• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003

Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Gubernur Jawa Barat,

Menimbang :

a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Barat secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, wilayah dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang;

c. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 1994 perlu disesuaikan dengan visi dan misi Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2010, terbentuknya Provinsi Banten, serta diberlakukannya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat.

Mengingat :

1. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 182, Tambahan Lembaran Negara No. 4010);

2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931);

4. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

5. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);

6. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

7. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);

8. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

(2)

9. Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

10. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

11. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478 );

12. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

13. Undang – Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481 );

14. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493 );

15. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

16. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

17. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

18. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

19. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

20. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169);

21. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3405);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);

(3)

30. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandaraudaraan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Pengawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);

42. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

43. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri; 44. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional;

45. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor – Puncak – Cianjur;

46. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

47. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 Tentang tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah;

48. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah;

49. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

50. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 Tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

(4)

51. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

52. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Tahun 1996 Nomor 1 Seri C);

53. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 11 Tahun 1997 tentang Irigasi (Lembaran Daerah Tahun 1997 Nomor 3 Seri C);

54. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 12 Tahun 1997 tentang Pembangunan di Pinggir Sungai dan Sumber Air (Lembaran Daerah Tahun 1997 Nomor 1A Seri C);

55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 2 Seri D);

56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 3 Seri D);

57. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis Provinsi Jawa Barat 2001 – 2005 (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 6 Seri D);

58. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumberdaya Air di Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 1 Seri C);

59. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 1 Seri D);

60. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 21 Seri C);

61. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 22 Seri C);

62. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 2 Seri C) Jo. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 8 Seri E);

63. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 4 Seri C);

64. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 2 Seri E);

65. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2002 tentang Penebangan Pohon pada Perkebunan Besar di Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 6 Seri E);

66. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 – 2007 (Lembaran Daerah Nomor 1 Seri E);

Dengan Persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat

Memutuskan :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

(5)

Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Barat.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Provinsi Jawa Barat.

3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat.

6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat.

7. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP adalah struktur tata ruang Provinsi yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah Provinsi.

8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

9. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. 10. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

11. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

12. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 13. Kawasan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

14. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

15. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

16. Kawasan Andalan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi.

17. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan pangkalan TNI Angkatan Laut, dan Kawasan militer lainnya.

18. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

19. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

(6)

20. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

21. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

22. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

23. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

24. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.

25. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjut disingkat PKN adalah pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan – kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah yang sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa Provinsi.

26. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten.

27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan.

28. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

29. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

30. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Bab II

Asas, Tujuan, Fungsi dan Kedudukan

Bagian Pertama Asas dan Tujuan

Pasal 2 RTRWP berdasarkan atas asas :

a. Pemanfaatan ruangan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

(7)

c. Keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.

Pasal 3 Tujuan penyusunan RTRWP adalah :

a. Mengoptimalkan dan mensinergikan sumberdaya daerah secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional;

b. Menyeimbangkan dan menyerasikan perkembangan antarwilayah serta antarsektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah;

c. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;

d. Menjamin ketersediaan pangan dengan mempertahankan fungsi lahan sawah, dan

e. Mengatur struktur dan pola tata ruang yang berlandaskan pada kebijaksanaan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkung hidup.

Bagian Kedua Fungsi dan Kedudukan

Pasal 4

(1) RTRWP berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sebagai acuan kebijakan pembangunan daerah.

(2) Kedudukan RTRWP sebagai :

a. Dasar pertimbangan dalam penyusunan tata ruang nasional;

b. Penyelaras bagi kebijakan penataan ruang Kabupaten/Kota se-Jawa Barat;

c. Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang di Kabupaten/Kota se-Jawa Barat;

d. Dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang Provinsi lain yang berbatasan; dan e. Kebijakan pemanfaatan ruang Provinsi, lintas Kabupaten/Kota, dan lintas ekosistem.

Bab III

Wilayah, Substansi, dan Jangka Waktu Rencana Bagian Pertama

Wilayah Rencana

Pasal 5

(1) Lingkungan wilayah RTRWP adalah daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administrasi mencakup wilayah daratan seluas 3.709.528,44 Ha, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai, serta wilayah udara.

(8)

(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Bagian Kedua Substansi Rencana

Pasal 6

(1) Substansi RTRWP mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata ruang wilayah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi : a. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang;

b. Kebijakan Pemanfaatan Ruang;

c. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

(3) Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi :

a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana pengembangan sistem kota – kota, rencana pengembangan infrastruktur wilayah, rencana pengembangan kawasan andalan, dan kawasan pertahanan keamanan;

b. Rencana Pola Tata Ruang, meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung, rencana pola tata ruang kawasan budidaya, serta rencana daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

(4) Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi program, kegiatan, tahapan, dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang didasarkan atas rencana tata ruang.

(5) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Bagian Ketiga Jangka Waktu Rencana

Pasal 7 Jangka waktu RTRWP adalah sampai dengan Tahun 2010.

Bab IV

Kebijakan Penataan Ruang Bagian Pertama

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang

Pasal 8

Kebijakan Perencanaan ta ta ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 6 adalah :

(9)

b. RTRWP dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan bilamana RTRWP tidak mampu lagi mengakomodasikan dinamika perkembangan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan atau internal; c. RTRWP perlu ditindaklanjuti ke dalam rencana terperinci;

d. RTRWP agar ditindaklanjuti dengan penyusunan petunjuk operasional RTRWP yang ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 9

(1) Pendekatan partisipatif sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 8 Peraturan Daerah ini dilakukan melalui penyelenggaraan forum dialog, penyebaran angket, dan kesepakatan yang melibatkan unsur pemerintah daerah dan DPRD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha.

(2) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan RTRWP sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 8 Peraturan Daerah ini dilakukan secara berkala menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau sesuai dengan kebutuhan.

(3) Rencana terperinci sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 8 Peraturan Daerah ini adalah rencana tata ruang kawasan andalan.

(4) Petunjuk Operasional sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 8 Peraturan Daerah ini meliputi kriteria dan standar teknis yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan penataan ruang.

Pasal 10

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota perlu melakukan penyesuaian terhadap materi RTRWP untuk menjamin keterpaduan dan keserasian penataan ruang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua

Kebijakan Pemanfaatan Ruang Paragraf 1

Umum

Pasal 11

(1) Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola tata ruang.

(2) Kebijakan struktur tata ruang diwujudkan untuk mencapai pemerataan pertumbuhan wilayah dengan mempertahankan keseimbangan lingkungan dan ketersediaan sumberdaya daerah.

(3) Kebijakan struktur tata ruang diwujudkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

(4) Kebijakan struktur tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini meliputi pengembangan sistem kota-kota, infrastruktur wilayah, kawasan andalan, dan kawasan pertahanan keamanan.

(5) Kebijakan pola tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini meliputi kebijakan pola tata ruang kawasan lindung, kawasan budidaya, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. (6) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dijabarkan dalam program dan kegiatan pembangunan yang

(10)

(7) Kegiatan pemanfaatan ruang perlu didukung oleh pembiayaannya meliputi sumber, prioritas, dan alokasi pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan.

Paragraf 2 Sistem Kota-kota

Pasal 12

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pengembangan sistem kota-kota adalah mengembangkan sistem kota-kota yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta fungsi kegiatan dominannya.

Paragraf 3 Infrastruktur Wilayah

Pasal 13

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pengembangan infrastruktur wilayah adalah :

a. mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan andalan;

b. menyediakan infrastruktur yang berfungsi sebagai penyedia dan penampung air baku untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau;

c. mempertahankan dan meningkatkan jaringan irigasi yang ada dalam rangka ketahanan pangan; d. meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi;

e. meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman.

Paragraf 4 Kawasan Andalan

Pasal 14

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pengembangan kawasan andalan adalah :

a. mewujudkan suatu kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya serta dapat mendukung struktur ruang Jawa Barat sesuai dengan yang telah direncanakan; dan

b. menciptakan sinergi keselarasan pengembangan antarwilayah dan antarsektor.

Paragraf 5

(11)

Pasal 15

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pengembangan kawasan pertahanan keamanan adalah mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan negara di beberapa kawasan yang disesuaikan dengan rencana tata ruang pertahanan keamanan.

Paragraf 6 Kawasan Lindung

Pasal 16

Untuk mewujudkan pola tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pola tata ruang kawasan lindung adalah meningkatkan luas kawasan yang berfungsi lindung dan menjaga kualitas kawasan lindung.

Paragraf 7 Kawasan Budidaya

Pasal 17

Untuk mewujudkan pola tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan pola tata ruang kawasan budidaya adalah mempertahankan lahan sawah.

Paragraf 8

Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

Pasal 18

Untuk mewujudkan pola tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal 11 Peraturan Daerah ini, maka kebijakan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup adalah meningkatkan daya dukung lingkungan alamiah dan buatan serta menjaga keseimbangan daya tampung lingkungan untuk menjaga proses pembangunan berkelanjutan.

Bagian Ketiga

Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pasal 19

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan kepada RTRWP

(2) Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang dan merupakan kewenangan Kabupaten/Kota agar memperhatikan dan mempertimbangkan RTRWP. Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang, dilakukan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur.

(12)

Pasal 20

Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur.

Bab V

Rencana Tata Ruang Wilayah

Bagian Pertama Rencana Struktur Tata Ruang

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Kota-kota

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan sistem kota-kota di Jawa Barat adalah :

a. menata dan mengarahkan perkembangan pusat-pusat kegiatan di bagian utara dan tengah; b. mengembangkan secara terbatas pusat-pusat kegiatan di bagian selatan;

c. menata distribusi PKN dan PKW yang mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antarwilayah.

(2) PKN sebagaimana dimaksud dalam huruf c ayat (1) pasal ini adalah Metropolitan Bogor-Depok-Bekasi, Metropolitan Bandung, dan Metropolitan Cirebon.

(3) PKW sebagaimana dimaksud dalam huruf c ayat (1) pasal ini adalah Cianjur-Sukabumi, Cikampek-Cikopo, Palabuhanratu, Tasikmalaya, Kadipaten, dan Pangandaran.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Pasal 22

Rencana Pengembangan infrastruktur wilayah terdiri dari pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut, udara, prasarana sumberdaya air dan irigasi, energi, telekomunikasi, serta prasarana perumahan dan permukiman.

Pasal 23

Rencana Pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara meliputi :

a. pengembangan sistem jaringan arteri primer sebagai penghubung antar PKW dan antar PKN dengan PKW;

b. pengembangan jalan kolektor primer sebagai penghubung antar PKW dan antara PKW dengan PKL; c. pengembangan jaringan jalan tol sebagaimana penghubung PKN;

(13)

d. pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat pertumbuhan;

e. pengembangan transportasi terpadu dalam rangka mendukung pengembangan PKN; f. pengembangan pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung PKN dan PKW

Pasal 24

Rencana perkembangan prasarana sumberdaya air dan irigasi meliputi :

a. pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung, dalam rangka penyediaan air baku serta konservasi sumber air;

b. pengembangan prasarana pengendalian banjir;

c. pengembangan jaringan irigasi yang diprioritaskan di wilayah utara dan selatan Jawa Barat;

Pasal 25

Rencana perkembangan prasarana energi dan telekomunikasi meliputi : a. pengembangan instalasi listrik untuk meningkatkan pasokan daya; b. pengembangan energi alternatif;

c. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan.

Pasal 26

Rencana pengembangan prasarana perumahan dan permukiman adalah penyediaan prasarana yang memiliki skala pelayanan lintas wilayah Kabupaten/Kota.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Kawasan Andalan

Pasal 27

(1) Pengembangan kawasan andalan diarahkan dalam rangka menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan prasarana wilayah. (2) Rencana pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat adalah penetapan 8 (delapan) kawasan yang

mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut maupun kawasan sekitarnya. (3) Kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini terdiri dari :

a. Kawasan Andalan Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek) dengan kegiatan utama industri, pariwisata, jasa, dan sumberdaya manusia;

b. Kawasan Andalan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) dengan kegiatan utama agribisnis dan pariwisata;

c. Kawasan Andalan Sukabumi dan sekitarnya dengan kegiatan utama agribisnis, pariwisata, dan bisnis kelautan;

d. Kawasan Andalan Priangan Timur dan sekitarnya (Priatim dsk) dengan kegiatan utama agribisnis, bisnis kelautan, dan pariwisata;

(14)

e. Kawasan Andalan Cekungan Bandung dengan kegiatan utama pengembangan sumberdaya manusia, jasa, agribisnis, pariwisata, dan industri;

f. Kawasan Andalan Pangandaran dan sekitarnya dengan kegiatan utama pariwisata dan bisnis kelautan;

g. Kawasan Andalan Cirebon-Idramayu-Majalengka-Kuningan (Ciayumajakuning) dengan kegiatan utama agribisnis, jasa, pariwisata, industri, sumberdaya manusia, dan bisnis kelautan;

h. Kawasan Andalan Purwakarta -Subang-Karawang (Purwasuka) dengan kegiatan utama industri, agribisnis, pariwisata, dan bisnis kelautan.

Pasal 28

Pengaturan mengenai Penataan Ruangan Kawasan Andalan ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Andalan dalam skala yang lebih detail.

Paragraf 4

Rencana Kawasan Pertahanan Keamanan

Pasal 29

Rencana pengamanan kawasan pertahanan keamanan dilakukan melalui penetapan lokasi yang digunakan untuk kepentingan pertahanan keamanan yang meliputi :

a. Kawasan latihan militer Tentara Nasional Indonesia Angkat Darat : 1. Kabupaten Bogor Kecamatan Cibinong Desa Kalibaru;

2. Kabupaten Bogor Kecamatan Parung Desa Cogreg;

3. Kabupaten Bandung Kecamatan Batujajar Desa Galanggang; 4. Kabupaten Bandung Kecamatan Cipatat Desa Sumur Bandung;

5. Kota Cimahi Kecamatan Cimahi Tengah Desa Setia Manah dan Gunung Bohong; 6. Kabupaten Bandung Kecamatan Cimenyan Desa Sindanglaya;

7. Kabupaten Sukabumi Kecamatan Ciemas/Ciracap Desa Cibenda; 8. Kabupaten Purwakarta Kecamatan Sukasari Desa Kertamanah; b. Kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud), meliputi :

1. Lanud Husein Sastranegara (Andir, Kota Bandung), 2. Sulaeman (Margahayu, Kabupaten Bandung), 3. Suryadarma (Kalijati, Kabupaten Subang), 4. Atang Sanjaya (Semplak, Kabupaten Bogor), 5. Penggung (Kota Cirebon),

6. Sukani (Jatiwangi, Kabupaten Majalengka), 7. Nusawiru (Pangandaran, Kabupaten Ciamis), 8. Wiryadinata (Cibeureum, Kabupaten Tasikmalaya);

(15)

c. Kawasan pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal), meliputi : Lanal Cirebon, Pangandaran, dan Palabuhanratu;

d. Kawasan militer lainnya, termasuk pangkalan peluncuran roket di Pameungpeuk Kabupaten Garut.

Paragraf 5

Peta Rencana Struktur Tata Ruang

Pasal 30

Peta struktur tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 29 Peraturan Daerah ini tercantum pada Lampiran Peraturan Daerah yang merupakan bagian tak terpisahkan, dalam skala peta 1:250.000.

Bagian Kedua Rencana Pola Tata Ruang

Paragraf 1

Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung

Pasal 31 Rencana pola tata ruang kawasan lindung adalah :

a. menetapkan kawasan lindung sebesar 45% dari luas seluruh wilayah Jawa Barat yang meliputi kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan;

b. mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air; dan

c. mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung

Pasal 32

(1) Kawasan yang berfungs i lindung di dalam kawasan hutan sebagaimana di maksud dalam huruf a Pasal 31 Peraturan Daerah ini terdiri dari hutan konservasi dan hutan lindung.

(2) Kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 31 Peraturan Daerah ini terdiri dari kawasan lainnya di luar hutan yang menunjang fungsi lindung baik di wilayah darat maupun laut.

Pasal 33

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Peraturan Daerah ini terdiri dari : a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, terdiri atas :

1. kawasan hutan yang berfungsi lindung; 2. kawasan resapan air;

(16)

1. sempadan pantai; 2. sempadan sungai;

3. kawasan sekitar waduk dan situ; 4. kawasan sekitar mata air; c. Kawasan suaka alam, terdiri atas :

1. kawasan cagar alam; 2. kawasan suaka margasatwa;

3. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; 4. kawasan pantai berhutan bakau;

d. Kawasan pelestarian alam, terdiri atas: 1. taman nasional;

2. taman hutan raya; 3. taman wisata alam; e. Taman buru;

f. Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ; g. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; h. Kawasan rawan bencana alam, terdiri atas :

1. kawasan rawan bencana gunung berapi; 2. kawasan rawan gempa bumi;

3. kawasan rawan gerakan tanah; 4. kawasan rawan banjir;

Pasal 34

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 33 Peraturan Daerah ini meliputi :

a. kawasan hutan yang berfungsi lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH): 1. Bogor; 2. Sukabumi; 3. Cianjur; 4. Purwakarta; 5. Bandung Utara; 6. Bandung Selatan; 7. Garut; 8. Tasikmalaya; 9. Ciamis 10. Sumedang; 11. Majalengka;

(17)

12. Indramayu; 13. Kuningan;

b. Kawasan resapan air tersebar di daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 35

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 33 Peraturan Daerah ini meliputi :

a. Sempadan pantai, terletak di : 1. Kabupaten Bekasi; 2. Kabupaten Karawang; 3. Kabupaten Cianjur; 4. Kabupaten Subang; 5. Kabupaten Indramayu; 6. Kabupaten Cirebon; 7. Kota Cirebon; 8. Kabupaten Sukabumi; 9. Kabupaten Garut; 10. Kabupaten Tasikmalaya; 11. Kabupaten Ciamis;

b. Sempadan sungai terletak di seluruh Daerah Aliran Sungai. c. Kawasan sekitar waduk dan situ :

1. Waduk, yaitu :

a) Waduk Darma, terletak di Kabupaten Kuningan; b) Waduk Talaga Remis terletak di Kabupaten Kuningan; c) Waduk Saguling terletak di Kabupaten Bandung;

d) Waduk Cirata terletak di Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta; e) Waduk Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta;

f) Waduk Cileunca terletak di Kabupaten Bandung; g) Waduk Cipanjang terletak di Kabupaten Bandung; h) Waduk Situpatok terletak di Kabupaten Cirebon; i) Waduk Sedong terletak di Kabupaten Cirebon;

j) Waduk Sukamakmur dan Waduk Tenjo, terletak di Kabupaten di Kabupaten Bogor. 2. situ, tersebar di daerah Kabupaten/Kota.

d. kawasan sekitar mata air, tersebar di daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 36

(18)

a. kawasan Cagar Alam, yaitu :

1. Cagar Alam Gunung Gede Pangrango dan Cagar Alam Arca Domas, terletak di Kabupaten Bogor;

2. Cagar Alam Telaga Warna (Perluasan) terletak di Kabupaten Bogor dan Cianjur; 3. Cagar Ala m Talaga Warna (perluasan) terletak di Kabupaten Bogor dan Cianjur;

4. Cagar Alam Takokak, Cagar Alam Cadas Malang, dan Cagar Alam Bojong Larang Jayanti, terletak di Kabupaten Cianjur;

5. Cagar Alam Gunung Simpang, terletak di Kabupaten Bandung dan Cianjur;

6. Cagar Alam Talaga Patengan, Cagar Alam Gunung Malabar, Cagar Alam Cigenteng Cipanji I/II, Cagar Alam Yung Hun, dan Cagar Alam Gunung Tilu, terletak di Kabupaten Bandung;

7. Cagar Alam Papandayan (perluasan) dan Cagar Alam Kawah Kamojang, terletak di Kabupaten Bandung dan Garut;

8. Cagar Alam Gunung Tangkuban Parahu, terletak di Kabupaten Bandung dan Subang;

9. Cagar Alam Talaga Bodas dan Cagar Alam Leuweung Sancang, terletak di Kabupaten Garut; Cagar Alam Burangrang, terletak di Kabupaten Garut;

10. Cagar Alam Sukawayana, Cagar Alam Tangkuban Parahu (Palabuhanratu) dan Cagar Alam Cibanteng, terletak di Kabupaten Sukabumi;

11. Cagar Alam Burangrang, terletak di Kabupaten Purwakarta; 12. Cagar Alam Gunung Jagat, terletak di Kabupaten Sumedang;

13. Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Cagar Alam Panjalu/Koorders, terletak di Kabupaten Ciamis.

b. Kawasan Suaka Margasatwa, yaitu :

1. Suaka Margasatwa Cikepuh, terletak di Kabupaten Sukabumi; 2. Suaka Margasatwa Gunung Sawal terletak di Kabupaten Ciamis; 3. Suaka Margasatwa Sindangkerta terletak di Kabupaten Tasikmalaya; 4. Suaka Margasatwa Gunung Gede Pangrango terletak di Kabupaten Bogor; c. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya, yaitu :

1. Suaka Alam Laut Leuweung Sancang, terletak di Kabupaten Garut; 2. Suaka Alam Laut Pangandaran, terletak di Kabupaten Ciamis. d. Kawasan Pantai berhutan Bakau, yaitu :

1. Muara Gembong, terletak di Kabupaten Bekasi;

2. Muara Bobos, terletak di Kabupaten Subang-Karawang; 3. Tanjung Sedari, terletak di Kabupaten Karawang; 4. Eretan, terletak di Kabupaten Indramayu-Cirebon.

Pasal 37

Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 33 Peraturan Daerah ini meliputi : a. Kawasan taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Gunung Halimun

(19)

b. Taman Hutan Raya Pancoran Mas di Kota Depok.

1. Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda terletak di Kabupaten Bandung; 2. Taman Hutan Raya Pancoran Mas di Kota Depok.

c. Taman Wisata Alam, yaitu :

1.

Taman Wisata Alam Talaga Warna, Taman Wisata Alam Gunung Salak Endah, dan Taman Wisata Alam Gunung Pancar, terletak di Kabupaten Bogor;

2.

Taman Wisata Alam Sukawayana, terletak di Kabupaten Sukabumi;

3.

Taman Wisata Alam Jember, terletak di Kabupaten Cianjur;

4.

Taman Wisata Alam Telaga Patengan dan Taman Wisata Alam Cimanggu terletak di Kabupaten Bandung;

5.

Taman Wisata Ala m Gunung Tangkuban Parahu terletak di Kabupaten Bandung dan Subang;

6.

Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, terletak di Kabupaten Bandung dan Garut;

7.

Taman Wisata Alam Papandayan dan Taman Wisata Alam Talaga Bodas, terletak di Kabupaten Garut;

8.

Taman Wisata Alam Tampomas, terletak di Kabupaten Sumedang;

9.

Taman Wisata Alam Linggajati, terletak di Kabupaten Kuningan;

10.

Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, terletak di Kabupaten Ciamis.

Pasal 38

Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud dalam huruf e Pasal 33 Peraturan Daerah ini, adalah Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, terletak di Kabupaten Bandung, Garut, dan Sumedang.

Pasal 39

Kawasan perlindungan alam plasma nutfah eks-situ sebagaimana dimaksud dalam huruf f Pasal 33 Peraturan Daerah ini, meliputi :

a. Muara Gembong, terletak di Kabupaten Bekasi; b. Kebun Raya Bogor, terletak di Kota Bogor;

c. Taman Safari Indonesia, Arboretum Cibubur, Taman Buah Cileungsi, dan Gunung Salak Endah, terletak di Kabupaten Bogor;

d. Taman Bunga Nusantara, Kebun Raya Cibodas, Ciogong, terletak di Kabupaten Cianjur; e. Pantai Pangumbahan dan Perairan Sukawayana, terletak di Kabupaten Sukabumi; f. Jatiluhur/Sanggabuana, terletak di Kabupaten Purwakarta;

g. Kawah Putih dan Gunung Patuha, terletak di Kabupaten Bandung; h. Kebun Binatang Bandung, terletak di Kota Bandung;

i. Cimapang/Rancabuaya, terletak di Kabupaten Garut;

j. Gunung Cakrabuana, Sirah Cimunjul, dan Gunung Galunggung, terletak di Kabupaten Tasikmalaya; k. Majingklak, Karang Kamulyan, Cipanjalu, dan Cukang Taneuh, terletak di Kabupaten Ciamis; l. Gunung Ciremai, terletak di Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan Cirebon;

(20)

m. Gunung Ageung, terletak di Kabupaten Majalengka;

n. Muara Cimanuk dan Pulau Minyawak, terletak di Kabupaten Indramayu.

Pasal 40

Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf g Pasal 33 Peraturan Daerah ini, meliputi :

a. Istana Bogor dan Batu Tulis terletak di Kota Bogor; b. Istana Cipanas, terletak di Kabupaten Cianjur;

c. Makam Sunan Gunungjati dan Gua Sunyaragi, terletak di Kabupaten Cirebon; d. Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, terletak di Kota Cirebon; e. Museum Linggajati, terletak di Kabupaten Kuningan;

f. Kampung Naga, terletak di Kabupaten Tasikmalaya; g. Gunung Kunci, terletak di Kabupaten Sumedang; h. Candi Cangkuang, terletak di Kabupaten Garut; i. Batu Tulis Ciaruteun, terletak di Kabupaten Bogor; j. Gua Gudawang, terletak di Kabupaten Bogor;

k. Ciung Wanara Karang Kamulyan, terletak di Kabupaten Ciamis;

l. Lain-lain kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang tersebar di Kabupaten/Kota.

Pasal 41

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam huruf h Pasal 33 Peraturan Daerah ini, meliputi :

a. Kawasan rawan bencana gunung berapi, yaitu :

1. Kawasan Gunung Salak, terletak di Kabupaten Bogor dan Sukabumi;

2. Kawasan Gunung Gede Pangrango, terletak di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi; 3. Kawasan Gunung Halimun, terletak di Kabupaten Bogor dan Sukabumi;

4. Kawasan Gunung Tangkuban Parahu, terletak di Kabupaten Bandung dan Subang; 5. Kawasan Gunung Papandayan, terletak di Kabupaten Garut dan Bandung;

6. Kawasan Gunung Galunggung, terletak di Kabupaten Tasikmalaya dan Garut; 7. Kawasan Gunung Guntur, terletak di Kabupaten Garut;

8. Kawasan Gunung Ciremai, terletak di Kabupaten Kuningan, Cirebon, dan Majalengka; b. Kawasan rawan gempa bumi, yaitu :

1. Kabupaten Ciamis; 2. Kabupaten Cianjur; 3. Kabupaten Garut; 4. Kabupaten Majalengka; 5. Kabupaten Sumedang;

(21)

6. Kabupaten Bogor; 7. Kabupaten Sukabumi; 8. Kota Sukabumi; 9. Kabupaten Subang; 10. Kabupaten Purwakarta; 11. Kabupaten Kuningan;

c. kawasan rawan gerakan tanah, yaitu : 1. Kabupaten Bogor; 2. Kabupaten Cianjur; 3. Kabupaten Sukabumi; 4. Kabupaten Purwakarta; 5. Kabupaten Subang; 6. Kabupaten Bandung 7. Kabupaten Sumedang; 8. Kabupaten Garut; 9. Kabupaten Tasikmalaya; 10. Kabupaten Ciamis; 11. Kabupaten Majalengka 12. Kabupaten Kuningan; d. kawasan rawan banjir, yaitu :

1. Kabupaten Ciamis; 2. Kabupaten Cirebon; 3. Kabupaten Indramayu; 4. Kabupaten Subang; 5. Kabupaten Bandung; 6. Kabupaten Bogor; 7. Kabupaten Bekasi; Paragraf 2

Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Budidaya

Pasal 42

(1) Kawasan budidaya terdiri dari kawasan budidaya di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. (2) Kawasan budidaya di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) Pasal ini adalah

(22)

(3) Kawasan budidaya di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini terdiri dari kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, industri, perkebunan, pertanian, pertambangan, pariwisata, dan kawasan lainnya di luar di luar kawasan hutan.

Pasal 43 Rencana pola tata ruang kawasan budidaya adalah :

a. mempertahankan fungsi lahan di kawasan pertanian lahan basah, terutama lahan sawah beririgasi teknis;

b. meningkatkan produktivitas lahan sawah melalui upaya intensifikasi; dan

c. pengembangan infrastruktur sumberdaya air untuk menjamin ketersediaan air dan jaringan irigasi.

Pasal 44

Kawasan budidaya lainnya diatur dalam standar dan kriteria teknis pemanfaatan ruang dan merupakan persyaratan minimal untuk seluruh Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut oleh Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Paragraf 3

Rencana Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

Pasal 45

Rencana daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup adalah : a. mengendalikan pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam; b. mengendalikan laju pertumbuhan penduduk;

c. mewujudkan distribusi penduduk sesuai dengan daya tampungnya;

d. mengendalikan pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk sesuai dengan daya dukungnya; dan

e. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

Paragraf 4

Peta Rencana Pola Tata Ruang

Pasal 46

Peta lokasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 41 dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Peraturan Daerah ini, dicantumkan pada Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan dari bagian yang tak terpisahkan dalam skala peta 1 : 250.000.

Bab VI Pemanfaatan Ruang

(23)

Bagian Pertama Struktur Tata Ruang

Paragraf 1 Sistem Kota-kota

Pasal 47

Untuk mewujudkan sistem kota-kota sebagaimana di maksud dalam Pasal 21 Peraturan Daerah ini, maka program pengembangan sistem kota-kota di Jawa Barat adalah :

a. penataan PKN Metropolitan Bogor-Depok-Bekasi dan Metropolitan Bandung; b. pengembangan dan penataan PKN Metropolitan Cirebon;

c. pengembangan PKW Kota Cianjur-Sukabumi, Cikampek-Cikopo, Palabuhanratu, Tasikmalaya, Kadipaten, dan Pangandaran.

Pasal 48

(1) Untuk mewujudkan keserasian pengembangan kegiatan pembangunan antar wilayah, maka setiap PKN dan PKW perlu di dukung oleh ketersediaan serta kualitas sarana dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanannya.

(2) Sarana dan prasarana minimum yang harus dimiliki setiap PKN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini terdiri dari pelabuhan udara primer dan atau pelabuhan nasional dan atau terminal tipe A, pasar induk antarwilayah, rumah sakit umum kelas A, perguruan tinggi, serta prasarana perumahan dan pemukiman lainnya yang meliputi jaringan air bersih lintas wilayah, tempat pembuangan akhir sampah regional, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).

(3) Sarana prasarana minimum yang harus dimiliki setiap PKW sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini terdiri dari pelabuhan udara sekunder dan atau pelabuhan laut regional dan atau terminal kela s B, pasar induk regional, rumah sakit umum tipe B, perguruan tinggi serta prasarana perumahan dan pemukiman lainnya yang meliputi jaringan air bersih lintas wilayah, tempat pembuangan akhir sampah regional, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Insta lasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).

Pasal 49

(1) Penataan PKN Metropolitan Bogor-Depok-Bekasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pengembangan pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi di Cikarang, Kabupaten Bekasi; b. pembangunan terminal tipe A di Kota Bogor dan di Kabupaten Bekasi;

c. pembangunan TPA regional; d. pembangunan rumah susun;

e. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih kawasan perkotaan; f. pembangunan rumah sakit tipe A;

(24)

(2) Penataan PKN Metropolitan Bandung sebagaimana di maksud dalam huruf a Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pembangunan terminal terpadu Gedebage, Bandung; b. pembangunan TPA regional Pasirdurung, Cicalengka;

c. peningkatan kapasitas pelayanan Bandara Husein Sastranegara; d. pembangunan terminal agribisnis di Lembang, Kabupaten Bandung; e. pengembangan IPLT di Kota Bandung;

f. pembangunan rumah susun di Kota Bandung;

g. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan; h. pengembangan angkutan massal di Metropolitan Bandung;

(3) Pengembangan dan penataan PKN Metropolitan Cirebon sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pengembangan pelabuhan laut nasional di Kota Cirebon; b. peningkatan rumah sakit tipe B menjadi tipe A di Kota Cirebon;

c. peningkatan Bandara Penggung menjadi bandar udara primer di Kecamatan Ciperna, Kota Cirebon;

d. peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan terminal tipe A di Harjamukti Kota Cirebon; e. pembangunan pasar induk regional di Kabupaten Cirebon;

f. pengembangan perguruan tinggi di Kota Cirebon; g. pengembangan IPLT di Palimanan, Cirebon;

h. pengembangan TPA regional di Palimanan, Cirebon; i. pembangunan rumah susun di Kota Cirebon;

j. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan.

(4) Pengembangan PKW Palabuhanratu sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pembangunan pusat pemerintahan di Palabuhanratu;

b. peningkatan rumah sakit tipe C menjadi tipe B di Palabuhanratu;

c. peningkatan pelabuhan di Palabuhanratu menjadi pelabuhan pengumpan; d. pembangunan pasar induk regional di Palabuhanratu;

e. pembangunan terminal tipe B di Palabuhanratu; f. peningkatan pusat informasi wisata di Palabuhanratu; g. pembangunan perguruan tinggi di Palabuhanratu; h. pembangunan TPA regional di Palabuhanratu; i. pembangunan IPLT di Cisaat, Kabupaten Sukabumi;

j. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan.

(5) Pengembangan PKW Tasikmalaya sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

(25)

b. pembangunan sarana sentra industri kecil di Rajapolah, Tasikmalaya; c. pembangunan IPLT di Kabupaten Tasikmalaya;

d. pembangunan TPA regional Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya; e. pembangunan balai latihan agribisnis di Singaparna, Tasikmalaya; f. peningkatan pasar induk regional di Tasikmalaya;

g. peningkatan pelabuhan sekunder di Cibeureum, Tasikmalaya; h. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan.

(6) Pengembangan PKW Cianjur-Sukabumi sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pembangunan terminal agribisnis di Cipanas, Cianjur; b. pembangunan TPA regional di Sukanegara, Cianjur; c. pengembangan terminal tipe B di Kota Sukabumi; d. pengembangan rumah sakit tipe B di Kota Sukabumi; e. pembangunan terminal agribisnis regional;

f. pembangunan IPLT di Cianjur;

g. pembangunan balai latihan agribisnis di Cipanas, Cianjur; h. pembangunan pusat informasi wisata di Cipanas, Cianjur; i. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan

(7) Pengembangan PKW Pangandaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pembangunan rumah sakit umum tipe B di Pangandaran; b. peningkatan terminal tipe C menjadi tipe B di Pangandaran;

c. pembangunan balai latihan wisata dan bisnis kelautan di Pangandaran; d. pembangunan pelabuhan Pengumpan di Pangandaran;

e. peningkatan Pelabuhan Udara Nusawiru di Pangandaran; f. peningkatan pusat informasi wisata di Pangandaran; g. pembangunan TPA regional di Pangandaran; h. pembangunan IPLT di Pangandaran;

i. peningkatan TPI dan PPI Bojongsalawe dan Cileutik; j. pembangunan industri perikanan di Pangandaran;

k. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan;

(8) Pengembangan PKW Cikampek-Cikopo sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. pembangunan pasar induk di Cikampek-Cikopo;

b. peningkatan rumah sakit tipe C menjadi tipe B di Cikampek-Cikopo; c. peningkatan terminal tipe C menjadi tipe B di Cikampek-Cikopo; d. peningkatan TPA regional di Cikampek-Cikopo;

(26)

e. pembangunan IPLT di kawasan industri di Cikampek-Cikopo; f. pembangunan perguruan tinggi di Cikampek-Cikopo;

g. Pembangunan rumah susun di Cikampek-Cikopo;

h. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan;

i. peningkatan pelabuhan udara Suryadarma Kalijati untuk fungsi komersial;

(9) Pengembangan PKW Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 47 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. peningkatan bandar udara Sukatani di Kadipaten;

b. peningkatan rumah sakit tipe C menjadi tipe B di Kadipaten c. peningkatan terminal tipe C menjadi tipe B di Kadipaten; d. pembangunan terminal agribisnis di Kadipaten;

e. pembangunan balai latihan agribisnis di Kadipaten; f. pembangunan TPA regional di Kadipaten;

g. pembangunan IPLT di Kadipaten;

h. peningkatan sarana sentra industri kecil di Kadipaten;

i. peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan.

Pasal 50

(1) Pengembangan sistem kota-kota dilakukan berdasarkan dua kriteria, yaitu pusat-pusat kegiatan yang dikembangkan dan pusat-pusat kegiatan yang dikendalikan.

(2) Pusat-pusat kegiatan yang dikembangkan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini meliputi Metropolitan Cirebon, Palabuhanratu, Pangandaran, Cikampek-Cikopo, Kadipaten, Tasikmalaya, dan Cianjur-Sukabumi.

(3) Pusat kegiatan yang dikendalikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini Metropolitan Bandung dan Bodebek.

Pasal 51

(1) perwujudan PKN dan PKW didukung dengan alokasi pendanaan yang bersumber dari anggaran pemerintah, pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2 Infrastruktur Wilayah

(27)

Untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi guna mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan, program pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut dan udara adalah :

a. peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan arteri primer; b. peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan kolektor primer; c. pembangunan jalan tol;

d. pengembangan angkutan massal; e. pembangunan sarana terminal;

f. peningkatan kapasitas dan pelayanan pelabuhan dan bandar udara.

Pasal 53

Program pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara sebagaimana di maksud dalam Pasal 52 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan;

a. Peningkatan ruas jalan arteri primer Bandung – Cirebon;

b. Penetapan ruas jalan Ciamis – Cikijing – Kuningan – Cirebon, Cibadak – Cikidang – Pelabuhanratu, Banjar – Pangandaran, Sadang – Subang – Cikamurang – Jangga, sebagai jaringan jalan arteri primer; c. Penetapan ruas jalan penghubung antar PKW, yaitu ruas jalan horizontal Jawa Barat bagian selatan

Surade – Tegalbuleud – Agrabinta – Sindangbarang – Cidaun – Rancabuaya – Pameungpeuk – Cipatujah – Kalapagenep – Pangandaran sebagai jaringan jalan kolektor primer;

d. Peningkatan ruas jalan kolektor primer Cileungsi – Selajambe, dan Cibadak – Cikembang – Bagbagan;

e. Peningkatan ruas jalan kolektor primer yang berfungsi sebagai penghubung antara PKW dan PKL, yaitu ruas jalan Nagrek – Garut – Pamengpeuk, Cianjur – Sukanegara – Sindangbarang, Sukabumi – Sagaranten – Tegalbuleud, Pangalengan – Cisewu – Rancabuaya, Tasikmalaya – Cipatujah, Rancabali – Naringgul – Cidaun, Kadipaten – Majalengka – Sumber, jalan lingkar timur Cianjur dan jalan lingkar selatan Sukabumi;

f. Pembangunan jalan tol Cikampek – Purwakarta – Padalarang, Cileunyi – Sumedang – Dawuan – Palimanan, Cikarang – Tanjungpriok;

g. Peningkatan rel ganda Cikampek – Haurgeulis, Cikampek – Padalarang, pembangunan jalur pintas Cibungur – Tanjungrasa, jalur baru lintas Cangkring – Pelabuhan Cirebon, dan sekitar Bodebek, peningkatan jalur Bogor – Sukabumi – Cianjur, serta penyiapan pengembangan jalur KA di Cekungan Bandung;

h. Pembangunan terminal tipe A di PKN Metropolitan Bandung, Bodebek, dan Cirebon, serta pembangunan terminal tipe B di setiap PKW;

i. Pengembangan sistem transportasi terpadu di Metropolitan Bodebek dan Bandung; j. Pembangunan “rest area” di beberapa ruas jalan arteri dan kolektor;

k. Peningkatan kapasitas pelayanan Pelabuhan Cirebon sebagai pelabuhan utama sekunder di PKN Metropolitan Cirebon dan pelabuhan lainnya untuk mendukung pengembangan PKW;

l. Peningkatan fungsi pelayanan Bandara Husein Sastranegara sebagai Bandara Kelas II di PKN Metropolitan Bandung;

m. Optimalisasi fungsi bandara komersial lainnya, yaitu Bandara Penggung di PKN Metropolitan Cirebon dan Bandara Nusawiru di PKW Pangandaran.

(28)

Pasal 54

Untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau serta meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi yang ada dalam rangka ketahanan pangan program pengembangan prasarana sumberdaya air dan irigasi meliputi :

a. Pembangunan waduk dan tandon air untuk menyediakan air baku serta konservasi sumber air; b. Pemanfaatan sumber air baku alternatif situ – situ dan kawah gunung;

c. Pembangunan prasarana pengendali banjir; d. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Pasal 55

Program pengembangan sumberdaya air dan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Peraturan Daerah ini, dilakukan melakukan kegiatan :

a. Pembangunan waduk di Sungai Cimandiri (Kabupaten Sukabumi), Waduk Jatigede (Kabupaten Sumedang), Tandon Air di Sungai Cikapundung (Kabupaten Bandung), Waduk di Sungai Ciwidey (Kabupaten Bandung), Waduk Santosa (Kabupaten Bandung), Waduk Genteng (Kabupaten Bogor), Waduk Tegalluar (Kabupaten Bandung), waduk-waduk lapangan di Kabupaten Indramayu, Waduk Sadawarna (Kabupaten Majalengka), Sodetan Cibatarua (Kabupaten Bandung), peninggian Bendungan Cirata (Kabupaten Purwakarta), dan pembangunan jaringan air baku di Cipamatuh (Cikuray – Papandayan – Malabar – Patuha, Kabupaten Garut);

b. Peningkatan pengelolaan situ – situ, embung, bendung dan waduk;

c. Pembangunan prasarana pengendali banjir di Sungai Citanduy (Kabupaten Ciamis), Sungai Cimanuk (Kabupaten Majalengka), Sungai Citarum dan anak-anaknya (Kabupaten Bandung), Sungai Cipunegara (Kabupaten Subang), Sungai Kumpulkwista (Kabupaten Cirebon), Sungai Ciliwung (Kabupaten Bogor) dan Sungai Cisadane (Kabupaten Bogor);

d. Optimalisasi pemanfaatan air yang terampung pada kawah Galunggung dan Situ Gede; e. Pembangunan jaringan irigasi pada Daerah irigasi (DI) Leuwigoong di Kabupaten Garut; f. Rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi pada daerah – daerah irigasi (DI).

Pasal 56

Untuk meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi, program pengembangan prasarana energi dan telekomunikasi meliputi :

a. Pembangunan instalasi baru, pengoperasian instalasi penyaluran dan peningkatan jaringan distribusi; b. Pembangunan prasarana listrik yang bersumber dari energi alternatif;

c. Pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan dan model-model telekomunikasi alternatif.

Pasal 57

Program pembangunan prasarana energi dan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Pembangunan instalasi baru yaitu Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Tasikmalaya – Depok, Interbus Transformer (IBT) Jatibarang (Kabupaten Garut), Gardu Induk (GI) Cibeureum (Kabupaten Tasikmalaya), Trafo Distribusi Cianjur, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Ciganea (Kabupaten Purwakarta), Konduktor SUTT Cirata (Kabupaten Purwakarta), dan IBT Purwakarta;

(29)

b. Pengoperasian instalasi penyaluran, yaitu : Bengkok Incomner, Double Phi GI Lagadar, Double Phi Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Mandirancan (Kabupaten Cirebon), Reconductoring SUTT Rancaekek, Ujungberung (Kabupaten Bandung), GITET Tasikmalaya, Trafo Distribusi Sumedang, Cigereleng (Kota Bandung), Kadipaten (Kabupaten Majalengka), Rengasdengklok (Kabupaten Karawang), Padalarang (Kabupaten Bandung), dan GI Malangbong (Kabupaten Garut); c. Peningkatan jaringan distribusi listrik ke daerah perdesaan;

d. Peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik perdesaan, di antaranya mikrohidro, angin, dan surya di perdesaan;

e. Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan dan desa; f. Menciptakan keanekaragaman model telekomunikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

Pasal 58

Untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman, pengembangan prasarana perumahan dan permukiman dilakukan melalui pembangunan prasarana yang memiliki skala pelayanan lintas wilayah.

Pasal 59

Program pengembangan prasarana perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Regional di Bekasi, Bogor, Cicalengka, (Bandung), Palimanan (Cirebon), Palabuhanratu, Mangunreja (Kab. Tasikmalaya) Sukanegara (Cianjur), Pangandaran, Cikampek – Cikopo, dan Kadipaten;

b. Penyediaan air bersih lintas wilayah;

c. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPAL/IPLT) di Kota Bandung, Palimanan (Cirebon), Cisaat (Sukabumi), Tasikmalaya, Cianjur, Pangandaran, Klari (Karawang) dan Kadipaten;

Pasal 60

(1) Tahapan pengembangan infrastruktur darat, laut, dan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan infrastruktur darat, laut, dan udara yang diprioritaskan pembangunannya mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan, mencakup pengembangan sistem jaringan arteri primer dan kolektor primer, pembangunan jaringan jalan tol, peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan pelayanan kereta api, pembangunan “rest area” di beberapa ruas jalan arteri dan kolektor, peningkatan kapasitas dan fungsi pelayanan pelabuhan Cirebon dan Bandara Husein Sastranegara, dan optimalisasi fungsi bandara komersil lainnya;

b. Pengembangan sistem transportasi terpadu di Metropolitan Bodebek dan Bandung dilakukan mulai tahun kedua perencanaan hingga akhir tahun perencanaan dan pembangunan terminal tipe A dan B dilakukan mulai tahun ke tiga perencanaan hingga akhir tahun perencanaan.

(2) Tahapan pengembangan prasarana sumberdaya air dan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut :

a. Pembangunan waduk, prasarana pengendali banjir, jaringan irigasi, dan pengelolaan situ – situ diprioritaskan pelaksanaannya mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

(30)

b. Optimalisasi pemanfaatan air pada kawah Galunggung dan Situ Gede dilaksanakan pada tahun ketiga perencanaan hingga akhir tahun perencanaan.

(3) Tahapan Pengembangan prasarana energi dan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut :

a. Pembangunan dan pengoperasian instalasi baru serta peningkatan jaringan distribusi mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

b. Peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi alternatif, pembangunan sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan dan desa, serta pengembangan keanekaragaman model telekomunikasi dilaksanakan pada tahun ketiga hingga tahun ke enam perencanaan;

(4) Tahapan Pengembangan prasarana perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut :

a. Penyediaan air bersih lintas wilayah diprioritaskan pelaksanaannya pada tahun pertama perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

b. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Regional dan Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPAL/IPLT) dilaksanakan pada tahun kedua perencanaan hingga akhir tahun perencanaan.

Pasal 61

1. Pembiayaan pembangunan infrastruktur wilayah dialokasikan dari sumber dana anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat dan dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

2. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 3 Kawasan Andalan

Pasal 62

Untuk mewujudkan suatu kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya pengembangan kawasan andalan dilaksanakan melalui program :

a. Pengembangan agribisnis; b. Program pengembangan industri; c. Pengembangan pariwisata;

d. Pengembangan usaha bisnis kelautan; e. Pengembangan jasa;

f. Pengembangan sumberdaya manusia.

Pasal 63

(1) Pengembangan agribisnis sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

(31)

a. Penataan kawasan sentra produksi pertanian; b. Pembentukan kelembagaan;

c. Penyediaan infrastruktur seperti transportasi, irigasi/pengairan, listrik, dan telekomunikasi; d. Pengembangan IPTEK atau pendidikan dan latihan teknis bagi aparat dan petani;

e. Optimalisasi balai – balai penelitian dan pengembangan;

f. Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil melalui pengadaan alat mesin pertanian, pengering dan penggiling;

g. Pengadaan benih atau bibit unggul beserta pelatihannya; h. Intensifikasi dan rehabilitasi dan komoditi unggulan;

i. Penelitian dan pengembangan varitas unggulan di kawasan Andalan Bodebek dan Cekungan Bandung;

j. Pemuatan kelembagaan tani di setiap kawasan andalan;

k. Pemanfaatan teknologi dan sarana produksi yang ramah lingkungan.

(2) Program pengembangan industri sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Identifikasi dan pengembangan kelo mpok industri;

b. Penanganan produk-produk industri berbasis bahan baku lokal; c. Mendorong masuknya investasi melalui regulasi dan perizinan; d. Pengembangan jaringan pemasaran produk-produk industri;

e. Mengarahkan pengembangan kegiatan industri di lokasi kawasan industri (industrial estate). (3) Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 62 Peraturan Daerah ini,

dilakukan melalui kegiatan : a. penataan kawasan wisata;

b. promosi para wisata dan pengembangan tempat wisata; c. pengembangan produk agroindustri;

d. pengembangan agro estate.

(4) Pengembangan bisnis kelautan sebagaimana dimaksud dalam huruf D Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Identifikasi daerah – daerah penangkapan ikan, sumberdaya ikan, dan budidaya ikan;

b. Pengembangan sarana dan prasarana penangkapan ikan di Pantai Utara Jawa Barat dan Pantai Selatan Jawa Barat;

c. Pengembangan sarana penyimpanan (cold storage);

d. Penguatan kelembagaan nelayan/masyarakat pesisir di Pantai Utara Jawa Barat dan Pantai Selatan Jawa Barat;

e. Pengembangan sentral pemasaran dan pengolahan hasil laut: f. Perbaikan alur-alur pelayaran di Pantai Utara Jawa Barat; g. Rehabilitasi hutan mangrove di Pantai Utara Jawa Barat.

(5) Pengembangan jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf e Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

(32)

a. Penumbuhan jasa informasi; b. Pengembangan jasa perdagangan; c. Pengembangan jasa konsultasi; d. Pengembangan jasa pendidikan; e. Pengembangan jasa riset dan teknologi.

(6) Pengembangan sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud dalam huruf f Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Pengembangan balai – balai riset dan teknologi; b. Pengembangan perguruan tinggi;

c. Pengembangan balai – balai pelatihan.

Pasal 64

Tahapan pengembangan kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan Kawasan Andalan Sukabumi dsk, Priangan Timur dsk, Cekungan Bandung, Pangandaran dsk, Ciayumajakuning dan Purwakara – Subang – Karawang diprioritaskan pelaksanaannya mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

b. pengembangan Kawasan Andalan Bogor – Depok – Bekasi dan Bogor – Puncak – Cianjur dilaksanakan pada 5 tahun terakhir.

Pasal 65

(1) Pembiayaan pengembangan Kawasan Andalan dialokasikan dari sumber dana anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat dan dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk - bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 4

Kawasan Pertahanan Keamanan

Pasal 66

Untuk menjaga kepentingan kawasan pertahanan dan keamanan maka tidak diperkenankan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi kawasan pertahanan keamanan.

Pasal 67 Pengamanan kawasan pertahanan keamanan dilakukan melalui : a. Pengukuhan lokasi kawasan pertahanan dan keamanan; b. Sosialisasi lokasi kawasan pertahanan keamanan;

(33)

Bagian Kedua Pola Tata Ruang

Paragraf 1 Kawasan Lindung

Pasal 68

(1) Pada kawasan lindung di dalam kawasan hutan hanya diperbolehkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.

(2) Kegiatan budidaya yang berada pada kawasan lindung di luar kawasan hutan yang menganggu fungsi lindung, maka fungsinya dikembalikan secara bertahap sesuai dengan peraturan perUndang - Undangyang berlaku, sedangkan untuk kegiatan – kegiatan baru yang dapat menganggu fungsi lindung perlu dibatasi.

Pasal 69

Untuk mewujudkan Provinsi kawasan lindung sebesar 45% program pengembangan kawasan lindung di Jawa Barat adalah sebagai berikut :

a. Pengukuhan kawasan lindung;

b. Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung guna mengembalikan dan meningkatkan fungsi lindung;

c. Pengendalian kawasan lindung;

d. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung; e. Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan;

f. Pengembangan pola insentif dan disinsentif pengelolaan kawasan lindung.

Pasal 70

(1) Pengukuhan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 69 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Penunjukan kawasan lindung baik yang merupakan hutan maupun non hutan; b. Penataan batas kawasan lindung;

c. Pemetaan kawasan lindung; d. Penetapan kawasan lindung;

(2) Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 69 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan penghijauan di seluruh kawasan lindung.

(3) Pengendalian kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 69 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pengamanan dan peraturan pemanfaatan sumberdaya kawasan lindung di seluruh kawasan lindung.

(4) Pengembangan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 69 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat/masyarakat adat.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat dan Peraturan Gubernur

Nilai-nilai kearifan lokal sasak berwawasan multikultural untuk membangun integrasi sosial dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran IPS di sekolah karena nilai-nilai

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya, Xing Yi dan James Allan (2007) melakukan penelitian untuk menguji kinerja dari mesin pencari Indri dalam menangani

Audit atas Sistem pengendalian intern (SPI) ini berisi tentang tingkat kelemahan pengendalian internal yang terjadi pada suatu pemerintah daerah. Menurut PP No.8

Tujuan antar muka pemakai adalah agar sistem komputer dapat digunakan untuk menunjuk pada kemampuan yang dimiliki oleh piranti lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan

Partikel tunggal (virion) terdiri dari asam nukleat (nukleoid) DNA/RNA (tidak keduanya) & selubung protein (kapsid) yang membungkus/melindungi asam nukleat serta dapat

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT Nomor 18 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2006-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA