PENGARUH PELATIHAN ZIG-ZAG RUN DAN LARI 60 M
TERHADAP VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO
2MAKS)
I Md Agus Wedana, I Kt Sudiana, Ni Putu Dewi Sri Wahyuni
Jurusan Ilmu Keolahragaan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
email:
{agus_wedana@yahoo.com.,Sudiana_67@yahoo.co.id,niputudewisri@gmail.com
}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan zig-zag run dan lari 60 m
terhadap Volume Oksigen Maksimal pada peserta ekstrakurikuler atletik SMP Negeri 2
Payangan tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu
dengan rancangan the nonrandomized control group pretest-posttest design. Subyek penelitian
ini adalah peserta ekstrakurikuler atletik SMP Negeri 2 Payangan tahun pelajaran 2013/2014
yang berjumlah 30 orang. VO
2Maks diukur dengan test bleeps (MFT). Data dianalisis dengan uji
anava satu jalur taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan bantuan komputer program SPSS 16,0.
Hasil analisis data pada variabel Volume Oksigen Maksimal diperoleh nilai signifikansi F
hitunglebih kecil dari nilai α (Sig < 0,05) sebesar 0,000, sehingga hipotesis terdapat perbedaan
pengaruh antara pelatihan zig-zag run dan lari 60 m terhadap peningkatan Volume Oksigen
Maksimal, diterima. Berdasarkan hasil uji LSD, maka pelatihan lari 60 m mempunyai pengaruh
yang lebih baik dari pelatihan zig-zag run terhadap peningkatan VO
2Maks dengan mean
difference sebesar 0,12000.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa; (1) pelatihan lari
zig-zag berpengaruh terhadap peningkatan Volume Oksigen Maksimal, (2) pelatihan lari 60 m
berpengaruh terhadap peningkatan Volume Oksigen Maksimal, (3) terdapat perbedaan pengaruh
antara zig-zag dan 60 m terhadap peningkatan Volume Oksigen Maksimal, (4) Pelatihan lari 60
m lebih baik pengaruhnya dibandingkan zig-zag terhadap peningkatan Volume Oksigen
Maksimal.
Kata kunci: pelatihan, Volume Oksigen Maksimal Abstract
This study aims to determine the effect of zigzag training run and ran 60 m to VO2max in extracurricular athletics participants SMP 2 Payangan academic year 2013/2014. This type of research is a quasi experimental desigen with the nonrandomized control group pretest-posttest design. The subjects of this study were 30 partics extracurricular at SMP N 2 Payangan in the academic year 2013/2014. VO2max was measured by bleeps test (MFT). Data were analyzed by ANOVA test one lane significance level (α) = 0,05 with the help of the computer program
SPSS 16.0. . From the result of data analysis using one lane anava test in the variable of maximum oxygen volume, Fhitung significance value were obtained and are smaller than α (Sig< 0,05) at 0,000. This showed the difference of effect between zig-zag run and 60m run in increasing oxygen volume. Based on the results of LSD test, the training run of 60 m has a better effect than training zig-zag run against an increase in VO2 maks with a mean difference 0f 0,12000. From the analysis of data and discussion is concluded that: (1) training run zig-zag effect on the increase in VO2max, (2) training run 60 m affect the increase in VO2max, (3) there is a difference between the effect of zigzag and 60 m to the increase in VO2max , (4) Training 60 m run better influence than the zig-zag to the increase in VO2max.
Keywords : training, maximum oxygen volume.
PENDAHULUAN
Dalam melakukan kegiatan atau aktivitas berolahraga tentu ada akibat yang akan ditimbulkan baik aspek positif dan negatifnya. Bila dilakukan dengan baik dan benar maka aspek positifnya, yaitu 1) Mampu menggerakkan aktivitas sosial, ekonomi, dan politik: adanya interaksi antar manusia (individu dan kelompok), adanya kegiatan jasa, adanya penyerapan tenaga kerja. 2) Mampu mengangkat harga diri pelaku olahraga, atlet, pelatih, pembina, organisasi, daerah dan bangsa, kesejahteraan pembina olahraga, dan martabat bangsa di dunia internasional. Sedangkan bila dilakukan dengan tidak baik maka akan ada dampak negatifnya, antara lain seperti masih adanya kecenderungan dari banyak atlet dalam mengikuti suatu pertandingan menggunakan segala cara dalam upaya memenangkan pertandingan atau perlombaan, misalnya tidak fair play, tidak disiplin, memanipulasi, melanggar ketentuan (peraturan pertandingan atau perlombaan), dan pemakaian doping. Seorang atlit harus memiliki kebugaran jasmani yang baik untuk mendapatkan gerakan efektif dan efesien, sehingga dapat berprestasi. Kebugaran jasmani yang baik akan berimplikasi pada kekuatan, kecepatan, ketepatan, kelentukan, kelincahan, power, dan daya tahan yang baik pula.
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan kebugaran jasmani yang optimal. Volume oksigen maksimal ( O2 max) dipakai sebagai
parameter derajat kebugaran jasmani yang menopang terciptanya koordinasi gerak lain yang diperlukan pada spesifikasi dalam cabang olahraga apapun.
Selain daya tahan kardiorespirasi, komponen kebugaran jasmani yang diperlukan dalam olahraga atletik adalah power otot. Gerakan dalam olahraga atletik selalu dimulai dari lantai dan memerlukan keseimbangan tubuh yang baik. Keseimbangan tubuh yang baik diperoleh jika kekuatan otot tungkai juga baik, sehingga kekuatan otot tungkai seorang pelari perlu untuk dilatih dan ditingkatkan sebagai modal awal untuk dapat mengikuti latihan pengembangan komponen kebugaran jasmani yang lain serta latihan teknik dalam cabang olahraga atletik.
Melihat dari permasalan tersebut peneliti akan meneliti beberapa metode pelatihan untuk mengetahui apakah metode pelatihan yang di gunakan sudah tepat atau belum. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti metode pelatihan Zig-Zag Run dan metode pelatihan lari 60 m terhadap Volume
Oksigen Maksimal (VO2 max ).
Prinsip-prinsip dasar pelatihan
Sukadiyanto, (2005: 12) menyatakan, Prinsip
pelatihan merupakan hal-hal yang harus ditaati
dilakukan atau dihindari agar tujuan pelatihan dapat
tercapai sesuai dengan harapan. Prinsip-prinsip
pelatihan memiliki peranan penting terhadap aspek
pisiologis dan psikologis olahragawan. Apabila ada
prinsip pelatihan tidak diterapkan maka akan
berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikis
olahragawan. Untuk itu para pelatih perlu memahami
beberapa prinsip pelatihan tersebut dan dapat
menerapkan dalam proses pelatihan.
Menurut Kanca (2004 :54) beberapa prinsip pelatihan
adalah sebagai berikut:
a. Prinsip beban berlebih (The overload principle)
Prinsip
beban
berlebih
pada
dasarnya
untuk
mendapatkan efek pelatihan yang baik, organ tubuh
harus mendapatkan pembebanan melebihi beban dari
biasanya diterima dari aktivitas kehidupan sehari-hari.
Beban yang diberikan bersifat individual dan pada
dasarnya diberi beban mendekati beban sub maksimal
sampai beban maksimalnya. Agar prinsip beban
berlebih ini efektif, sebaiknya menganut sistem tangga
(step-type approach) seperti nampak pada bagan
dibawah ini.
b. Prinsip tahanan bertambah (The principle of
progresive resistance)
Agar prinsip beban berlebih memiliki efek,
maka prinsip beban berlebih harus memiliki prinsip
beban bertambah karena keduanya memiliki hubungan
yang sangat erat. Suatu pelatihan dituntut adanya
peningkatan pembebanan yang dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan beban, set, repetisi,
frekuensi maupun lamanya pelatihan, tujuannya adalah
untuk mencapai hasil yang maksimal. Dalam pelatihan
ini tahanan bertambah yang dimaksud adalah pada
setiap set mengalami peningkatan setiap jenjang waktu
yang telah ditentukan dalam pelatihan ini.
c. Prinsip pelatihan beraturan (The principle of
arrangement of exercise)
Pelatihan hendaknya diatur sedemikian rupa,
dimulai dengan melatih kelompok otot-otot yang
besar, kemudian baru dilanjutkan dengan melatih
kelompok otot-otot yang kecil. Karena melatih otot
yang besar lebih mudah dalam pelaksanaannya. Tidak
boleh melakukan latihan secara berurutan kepada
kelompok otot yang sama, berikan senggang waktu
yang cukup untuk periode pemulihan. Dalam
penelitian
ini
penerapan
pelatihan
beraturan
dilakukkan secara sistematis yang dimulai dari
pemanasan, pelatihan inti dan diakhiri dengan
pendinginan.
d. Prinsip pelatihan spesifik (The principle of
spesific)
Program
pelatihan
dalam
beberapa
hal
hendaknya bersifat khusus, karena setiap cabang
olahraga memerlukan persiapan yang khusus dan khas
dalam
penyusunan
program
pelatihan.
Dalam
penerapan prinsip latihan spesifik dilakukan dengan
pemberian pelatihan Zig-Zag Run dan Lari 60 meter
untuk meningkatkan peningkatan Volume Oksigen
Maksimal (VO
2max).
e. Prinsip pulih asal (The principle of reversibility)
Hasil dari proses peningkatan kualitas fisik
sudah diperoleh melalui hasil pelatihan yang telah
dilakukan, dalam kurun
waktu tertentu akan
mengalami penurunan kembali. Oleh karena itu,
kesinambungan pelatihan memiliki peranan yang
sangat penting dalam pemberian pelatihan. Prinsip
pulih asal pada penelitian ini berupa jadwal pelatihan
yang dilakukan sebanyak 12 kali pertemuan, dengan
frekuensi 3 kali pertemuan dalam 1 minggu dengan
selang waktu istirahat 1 hari yang didasarkan apabila
selang waktu istirahat terlalu jauh akan menyebabkan
penurunan kembali kemampuan fisik.
Intensitas pelatihan
“Intensitas adalah komponen kualitatip dalam
aktivitas yang dilakukan dalam periode waktu
tertentu” (Menurut Hari sutijono, 2001: 8)
Sedangkan menurut Nala (1998 : 27) Intensitas
pelatihan adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan
seorang atlet menurut program yang telah ditentukan.
Intensitas pelatihan merupakan komponen kualitatif
yang dilakukan dalam satu satuan waktu. Semakin
banyak kerja yang dilakukan per satuan waktu, makin
tinggi intensitas pelatihan yang dilakukan.
“Intensitas adalah ukuran yang menunjukkan
kualitas (mutu) suatu rangsang atau pembebanan.
Untuk menentukan besarnya ukuran intensitas antara
lain dengan cara mengunakan: RM, denyut jantung,
kecepatan, jarak tempuh, jumlah repetisi, pemberian
waktu recovery dan interval” (Sukadiyanto 2005: 24)
Frekuensi pelatihan dan lamanya pelatihan
Sukadiyanto (2005 :29) menyatakan, Frekuensi
adalah jumalah latihan yang dilakukan dalam periode
waktu tertentu. Pada umumnya periode waktu yang di
gunakan untuk menghitung jumlah frekuensi tersebut
adalah dalam satu minggu. Frekuensi latihan ini
bertujuan untuk menunjukkan jumlah tatap muka
(sesi) latihan pada setiap minggunya.
“Program pelatihan fisik baik aerobik maupun
anaerobik dengan frekuensi 3 kali perminggu selama 4
minggu
merupakan stressor fisik
yang dapat
dikondisikan,
sehingga
tubuh
beradaptasi
dan
sekaligus mampu memperbaiki dan meningkatkan
fungsi sistem tubuh” (Kanca, 2004:50). “Frekuensi
pelatihan sebaiknya dilakukan minimal 3 kali
seminggu dan usahakan tidak ada tiga kali
berturut-turut melakukan pelatihan dan harus diselingi istirahat
sehari atau dua hari agar kekuatan yang telah dibina
tidak menurun lagi dari kekuatan semulanya” (Nala,
1992:62).
Dalam penelitian ini frekuensi pelatihan yang
digunakan adalah 3 kali seminggu yaitu selasa, kamis,
dan sabtu . Lamanya pelatihan adalah selama 4
minggu atau 12 kali pelatihan diluar dari pelaksanaan
tes awal (pre – test) dan tes akhir (post – test ).
Lari Zig-Zag
“Latihan lari zig-zag hampir sama dengan lari
bolak-balik, kecuali atlet lari melintasi beberapa titik,
misalnya 10 titik” (Harsono, 1988:172).
“Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk
menguasai
keterampilan
lari,
menghindar
dari
berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada
di sekeliling” (Saputra, 2002: 21).
Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan
kerugian Zig-Zag Run, yaitu:
1) Keuntungan:
a) Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut
ketajaman berbelok arah lebih kecil (45 dan 90
derajat).
b) Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh,
sehingga mempermudah dalam tes kelincahan
dribbling
2) Kerugian:
a) Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.
b) Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari
yang besar sehingga pada saat melakukan tes
kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari
tes kelincahan dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet
konsentrasinya terpusat pada arah belok dan bukan
pada kecepatan larinya.
Lari 60 Meter
Gerry A. Carr (2003:13) meyatakan, Olahraga
Lari mempunyai beberapa cabang, yaitu Lari Jarak
Pendek, Lari Jarak Jauh, dan Lari Estafet. Lari jarak
pendek adalah lari yang menempuh jarak antara 50 m
sampai dengan jarak 500 m. oleh karena itu kebutuhan
utama untuk lari jarak pendek adalah kecepatan.
Kecepatan dalam lari jarak pendek adalah hasil
kontraksi yang kuat dan cepat dari otot-otot yang
dirubah menjadi gerakan halus lancer dan efisien dan
sangat dibutuhkan bagi pelari untuk mendapatkan
kecepatan yang tinggi.Seoarang pelari jarak pendek
(sprinter) yang potensial bila dilihat dari komposisi
atau susunan serabut otot persentase serabut otot cepat
(fast twitch) lebih besar atau tinggi dengan
kemampuan sampai 40 kali perdetik dalam vitro
disbanding dengan serabut otot lambat (slow twitch)
dengan kemampuan sampai 10 kali perdetik dalam
vitro.
Urutan gerak dalam berlari bila dilihat dari
tahap-tahapnya adalah tahap topang yang terdiri dari
topang depan dan satu tahap dorong, serta tahap
melayang yang terdiri dari tahap ayun ke depan dan
satu tahap pemulihan atau recovery. Tahap Topang
(support phase), pada tahap ini bertuuan untuk
memperkecil penghambatan saat sentuh tanah dan
memaksimalkan dorongan ke depan. Bila dilihat dari
sifat-sifat teknisnya adalah mendarat pada telapak kaki
(ballfoot). Tahap melayang (flaying phase), pada tahap
ini bertujuan untuk memaksimalkan dorongan ke
depan dan untuk mempersiapkan suatu penempatan
kaki yang efektif saat sentuh tanah. Bila dilihat dari
sifat-sifat teknis pada tahap ini adalah lutut kaki ayun
bergerak ke depan dan ke atas (untuk meneruskan
dorongan dan menambah panjang langkah).
Lari jarak pendek bila dilihat dari tahap-tahap
berlari terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Tahap reaksi dan dorongan (reaction dan
drive)
2. Tahap percepatan (acceleration)
3. Tahap tansisi/perobahan (transition)
4. Tahap kecepatan maksimum (speed
maximum)
5. Tahap pemeliharaan kecepatan (maintenance
speed)
6. Finish
Dan tujuan lari jarak pendek adalah untuk
memaksimalkan kecepatan horizontal, yang dihasilkan
dari dorongan badan ke depan. Kecepatan lari
ditentukan oleh panjang langkah dan frekuensi
langkah(jumlah langkah persatuan waktu). Oleh
karena itu, seorang pelari jarak pendek harus dapat
meningkatkan satu atau kedua-duanya.
Volume Oksigen Maksimal ( VO
2max)
“VO
2max adalah volume maksimal oksigen
yang diproses oleh tubuh manusia pada saat
melakukan kegiatan yang intensif. Volume oksigen ini
adalah suatu tingkatan kemampuan tubuh yang
dinyatakan
dalam
liter
per
menit
atau
mililiter/menit/kg berat badan” (junusul hairy, 1989:
186).
Fungsi fisiologis yang terlibat dalam kapasitas
konsumsi oksigen maksimal. Pertama jantung, paru
dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik,
sehingga oksigen yang dihisap dan masuk ke paru,
selanjutnya
sampai
kedarah.
Kedua
proses
penyampaian oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel-sel
darah merah harus normal, yakni fungsi jantung harus
normal, volume darah harus normal, jumlah sel-sel
darah
merah
harus
normal
dan
konsenterasi
hemoglobin harus normal, serta pembuluh darah harus
mampu mengalirkan darah dari jaringan-jaringan yang
tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang
membutuhkan oksigen yang lebih besar. Ketiga
jaringan-jaringan terutama otot harus mempunyai
kapasitas normal untuk mempergunakan oksigen yang
disampaikan kepadanya. Fungsi jantung ditandai oleh
curah jantung (cardiac output = CO) kemampuan
sistem sirkulasi untuk mengangkut darah dari bagian
yang tidak aktif kebagian-bagian yang aktif dan
kemampuan
jaringan-jaringan
untuk
menyerap
oksigen dari darah.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek penelitian. Jenis penelitian eksperimental yang digunakan adalah eksperimental semu (quasi experimental), dengan tujuan untuk memperoleh impormasi yang merupakan pemikiran bagi impormasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Kanca, 2010: 93).
rancangan penelitian yang akan digunakan adalah: the non randomized the pre-test post-test
control group design ” (Kanca, 2010: 94). Rancangan
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
S
T
1O
P
P
K
1K
2K
3X
1X
2o
T
2T
2T
2KETERANGAN:
S = Subjek
T1 = Tes Awal (pre-test)
OP= Ordinal Pairing
K
1= Kelompok 1
K
2= Kelompok 2
K
3= Kelompok 3
X1 = Pelatihan Zig-Zag Run
X2 = Pelatihan Lari 60 meter
O = Kontrol dengan aktivitas olahraga bebas
(Konvensional)
T2 = Tes Akhir (post-test)
Rancangan penelitian di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Seluruh subyek penelitian diberikan tes awal
(T
1) yaitu untuk mengukur kemampuan VO
2Maks
dilakukan dengan multistage fitness test, setelah tes
dilaksanakan
dilanjutkan
dengan
perengkingan,
selanjutnya
dilaksanakan
pembagian
anggota
kelompok menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok 1, 2,
dan 3 dengan teknik ordinal pairing yaitu kelompok
perlakuan 1 (K
1= pelatihan Zig-Zag Run), kelompok
perlakuan 2 (K
2= pelatihan lari 60 m) dan kelompok
kontrol (K
0). Kelompok perlakuan diberikan pelatihan
selama empat minggu atau 12 kali pelatihan.
Sedangkan kelompok kontrol diberikan pelatihan yang
bersifat konvensional, yaitu berupa olahraga yang
biasa dilakukan dan menyenangkan, dalam penelitian
ini kelompok kontrol tersebut diberikan olahraga
jogging selama 5 menit. Kelompok kontrol ini sebagai
bahan perbandingan terhadap kelompok perlakuan.
Perbandingan ini untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh pelatihan zig-zag run dan lari 60 m terhadap
VO
2Maks. Setelah program pelatihan selesai, maka
ketiga kelompok diberikan tes akhir (T
2) yang sama
dengan tes awal.
Dalam penelitian ini, subyek penelitian yang diberikan pelatihan zig-zag run dan lari 60 m terhadap VO2Maks pada peserta ekstrakurikuler atletik SMP
Negeri 2 Payangan tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 30 orang. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan VO2Maks adalah
menggunakan test bleeps (multistage fitness test) dengan validitas dan reliabilitas tes sebesar 0,99. Lamanya pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah selama 4 minggu atau selama 12 kali pelatihan, dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu. Waktu pelaksanaan pelatihan pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WITA, bertempat dilapangan SMp Negeri 4 Payangan. Sebelum melakukan analisis data beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah uji normalitas data dan uji
homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa subyek penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan komputer program Statistic Program Service Solution (SPSS) 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari α = 0,05 (sig > α), maka variasi data pada subyek penelitian berdistribusi normal, sedangkan nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α), maka variasi data pada subyek penelitian tidak berdistribusi normal (Candiasa, 2004: 8).
Uji homogenitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Levene dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0,05 (sig > α), maka variasi data homogen, sedangkan jika signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α), maka variasi data tidak homogen (Candiasa, 2004: 14).
Uji hipotesis penelitian ini
yaitu pelatihan zig-zag run dan lari 60 m
berpengaruh terhadap VO
2Maks menggunakan
uji anava satu jalur dengan bantuan komputer
program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi
(α) =
0,05 untuk mengetahui sejauh mana perbedaan
pengaruh kedua pelatihan tersebut. Kriteria
pengambilan keputusan jika nilai signifikansi F
lebih kecil dari α = 0,05 (F < α), maka terdapat
perbedaan yang bermakna dari masing-masing
kelompok sedangkan jika nilai signifikansi F lebih
besar dari α = 0,05 (F > α), maka tidak terdapat
perbedaan yang bermakna dari masing-masing
kelompok (Candiasa, 2010: 82).
Jika terdapat perbedaan yang bermakna dari masing-masing kelompok maka perlu dilakukan uji lanjut atau uji pembanding berganda untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik antara zig-zag run dan lari 60 m terhadap peningkatan VO2Maks. Dalam penelitian ini, jenis uji pembanding
yang dipergunakan adalah Uji Least Significant
Difference (LSD) dengan bantuan komputer program
SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0,05 (sig > α) maka hipotesis ditolak, sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α) maka hipotesis diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis dari penelitian untuk variabel terikat penelitian menunjukkan adanya peningkatan rata-rata (mean) untuk masing-masing variabel. Dari deskripsi data variabel VO2Maks seperti terlihat pada
peningkatan rata-rata (mean) baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Kelompok
perlakuan zig-zag run mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,92 dari rata-rata-rata-rata pretest 32,14 menjadi 33,06 pada saat posttest. Kelompok perlakuan lari 60 m mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,04 dari rata-rata pretest 32,12 dan pada saat posttest 33,16. Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan rata-rata 0,27 dari rata-rata pretest 32,03 menjadi 32,30 pada saat posttest.
Dari deskripsi diatas, terlihat adanya peningkatan variabel VO2Maks, kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol mengalami peningkatan, dengan peningkatan nilai rata-rata kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan VO2Maks pada
subyek penelitian. Peningkatan pada kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan
zig-zag run dan lari 60 m selama 4 minggu dengan 12 kali pelatihan, sedangkan adanya peningkatan pada variabel VO2Maks lebih diakibatkan oleh bentuk dan
peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh subyek penelitian selama kegiatan berlangsung.
Pengujian terhadap normalitas data penelitian dilakukan pada data gain score dari data VO2Maks
pada kelompok perlakuan zig-zag run dan lari 60 m dan kelompok kontrol dengan instrumen uji
Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan komputer
program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Data akan berdistribusi normal, jika nilai signifikansi hitung untuk data VO2Maks yang diujikan lebih besar
dari pada α = 0,05 (sig > 0,05). Rangkuman hasil uji normalitas data tersebut pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data
Sumber Data Kolmogorov Smirnov
Statistik Df Sig Keterangan VO2Maks 1. Zizg-zag run 0.296 10 0,200 Normal 2. Lari 60 m 0.282 10 0,200 Normal 3. Kontrol 0.223 10 0,200 Normal
Dari hasil uji normalitas data dengan instrumen uji Kolmogorov-Smirnov program SPSS 16,0 diperoleh hasil statistik 0,29 dan signifikansi 0,20 pada kelompok perlakuan zig-zag, statistik 0,28 dengan signifikansi 0,20 pada kelompok perlakuan lari 60 m, dan statistik 0,22 dengan signifikansi 0,20 pada kelompok kontrol. Signifikansi hitung untuk data pada variabel VO2Maks lebih besar dari pada α = 0,05 (sig
> 0,05) sehingga data yang diuji merupakan data yang berdistribusi normal.
Uji homogenitas data dilakukan terhadap data
gain score VO2Maks pada kelompok perlakuan
pelatihan zig-zag run dan lari 60 m dan kelompok kontrol yang menggunakan instrumen uji Levene dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Data yang diuji berasal dari data yang homogen. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi Levene dari data VO2Maks lebih
besar dari pada α = 0,05 (sig > 0,05) maka data yang diuji berasal dari data yang homogen.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Data
Sumber Data
Levene
Statistic df 1 df 2 Sig Keterangan
VO2Maks Based on Mean 0.697
2
27
0.507 Homogen Based on Median 0.5002
27
0.612 HomogenDari hasil uji homogenitas menggunakan instrumen uji
Levene dengan bantuan program SPSS 16,0
diperoleh nilai uji 0.69 dengan signifikansi 0.50. Nilai signifikansi Levene untuk variabel VO2Maks lebih
besar dari α = 0,05 (sig > 0,05) sehingga data yang diuji berasal dari data yang homogen
Hipotesis pelatihan zig-zag run dan lari 60 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, diuji
menggunakan uji anava satu jalur dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji anava satu jalur memiliki signifikansi lebih kecil dari α
= 0,05 (sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar α (sig > 0,05), maka
hipotesis ditolak.
Tabel 3. Hasil Uji Anava Satu Jalur
VO2Maks
Sum of
Square df Mean Square F Sig
Between
Groups 3.433
2
1.716 11.4680,000
Within
Groups 4.041
27
0.150Total 7.474
29
Dari hasil uji anava satu jalur data gain score VO2Maks diperoleh nilai F sebesar 11.46 dengansignifikansi 0,00 lebih kecil dari α = 0,05 (sig < 0,05), sehingga hipotesis penelitian terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari masing-masing kelompok. Karena terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan zig-zag run dan lari 60 m terhadap peningkatan VO2Maks, maka diuji lanjut atau uji
pembanding dengan instrumen uji Least Significant
Difference (LSD) dengan bantuan komputer program
SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan apabila nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < 0,05), maka hipotesis diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan.
Sedangkan apabila nilai signifikansi lebih besar α = 0,05 (sig > 0,05), maka hipotesis ditolak yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan VO2Maks
dilakukan dengan cara membedakan nilai terbesar pada mean difference atau perbedaan rata-rata. Pelatihan yang mendapat nilai terbesar merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan VO2Maks. Data yang diuji adalah data gain score kelompok pelatihan zig-zag run dan lari 60
m dan kelompok kontrol untuk peningkatan VO2Maks.
Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji LSD Data VO2Maks
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower
Bound Upper Bound
Zig-zag
run
Lari 60
-0.12000 0.17301 0.494 -0.4750 .2350Kontrol
0.65000 0.17301 0.001 0.2950 1.0050Lari 60
Zig-zag run
0.12000 0.17301 0.494 -0.2350 0.4750Kontrol
0.77000* 0.17301 0.000 0.4150 1.1250Kontrol
Zig-zag run
-0.65000* 0.17301 0.001 -1.0050 -0.2950Lari 60
-0.77000* 0.17301 0.000 -1.1250 -0.4150 Dari hasil Mean Difference pada uji LSDVO2Maks antar kelompok dapat disimpulkan:
a. Pelatihan lari 60 m lebih baik dibandingkan pelatihan zig-zag run terhadap peningkatan VO2Maks sebesar 0.12.
b. Pelatihan lari 60 m lebih baik dibandingkan kelompok kontrol terhadap peningkatan VO2Maks sebesar 0. 77.
c. Pelatihan lari 800 m lebih baik dibandingkan kelompok kontrol sebesar -0,65.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan VO2Maks pada subyek penelitian. Peningkatan pada
kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan zig-zag run dan lari 60 m selama 4 minggu dengan 12 kali pelatihan, sedangkan adanya peningkatan pada variabel VO2Maks lebih diakibatkan
oleh bentuk dan peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh subyek penelitian selama kegiatan berlangsung.
Pelatihan olahraga dengan sistem energi aerobik merupakan bentuk pelatihan fisik yang memberikan pembebanan kepada organ tubuh yang dilatih. Pembebanan ini akan memberi peluang dalam peningkatan pada kemampuan sistem kardiorespirasi dalam penyaluran oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Pada pelatihan zig-zag run dan lari 60 m predominan menggunakan sistem energi aerobik, dimana daya tahan aerobik dikontrol oleh kapasitas jantung, paru-paru, dan sistem pernapasan untuk menyediakan oksigen pada otot. Metode pelatihan zig-zag run dan lari 60 m dengan diberikannya penambahan beban secara bertahap dan progresif baik dari set atau repetisi setiap latihan per minggu. Sebagai bentuk pelatihan dengan sistem energi aerob, metode ini memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan VO2Maks yang merupakan faktor yang dominan
dalam menunjukkan kemampuan tubuh seseorang serta kemampuan VO2Maks akan memberikan
gambaran terhadap besarnya kemampuan motorik (motoric power) terhadap proses aerobik seseorang. Kemampuan maksimal fungsi jantung, paru-paru merupakan penilaian terbaik kemampuan tubuh seseorang untuk mengukur konsumsi oksigen maksimal. VO2Maks sangat besar pengaruhnya
terhadap daya tahan fisik seseorang yaitu dalam pemakaian dan pengangkutan oksigen oleh otot.
Secara fisiologis VO2Maks dipengaruhi oleh
kemampuan sistem kardiorespirasi dalam menyalurkan darah ke jaringan yang aktif bekerja dan kemampian otot dalam menggunakan oksigen yang dibawa oleh darah. Upaya peningkatan VO2Maks
dapat dilakukan melalui pelatihan yang dapat meningkatkan salah satu atau kedua faktor tersebut. Peningkatan pada sistem kardiorespirasi dan sistem otot akan meningkatkan kemampuan VO2Maks.
Menurut Hairy (1989: 208) beberapa perubahan yang terjadi setelah melakukan latihan daya tahan aerobik (konsumsi oksigen maksimal), dalam hal penelitian ini diberikan pelatihan zig-zag run dan lari 60 m:
1) Perubahan Kardiorespirasi
Perubahan kardiorespirasi yang disebabkan oleh latihan daya tahan aerobik, juga termasuk sistem transpor oksigen. Sistem transpor oksigen melibatkan juga sistem sirkulatori, respiratori, dan jaringan untuk bekerja bersama dalam satu tujuan, yaitu melepaskan atau menyampaikan oksigen ke otot yang sedang bekerja. Dengan latihan daya tahan aerobik dapat meningkatkan respon jantung terhadap kegiatan dan juga dapat diharapkan bahwa orang-orang yang terlatih dapat bekerja lebih efisien pada semua pekerjaannya. Pembuluh darah kapiler pada otot bertambah banyak sehingga memungkinkan difusi oksigen di dalam otot dapat lebih mudah, akibatnya mempunyai kemampuan untuk mengangkut dan mempergunakan rata-rata oksigen lebih besar dari pada orang yang tidak terlatih. Karena itu dapat
mengkonsumsi oksigen lebih banyak per unit massa otot dan dapat bekerja lebih tahan lama.
2) Peningkatan Daya Tahan Otot
Daya tahan otot adalah berhubungan dengan kemampuan sekelompok otot dalam mempertahankan suatu usaha dalam waktu yang lama serta kemampuan untuk mensuplai oksigen selama kontraksi otot berlangsung. Kebanyakan para ahli fisiologi olahraga berpendapat bahwa kapasitas aerobik ini merupakan suatu indikator yang terbaik dari daya tahan seseorang. Kapasitas aerobik yang tinggi hanya dapat dicapai dengan melakukan latihan daya tahan secara reguler. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan pada mitochondria sebagai sistem penghasil tenaga yang memberikan sumbangan pada peningkatan kapasitas respiratori. Sebenarnya mitochondria terutama terlibat di dalam pemakaian oksigen untuk produksi ATP, sedangkan oksigen yang ada pada mitochondria berasal dari sel otot yang diangkut oleh mioglobin yang berfungsi menyimpan dan mengangkut oksigen dari sel otot ke mitochondria.
Dengan pelatihan zig-zag run dan lari 60 m ini akan membawa manfaat positif bagi fisiologis dan anatomi tubuh, tidak hanya dalam peningkatan VO2Maks tetapi juga peningkatan efisiensi sistem
sirkulasi dan sistem pembentukan energi di mitochondria sehingga dapat berlatih lebih lama dan lebih keras tanpa melelahkan diri. Pengaruh lainnya yaitu memperbesar kapasitas pengisi jantung dan daya kontraksi yang bertambah berarti lebih banyak darah yang terpompa pada setiap denyutan, menambah vaskularisasi jantung artinya meningkatkan masukan sel darah merah ke otot-otot jantung, menambah kadar darah dan sel darah merah yang berarti meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen (Brown, 2001: 8).
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan zig-zag run dan pelatihan lari 60 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, terdapat perbedaan pengaruh antara
pelatihan zig-zag run dan pelatihan lari 60 m terhadap peningkatan VO2Maks, dan pelatihan lari 60 m lebih
baik pengaruhnya dibandingkan pelatihan zig-zag run terhadap peningkatan VO2Maks pada peserta
ekstrakurikuler atletik SMP Negeri 2 Payangan tahun pelajaran 2013/2014
Berdasarkan hasil penelitian ini, hal-hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut, yaitu:
1) Disarankan bagi pembina olahraga, pelatih olahraga, guru penjasorkes dan atlet serta pelaku olahraga lainnya dapat menggunakan pelatihan zig-zag run dan lari 60 m yang terprogram dengan baik sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani.
2) Bagi peneliti lain, jika ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan variabel dan subyek atau sampel penelitian yang berbeda, dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini sebagai bahan perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, R. L. 2001. Bugar dengan Lari. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Candiasa, I M. 2004. Statistik Multivariat Disertai
Aplikasi dengan SPSS. Singaraja: Unit
Penerbitan IKIP Negeri Singaraja.
---. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat Disertai
Aplikasi SPSS. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tinggi.
Kanca, I N, 2010. Metode Penelitian Pengajaran
Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Nala, Ngurah. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Universitas Udayana