendistribusikan obat di lingkungan rumah sakit.

a. Apotek Rawat Jalan (Apotek I), melayani: - Pasien askes rawat jalan

- Pasien umum.

- Pasien hemodialisa askes rawat jalan b. Apotik II yang buka 24 jam melayani:

- Pasien jamkesmas rawat jalan

- Pasien jamkesmas dan askes rawat inap pada malam hari - Pasien perusahaan

- Pasien hemodialisa umum - Pasien hemodialisa jamkesmas - Pasien hemodialisa askes rawat inap - Pasien umum

Berdasarkan pengamatan, pelayanan di Apotek RSUP H. Adam Malik masih belum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Kegiatan penyerahan obat, informasi obat, dan konseling belum sepenuhnya dilaksanakan oleh apoteker. Sarana dan prasarana masih perlu dibenahi seperti penataan ruangan dan membuat sarana ruang konseling.

Pada saat ini apotek II telah melaksanakan pembenahan menuju pelayanan kefarmasian yang baik, telah memiliki gudang penyimpanan perbekalan farmasi dan melakukan pemanggilan pasien berdasarkan sistem elektronik.

4.2.5 Depo Farmasi

Depo farmasi merupakan perpanjangan tangan dari instalasi farmasi yang bertugas mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi ke pasien yang ada di instalasi user.

Depo farmasi Rindu A melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai (AKHP) untuk pasien Jamkesmas dan Askes yang ada di ruangan rawat inap terpadu A dengan beragam penyakit seperti penyakit dalam wanita, AIDS, psikiatri, penyakit dalam pria, paru, bedah syaraf, neurologi, stroke coroner, gigi mulut, THT, mata, dan ruang kemoterapi untuk pasien kemoterapi, serta VIP yang melayani semua jenis penyakit.. Perbekalan farmasi di Rindu A didistribusikan secara sistem one day dose dispensing (ODDD) untuk obat injeksi dan untuk obat oral ruangan.

Depo farmasi Rindu B melayani kebutuhan obat dan AKHP untuk pasien Jamkesmas dan Askes yang ada di ruangan Rawat inap terpadu B dengan beragam penyakit seperti anak, obgyn, orthopedi, bedah plastik, jantung, onkologi dan digestive (urologi). Perbekalan farmasi di Rindu B didistribusikan secara sistem one day dose dispensing (ODDD) untuk obat injeksi dan three day dose dispensing (TDDD) untuk obat oral. Depo Farmasi Rindu A dan Rindu B belum menggunakan sistem distribusi obat dosis unit dikarenakan masih kurangnya tenaga apoteker. Selain itu, Depo Farmasi Rindu A dan Rindu B masih melakukan kegiatan pelayanan resep dan urusan administrasi dalam satu tempat karena ruangan yang kurang luas.

Sistem distribusi obat yang telah banyak diteliti dikenal dengan sistem distribusi obat dosis unit. Walaupun konsep dosis unit telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu, kebanyakan rumah sakit lambat menerapkannya karena sistem ini memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan suatu peningkatan jumlah yang signifikan dari staf apoteker (Siregar dan Amalia, 2004).

BAB V 

Dokumen terkait